Faris Mohammad Hadiningrat-FKIK PDF
Faris Mohammad Hadiningrat-FKIK PDF
SKRIPSI
SKRIPSI
ABSTRAK
Daun Seledri Jepang (Angelica keiskei) merupakan salah satu tanaman yang memiliki khasiat
sebagai tanaman antioksidan yang kuat. Berbagai senyawa metabolit sekunder seperti fenol
dan flavonoid berperan besar dalam timbulnya efek antioksidan yang juga diduga dapat
mengendalikan kadar glukosa darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek
antihiperglikemia ekstrak etanol 70% daun seledri jepang terhadap tikus Sprague-Dawley
jantan yang diinduksi aloksan. Sebanyak 30 ekor tikus dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan.
Kelompok normal diberi akuades, kelompok kontrol positif diinduksi dan diberikan
Glibenklamid, kelompok kontrol negatif diinduksi dan diberi aquadest, dan kelompok dosis
ekstrak yang diinduksi dan diberi dosis ekstrak 1; 10; dan 100 mg/kgBB. Sebelum diberi
perlakuan, sebanyak 25 tikus uji diinduksi Aloksan pada dosis 150 mg/kgBB secara
intraperitoneal. Setelah 7 hari diinduksi, tikus uji diberikan perlakuan selama 21 hari.
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada hari sebelum
induksi,hari ke-0, 7, 14, dan 21. Kadar glukosa darah secara statistik diuji Kruskal-Wallis yang
kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol
70% daun seledri jepang dapat mengendalikan kadar gula darah yaitu ada perbedaan yang
bermakna dengan kontrol negatif (p < 0,05), tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05)
dengan obat antihiperglikemik (glibenklamid) yang beredar di masyarakat, dan tidak ada
perbedaan yang bermakna (p > 0,05) antar ekstrak etanol 70% daun seledri jepang pada
berbagai dosis (1, 10, 100mg/kgBB). Hal ini menunjukkan ekstrak etanol 70% daun Seledri
jepang memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi
aloksan
Kata Kunci : Antihiperglikemia, aloksan, daun Seledri jepang, kadar glukosa darah, Angelica
keiskei.
ABSTRACT
Japanese Celery Leaf (Angelica keiskei) is one of the plants that has the property as a powerful
antioxidant plant. Various secondary metabolite compounds such as phenols and flavonoids
play a major role in the emergence of antioxidant effects that are also thought to control blood
glucose levels. The purpose of this study was to investigate the antihyperglycemia effect of
ethanol extract 70% of Japanese celery leaves against male-induced all-male Sprague-Dawley
rats. A total of 30 rats were divided into 6 treatment groups. The normal group was given
aquadest, a positive control group induced and given Glibenclamide, a negative control group
induced and given aquadest, and a group of extract dose induced and given a dose of extract 1;
10; And 100 mg / kgBW. Prior to treatment, a total of 25 Aloksan-induced mice were tested at
a dose of 150 mg / kgBW intraperitoneally. After 7 days induced, the test rats were treated for
21 days. Measurement of blood glucose level was done 5 times ie on the day before induction,
day 0, 7, 14, and 21. Blood glucose level was statistically tested Kruskal-Wallis which then
continued with Mann-Whitney test. The results showed that ethanol extract 70% of Japanese
celery leaves can control blood glucose level which has significant difference with negative
control (p <0,05), has no significant difference (p > 0,05) with antihipergicemic drug
(glibenklamid) Circulating in the community, and had no significant difference (p > 0.05)
between ethanol extract 70% of Japanese celery leaves at various doses (1, 10, 100mg / kgBW).
This shows 70% ethanol extract of Japanese Celery leaves have the ability to lower blood
glucose levels in alloxan-induced rats
Keywords: Antihiperglikemia, alloxan, Japanese Celery leaves, blood glucose level, Angelica
keiskei.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Serta
shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk bagi
seluruh umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau. Skripsi ini berjudul “Uji
Efek Antihiperglikemik Ekstrak Etanol 70% daun seledri jepang (Angelica keiskei) pada Tikus
Putih Jantan galur Spargue dawley dengan Metode Induksi Aloksan” yang telah diajukan
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa penulisan
skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Kementerian Agama Republik Indonesia, selaku pemberi beasiswa saya selama
pendidikan strata-1.
