Anda di halaman 1dari 6

Acne: Etiopatogenesis dan Pengelolaannya

Abstrak

Acne vulgaris adalah salah satu kelainan kulit yang paling sering dijumpai, yang harus diterapi
oleh dokter kulit dan sering mengenai remaja, meskipun dapat dijumpai pada usia berapapun.
Acne adalah penyakit inflamasi kronis pada kelenjar pilosebaceous Secara klinis dapat muncul
sebagai seborrhea, komedo, papul eritematousa, pustul dan nodul. Dalam beberapa tahun
terakhir, karena pemahaman etiopatogenesis jerawat yang lebih baik, maka muncul modalitas
terapeutik yang baru. Tujuan artikel ini adalah untuk mengkaji ulang etiopatogenesis dan pilihan
pengobatan baru tersedia disertai dengan scenario.

Pendahuluan

Acne vulgaris adalah penyakit kulit yang paling sering mengenai kelenjar pilosebaceous [1].
Secara klinis bermanifestasi sebagai seborrhea, komedo, lesi inflamasi dan meningkatnya
kolonisasi propionibacterium spp. staphylococcus spp. dan ragi malassezia spp. didalam kanal
folikular [2]. Hal ini dapat bersifat fisiologis. Sembilan puluh persen individu wanita dan pria
mengalami beberapa tingkat jerawat antara usia pubertas hingga usia tiga puluh tahun. Acne
lebih baik dianggap sebagai penyakit karena adanya komponen lesi inflamasi dan fisik,
morbiditas dan karena itu, membutuhkan terapi sistematik dan terapi yang rasional. Kelainan ini
bisa menyebabkan tekanan emosional dan jaringan parut jika tidak diobati. Meremehkannya bisa
menjadi konsekuensi serius [3].

Definisi

Definisi yang tepat dari acne vulgaris sulit untuk dibuat, acne vulgaris bisa didefinisikan sebagai
penyakit kronis, self-limiting,inflamasi dari kelenjar pilosebase, sering muncul pada masa remaja
dengan lesi pleomorfik seperti komedo, papul, nodul dan kista. Jaringan parut yang luas bisa
juga timbul [4].

Etiopatogenesis Acne

Acne vulgaris bersifat multifaktorial yang melibatkan faktor endogen dan eksogen. Ada empat
faktor patogenik utama, yang berinteraksi secara kompleks untuk menghasilkan lesi acne [5].

Meningkatnya produksi sebum oleh kelenjar sebacea

Perubahan dalam proses keratinisasi.

Kolonisasi folikular oleh propionibacterium spp.

Pelepasan mediator inflamasi ke dalam kulit.


Faktor lain yang berkontribusi termasuk pengaruh hormonal dari estrogen dan androgen, seperti
DHEAS (dehydro-epiandrosterone sulfate), yang meningkatkan produksi sebum pada anak-anak
prepubertas yang menyebabkan acnea [6, 7].

Seborrhea (peningkatan sekresi sebum) dan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar sebacea adalah ciri
khas acne [8]. Perubahan kualitas sebum dapat menyebabkan iritasi pada ductus epitelhium.
Ditemukan bahwa kadar squalene dan wax exster yang tinggi ditemukan pada sebum pasien
dengan acne[9]. Menurunnya kadar asam linoleat dalam sebum dapat menyebabkan akne
vulgaris dengan mempromosikan akumulasi cornified sel [10, 11].

Ductal hypercornification dipandang histologis sebagai microcomedo, yaitu lesi awal acne.
Stimulus pada ductus epthelium sehingga mengalami hiperkeratosis dapat disebabkan oleh
hormon androgen, atau ini merupakan efek iritasi lipase sebasea saat mereka melewati saluran.
Percepatan tingkat sekresi sebum atau komposisinya dapat mengiritasi keratinosit infundibular,
yang menyebabkan pelepasan zat inflamasi seperti IL-1 yang pada gilirannya menyebabkan
pengurangan asam linoleat sebacea dan kadar enzim 5-reduktase. Perubahan ini menyebabkan
induksi hiperkeratosis folikular [12]. Komedogenesis terjadi saat terjadi deskuamasi abnormal
stratum korneum terakumulasi dalam folikel sebacea dan membentuk plak keratin [13]. Hal
tersebut menghambat ostium folikuler dipermukaan kulit; akan terlihat sebagai komedo tertutup
(white head). Komedo terbuka (black head) terjadi jika ostium folikuler melebar dan penuh
dengan debris.

Telah diterima secara luas bahwa spesies propinobacterium (P. acne, P. granulosum) dan lain-
lain merupakan faktor utama dalam patogenesis acne. P. acne adalah flora kulit yang sering
ditemukan dan salah satu komponen utama flora mikroba folikel pilosebacea [14]. Bakteri ini
menghasilkan lebih banyak lipase yang bertanggung jawab untuk hidrolisis trigliserida terhadap
asam lemak bebas yang berkontribusi terhadap hiperkeratosis folikuler dan bahkan ruptur folikel
[15].

