0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
29 tayangan2 halaman
Teks tersebut membahas pentingnya bersikap "semugih" atau tampak memiliki kekayaan di depan orang tua, karena prasangka positif dari orang tua akan menarik berkah dan kemakmuran. Sikap semugih ini tidak berarti sombong atau pamer, tetapi berarti tampil tenang walaupun tidak memiliki uang dan berani memberikan uang kepada orang tua meski sedikit demi mendapat doa mereka. Prasangka baik dari
Teks tersebut membahas pentingnya bersikap "semugih" atau tampak memiliki kekayaan di depan orang tua, karena prasangka positif dari orang tua akan menarik berkah dan kemakmuran. Sikap semugih ini tidak berarti sombong atau pamer, tetapi berarti tampil tenang walaupun tidak memiliki uang dan berani memberikan uang kepada orang tua meski sedikit demi mendapat doa mereka. Prasangka baik dari
Teks tersebut membahas pentingnya bersikap "semugih" atau tampak memiliki kekayaan di depan orang tua, karena prasangka positif dari orang tua akan menarik berkah dan kemakmuran. Sikap semugih ini tidak berarti sombong atau pamer, tetapi berarti tampil tenang walaupun tidak memiliki uang dan berani memberikan uang kepada orang tua meski sedikit demi mendapat doa mereka. Prasangka baik dari
“Barangsiapa yang menampakkan kecukupan niscaya Allah akan membuatnya kaya.” (H.R. Al- Bukhari & Muslim) Awalnya saya belajar dari mertua saya, K.H. Abror Mushodiq, beliau mengajarkan pada anak- anaknya, "Kalau kalian punya duit, diam, tidak punya duit, diam". Karena prinsip ini mertua saya selalu disangka punya duit oleh orang lain. Dan betul, prasangka orang lain kepada beliau yang kemudian mewujudkan realita. Beliau berkembang menjadi ulama yang punya duit. Saya lahir dari keluarga pas-pasan. Awal saya membangun agar disangka punya duit di depan orang tua kandung saya. Awal mula saya memberi 50 ribu, tapi rutin tiap bulan. Dengan mertua belum berani memberi, karena seberapa sih nilai 50 ribu bagi orang berduit. Lima puluh ribu rutin tiap bulan untuk orang tua saya yang waktu itu baru usaha buka toko yang belum lengkap, ternyata hal itu menarik prasangka orang tua saya kalau saya berpenghasilan baik. Tambah bulan, pemberian makin meningkat. Seratus ribu, 150 ribu, 200 ribu dan terus merangkak. Dan terus saja saya disangka berduit banyak. Tentu, di samping memberi, saya tidak pernah mengeluhkan masalah finansial di depan orang tua. Apalagi sampai bilang sedang tidak punya duit, sama sekali tidak pernah terucap. Pokonya orang tua kandung saya tahunya saya "punya duit" dan rezeki lancar. Saya disangka demikian baru oleh orang tua kandung saya, belum oleh mertua saya, sebab susahnya saya bersaing profit dengan mertua. Waktu itu saya baru dapat prasangka sebagai orang yang baik-baik saja rezekinya oleh orang tua kandung saya. Mertua masih menyangka saya seret rezeki, sebab mertua "menyanding" saya, rumah saya tidak jauh jaraknya dari rumah mertua, sebab lainnya karena tingginya nominal finansial mertua jadi saya kesusahan mau memberi dari nilai terkecil, memberi 50 sampai 100 ribu belum dapat rasa. Setelah 3,5 tahun lewat, profit finansial saya merangkak membaik, dan pemberian saya mulai merambah kepada mertua. Asli, dengan mertua awalnya berani ngasih 500 ribu untuk mertua wanita. Awalnya saya ragu, mereka sepertinya tidak butuh-butuh amat diberi, tapi ternyata orang punya duit dikasih duit seneng juga. Akhirnya hingga saat ini saya rutin. Dan setelah keberanian 500 ribu untuk mertua itu, perlahan mertua saya bergeser prasangkanya, beliau mulai menyangka kalau sata berezeki baik. Pemberian saya untuk orang tua kandung