2. Bapak Prof. Dr. Arief Sumantri, M. Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Bapak Yardi, Ph.D., Apt dan Bapak Drs. Ahmad Musir, M. Sc., Apt. selaku
pembimbing yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian
skripsi ini.
5. Bapak dan ibu dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak membantu
selama berlangsungnya penelitian ini.
7. Abi M. Imbran, Umi Endang lukmiati, Fakhry Muhammad Lutfirahman, dan Farhan
Mohammad Al-Aziz yang selalu menjadi keluarga terhebat yang telah berjuang keras
membantu, mendo’akan dan mendukung penulis dengan sepenuh hati.
8. Amalia Rahmatika, dan Sagita praja atas pencerahan dalam terwujudnya penelitian ini
9. Teman seperjuangan penelitian Eksperimen 2013 terima kasih atas segala bantuan dan
semangat selama penelitian berlangsung.
10. Teman-teman Farmasi 2013, yang banyak membantu penulis selama masa perkuliahan.
11. Teman-teman CSSMoRA 2013 yang banyak membantu penulis selama masa
perkuliahan.
12. Lisa Ibrahim, Haka Asada, Dwipuspita terima kasih atas segala bantuan selama
penelitian berlangsung.
13. Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi
ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya.
Penulis
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya
yang bertanda tangan dibawah ini :
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skirpsi karya ilmiah saya dengan
judul :
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan diinternet atau media lain yaitu : Digital Library
Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan
akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Jakarta
Yang menyatakan,
(Faris Mohammad H)
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. v
ABSTRAK ......................................................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................................... x
DAFTAR ISI...................................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 5
1.3 Hipotesis .............................................................................................................. 5
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 5
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% daun seledri jepang secara kualitatif
.................................................................................................................................................. 10
Tabel 2. 2 Tabel parameter penegakkan diagnosis Diabetes Melitus ...................................... 19
Tabel 3. 1 Kelompok Perlakuan Hewan Uji ............................................................................ 39
Tabel 4.1 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% daun seledri jepang..........................45
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak...............................46
Tabel 4.3 Kadar glukosa darah hewan uji pendahuluan dosis aloksan.....................................47
Tabel 4.4 Rerata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Uji Metode Induksi Aloksan...................50
Tabel 4.5 Persentase pengendalian hiperglikemia glukosa darah tikus.....................................51
BAB I
PENDAHULUAN
yang artinya “Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi obat
(penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”. Begitu
pula dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh imam muslim
: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit,
penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR Muslim).
Dalam ayat lainpun disebutkan bahwa apa-apa yang diciptakan oleh Allah SWT
pasti bermanfaat, yaitu dalam surat Shad 38: 27 yang artinya : “Dan Kami tidak
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah.
Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-
orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”. Maka dari itu peneliti
mencoba menjadikan al-quran dan hadist sebagai dasar dari penelitian ini.
Praktik pelayanan medik herbal telah berkembang dengan pesat,
bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan keamanannya. Dalam kasus DM
ini, banyak literatur menunjukkan beberapa spesies tanaman memiliki
efektivitas yang cukup tinggi dalam menurunkan kadar gula darah, dengan
sedikit efek samping, dan dengan harga yang lebih murah daripada obat
konvensional. Sebagian masyarakat telah menggunakan tanaman tradisional
sebagai terapi diabetes militus, banyak obat antihiperglikemia yang bersumber
dari tumbuhan yang juga berpotensi sebagai antioksidan.
Salah satu penyebab terjadinya diabetes militus adalah stress oksidasi.
Mekanisme Stres oksidasi menimbulkan diabetes melitus dengan meningkatkan
hasil glikosidasi dan liposidasi di dalam plasma dan jaringan protein yang
merusak sel β pankreas sehingga berakibat terjadinya diabetes melitus. Bahan
diabetonik diantaranya adalah aloksan yang dapat menyebabkan stres oksidatif
pada sel β pangkreas, demikian pula pasien menderita diabetes sering
mengalami stres oksidatif karena rusaknya sel β pangkreas yang merupakan
penghasil insulin.
