MATEMATIKA LANJUT
Oleh:
Erwin Budi Setiawan, SSi
……………..
IV.1 Barisan ………………………………………………………………………...
IV.2 Deret Tak Hingga ……………………………………………………………..
IV.3 Deret Ganti Tanda dan Kekonvergenan Mutlak………………………………
IV.4 Deret Pangkat …………………………………………………………………
IV.5 Deret Taylor dan Deret Maclurin ……………………………………………..
Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan buku ajar Matematika Lanjut ini.
Buku ini disusun sesuai silabus mata kuliah PU1322 Matematika Lanjut untuk kelas D3
Teknik Elektro. Dalam buku ini dijelaskan Sistem Persamaan Linier dan Matriks,
Persamaan Diferensial Biasa (PDB) Orde I, PDB Orde II, Barisan dan Deret, Fungsi Dua
Peubah, serta Fungsi Kompleks.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu langsung maupun tak
langsung sehingga tersusun buku ajar ini.
Penulis menyadari bahwa buku ini makin jauh dari sempurna, karenanya penulis mohon
maaf bila terdapat penulisan yang kurang tepat.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
1. Purcell, E.J and Varberg, D. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid I. Penerbit
Erlangga, Indonesia.
2. Purcell, E.J and Varberg, D. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid I. Penerbit
Erlangga, Indonesia.
3. Mursita, D. Kalkulus III. STTTelkom. Bandung. Indonesia
4. Kreyszic. E. (1988). Anvanced Engineering Mathematics. Sixth Edition. John
Willey & Sons. New York.
5. Budi.W.S (1997). Kalkulus Peubah Banyak. Jurusan Matematika. FMIPA ITB.
1
Matematika Lanjut
BAB I
SISTEM PERSAMAAN LINIER DAN MATRIKS
Sebuah matriks yang banyaknya baris dan banyaknya kolom sama, contohnya :
a11 a12 a13
a11 a12 a
, 21 a 22 a 23
a 21 a 22
a 31 a 32 a 33
3. Matriks satuan.
Matriks kuadrat dengan bilangan 1 terletak pada diagonal utama sedangkan 0
terletak di luar diagonal utama, contohnya:
1 0 0 0
1 0 0 0
1 0 0 1 0 , 1 0 0
0 1 , 0
0 1 0
0 0 1
0 0 0 1
4. Matriks segitiga atas.
Matriks yang semua entri di bawah diagonal utamanya adalah nol.
5. Matriks segitiga bawah.
Matriks yang semua entri di atas diagonal utamanya adalah nol.
Operasi-operasi matriks.
1. Jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah
A + B adalah matriks yang diperoleh dengan menambah entri-entri yang
bersesuaian dalam kedua matriks tersebut.
Contoh : Tinjaulah matriks-matriks berikut:
1 4 3 0
A = 2 6 , B = − 1 2
3 7 1 1
Maka
1 4 3 0 1 + 3 4 + 0 4 4
A+B= 2 6 + − 1 2 = 2 + (−1) 6 + 2 = 1 8
3 7 1 1 3 + 1 7 + 1 4 8
2. Jika A adalah suatu matriks dan c ε R, maka hasil kali c A adalah matriks yang
diperoleh dengan mengalikan masing-masing entri dari A dengan c.
Contoh : Jika A adalah matriks
1 4
A = 2 6
3 7
Maka
1 4 2 8 1 4 − 1 − 4
2 A = 2 2 6 = 4 12 dan (-1)A = (−1) 2 6 = − 2 − 6
3 7 6 14 3 7 − 3 − 7
3. Jika A adalah suatu matriks m x r dan B adalah matriks r x n, maka hasil kali A
B adalah: untuk mencari entri dalam baris ke-i dan kolom ke-j dari A B, pilih
baris ke-i dari matriks A dan kolom ke-j dari matriks B. Kalikan entri-entri yang
bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan tambahkan
hasilkalinya.
4 − 1 1 4 2
A = , B=
0 2 3 1 5
Maka
4 − 1 1 4 2 1 ⊗ ⊗
AB= =
0 2 3 1 5 ⊗ ⊗ ⊗
(4.1) + (-1.3) = 1
Perhitungan untuk hasil kali selebihnya yaitu
(4.4)+(-1.1) = 15
(4.2)+(-1.5) = 3
(0.1)+(2.3) = 6
(0.4)+(2.1) = 2
(0.2)+(2.5) = 10
Hasil selengkapnya adalah:
1 15 3
AB=
6 2 10
Jelas di sini bahwa ukuran matriks dari hasil perkalian A dan B adalah 2 x 3 di
peroleh dari
A B = AB
2x2 2x3 2x3
di dalam
di luar
4. Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka transpose A dinyatakan oleh At dan
ukurannya menjadi n x m, yang kolom pertamanya adalah baris pertama A,
kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian seterusnya.
Contoh :
a11 a12
a a a a
A= 21 a 22 At = 11 21 31
a 31 a 32 a12 a 22 a 32
4 0 4 − 1
B= 1 2 Bt =
− 0 2
(m) A O = O ; O A = O
Dengan a, b ε R, O adalah matriks nol.
Latihan
1. Tinjaulah matriks di bawah ini
3 0 1 5 2 6 1 3
4 − 1 1 4 2 − 1 0 1 E= − 1 1 2
A = −1 2 B= C= D=
0 2 3 1 5
1 1 3 2 4 4 1 3
Hitunglah
(a) AB
(b) D + E
(c) (AB)C
(d) DE
(e) D + E2
2 1 − 2 0 3 2 0 2 6 0
2. Misalkan A = B= C= D=
1 3 3 4 1 0 4 3 5 0
Hitunglah
(a) A+B , B+A
(b) 4A – 2B, 2(2A – B)
(c) A + B + C + D
(d) – C – D, - (C + D)
(e) 5 D – 4C
(f) 4C – 5D
1 4 3 4 1 1 0 0 1 2 6 0
0 1 6 7 , 0 1 0 , 0 0 1 − 1 0
0 0 1 −1 0 0 1 0 0 0 0 1
Untuk menghasilkan matriks yang berbentuk eselon baris tereduksi dan eselon baris
dilakukan operasi baris elementer.
Contoh. Diketahui matriks:
0 0 − 2 0 7 12
2 4 − 10 6 12 28
2 4 5 6 − 5 − 1
Reduksi matriks tersebut menjadi matriks eselon baris tereduksi.
Jawab:
Langkah 1. Letakkan kolom paling kiri (garis vertikal) yang seluruhnya tidak terdiri
nol.
0 0 − 2 0 7 12
2 4 − 10 6 12 28
2 4 5 6 − 5 − 1
Kolom tak nol paling kiri
Langkah 2. Pertukarkan baris atas dengan baris lain, jika perlu, untuk membawa
entri tak nol ke atas kolom yang didapatkan dalam langkah 1.
2 4 − 10 6 12 28
0 0 − 2 0 7 12 Baris pertama dan baris kedua dalam matriks
terdahulu di pertukarkan.
2 4 5 6 − 5 − 1
Langkah 3. Jika entri yang sekarang ada di atas kolom yang didapat adalah , kalikan
baris pertama dengan 1/a untuk memperoleh 1 utama.
1 2 − 5 3 6 14
0 0 − 2 0 7 12 Baris pertama matriks dikalikan dengan ½
2 4 5 6 − 5 − 1
Langkah 4. Tambahkan kelipatan yang sesuai dari baris atas pada baris-baris yang
ada di bawahnya sehingga semua entri 1 utama menjadi nol.
1 2 − 5 3 6 14
0 0 − 2 0 7 12 -2 x Baris pertama dari matriks langkah 3 kmd
tambahkan pada baris ketiga.