dan mertua hingga saat ini terus merangkak naik. Dan terus saya pertahankan. Ketika saya sudah mulai merasa enteng dengan nominal yang saya berikan, saya naikkan lagi. Jika ridha Allah berada pada ridha orang tua, maka prasangka orang tua kepada kita itu menjadi doa istimewa kepada kita. Dan haqqul yaqîn, dulu waktu saya baru disangka berezeki baik oleh orang tua kandung dan belum oleh mertua, itu saja sudah mem-booster rezeki saya lebih meningkat, yang akhirnya saya dibukakan rezeki untuk berbagi dengan mertua. Dan setelah orang tua kandung dan mertua saya menyangka saya berezeki baik, respons rezeki di alam semesta sepertinya sangat jatuh hati kepada saya. Ya dikejar duit, itu yang terjadi. Jadi penting sekali "semugih" yang maksudnya menampakkan mental kaya di depan orang tua, karena orang tua itu doanya bagi anak tidak ada lagi yang melebihi mujarabnya. Semugih disini bukan sok-sokan kaya, pamer kekayaan, atau gengsian, tapi bermental kaya. Diam saat punya duit, diam juga saat tidak punya duit, artinya tidak pernah mengeluhkan masalah finansial di depan orang lain, ditambah menampakkan keberanian memberi, ini akan menarik kekayaan rezeki ke dalam diri Anda. Kenapa semugih kepada orang lain bisa menarik kekayaan? Karena alam semesta ini menganut hukum aksi-reaksi. Anda ucapkan salam kepada orang lain, pasti akan dijawab dengan salam keselamatan. Anda ucapkan, "Asu," kepada orang lain, pasti akan dijawab laknat serapah. Tidak hanya kepada manusia, dengan hewan, coba Anda ucapkan, "Pus. Pus. Pus," si kucing mendekat manja. Tapi Anda sumpahi si kucing, dia akan lari tunggang langgang, yang akhirnya menabrak barang pecah-belah Anda, dan pecah. Jika sumpah serapah itu pada hewan buas, Anda tahu sendiri respons si hewan buas tersebut. Kepada sungai, coba Anda sapa sungai dengan kebersihan lingkungan, si sungai akan merespons dengan keasrian dan menampakkan surganya di batin Anda, tapi cobalah Anda sapa sungai dengan pembuangan sampah ke airnya, si sungai akan merespons dengan banjir bandang. Jadi alam semesta ini berperasaan, ada aksi di situ ada reaksi, ada getaran di situ ada respons. Semugih rezeki di depan orang lain itu artinya Anda sedang menyapa alam semesta dengan kekayaan. Kekayaan disapa, responsnya pun kelimpahan rezeki. Nah kalau sekarang kalau Anda menyapa alam semesta dengan keluhan ruwetnya hidup Anda, ruwetnya duit Anda, keluhan rasa sakit Anda, Anda tahu bagaimana responsnya? Parah lagi kalau alam semesta disapa dengan rasa kere, meminta-minta, mengemis-emis, putus asa, malas, dan lain-lain, responsnya tentu lebih nyelekit. Dalam kerezekian, sapalah alam semesta dengan rasa "semugih", responsnya tentu kekayaan. Dan modal pertama Anda sebagai anak, tentu "semugih" kepada otang tua Anda, agar mereka menyangka Anda berezeki sangat baik. Dan semalam saya googling, ternyata saya baru menemukan haditsny setelah mengamalkan sikap "semugih" hampir 5 tahun. Haditsnya sebagaimana saya sebutkan di awal artikel.[] _____________________ ● Seminar Spiritual Kemakmuran Terdekat: BANDUNG | MINGGU | 24 SEPTEMBER 2017 (MINGGU DEPAN) ● Seminar Spiritual Kemakmuran Akan Datang: - SOLO | GRAND AMIRA HOTEL | 8 OKTOBER 2017 - MALANG | AMARIS HOTEL | 22 OKTOBER 2017 RSVP : Saeful Richy Segara & Tri Yulianto ● Pemesanan Kaos Bego | Rosyiid Gede Prabowo ● The 2 Days Workshop Kesadaran Kesemestaan: - HONGKONG | Ana Wahyuningtiyas / Happy Darmawan - BENGKULU | Febi Nur Sanda - MAKASAR | Saeful Richy Segara - BANDARLAMPUNG | Anto Purwo - KUDUS | Subchan Yusuf Senopaty Jagad - SURABAYA | Fenny Van Daboel - PONTIANAK | Lenny Sofian Jadwal kota lain menyusul.