Beberapa tumbuhan antioksidan yang juga berpotensi sebagai
antihiperglikemia diantaranya adalah ekstrak Pycnogenol sebagai antioksidan
ternyata dapat mencegah komplikasi vaskuler diabetes, mencegah diabetes
retinopathy dengan pemberian ekstrak pycnogenol 20-160 mg/hari. Pemberian
ekstrak pycnogenol secara signifikan dapat mengurangi kadar glukosa darah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang menjari dan menyirip. Hal ini di lihat dengan dua sudut pandang yang
berbeda yaitu , pertama jika kita melihat mulai dari bagian tempat melekatnya
daun tanaman tersebut, tulang daunnya menjari. Tulang daun menjari yaitu jika
dari ujung tangkai daun keluar beberapa tulang yang memencar, memperihatkan
susunan seperti jari-jari pada tangan (Gembong Citro Soepomo,1997).
Berdasarkan argumentasi buku tersebut,daun seledri jepang di katakan
memiliki susunan tulang daun menjari karena tulang daun muncul dari ujung
anak tangkai dengan tulang daun mengikuti susunan tulang daun yang berasal
dari tangkai tersebut. Sedangkan seledri jepang dikatakan sebagai susunan
tulang daun menyirip karena pada helaian daun yang merupakan hasil torehan
daun tersebut, tulang daunnya tersusun menyirip. Daun menyirip yaitu daun -
daun yang mempunyai ibu tulang daun yang berjalan dari pangkal keujung dan
merupakan terusan tangkai daun. Dari ibu tulang ini akan muncul tulang-tulang
cabang, sehingga susunannya seperti susunan sirip-sirip pada ikan (Gembong
Citro Soepomo,1997).
Ada daun seledri jepang yang menjadi ibu tulang daun ada sistem
pertulangan yang menyirip ini yaitu tulang daun yang mengalami sistem
pertulangan daun menjari. Dari sanalah kemudian akan muncul tulang-tulang
cabang yang membentuk seperti sirip ikan tadi. Tepi daun seledri jepang yaitu
bergerigi dengan duri yang berwarna putih yang tidak terlalu keras atau kaku.
Daging daunnya tipis seperti kertas jika pada usia muda tapi pada daun-
daun yang sudah dewasa, daun tanaman ini tipis agak keras dengan permukaan
yang agak kasar. Warna daun yang masih muda berwarna hijau agak kekuning-
kuningan sedangkan daun yang sudah dewasa berwarna hijau tua. Daun
tanaman yang oleh orang Barat di panggil dengan sebutan Tomorrow’s
leaf yang berasal dari Jepang ini berdasarkan sisitem pertulangan daunnya
merupakan daun tipe majemuk campuran.daun majemuk campuran yaitu
daunsuatu daun majemuk ganda yang mempunyai cabang – cabang ibu tangkai
memencar seperti jari dan terdapat anak-anak daun yang tersusun menyirip
(Gembong Citro Soepomo,1997).
2.1.3. Habitat
Tumbuhan Ashitaba (Angelica keiskei) atau seledri jepang sangat cocok
dilakukan di dataran tinggi dengan ketinggian 1000-1200 meter dari permukaan
laut. Namun tanaman ini masih toleran ditumbuhkan di dataran rendah.
Tanaman ini kurang tahan terhadap curah hujan tinggi.
Jenis tanah yang dikehendaki dalam budidaya seledri jepang adalah
tanah yang gembur dan mengandung banyak bahan organik. Tanaman ini
tumbuh baik pada tingkat keasaman tanah pH 5,5-6,5. Apabila tanah terlalu
asam sebaiknya tambahkan kapur atau dolomit.
smenokromena 7,55%. Selain zat tersebut di dalam seledri jepang juga terdapat
vitamin, asam amino dan unsur mineral. Seledri jepang merupakan tanaman
yang kaya akan vitamin, mineral, asam amino maupun zat aktif penciri sehingga
dapat disebut sebagai tanaman multi fungsi.