0 0 5 0 − 17 − 29
Langkah 5. Tutuplah baris atas, mulailah lagi dengan langkah 1 di terapkan pada
submatriks yang masih sisa. Teruslah dengan cara ini sampai entri matriks tersebut
dalam bentuk eselon baris.
1 2 − 5 3 6 14
0 0 − 2 0 7 12
0 0 5 0 − 17 − 29
Kolom tak nol paling kiri dari submatriks
1 2 − 5 3 6 14
0 0 1 0 − 7 / 2 − 6 Baris pertama dalam submatriks di kalikan
dengan – ½ untuk mendapat 1 utama
0 0 5 0 − 17 − 29
1 2 − 5 3 6 14 -5 x Baris pertama submatriks tambahkan pada
0 0 1 0 − 7 / 2 − 6 baris ketiga, untuk mendapat nol di bawah 1 utama
0 0 0 0 1/ 2 1
1 2 − 5 3 6 14
0 0 1 0 − 7 / 2 − 6 Bagian atas dari submatriks ditutup, kemudian
ulangi langkah 1 pada sub matriks yang baru, yaitu
0 0 0 0 1 2 dikali dengan 2 untuk mendapatkan 1 utama
Kolom tak nol paling kiri dari submatriks yang baru
Langkah 6. Dengan memulai baris tak nol terakhir dan bekerja ke arah atas,
tambahkan kelipatan yang sesuai dari setiap baris pada baris-baris di atas untuk
mendapatkan nol di atas 1 utama.
1 2 − 5 3 6 14
0 0 1 0 0 1 -7/2 x Baris ketiga kemudian ditambahkan pada
baris kedua
0 0 0 0 1 2
1 2 − 5 3 0 2
0 0 1 0 0 1 -6 x Baris ketiga kemudian ditambahkan pada baris
pertama
0 0 0 0 1 2
1 2 0 3 0 7
0 0 1 0 0 1 5 x Baris kedua kemudian ditambahkan pada baris
pertama
0 0 0 0 1 2
Operasi baris elementer dari langkah 1 sampai langkah 6 di sebut sebagai prosedur
Eliminasi Gauss
Contoh .
Untuk matriks 2 x 2, misalkan
a b
A=
c d
Jika ad – bc ≠ 0, maka
d −b
-1 1 d − b ad − bc ad − bc .
A = = a
ad − bc − c a − c
ad − bc ad − bc
Jika A dan B adalah matriks-matriks yang dapat di balik dan yang ukurannya sama,
maka
1. A B dapat dibalik.
2. (AB)-1 = B-1A-1
Untuk mencari invers matriks secara umum misalkan matriks A kita dapat melakukan operasi baris
elementer terhadap matriks tersebut sehingga menjadi matriks satuan (I). Metode sederhana untuk
melaksanakan prosedur ini diberikan dalam contoh berikut.
Contoh.Carilah invers dari
3 1 5
A = 2 4 2
− 4 2 − 9
Jawab.
Kita ingin mereduksi matriks tersebut dengan menggunakan operasi-operasi baris untuk
mendapatkan A-1. Perhitungan dapat dilaksanakan sebagai berikut.
1
3 1 5 1 0 0 3 B1 1 1 5 1 0 0 −2 B1+ B 2
2 4 3 3 3
2 0 1 0 ~
2 4
− 4 2
2 0 1 0 ~
− 4 2 − 9 0 0 1 −9 0 0 1 4 B1+ B 3
1 1 5 1 0 0 3 B2 1 1 5 1 0 0 −10 B 2+ B 3
3 3 3 10 3 3 3 3
−4 −2 −2 −1
0 10
3 3 3
1 0
~ 0 1
5 5
3
10
0 ~
−1 B 2 + B1
0 10 3 −7 4 0 1 0 10 3 −7 4 0 1 3
3 3 3 3
1 0 9 2 −1 0 1 0 9 2 −1 0 2 B 3+ B 2
5 5 10 −1B 3 5 5 10 5
−2 −1 −2 −1
0 1
5 5
3
10
0
~ 0 1
5 5
3
10
0
~
0 0 −1 2 −1 1 0 0 1 −2 1 − 1 −9 5 B 3+ B1
1 0 0 4 − 19 9
10 5
0 1 0 − 1 7 −2
10 5
0 0 1 − 2 1 − 1
(keterangan B1 = baris ke 1, dst)
Jadi
4 − 19 9
10 5
A-1 = − 1 7 −2
10 5
− 2 1 − 1
Latihan
1. Selesaikanlah matriks-matriks di bawah ini sehingga menjadi matriks-matriks eselon baris
tereduksi dengan Eliminasi Gauss.
2 1 4 3 1 11
(a) (b)
5 − 2 1 1 − 1 5
0 4 3 13 0 3 4 1
(c) 1 − 2 1 3 (d) 9 − 4 1 4
3 5 0 11 1 1 1 15
1 1 1 0 3 1 −1 3 −3 3
− 3 − 17 1 2 1 − 5 2 −5 4 − 5
(e) (f)
4 − 17 8 − 5 1 − 3 −4 7 −2 7
0 −5 −2 1 1 2 3 1 − 11 1
2. Carilah invers (jika ada) dari
1 0
0 0
1 0
cos θ sin θ 2 0
(a) − sin θ cos θ (c)
1 0
2 4
1 2
8 4
3 1 5 cos θ sin θ 0
1
(d) − sin θ cos θ 0
(b)
2 4
− 4 2 − 9 0 0 1
5 11 7 3
2 1 4 − 5
(e)
3 − 2 8 7
0 0 0 1
Sebuah sistem linier sebarang yang terdiri m persamaan linier dengan n bilangan tak diketahui, ditulis
sebagai berikut.
a11 x1 + a12 x 2 + ... + a1n x n = b1
a 21 x1 + a 22 x 2 + ... + a 2 n x n = b2
.
.
.
a m1 x1 + a m 2 x 2 + ... + a mn x n = bm
dengan x1, x2, …, xn adalah bilangan-bilangan tak diketahui, sedangkan a dan b menyatakan
konstanta.
Bentuk di atas dapat disingkat menjadi
a11 a12 . . . a1n x1 b1
a
21 a 22 . . . a 2 n x 2 b2
. . . . . .
=
. . . . . .
. . . . . .
a n1 a n 2 . . . a nn x n b n
dari bentuk di atas diperoleh matriks yang diperbesar yaitu
a11 a 21 . . . a n1 b1
a a 22 . . . a n 2 b2
21
. . . . .
. . . . .
. . . . .
a m1 a m2 . . . a mn bm
dengan eliminasi gauss, akan didapat eselon baris tereduksi sehingga akan di dapat kemungkinan
ketiga solusi di atas.
Untuk buku ajar ini di batasi pada sistem linier homogen, yaitu sistem linier yang berbentuk.
Tiap-tiap sistem linier seperti di atas senantiasa punya solusi karena x1 = 0, x2 = 0, …, xn = 0 selalu
merupakan solusi dari sistem tersebut. Solusi tersebut dinamakan solusi trivial; jika ada solusi lain,
maka solusi tersebut dinamakan solusi tak trivial.
Jadi untuk sistem persamaan linier homogen, maka persis salah satu di antara pernyataan berikut
benar.
1. sistem tersebut mempunyai solusi trivial.
2. sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya, sebagai tambahan terhadap solusi trivial
tersebut.
Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai solusi tak trivial; yaitu jika
sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui daripada banyaknya persamaan.
Contoh.
Pecahkanlah sistem persamaan linier homogen berikut dengan menggunakan eliminasi gaus.
