Anda di halaman 1dari 2

SEMUGIH

ُ‫َو َم ْن يَ ْست َ ْغ ِن يُ ْغنِ ِه للا‬


“Barangsiapa yang menampakkan kecukupan niscaya Allah akan membuatnya kaya.” (H.R. Al-
Bukhari & Muslim)
Awalnya saya belajar dari mertua saya, K.H. Abror Mushodiq, beliau mengajarkan pada anak-
anaknya, "Kalau kalian punya duit, diam, tidak punya duit, diam". Karena prinsip ini mertua saya
selalu disangka punya duit oleh orang lain.
Dan betul, prasangka orang lain kepada beliau yang kemudian mewujudkan realita. Beliau
berkembang menjadi ulama yang punya duit.
Saya lahir dari keluarga pas-pasan. Awal saya membangun agar disangka punya duit di depan
orang tua kandung saya. Awal mula saya memberi 50 ribu, tapi rutin tiap bulan. Dengan mertua
belum berani memberi, karena seberapa sih nilai 50 ribu bagi orang berduit.
Lima puluh ribu rutin tiap bulan untuk orang tua saya yang waktu itu baru usaha buka toko yang
belum lengkap, ternyata hal itu menarik prasangka orang tua saya kalau saya berpenghasilan baik.
Tambah bulan, pemberian makin meningkat. Seratus ribu, 150 ribu, 200 ribu dan terus merangkak.
Dan terus saja saya disangka berduit banyak.
Tentu, di samping memberi, saya tidak pernah mengeluhkan masalah finansial di depan orang tua.
Apalagi sampai bilang sedang tidak punya duit, sama sekali tidak pernah terucap. Pokonya orang
tua kandung saya tahunya saya "punya duit" dan rezeki lancar.
Saya disangka demikian baru oleh orang tua kandung saya, belum oleh mertua saya, sebab
susahnya saya bersaing profit dengan mertua.
Waktu itu saya baru dapat prasangka sebagai orang yang baik-baik saja rezekinya oleh orang tua
kandung saya. Mertua masih menyangka saya seret rezeki, sebab mertua "menyanding" saya,
rumah saya tidak jauh jaraknya dari rumah mertua, sebab lainnya karena tingginya nominal finansial
mertua jadi saya kesusahan mau memberi dari nilai terkecil, memberi 50 sampai 100 ribu belum
dapat rasa.
Setelah 3,5 tahun lewat, profit finansial saya merangkak membaik, dan pemberian saya mulai
merambah kepada mertua. Asli, dengan mertua awalnya berani ngasih 500 ribu untuk mertua
wanita. Awalnya saya ragu, mereka sepertinya tidak butuh-butuh amat diberi, tapi ternyata orang
punya duit dikasih duit seneng juga. Akhirnya hingga saat ini saya rutin.
Dan setelah keberanian 500 ribu untuk mertua itu, perlahan mertua saya bergeser prasangkanya,
beliau mulai menyangka kalau sata berezeki baik.
Pemberian saya untuk orang tua kandung dan mertua hingga saat ini terus merangkak naik. Dan
terus saya pertahankan. Ketika saya sudah mulai merasa enteng dengan nominal yang saya
berikan, saya naikkan lagi.
Jika ridha Allah berada pada ridha orang tua, maka prasangka orang tua kepada kita itu menjadi
doa istimewa kepada kita. Dan haqqul yaqîn, dulu waktu saya baru disangka berezeki baik oleh
orang tua kandung dan belum oleh mertua, itu saja sudah mem-booster rezeki saya lebih
meningkat, yang akhirnya saya dibukakan rezeki untuk berbagi dengan mertua.
Dan setelah orang tua kandung dan mertua saya menyangka saya berezeki baik, respons rezeki di
alam semesta sepertinya sangat jatuh hati kepada saya. Ya dikejar duit, itu yang terjadi.
Jadi penting sekali "semugih" yang maksudnya menampakkan mental kaya di depan orang tua,
karena orang tua itu doanya bagi anak tidak ada lagi yang melebihi mujarabnya. Semugih disini
bukan sok-sokan kaya, pamer kekayaan, atau gengsian, tapi bermental kaya.
Diam saat punya duit, diam juga saat tidak punya duit, artinya tidak pernah mengeluhkan masalah
finansial di depan orang lain, ditambah menampakkan keberanian memberi, ini akan menarik
kekayaan rezeki ke dalam diri Anda.
Kenapa semugih kepada orang lain bisa menarik kekayaan? Karena alam semesta ini menganut
hukum aksi-reaksi.
Anda ucapkan salam kepada orang lain, pasti akan dijawab dengan salam keselamatan. Anda
ucapkan, "Asu," kepada orang lain, pasti akan dijawab laknat serapah.
Tidak hanya kepada manusia, dengan hewan, coba Anda ucapkan, "Pus. Pus. Pus," si kucing
mendekat manja. Tapi Anda sumpahi si kucing, dia akan lari tunggang langgang, yang akhirnya
menabrak barang pecah-belah Anda, dan pecah. Jika sumpah serapah itu pada hewan buas, Anda
tahu sendiri respons si hewan buas tersebut.
Kepada sungai, coba Anda sapa sungai dengan kebersihan lingkungan, si sungai akan merespons
dengan keasrian dan menampakkan surganya di batin Anda, tapi cobalah Anda sapa sungai dengan
pembuangan sampah ke airnya, si sungai akan merespons dengan banjir bandang.
Jadi alam semesta ini berperasaan, ada aksi di situ ada reaksi, ada getaran di situ ada respons.
Semugih rezeki di depan orang lain itu artinya Anda sedang menyapa alam semesta dengan
kekayaan. Kekayaan disapa, responsnya pun kelimpahan rezeki.
Nah kalau sekarang kalau Anda menyapa alam semesta dengan keluhan ruwetnya hidup Anda,
ruwetnya duit Anda, keluhan rasa sakit Anda, Anda tahu bagaimana responsnya? Parah lagi kalau
alam semesta disapa dengan rasa kere, meminta-minta, mengemis-emis, putus asa, malas, dan
lain-lain, responsnya tentu lebih nyelekit.
Dalam kerezekian, sapalah alam semesta dengan rasa "semugih", responsnya tentu kekayaan. Dan
modal pertama Anda sebagai anak, tentu "semugih" kepada otang tua Anda, agar mereka
menyangka Anda berezeki sangat baik.
Dan semalam saya googling, ternyata saya baru menemukan haditsny setelah mengamalkan sikap
"semugih" hampir 5 tahun. Haditsnya sebagaimana saya sebutkan di awal artikel.[]
_____________________
● Seminar Spiritual Kemakmuran Terdekat:
BANDUNG | MINGGU | 24 SEPTEMBER 2017 (MINGGU DEPAN)
● Seminar Spiritual Kemakmuran Akan Datang:
- SOLO | GRAND AMIRA HOTEL | 8 OKTOBER 2017
- MALANG | AMARIS HOTEL | 22 OKTOBER 2017
RSVP : Saeful Richy Segara & Tri Yulianto
● Pemesanan Kaos Bego | Rosyiid Gede Prabowo
● The 2 Days Workshop Kesadaran Kesemestaan:
- HONGKONG | Ana Wahyuningtiyas / Happy Darmawan
- BENGKULU | Febi Nur Sanda
- MAKASAR | Saeful Richy Segara
- BANDARLAMPUNG | Anto Purwo
- KUDUS | Subchan Yusuf Senopaty Jagad
- SURABAYA | Fenny Van Daboel
- PONTIANAK | Lenny Sofian
Jadwal kota lain menyusul.

Anda mungkin juga menyukai