Sigurdsson et al., (2005) ekstrak daun Angelica kaeshei mempunyai
aktivitas sebagai antitumor, kanker (paruparu dan kulit). Selain itu seledri
jepang juga berpotensi sebagai sumber antioksidan (Li et al., 2009). Menurut
Wicaksono dan Syafirudin (2003) efek antioksidan seledri jepang melebihi
anggur, teh hijau maupun kedelai, yang berfungsi menjaga organ tubuh dan
kerusakan sel akibat radikal bebas serta memperlambat proses penuaan. Nilai
total aktivitas antioksidan dari seledri jepang berkisar 1890±30 mg/g berat
kering (Chen et al., 2004). Seledri jepang juga berguna sebagai lactogen, karena
mampu menginduksi sekresi susu ibu. Seledri jepang yang diberikan untuk sapi
sebagai makanannya dapat meningkatkan produksi susu. Disamping itu juga
dapat menyembuhkan diabetes, asam lambung, hipertensi, jantung koroner,
asma, liver, menurunkan kolesterol, osteoporosis, ginjal, maag dan menambah
vitalitas, penghambat proliferasi HIV dan sebagai antibakteri terutama
Staphyloccocus aureus. Seledri jepang dapat disebut sebagai tanaman insulin
karena dapat menyembuhkan penyakit diabetes. Menurut Enoki et al., (2007).
Hasil skrining fitokimia daun,batang dan umbi seledri jepang dari Balai
Tanaman Obat Manoko, secara kualitatif menunjukkan bahwa tanaman seledri
jepang mengandung senyawa kimia golongan alkaloid, saponin, flavonoid,
triterfenoid dan glikosida cukup kuat; dan khusus pada daun terdapat senyawa
kimia golongan tanin paling kuat yang disebut juga dengan polifenol
(Sembiring, 2011)
Karakteristik mutu bagian daun memiliki kadar air 8,7%, kadar abu
11,20%, kadar sari air 31,5%, kadar sari alokhol 9,75%, natrium 0,81%, kalsium
4,17%, besi 435 ppm, aktivitas radikal bebas (EC50) daun 38,00 ppm, batang
390,98 ppm dan umbi 780,65 ppm sehingga daun seledri jepang memiliki
aktivitas antioksidan lebih tinggi dalam menangkap radikal bebas dibanding
batang dan umbi (Sembiring, 2011). Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%
karena dapat menarik secara optimal senyawa mayor dari daun seledri jepang
yaitu flavanoid yang bersifat polar, dan kemampuan dalam menarik senyawa
polar yang sama dengan metanol serta lebih aman dibandingkan dengan pelarut
metanol yang bersifat toksik (pertimbangan keamanan ke hewan uji). Selain itu
pelarut ini masih mengandung air yang bersifat polar guna menarik senyawa
antibakteri yang terdapat dalam daun. Dan etanol 70% dapat menekan
kontaminasi mikroba pada saat pembuatan ekstrak sehingga dapat
memininalisasi kerusakan senyawa mayor dari ekstrak daun seledri jepang dan
kontaminasi mikroba lain pada saat pengujian.
Tabel 2. 1 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% daun seledri jepang secara kualitatif (Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada 2015)
No Golongan Senyawa Hasil Uji Blanko
1 Alkaloid +++ -
2 Flavanoid +++ -
3 Tanin +++ -
4 Saponin +++ -
5 Steroid/Triterpenoid + -
6 Fenol +++ -
Keterangan : +++ (Sangat kuat), ++ (Kuat), + (Lemah), - (Tidak terdeteksi)
Pada tabel menunjukan bahwa hasil uji skrining fitokimia memberikan
hasil positif sangat kuat pada uji flavonoid, tanin, saponin, fenol dan polifenol
dan positif lemah terhadap terpenoid hal ini menunjukan bahwa pelarut etanol
bersifat polar dapat menarik zat-zat aktif yang bersifat polar seperti alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin dan fenol sedangkan terpenoid umumnya diekstraksi
menggunakan pelarut eter atau klorofom bersifat non polar (Sirait, 2007).