2 x1 + 2 x 2 − x 3 + x5 = 0
− x1 − x 2 + 2 x 3 − 3 x 4 + x 5 = 0
x1 + x 2 − 2 x 3 − x5 = 0
x3 + x 4 + x 5 = 0
Matriks yang diperbesar dari sistem tersebut
2 2 −1 0 1 0 1 1 −2 0 −1 0 B1+ B 2
−1 −1 2 − 3 1 0 B1↔ B 3 − 1 − 1 2 − 3 1 0 − 2 B1+ B 3
1 1 −2 0 −1 0 ~ 2 2 −1 0 1 0 ~
0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0
1 1 − 2 0 −1 0 1 1 − 2 0 −1 0 2 B 2 + B1
0 0 0 −3 0 0 B 2↔ B 4
0 −3 B 2+ B 3
0 0 1 1 1
0 0 3 0 3 0 ~ 0 0 3 0 3 0 ~
0 0 1 1 1 0 0 0 0 −3 0 0
− 2 B 2 + B1
1 1 0 2 1 0 1 1 1 0 2 1 0 − B 2 + B 2 1 1 0 0 1 0
− B3
0 0 1 1 1 0 3 0 3 B 2 + B 4 0 0
0 0 1 1 1 0 1 0 1
0 0 0 − 3 0 0 ~
0 0 0 1 0 0 ~ 0 0 0 1 0 0
0 0 0 − 3 0 0 0 0 0 − 3 0 0 0 0 0 0 0 0
(keterangan: B1 = baris ke 1, dst; ↔ : ditukarkan)
Sistem persamaan yang bersesuaian adalah
x1 + x 2 + x5 = 0
x3 + x5 = 0
x4 =0
Kemudian didapat
x1 = − x 2 − x 5
x 3 = − x5
x4 = 0
maka himpunan penyelesaiaanya adalah
x1 = - s – t, x2 = s, x3 = -t, x4 = 0, dan x5 = t
Sistem di atas akan mempunyai solusi trivial jika s = t = 0.
Latihan
Selesaikan sistem persamaan linier di bawah ini
1. 2 x + y = 4 5x – 20y = 10
5 x – 2y = 1 8. 4x – y + 2z = 4
2. 3x + y = 11 x + 2y – z = 3
x–y= 5 3x + 5y + 5z = 5
3. –x + y + 2z = 0
3x + 4y + z = 0
2x + 5y + 3z = 0 9. w + x + y =3
4. 4x – y + 2z = 0 -3 w – 17x + y + 2z = 1
x + 2y – z = 0 4 w – 17x + 8y – 5z = 1
3x + 5y + 5z = 0 – 5x - 2y + z = 1
5. x + y + z = -1 10. w – x + 3y + 3z = 3
4y – 6z = 6 -5 w + 2x – 5y + 4z = -5
y+ z= 1 -3 w – 4x + 7y – 2z = 7
6. 7x – 4y – 2z = 0 2 w + 3x + y – 11z = 1
16x + 2y + z = 0
7. 3x – 12y = 6
-7x + 28y = -14
I.5 Determinan
Definisi: Misalkan A matriks bujursangkar, maka fungsi determinan A dinyatakan oleh det(A) dan
det(A) didefinisikan sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A.
Hasil kali elementer adalah hasil kali yang berbentuk a1 j , a 2 j , ... , a nj di mana
1 1 n
0 1 5
A = 3 − 6 9
2 6 1
Jawab.
0 1 5 3 −6 9
det(A) = 3 − 6 9 = - 0 1 5 (B2 ↔ B3)
2 6 1 2 6 1
1 −2 3
=-3 0 1 5 (faktor bersama baris pertama yaitu 3 dikeluarkan)
2 6 1
1 −2 3
=-3 0 1 5 (-2 B1 + B3)
0 10 − 5
1 −2 3
=-3 0 1 5 (-10 B2 + B3)
0 0 − 55
1 −2 3
= (-3) (-55) 0 1 5 (faktor bersama baris ketiga yaitu -55 dikeluarkan)
0 0 1
= (-3) (-55) (1) = 165
I. 6 Aturan Cramer
Aturan cramer adalah salah satu metode untuk mencari solusi dari system persamaan linier. Jika A
X = B adalah system yang terdiri dari n persamaan linier dalam n bilangan tak diketahui sehingga
det(A) ≠ 0, maka sistem linier tersebut mempunyai solusi yang unik, dan solusinya adalah
det( A1 ) det( A2 ) det( An )
x1 = , x2 = , . . . , xn =
det( A) det( A) det( A)
di mana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan menggantikan entri-entri dalam kolom ke –j
dari A dengan entri-entri dalam matriks
b1
b
B=
2
...
bn
Contoh
Diketahui
x1 + 2 x3 = 6
-3 x1 + 4 x2 + 3 x3 = 30
- x1 – 2 x2 + 3 x3 = 8
Carilah x1, x2, dan x3 dengan menggunakan aturan cramer.
Jawab
Dari persamaan linier di atas didapat matriks
1 0 2 6 0 2
A= −3 4 6
A1= 30 4 6
− 1 − 2 3 8 − 2 3
1 6 2 1 0 6
A2 = − 3 30 6
A3= − 3 4 30
− 1 8 3 − 1 − 2 8
Maka
det( A1 ) − 40 10 det( A2 ) 72 18 det( A3 ) 152 38
x1 = = = − , x2 = = = dan x 3 = = =
det( A) 44 11 det( A) 44 11 det( A) 44 11
Latihan Determinan dan Aturan Cramer.
1. Tentukan determinan dari matriks di bawah ini
− 2 1 − 4
1 − 3
a. c. − 1 1 2
2 5
3 1 6
1 2 7 1 0 0
b. − 1 0 6
d. 3 6 7
2 2 8 0 8 − 1
2. Anggaplah det(A) = 5 di mana
a b c
A= d e f
g h i
Carilah
a g d
a. det(3 A) -1
b. det(2 A ) -1
c. det ((2A) ) d. det b
h e
c i f
c. x1 – 3 x2 – x3 = 4 d. 2 x1 – x2 + x3 – 4 x4 = –32
2 x1 – x2 = -2 7 x1 + 2 x2 + 9 x3 – x4 = 14
4 x1 – 3 x3 = 0 3 x1 – x2 + x3 + x4 = 11
x1 + x2 – 4 x3 – 2 x4 = –4
BAB II
PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA
ORDE SATU
∫ 1
y
dy = ∫ 1
x ln x
dx Æ mis : u = ln x
ln y = ∫ 1
xu
xdu
dy 1
=
dx x
ln y = ln u + c dx = x du
ln y = ln (ln x) + c1
exp (ln y) = exp (ln (ln x) + c1 )
y = c ln x
jadi, solusi umum : y = c ln x
(2) y1 = x 3e − y , y(2) = 0
dy
= x 3e − y
dx
dy 1
= x3 y
dx e
e dy = x 3 dx
y
∫ e dy = ∫ x dx
y 3
1 4
ey = x +c
4
1
y = ln x 4 + ln c
4
syarat y(2) = 0
0 = ln (4 + c)
ln(1) = ln (4 + c)
1 = 4 + c Æ c = -3
1
jadi, solusi khusus : y = ln ( x 4 - 3)
4
(ii) PD dengan koefisien fungsi homogen
Fungsi A(x,y) disebut fungsi homogen dengan derajat n, jika
A(kx,ky) = k n A(x,y), k konstan sembarang
Contoh :
(2) A(x,y) = x
A(kx,ky) = kx
= k A(x,y)
A(x,y) = x , homogen dengan derajat 1
(3) A(x,y) = x 2 + xy
A(kx,ky) = (kx) 2 + k(xy)
= k 2 x 2 + kx ky
= k 2 ( x 2 + xy)
k 2 A(x,y) homogen dengan derajat 2
A( x, y )
PDB dengan koefisien fungsi homogen mempunyai bentuk umum y 1 =
B ( x, y )
dengan A,B fungsi homogen dengan derajat yang sama disebut PDB dengan koefisien
fungsi homogen.