Proses inflamasi adalah komponen kunci acne yang sebagian besar menyumbang morbiditas dan
kelanjutannya. Sel T perifolikular terlibat dalam kejadian imunologis pada individu yang
memiliki predisposisi genetic dengan memulai komedogenesis melalui pelepasan IL-16. Selain
itu, corneocytes duktal juga menghasilkan IL-2, IL-8 dan TNF- yang berkontribusi terhadap
peradangan. Androgen meningkatkan sekresi sebum dan juga menyebabkan hiperplasia kelenjar
sebacea[17]. Estrogen, di sisi lain, menekan aktivitas kelenjar sebacea [18]. Ada hubungan
negatif antara tingkat keparahan acne dan kadar sex hormone serum binding globulin (SHBG).
Hiperandrogenisme perifer dalam banyak kasus dapat berkorelasi dengan tingkat keparahan acne
pada wanita, dan dapat memandu pemberian terapi hormon yang sesuai [19].

Iklim yang panas dan lembab memperparah lesi acne karena keringat meningkat menyebabkan
hidrasi duktal. Stres emosional juga berperan penting dalam kemunculan acne. Pemberian
external minyak, pomades, dan bahan kimia komedogenik lainnya menyebabkan erupsi jerawat.
[21].

Diet tinggi glikemik menginduksi terjadinya hiperinsulinemia yang menghasilkan sintesis


hormone androgen, mirip dengan penyakit poly cystic ovarium (PCOD) [22]. Diet yang
menginduksi hiper-insulinemia juga meningkatkan kadar IGF-1 (faktor pertumbuhan like-
Insulin) dan mengurangi protein pengikat IGF. Peningkatan IGF bebas menghasilkan
pertumbuhan epitel folikel yang tidak diatur, peningkatan produksi sebum dan sintesis androgen
dari gonad [22].

Urutan peristiwa

Microcomedones adalah lesi subklinis pertama. Hal ini disebabkan oleh penyumbatan kanal
sebaceoa akibat keratinisasi yang berubah yang menyebabkan retensi sebum dan menginisiasi
proses inflamasi. Peningkatan flora mikroba memperburuk proses inflamasi (pembentukan papul
dan pembentukan pustul). Retensi lebih lanjut dari sebum menyebabkan pecahnya kelenjar
sebacea dan menyebarnya sebum didermis sehingga terbentuk nodul. Kumpulan kelenjar yang
rusak menghasilkan akumulasi pus, cairan dan pembentukan kista. Sebuah bekas luka muncul
ketika kista tersebut sembuh setelah pecah atau terserapnya cairan [4].

Tingkat keparahan acne dapat dinilai berdasarkan klinis seperti di bawah [4].

Grade 1 (ringan): Komedo, kadang-kadang disertai papul. Grade 2 (sedang): Komedo, ada
banyak papul, sedikit pustul. Grade 3 (berat): pustul, nodul dan abses. Grade 4 (kistik): Lesi
terutama berupa kista atau abses, jaringan parut yang meluas.

Gradingnya digunakan sebagai salah satu parameter untuk perawatan dan tindak lanjut.

Penatalaksanaan penderita acne vulgaris [4]

Tindakan umum. Tindakan khusus.

Tindakan umum

Hilangkan stres dengan menenangkan hati.

Konseling mengenai sifat penyakit, modalitas perawatan dan hasilnya.

Saran untuk menghindari goresan pada lesi.

Menilai status endokrin dan flare pramenstruasi.


Anjurkan untuk menghindari penggunaan obat-obatan acnegenic, minyak, pomades dan
kosmetik berat.

Diet seimbang harus diperhatikan. Hindari diet glikemik tinggi.

Bersihkan muka secara teratur dengan sabun dan air.

Tindakan khusus

Prinsipnya berdasarkan dari empat strategi yang dapat dikombinasikan sesuai dengan aspek
klinis pasien.

Mengurangi sekresi kelenjar sebacea.

Memperbaiki hiperkornifikasi duktal.

Mengurangi populasi P. acne dan flora terkait.

Memproduksi efek anti-inflamasi.

Perlu diingat "satu perawatan tidak memperbaiki semuanya " [23].

Terapi topikal Berbagai preparat topikal digunakan karena sifat anti-comedogenic dan anti
antibakteri mereka.

Retinoid Topikal Berbagai preparat retinoid topikal

Tretinoin: 0,025%, 0,05%, gel / krim 0,1%.

Isotretinoin: 0,05% gel.