dan asupan air diukur, dan sampel darah dikumpulkan dari ekor vena ke
quantitate kadar glukosa darah. Komponen yang berperan sebagai agen
antidiabetik adalah kalkon (4-hidroksidericin dan xantoangelol). Komponen
kalcone menunjukkan aktivitas insulin-seperti yang kuat melalui
independen jalur Peroksisom proliferator-diaktifkan oleh reseptor-ç. 4-HD
terutama menunjukkan efek pencegahan pada perkembangan diabetes pada
genetik diabetes tikus uji.
b) Widowati, 2008 ; Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes, Laboratorium
Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kedokteran Dasar (LP2IKD) Fakultas
Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Didapatkan adanya hubungan antioksidan dengan efek antidiabetes
melalui mekanisme sebagai berikut : Glukosa dapat teroksidasi sebelum
berikatan atau setelah berikatan dengan protein (glycated protein)
menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS). Penderita DM kadar
peroksida lipid dan kadar Thiobarbituric Acid Reactive Subtances (TBARS)
memiliki kadar protein plasma lebih tinggi dibanding orang normal.
Kombinasi glikasi dan oksidasiglukosa menghasilkan pembentukan AGEs
(advanced glycogen end-products). Glycated protein dan AGEs modified
protein dapat mengakibatkan stres oksidatif dengan melepaskan O2*- ,
H2O2 dan karbonil toksik yang dapat merusak protein. Senyawa
antioksidan sintetik maupun alami (dari berbagai tanaman) mampu
mengontrol kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi diabetes.
Senyawa aktif golongan polifenol pada tanaman mempunyai aktivitas
antioksidan dan hipoglikemik.
c) Hughes, K. An Antioxidant for Diabetes. http://www.bnpmedia.com/, 2003
Menyatakan bahwa ekstrak batang tanaman pinus tanaman
(Pycnogenol) yang tumbuh di pinggiran laut Perancis sebagai tanaman obat
untuk menyembuhkan luka mengandung 70 % prosianidin, asam fenolat,
derivat asam benzoat, derivat asam sinamat sebagai food supplement tidak
toksik, non-alergenik, non-mutagenik. Pycnogenol sebagai antioksidan
ternyata dapat mencegah komplikasi vaskuler diabetes, mencegah diabetes
retinopathy dengan pemberian ekstrak pycnogenol 20-160 mg/hari.
Pemberian ekstrak pycnogenol secara signifikan dapat mengurangi kadar
2.1.6. Kalkon
Kalkon (1,3-difenil-2-propenone) adalah flavonoid yang ditemukan
dalam buah-buahan dan sayuran, yang menarik perhatian karena aktivitas
farmakologi mereka seperti antiinflamasi, antibakteri, antijamur, antivirus,
antioksidan, antineoplastik. Sebagian besar cincin aromatik alami kalkon
ditemukan sebagai hidroksilasi. kalkon, dan dihidrokalkon terdiri dari pigmen
perubahan warna yang dari kuning ke oranye dalam beberapa spesies taksa
Coreopsis dan Asteraceae. Senyawa Ini tidak hanya ditemukan di bunga tetapi
juga di banyak jaringan yang berbeda dari tanaman. Sifat radikal bebas kalkon
dari kelompok fenol meningkatkan minat konsumsi tanaman yang termasuk
kalkon yaitu tanaman seledri jepang. (Hiromu et.al.,2012)
Kalkon termasuk dimer, oligomer, Diels-Alder adducts dan konjugat
yang berbeda pada waktu bersamaan karena menjadi prekursor dari semua
kelompok flavonoid lainnya, kalkon merupakan biosintesis senyawa yang
sangat penting. Properti penting yang memisahkan kalkon dan dihydrokalkon
dari flavonoid yang lain adalah rantai terbuka dengan tiga molekul karbon
mengikat cincin A dan B flavonoid
Kalkon beralih ke flavanon dengan reaksi
stereospesifik dikatalisis oleh enzim chalcone
isomerase pada tanaman. Pendekatan biogenetis
dan hubungan struktural antara kalkon dan
flavanon adalah alasan untuk senyawa ini biasanya
ditemukan bersama-sama dalam produk alami. Ini Gambar 2. 2 Stuktur Kalkon, FABAD J.