Penyelesaian : gunakan subtitusi y = ux, u = u(x) …….(1)
y1 = u1 x + u
dy du
=x +u …….(2)
dx dx
dy = x du + u dx …….(3)
Contoh :
Tentukan solusi umum PD x y 1 = x + y (bukan PD terpisah)
x+ y
y1 =
x
karena x + y, x fungsi homogen dengan derajat 1, maka PD di atas adalah PD dengan
koefisien fungsi homogen.
Penyelesaian :
y
y = ux Æ misalkan u =
x
y = u1 x + u
1
x + ux
u1 x + u =
x
x(1 + u )
u1 x + u =
x
1
u x + u = 1+ u
u1 x = 1
du
x =1
dx
1
∫ du = ∫ x
dx
u = ln x + c
y
= ln x + c
x
y = x ln x + cx
sehingga solusi umumnnya : y = x ln x + cx
e∫ y1 + e ∫ P(x)y = e ∫
P ( x ) dx P ( x ) dx P ( x ) dx
r(x)
( ye ∫ ) = e∫
P ( x ) dx 1 P ( x ) dx
r(x)
misal : h = ∫ P(x) dx
( ye h )1 = e h r(x)
integralkan kedua ruas
y e h = ∫ e h r(x) dx + c
sehingga solusi umumnya : y = e −h ( ∫ e h r(x) dx + c)
contoh :
(1) tentukan solusi umum PD
x y 1 - 2y = x 3 e x
jawab :
x y 1 - 2y = x 3 e x
2y
y1 - =c
x
2
PD linier dengan P(x) = − , r(x) = x 2 e x
x
2 1
Î h = ∫ − dx = -2 ln x = ln x −2 = ln ( 2 )
x x
1
h
ln(
x2
) 1
e =e =
x2
1
e −h = 1
= x2
x2
y = e − h { ∫ e h r(x) dx + c}
1 2 x
y = x 2 {∫ x e dx + c}
x2
y = x 2 {e x + c}
y = x 2e x + x 2c
(2) tentukan solusi khusus PD
y 1 + y = ( x + 1) 2 , y (0) = 3
p( x ) = 1; r ( x ) = ( x + 1) 2
∫
h = 1dx = x
y = e −x {∫ e (x + 1) dx}
x 2
y = e −x {∫ e (x + 1) + e 2(x + 1)dx}
x 2 x
y = e −x x {e (x + 1) + 2(x + 1) + c}
2
SU : y = x 2 + 4 x + 3 + c
SK : y(0) = 3 ⇒ 3 = 0 + 4.0 + 3 + c
3 = 3+c
c=0
2
y = x + 4x + 3
(iv) Trayektori Ortogonal
Dalam matematika terapan, seringkali kita jumpai permasalahan untuk
mendapatkan keluarga kurva yang ortogonal atau tegak lurus terhadap keluarga
kurva lain.
Misalkan diberikan keluarga kurva f(x,y) = c, c parameter. Maka untuk
mendapatkan trayektori ortogonal dilakukan langkah sebagai berikut:
1.Turunkan secara implisit f(x,y) = c terhadap x, nyatakan parameter c dalam x
dan y.
2.Karena tegak lurus maka trayeksi Ortogonal (TO) harus
1
memenuhi: y1 = −
Df ( x , y)
3.Trayektori Ortogonal dari f(x,y) = c, didapatkan dengan mencari solusi dari
1
y1 = − .
Df ( x , y)
Misal lihat keluarga kurva y = cx 2
Trayeksi ortogonal (TO) dari y = cx 2 adalah kurva yang tegak lurus pada
y = cx 2 .
Langkah-langkah menentukan TO :
y
1. Tuliskan y = cx 2 dalam bentuk c =
x2
y = cx 2
Dx ( y) = Dx (cx 2 )
y1 = 2cx
y
y1 = 2 x
x2
2y
y1 =
x
2. TO akan memenuhi PD
1 x
y1 = − =−
2y / x 2y
3. TO dari y = cx 2 adalah
x
y1 = −
2y
dy x
=−
dx 2y
∫ 2 ydy = ∫ − xdx
x2
y2 = − +c
2
x2
+ y 2 = c ⇒ (ellips)
2
LATIHAN
1. tentukan solusi trayektori ortogonal dari persamaan berikut :
a. x 2 + y 2 = c 2 c. y = x + c
2 2
b. x − y = c 2
d. 4 x2 + y2 = c
2. Tentukan solusi dari PDB satu dibawah ini :
a. y1 = (1 + 2 y)(1 + x 2 + 2x 3 )
dy
b. x 2 − y 2 − 2 xy = 0
dx
dy
c. (1 + e x ) + ex y = 0 dengan y (0) = 1
dx
d. y ' + y tan x = 2x cos x
dy y 2 + 2 xy
e. =
dx x2
dy x + 3y
f. =
dx x−y
g. y1 + 2 y = e − x
h. xy1 = y + x 3 + 3 x 2 − 2 x
i. y1 + y = x 2
BAB III
PERSAMAAN DIFFERENSIAL ORDE DUA
r(x) yp
mx mx
r(x) = e yp = A e
r(x) = Xn yp = AnXn + An-1Xn-1+…….+A1X + A0
r(x) = sin wx yp = A cos wx + B sin wx
r(x) =cos wx yp = A cos wx + B sin wx
r(x) = e uxsin wx yp = e ux (A cos wx + B sin wx )
R(x) =e uxcos wx yp = e ux (A cos wx + B sin wx )
Ctt: Solusi non homogen tidak boleh muncul pada solusi homogennya. Jika hal
ini terjadi, kalikan solusi khususnya dengan faktor x atau x2 sehingga didak
memuaat lagi solusi homogennya.
(ii) Metode variasi parameter, metode ini digunakan untuk memecahkan
persamaan-persamaan yang tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan
metode koefisien tak tentu. Sebagai contoh :
Persamaan Differensial orde dua non homogen y″ +ay′ + by = r(x) memiliki
solusi umum : y = yh + yp
misal yp = u y1 + v y2 dimana u = u(x) ; v = v(x)
maka y′p = u′ y1 + u y1 + v y2 + v′ y2
pilih u dan v sehingga :
u′ y1 + v′ y2 = 0 ……………….(*)
y′p = u y1′ + v y2′
y″p = u′y1′ + u y1″ + v′y2′ + vy2″
Substitusikan yp , yp ′, yp ″ ke dalam persamaan awal sehingga di dapatkan :
u′y1′ + u y1″ + v′y2′ + vy2″ + a (u y1′ + v y2′)+ b ( u y1 + v y2 ) = r(x)
u ( y1″ + a y1′ + b y1 ) + v ( y2″ + a y2′+ b y2 ) + u′y1′ + v′y2′ = r (x)
u′y1′ + v′y2′ = r (x)…………….(**)
Eleminasi (*) dan (**) di peroleh :
u′ y1 + v′ y2 = 0
u′y1′ + v′y2′ = r (x)
untuk dapat mengeliminir persamaan pertama dikalikan dengan y2′ dan
persamaan kedua dikalikan dengan y2 , sehingga di dapat persamaan :
u′ y1 y2′ + v′ y2 y2′ = 0
u′y1′ y2 + v′ y2′ y2 = y2 r (x)
sehingga di dapat u′ ( y1 y2′ - y1′ y2 ) = - y2 r (x)
jadi di peroleh :
y r(x ) y r(x)
u =− ∫ 2 dx dan v = ∫ 1 dx
W W
y y1'
dengan W = 1
y2 y '2
y1 r ( x )
v= ∫ W
dx
e 2x e 2x
v= ∫ − 2 dx
1
v = − ∫ e 4 x dx maka v = -1/8 e4x
2
yp = u y1 + v y2
= C1 e2x + C2 e-2x
BAB IV
BARISAN DAN DERET
IV.1 Barisan
Definisi
Barisan bilangan didefinisikan sebagai fungsi dengan daerah asal merupakan bilangan asli.