Adaplene: 0,03%, gel 0,1%.

Tazaroten: gel 0,1% dan 0,05%.

Mekanisme kerja meliputi restorasi keratinisasi yang terganggu, peningkatan pergantian sel dan
regulasi sintesis prostaglandin. Retinoid topikal mengurangi jumlah dan pembentukan lesi
prekursor; mengurangi komedo dan lesi inflamasi. Efek samping utama agen ini adalah
dermatitis iritan primer yang dapat menimbulkan eritema, dan sensasi terbakar dan dapat
bervariasi tergantung pada jenis kulit, sensitivitas dan formulasinya [24].

Benzoil Peroksida: Ini sama efektifnya dengan retinoid topikal dan digunakan dalam gel, krim
atau lotion dengan kekuatan yang bervariasi dari 2,5 sampai 10%. Merupakan agen antimikroba
spektrum luas yang efektif melalui aktivitas oksidasinya. Memiliki aktivitas anti inflamasi,
keratolitik dan komedolitik. Hal ini ditunjukkan pada acne ringan sampai sedang. Efek samping
utamanya adalah kekeringan kulit yang berlebihan, iritasi, dermatitis kontak alergi dan dapat
memutikanan pakaian, rambut dan sprei [25].

Antibiotik topikal: Ini digunakan untuk acne yang mengalami inflamasi. Eritromisin topikal
dan klindamisin adalah yang paling populer [26], dapat digunakan dalam 1 formulasi baik sendiri
atau dikombinasikan dengan benzoyl peroxide atau adaplene. Efek sampingnya kecil termasuk
eritema, mengelupasnya kulit, gatal, kering, sensasi terbakar dan berkembangnya resistensi.

Agen topikal lainnya disebutkan di bawah ini.

Asam Azelaic tersedia dalam bentuk krim 10-20% dan efektif pada lesi acne yang mengalami
inflamasi dan lesi komedonal [27, 28].

Asam salisilat yang digunakan sebagai zat komedolitik, namun kurang poten kemudian
retinoid topikal [29].

Asam laktat bermanfaat untuk mengurangi lesi [30].

Minyak pohon teh

Gel asam picolinic 10% [32]

Gel Dapsone 5% [33]

Topikal 5-fluorouracil

Terapi sistemik

Tetracyclines [35]

Tetracyclines 500mg-1gr per hari.

doksisiklin 50-200 mg perhari

Minocycline 50-200 mg/hari.

Lymecycline 150-300 mg per hari.

Golongan Sulpha [36]

Cotrimoxazole (80 trimetoprim + 400 sulfametoksazol).

Dapson 50-200 mg/hari


Macrolides [36]

Eritromisin 250-500 duakali sehari

Azitromisin 500 mg sekali sehari selama tiga hari dalam seminggu

Terapi hormonal [37]

Estrogen 30 mikro gm dengan progesteron.

Antiandrogen: cyproterone asetat- 50-200 mg , Spironolakton 50-100 mg per hari

Kortikosteroid: prednisolone 2,5-5 mg perhari [38].

Terapi zink oral 200 mg/hari

Retinoid oral - isotretinoin 0,1 per kg per hari [40].

Fototerapi - efektivitas radiasi UV pada acne adalah karena adanya porfirin pada p-acne [41].

Chemical peeling dengan asam glikolat 10-50% atau asam salisilat 10-30% menyebabkan
pengurangan komedo, papul dan pustul yang signifikan. Peeling berulang dengan asam glikolat
diperlukan untuk bekas jerawat dan lesi kistik [42].

Kesimpulan

Berbagai obat topikal dan sistemik tersedia untuk mengobati acne. Ringkasan pendekatan
pengobatan acne sesuai tingkat keparahannya adalah sebagai berikut [43].

A. Lesi ringan (hanya komedo) gel benzoil peroksida asam salisilat sebagai pembersih asam
azelaic

B. Lesi ringan sampai sedang (komedo, sedikit papul dan atau pustul) gel benzoil peroksida
atau retinoid topikal dan antibiotik topikal.

C. Lesi sedang sampai berat (banyak papul inflamasi, pustul, 1 nodul dan atau jaringan parut)
Antibiotik oral Terapi agen sebostatik, Isotretinoin.

D. Acne kistik (lebih dari 2 nodul, abses kista, bekas luka) Aspirasi kista dan injeksi steroid
intra-lesi dan Antibiotik sistemik dan Agen dapson atau sebostatik Terapi tambahan,
pembersihan komedo, chemical peeling, ablasi mikro-derma. Laser dan terapi laser blue light,
UV light, pulse dye laser.

E. Acne surgery-pengeringan kista dan cangko pada bekas luka, pelepasan kulit dengan laser,
cryosurgery, abrasi dan filler

Anda mungkin juga menyukai