Notasi: f: N → R
n f(n ) = an
Fungsi tersebut dikenal sebagai barisan bilangan Riil {an} dengan an adalah suku ke-n.
a nlim (a n ) L
3. lim n = →∞ = , untuk M ≠ 0
n → ∞ b (bn ) M
n nlim
→∞
∑a
n =0
n = a1 + a2 + a3 + a4 + …+ an + …
S1 = a1
S2 = a1 + a2
.
.
.
n
Sn = a1 + a2 + a3 + a4 + …+ an = ∑a
i=0
i
∞
Barisan {S n }, dinamakan barisan jumlah parsial deret ∑ a i . Dari jumlah parsial ini di dapat bahwa Sn
i =0
– Sn-1 = an .
Definisi.
∞
Deret tak hingga ∑a i konvergen dan mempunyai jumlah S jika barisan jumlah-jumlah parsialnya {S n }
i =0
Dan
1
lim S n = lim 1 − =1
n →∞ n →∞ n +1
Jadi, karena barisan jumlah-jumlah parsialnya konvergen ke 1, maka deret di atas
juga konvergen.
∞
1
3. ∑i
i =1
Dari sini kita dapatkan
1 1 1 1 1 1 1 1
Sn = 1 + + + + + + + + . . . +
2 3 4 5 6 7 8 n
1 1 1 1 1 1 1 1
Sn = 1 + + + + + + + + . . . +
2 3 4 5 6 7 8 n
1 1 1 1 1 1 1 1
≥1+ + + + + + + + . . . +
2 4 4 8 8 8 8 n
1 1 1 1 1
=1+ + + + + . . .+
2 2 2 2 n
Sehingga akan kita dapatkan limit untuk Sn untuk n menuju tak hingga harganya adalah tak hingga
juga. Jadi deret harmonik di atas adalah deret divergen.
∞
2i +1
4. ∑i
i =1
2
(i + 1) 2
Jawab. (dicoba!!!)
Deret Geometri
∞
Bentuk umum deret geometri adalah ∑ ar
n =1
n −1
= a +ar +a r2 + ... + a rn-1 + ... dengan a ≠ 0.
n
Jumlah parsial deret ini adalah Sn = ∑ ar
i =1
i −1
= a +ar +a r2 + ... + a rn-1, dan dapat ditulis sebagai Sn =
(
a 1− r n )
, r ≠ 1.
1− r
Sifat deret ini,
a
1. Jika r < 1 maka barisan {rn} konvergen ke 0 karena lim r n = 0, maka deretnya konvergen ke .
n →∞ 1− r
n
2. Jika r > 1 maka barisan {rn} divergen karena lim r = ∞ , maka deretnya juga divergen.
n →∞
Contoh.
∞
n2
Buktikan bahwa ∑ 3n
n =1
2
+ 3n + 4
divergen.
Bukti.
n2 1 1
lim = lim = (tidak nol)
n →∞ 2
3n + 3n + 4 n →∞ 3 4 3
3+ + 2
n n
∞
n2
Jadi terbukti bahwa
+ 3n + 4
∑ 3n
divergen.
n =1
2
Dalam banyak kasus bahwa lim a n = 0, tetapi dari sini kita sangat sulit menentukan apakah deret tersebut
n →∞
konvergen atau divergen.
∞
1 1 1 1 1 1 1 1 1
Sebagai contoh deret harmonik, ∑ n =1 +
n =1
+ + + + + + + . . . + +...
2 3 4 5 6 7 8 n
1
Jelas bahwa lim a n = lim = 0, tetapi deret harmonik adalah deret yang divergen.
n →∞ n →∞ n
Oleh karena itu perlu dilakukan uji untuk deret positif di atas, yaitu:
1. Tes Integral
Misalkan fungsi f kontinu monoton turun dan f(x) > 0 pada selang [1,∝)
∞ ∞
a. Jika integral tak wajar ∫
1
f ( x ) dx konvergen, maka deret ∑ f (n) konvergen.
n =1
∞ ∞
b. Jika integral tak wajar ∫ f (x )
1
dx divergen, maka deret ∑ f (n) divergen.
n =1
∞
∑ne
2
−n
Contoh. Selidiki kekonvergenan dari
n =1
−x2
Jawab. Kita ambil f ( x ) = x e , sehingga
∞ b 1 b 1 b 1 1
∫ ∫ ∫
2 2 2 2
x e − x dx = lim x e − x dx = lim e − x d( x 2 ) = − lim e − x =− lim 2
1 b →∞ 1 2 b →∞ 1 2 b →∞ 1 2 b →∞ e − e1
b
1
=
2e
∞
∫xe
−x 2
Jadi dx konvergen.
1
∞ ∞
∫ ∑ne
2
−n 2
Jadi karena x e − x dx konvergen, maka juga konvergen.
1
n =1
Latihan. Selidiki kekonvergenan dari deret berikut
∞ ∞
1 1
1. ∑
n =2
n ln n
4. ∑ 4n
n =1
2
+1
∞ ∞
1 1
2. ∑ n ln 2
n
5. ∑ 3
n =2 n =1 (4 + 3n )2
∞
1
3. ∑
n =1 2n + 1
2. Uji Deret-p
∞
1
Deret-p atau deret hiperharmonik mempunyai bentuk umum ∑n
n =i
p
, dengan p > 0.
∞ ∞
a. Jika ∑
n =1`
b n konvergen, maka ∑a
n =1`
n konvergen.
∞ ∞
b. Jika ∑a
n =1`
n divergen, maka ∑b
n =1`
n divergen.
∞
n
∑n
n =2
2
−5
deret yang divergen.
∞
1
2. ∑n
n =1
2
+5
∞
1 1 1
Akan kita bandingkan deret ini dengan bn =
n 2
dengan bn = 2
n +5
, kita tahu bahwa ∑n
n =1
2
∞
1 1 1
adalah deret hiperharmonik dengan p > 1 dan 2
n +5
≥
n 2
, Sehingga karena ∑n
n =1
2
deret
∞
1
konvergen, maka ∑n
n =2
2
+5
deret yang konvergen.
Latihan ∞
1
∞
n
4. ∑ (n − 2) 2
1. ∑n
n =1
2
+5
n =3
∞
1
∞
1
5. ∑
2. ∑n
n =3
2
−5
n =1 2n − 1
∞
1
3. ∑2
n =1
n
+1
4. Uji Banding Limit
an
Andaikan an dan bn deret positif dan lim =L
n →∞ bn
∞ ∞
a. Jika 0 < L < ∞ maka ∑a
n =1`
n dan ∑b
n =1`
n sama-sama konvergen atau divergen
∞ ∞
b. Jika L = 0 dan ∑ b n konvergen maka
n =1`
∑a
n =1`
n konvergen.
Kita gunakan Uji Banding Limit. Kalau kita perhatikan deret tersebut, suku umumnya mirip dengan
2 sehingga
n2
2n + 3 3 2
a
lim n = lim n 3 − 5n 2 + 7 = lim 2n + 3n =1
n →∞ b
n
n →∞ 2 2 n → ∞ 2 n 3 − 10 n 2 + 14
n
∞
2n + 3
Jadi deret ∑n
n =1
3
− 5n 2 + 7
konvergen.
∞
1
2. ∑
n =1 n2 + 4
Kita gunakan Uji Banding Limit. Kalau kita perhatikan deret tersebut, suku umumnya mirip dengan
1 ., sehingga
n
1
2
a n 2 + 4 = lim n
lim n = lim =1
n →∞ b
n
n →∞ 1 n → ∞ 2
n +4
n
∞
1
Jadi deret ∑ 2
divergen.
n =1 n +4
Latihan. Uji Banding Limit.
∞
n ∞
2n + 3
1. ∑n
n =1
2
+ 2n + 3
4. ∑ n2
n =1
∞
3n + 1 ∞
ln n
2. ∑ 3
n =1 n − 4
5. ∑ 2
n =1 n
∞
1
3. ∑
n =1 n n + 1
5. Tes Rasio
Tes ini sering juga disebut tes dengan membandingkan suatu deret dengan dirinya. Untuk
menggunakan tes sebelumnya diperlukan wawasan yang luas tentang macam-macam deret yang telah
diketahui kekonvergenan atau kedivergenannya. Selain itu kita juga harus memilih deret yang tepat
yang hendak dibandingkan. Ujinya adalah sebagai berikut:
Andaikan ∑
a n sebuah deret positif dan andaikan
a n +1
lim =ρ
n →∞ a n
a. Jika ρ < 1 deret konvergen
b. Jika ρ > 1 deret divergen
c. Jika ρ = 1 , uji gagal
Contoh: Selidiki kekonvergenan dari deret di bawah ini
∞
2n
1. ∑ n!
n =1
Jawab :
a n +1 2 n +1 n ! 2
ρ = lim = lim = lim =0
n →∞ a n n →∞ (n + 1)! 2 n n →∞ n + 1
Menurut tes rasio deret tersebut konvergen.
∞
nn
2. ∑ n!
n =1
Jawab :
ρ = lim
a n +1
= lim
(n + 1)n +1 n ! = lim n + 1 n + 1 n = lim n + 1 n
n →∞ a n n →∞ (n + 1)! (n )n n →∞ n + 1 n n →∞ n
n
n +1
Misalkan y = sehingga diperoleh
n
n +1
ln
n +1 n
lim ln y = lim n ln = lim
n →∞ n →∞ n n →∞ 1
n
n n − n − 1
n + 1 n 2 n2
= lim = lim =1
n →∞ 1 n → ∞ n2 + n
−
n2
sehingga di peroleh ρ = e1 > 1
Menurut tes rasio deret tersebut divergen.
Latihan
∞ ∞
5 2n 2n n!
1. ∑ n!
4. ∑ (n + 2)!
n =1 n =1
∞ ∞
nn n 3 3n
2. ∑ (2n )! 5. ∑ (n + 1)!
n =1 n =1
∞ 2
n
3. ∑ n!
n =1
6. Uji Akar
Andaikan an deret positif, dan lim an = L
n →∞
a. Jika L < 1 deret konvergen.
b. Jika L > 1 deret divergen.
c. Jika L = 1, uji gagal.
∞ n
n +1
Contoh Selidiki kekonvergenan deret berikut ∑ 1 +
n
n =1
Jawab.
n
n +1 2n + 1
L = lim n 1 + = lim =2
n →∞ n n →∞ n
Menurut uji akar deret divergen.
Suatu deret dikatakan konvergen mutlak bila harga mutlak deret tersebut konvergen.
∞ ∞
Atau dengan kata lain ∑
n =1
an dikatakan konvergen mutlak jika ∑a
n =1
n konvergen. Dan
∞ ∞
dikatakan konvergen bersyarat jika ∑n =1
an divergen, tetapi ∑a
n =1
n konvergen.
Latihan
Tentukan kekonvergenan deret berikut.
∞ ∞ ∞
n n (−4) n (−1) n
1. ∑ (− 1) 5
n =1
n
2. ∑
n =1 n2
3. ∑
n =1
n
∑a
n =0
nx
n
= a0 + a1 x + a2 x2 + . . .
∑an =0
n (x − b )n = a0 + a1 (x-b) + a2 (x-b)2 + . . .
Untuk kali ini kita bicara selang kekonverganan / untuk harga x berapa saja deret
pangkat tersebut konvergen. Pengujian apakah ada nilai x atau selang x yang
menyebabkan deret kuasa konvergen dilakukan sebagai berikut:
∞
a n +1 ( x − b) n +1
Misalkan diberikan ∑
n =0
a n (x − b )n
a n ( x − b) n
dan lim
=L
n →∞
(1) L < 1, Deret konvergen mutlak, sesudah tahu hasil untuk selang x berapa, nilai titik ujung selang
perlu kita masukan ke dalam deret asal untuk mengecek apakah selang kekonvergenan tersebut juga
memuat titik ujung selang x.
(2) L > 1, deret divergen.
Contoh.
1. Tentukan selang kekonvergenan deret
∞
xn
∑ (n + 1)2
n =0
n
Jawab.
Kita akan gunakan Uji Hasilbagi Mutlak, untuk menyelidiki kekonvergenan mutlak.
x n +1 xn x (n + 1) x
L = lim n +1
: = lim =
2 (n + 2) (n + 1)2
n→ ∞ n n →∞ 2 ( n + 2) 2
Jadi deret tersebut konvergen mutlak apabila L< 1, yaitu –2 < x < 2.
Apabila x = 2 atau x = -2 uji tersebut gagal. Akan tetapi jika x = 2, deret tersebut di atas adaalah deret
harmonik yang divergen, sedangkan apabila x = - 2, deret tersebut menjadi deret harmonik berganti
tanda yang konvergen. Sehingga selang kekonvergenannya adalah –2 ≤ x < 2.
2. Tentukan himpunan kekonvergenan dari deret
∞
xn
∑ (n + 1) !
n =0
Jawab.
x n +1 xn x
L = lim : = lim =0
n → ∞ (n + 2 )! (n + 1)! n → ∞ (n + 2 )
Berdasarkan Uji Hasilbagi Mutlak, deret tersebut konvergen untuk semua nilai x.
3. Tentukan himpunan kekonvergenan dari deret
∑ (n + 1) ! x
n =0
n
Jawab
L = lim
(n + 2)! x n +1 0,
= lim (n + 2 ) x =
jika x = 0
n → ∞ (n + 1)! x n
n →∞ ∞, jika x ≠ 0
jadi deret tersebut konvergen hanya untuk x = 0.
Untuk lebih lanjut ada dua teorema yang akan menjelaskan masalah selang kekonvergenan deret pangkat,
yaitu
Teorema 1.
∞
Himpunan kekonvergenan deret pangkat ∑a
n =0
nx
n
berbentuk selang yang berupa salah satu dari ketiga
jenis berikut
(i) satu titik x = 0
(ii) selang (-c, c), mungkin ditambah salah satu atau keduanya titik ujungnya.
(iii) seluruh himpunan bilangan riil
Teorema 2.
Teorema 1 juga berlaku bagi deret pangkat dalam (x-b) selang kekonvergenannya salah satu dari ketiga
jenis berikut :
(i) satu titik x = b
(ii) selang (b-c, b+c), mungkin ditambah salah satu atau keduanya titik ujungnya.
(iii) seluruh himpunan bilangan riil
Latihan
Tentukan selang kekonvergenan dari deret pangkat di bawah ini:
∞
( x − 1) n
1. ∑ (n + 1)
n =0
2
x + 2 (x + 2 )2 ln 2 (x + 2 )3 ln 3 (x + 2 )4 ln 4
2. + + + + ...
3 2 .9 3.27 4.81
3. (x + 2 ) +
(x + 2)2 + (x + 2 )3 + ...
2! 3!
Operasi deret pangkat
Dalam pasal sebelumnya untuk −1 < x < 1 deret
∞
a
∑ axn =1
n
=
1− x
∞
Pertanyaan yang muncul mengenai sifat-sifat deret kuasa di atas (misal S(x)= ∑ ax
n =1
n
), misalkan
Maka
∞ ∞
(i) S’(x) = ∑ [
n =0
]
D a n x n = D[a0 + a1 x + a2 x2 + a3 x3+ . . .] = a1 + 2a2 x + 3a3 x2+ . . . = ∑a
n =1
n n x n −1
∞ ∞
x x an 1 1 1
∫ S (t ) dt = ∑ ∫ ∑ n +1 x n +1
(ii) a n t n dt = = a0x + a1 x2 + a2 x3 + a3 x4+ . . .
0
n =0
0
n =0
2 3 4
Latihan.
Petunjuk : Lihat contoh a dan b di atas
1 x2 1 1− x
1. f ( x) = 3. f ( x) = = x2 5. ln
1+ x 1+ x 1+ x 1+ x
1
2. f ( x) = 4. tan-1(x)
(1 + x )2
Contoh.
Perderetkan fungsi berikut ke dalam deret Mac Laurin
a. sin x
b. ex
Jawab
a.
f(x) = sin x f(0) = 0
f’(x) = cos x f’(0) = 1
f’’(x) = - sin x f’’(0) = 0
Sehingga,
x3 x5 x7
sin x = x − + − +...
3! 5! 7 !
b.
f(x) = ex f(0) = 1
f’(x) = ex f’(0) = 1
f’’(x) = ex f’’(0) = 1
f’’’(x) = ex f’’’(0) = 1
f’’’’(x) = ex f’’’’(0) = 1
Sehingga,
x2 x3 x4
ex = 1 + x + + + +...
2 ! 3! 4 !
Latihan.
Perderetkan fungsi dibawah ini ke dalam deret Mac Laurin.
1. f(x) = e-x
2. f(x) = cos x
3. f(x) = ex sin x
4. f(x) = ex + x + sin x
5. f(x) = e-x cos x
BAB V
FUNGSI DUA PEUBAH
f:D R
(x,y) f(x,y) = z
Dengan x dan y adalah peubah bebas dan z adalah peubah tak bebas. Domain dari f
adalah D ⊆ R2 dan Range f adalah {z z = f ( x , y), untuk x dan y ∈ D}
Df = {(x,y) x + y ≥ 0} = {(x,y) x ≥ -y }
Rf = { z z ≥ 0 }
y
Latihan.
Sebutkan nama dan gambar grafik tiap persamaan berikut diruang dimensi tiga.
1. 25x2 + 16y2 + 25z2 = 400
2. y = cos x
3. z = ( x 2 + y 2 − 1 )
4. 9 x 2 − 4 y 2 − 4z 2 − 18x − 25 = 0
5. z = 16 - x 2 - y 2
6. x2 + y2 = 1/4z
Suatu fungsi dua peubah , jika salah satu peubah dianggap tetap/konstan , akan berubah
menjadi satu peubah.
a. Turunan parsial f(x,y) terhadap x , berarti peubah y dari f(x,y) dianggap tetap dan
didefinisikan sebagai :
∂f ( x , y) f ( x + ∆x , y) − f ( x , y)
fx (x,y) = = lim
∂x ∆x → 0 ∆x
b. Turunan parsial f(x,y) terhadap y , berarti peubah x dari f(x,y) dianggap tetap dan
didefinisikan :
∂f ( x , y) f ( x , y + ∆y) − f ( x , y)
fy (x,y) = = lim
∂y ∆y → 0 ∆y
Contoh :
Turunan parsial pertama f(x,y) ternyata tetap merupakan fungsi dua peubah , karena itu
dapat diturunkan kembali secara parsial , sehingga didapat :
∂ 2 f ( x , y) ∂ (∂f ( x , y)) ∂ 2 f ( x , y) ∂ (∂f ( x, y))
fxx (x,y) = = fxy (x,y) = =
∂x 2 ∂x (∂x ) ∂y ∂x ∂y(∂x )
Contoh :
2. f (r,θ) = 3r³cos θ
jawab : fr = 9r2 cos θ fθ = 3r2 - sinθ
frr = 18 r cos θ fθr = 9r2 - sin θ
frθ = 9r2 - sin θ fθθ = - 3r3cos θ
Misalkan f merupakan fungsi tiga peubah x,y,z ,maka turunan parsial f terhadap x di
(x,y,z) dinyatakan oleh fx(x,y,z) atau ∂f(x,y,z)/∂x dan didefinisikan oleh :
f ( x + ∆x, y, z) − f ( x , y, z)
fx(x,y,z) = lim
∆x → 0 ∆x
Turunan parsial terhadap y dan z didefinisikan dengan cara yang serupa.
Arti fisis f y ( x, y) laju perubahan nilai fungsi z = f (x,y) dalam arah sumbu y positif,
sedangkan untuk f x ( x, y) laju perubahan nilai fungsi z = f (x,y) dalam arah sumbu x
positif.
Contoh :
Tentukan fx , fy , fz dari :
1. f(x,y,z) = xy + 2yz + 3zx
jawab : fx (x,y,z) = y + 3z
fy (x,y,z) = x + 2z
fz (x,y,z) = 2y +3x
2. f (x,y,z) = x cos (y – z)
jawab : fx (x,y,z) = cos (y – z)
fy (x,y,z) = -x sin (y – z)
fz (x,y,z) = x sin (y – z)
lim f ( x , y) = L
( x , y ) →( a , b )
Secara intuisi berarti jika (x,y) mendeteksi (a,b) , maka nilai fungsi f(x,y)
mendekati L, masalah (x,y) mendekati (a,b) ada tak hingga banyak cara.
DEFINISI
Karena itu sangat sukar menunjukkan suatu fungsi dua peubah mempunyai limit
di suatu titik , dibandingkan dengan menunjukkan suatu fungsi tidak mempunyai
limit pada suatu titik (cukup ditunjukkan dua cara yang menghasilkan nilai limit
berbeda).
Contoh :
x 2 − y2
Tunjukkan bahwa fungsi f (x,y) = tidak mempunyai limit di titik asal
x 2 + y2
penyelesaian :
Untuk y = 0, dengan memandang sumbu x sebagai jalur ke titik asal,
x2 − 0
lim f ( x , y) = lim = +1
( x , 0 ) →( 0 , 0 ) ( x , 0 ) →( 0 , 0 ) x2 + 0
0 − y2
lim f ( x , y) = lim = -1
( x , 0 ) →( 0 , 0 ) ( x , 0 ) →( 0 , 0 ) 0 + y 2
karena hasilnya berbeda maka fungsi diatas tidak mempunyai limit di titik asal.
1. f (a,b) = ada
2. lim f ( x , y) ada
( x , y ) →( a , b )
3. lim f ( x , y ) = f (a , b )
( x , y ) →( a , b )
Latihan:
1. Tentukan turunan pertama fungsi yang diberikan tiap peubah bebasnya:
a. f ( x, y) = (2x − y) 4
x 2 − y2
b. f ( x , y) =
xy
c. f ( x , y) = x y + xy + y 3 x
2
d. f (u, v) = u 2 v 3 e uv
e. f ( x , y) = xy cos( x 2 + y 2 )
f. f ( x , y) = 2x sin x cos y
2. Perlihatkan bahwa
xy
lim
x + y2
( x , y ) →( 0 , 0 ) 2
tidak ada, dengan cara memandang sumbu x sebagai jalur ke titik asal dan garis
y=x.
3. Perlihatkan bahwa
xy + y 3
lim
( x , y ) →( 0 , 0 ) x 2 + y 2
tidak ada.
4. Perlihatkan bahwa
x2y
lim
( x , y ) →( 0 , 0 ) x 4 + y 2
BAB VI
FUNGSI KOMPLEKS
3. pembagian
z1 x1 + i y1 x 2 − i y 2 x1 x 2 + y1 y 2 x 2 y1 − x1 y 2
z= = = +i
z 2 x 2 + i y 2 x 2 − i y 2 x 2 2 + y 2 2 x 2 2 + y 2 2
Sifat-sifat dari bilangan kompleks
1. Komunikatif
z1 ± z2 = z2 ± z1
z1 z2 = z2 z1
2. Asosiasif
(z1 + z2) + z3 = z1+ (z2 + z3)
(z1 z2) z3 = z1 (z2 z3)
3. Distributif
z1 + (z2 + z3)= z1z2 + z1z3
4. Identitas
z.1=z
0+z=z
5. Balikan
z + (-z) = (-z) + z = 0, dengan –z = -x – iy
Interpretasi geometri bilangan kompleks
Secara geometri z = x + iy digambarkan sama dengan koordinat kartesius dengan sumbu tegaknya
yaitu x sebagai sumbu riil, dan sumbu mendatar yaitu y sebagai sumbu imajiner.
Contoh
z = x +iy
sb riil (x) x
Modulus (nilai absolut) bilangan kompleks.
Modulus z = x + i y didefinisikan sebagai jarak antara z dengan pusat sumbu dan dituliskan z =
Sb imajiner (y) z=2–2i
x2 + y2 . y
Misalkan z1 − z 2 = ( x1 − x 2 ) 2 + ( y1 − y 2 ) 2 .
Beberapa sifat dari modulus
1. z1 + z 2 ≤ z1 + z 2
2. z1 − z 2 ≤ z1 + z 2
3. z1 − z 2 ≥ z1 − z 2
Bilangan konjugate (sekawan)
Konjugate dari z = x + iy didefinisikan sebagai bilangan kompleks yang didapatkan dari z yang
dicerminkan terhadap sumbu x riil dan dituliskan
z = x − iy
1
Sedangkan − 8 + 6i = ± (10 − 8) + i 1 (10 + 8) = ± (1 + 3i ) , Jadi z = 3 + 2i dan z = 2 - i.
2 2
Daerah pada Bidang Kompleks
Misal diberikan titik(bilangan kompleks) tetap z0 = (x0, y0). Maka tempat kedudukan titik-titik
(bilangan kompleks), z=(x,y) yang berjarak R terhadap titik tetap di atas dapat ditentukan sebagai
berikut :
2
R 2 = ( x − x0 ) 2 + ( y − y 0 ) 2 = z − z 0
Oleh karena itu, didapatkan z − z 0 = R merupakan lingkaran dengan pusat z0 = (x0, y0) dan jari-jari
R. Sedangkan z − z 0 < R adalah daerah di dalam lingkaran yang berpusat di z0 dan berjari-jari R
dan sering disebut dengan lingkaran buka atau lingkungan dari z0. Bila terdapat dua lingkaran misal
yang kedua berjari-jari r, maka tempat kedudukan titik-titik yang memenuhi r < z − z 0 < R disebut
anulus (cincin). Lingkaran buka dan anulus merupakan himpunan (daerah) buka. Suatu Daerah S
dikatakan tersambung bila sebarang dua titik di daerah tersebut dapat dihubungkan oleh sejumlah
hingga ruas garis yang terletak di dalam S.
Domain dari fungsi kompleks adalah daerah yang buka dan tersambung.
Latihan
1. Misalkan z1 = 3 – 5i, z2 = 2 + i dan z3 = 4 – 6i. Hitung dan tentukan bagian riil dan imajiner :
a. z1 z2 z1
b. z1 z2 z3 d.
z 2 + z3
c. z13
2. Tentukan besar r dan θ dari :
a. z = 1 – i
1+ i
b. z =
1− i
i
c. z =
2−i
3. Hitunglah
z +1
a.
z −1
i(2 + i) 2
b.
(1 − i ) 2
c. (1 + i )(2 − 3i )(4i − 3)
4. Carilah solusi dari persamaan bilangan kompleks berikut:
a. z2 + z + 1 =0
b. z2- 3 z + 3 = I
c. z4 + 3(1 + 2i)z2 = 8 – 6i
5. Sketlah himpunan titik berikut dan tentukan mana yang merupakan domain.
a. z − 1 + i = 1
b. z +i ≤ 3
c. 2z − i = 4
1
a. f(z) = z +
z
b. f(z) = z2 + z + 1
3. Carilah turunan dari
a. f(z) =(z2 + i)3
z2 −4
b. f(z) =
z 2 +1
4. Selidiki apakah f’(z) ada. Bila ada, tentukan f’(z)!
a. f(z) = z
b. f(z) = 2 x + i xy
c. f(z) = x2 + y2 + y – 2 + ix
x y
d. f(z) = x + 2 +i y−
x + y 2 x 2 + y 2
e. f(z) = e-xe-iy
f. f(z) = exe-iy
Fungsi H(x,y) dikatakan fungsi harmonik pada suatu domain bila pada domain tersebut berlaku
persamaan laplace yaitu : Hxx(x,y) + Hyy(x,y) = 0, dengan Hxx dan Hyy berturut-turut merupakan
turunan parsial kedua terhadap x dan y. Misalkan U(x,y) dan V(x,y) harmonik pada D dan berlaku
PCR (Ux = Vy dan Uy = -Vx), maka V(x,y) dikatakan konjute (sekawan) harmonik dari U(x,y).
Hubungan keanalitikan suatu fungsi dengan keharmonikan bagian riil dan imajiner fungsi tersebut.
1. Misal f(z) = U(x,y) + i V(x,y) analitik pada domain D. Maka U(x,y) dan V(x,y) harmonik pada
D.
2. Fungsi f(z) = U(x,y) + i V(x,y) analitik pada D bila dan hanya bila V(x,y) sekawan harmonik
dari U(x,y).
Contoh.
Diketahui U(x,y) = x2 + ay2.
Tentukan:
1. Nilai a agar U(x,y) merupakan fungsi harmonik.
2. Fungsi V(x,y) agar f(x,y) = U(x,y) + iV(x,y) merpakan fungsi analitik.
Jawab.
1. Pandang 0 = Uxx + Uyy = 2 + 2a. Maka a = -1. Jadi U(x,y) = x2 - y2 fungsi harmonik.
2. V(x,y) merupakan sekawan harmonik dari U(x,y) dan berlaku PCR. Oleh karena itu,
V(x,y) = ∫ Ux dy = ∫ 2x dy = 2xy + C(x)
1
Vx = 2y +C’(x) = 2y (2y diperoleh dari -Uy)Æ C(x) = dx = C
2i
Jadi V(x,y) = 2xy + C.
Latihan
1. Selidiki apakah fungsi berikut entire.
a. f(z) = 3 x + y + i(3y-x)
1
b. f(z) =
1− z 4
c. f(z) = xy + iy
d. f(z) = ex (sin y – i cos y)
e. f(z) = ey eix
2. Tentukan titik singular dari fungsi berikut:
2z + 1
a. f(z) =
z ( z 2 + 1)
z 2 +1
b. f(z) =
(z + 2)(z 2 + 2 z + 3)
3. Tentukan a dan b agar fungsi berikut harmonik dan carilah sekawannya
a. U(x,y) = eax cos 2y
b. U(x,y) = ax + by
c. U(x,y) = ax3 + by3
d. U(x,y) = ax3 + b xy
4. Carilah fungsi analitik f(z) = U(x,y) + iV(x,y)
y
a. U(x,y) = 2
x + y2
b. U(x,y) = xy
c. U(x,y) = y2 + x2
d. U(x,y) = x3 – 3 xy2