Pharm. Sci., 36, 223-242, 2011
adalah penyebab identifikasi Kalkon,
dihydrochalcone dan aurones bersama-sama dengan flavanone dan
dihydroflavonol umumnya. Kalkon disebut sebagai flavonoid minor. Tetapi
menggunakan nama flavonoid minor untuk kalkon tampaknya tidak tepat
karena meningkatnya spesies baru flavonoid.
Seledri jepang mempunyai getah berwarna kuning atau kalkon yang
keluar dari batang dan daun. Disitu terdapat beberapa bahan aktif seperti
xantoangelol dan 4-hidroksiderisin yang merupakan antioksidan. Diantara
sekitar 50 anggota genus Angelica, seledri jepang satu-satunya yang memiliki
getah kuning, (http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/seledri-jepang)
Tanaman ini juga ampuh mengatasi kanker seperti dibuktikan oleh Toru
okuyama. Peneliti di fakultas farmasi di Meiji University, jepang itu
memberikan ekstrak seledri jepang pada tikus pengidap kanker paru-paru dan
kanker kulit. Enam bulan berselang, pertumbuhan kanker paru dan kanker kulit
berhenti, diperkuat dengan riset Kimura Y di kedokteran, Ehime University
Jepang. Senyawa aktif yang berperan menghambat pertumbuhan kanker itu
adalah xantoangelol. Ia menghambat sintesis DNA pada sel-sel kanker
2.2. Simplisia
2.2.1. Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan (Depkes RI, 2009).
2.2.2. Pengelolaan Simplisia
Beberapa tahapan pengelolaan simplisia adalah sebagai berikut :
A. Sortasi basah
Tahap ini dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lain
dari bahan simplisia. Pembersihan bahan simplisia dari bahan lain dapat
mengurangi jumlah mikroba awal.
B. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih.
Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air mengalir,
pencucian hendaknya dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin.
C. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami perajangan untuk
memperoleh proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Semakin tipis
bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga
mempercepat waktu pengeringan. Namun, irisan yang terlalu tipis dapat
memperbanyak pengurangan zat aktif yang mudah menguap.
D. Pengeringan
Tahap ini dilakukan dengan mengurangi kadar air dan menghentikan
reaksi enzimatik pada bahan simplisia. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan
simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Proses pengeringan sudah dapat menghentikan reaksi enzimatik ada
bahan simplisia bila kadar airnya kurang dari 10%. Hal-hal yang perlu
diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban
udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu
pengeringan terbaik adalah tidak meebihi 60’C, tetapi bahan aktif yang tidak
tahan pemanasan atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, sekitar 30-45’C. Terdapat dua cara pengeringan yaitu pengeringan
2.3. Ekstraksi
2.3.1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau simplisia hewani menurut cara yang cocok, di luar
pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes, 2009).
2.3.2. Proses Pembuatan ekstrak
A. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya
Simplisia yang telah didapatkan selanjutnya dibuat serbuk simplisia dengan
peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Semakin halus serbuk
simplisia, proses ekstraksi semakin efektif-efisien. Namun, semakin halus
serbuk simplisia, semakin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan
filtrasi. Gerakan dan interaksi simplisia dengan benda keras akan menimbulkan
panas yang dapat mempengaruhi senyawa kandungan. Namun, hal ini dapat
dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.
B. Cairan pelarut
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal
untuk senyawa kandungan yang aktif sehingga senyawa tersebut dapat terpisah
dari senyawa lain. Faktor utama sebagai pertimbangan pada pemilihan cairan
penyari adalah: selektifitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan
tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, dan keamanan. Berdasarkan peraturan
yang berlaku, pelarut yang diperbolehkan adalah air dan etanol serta
campurannya. Jenis pelarut lain seperti alkohol turunannya (metanol dll),
hidrokarbon alifatik (heksana dll), hidrokarbon aromatik (toluen dll), kloroform
(dan segolongannya), aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk tahap
separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi).
C. Separasi dan pemurnian
Tahapan ini dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan senyawa
pengotor semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan
yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses
pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak campur,
sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses adsorpsi dan penukar ion.
D. Pemekatan / Penguapan
Pemekatan adalah peningkatan jumlah zat terlarut secara penguapan pelarut
sampai menjadi kental atau pekat.
E. Pengeringan ekstrak
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan
serbuk. Beberapa proses pengeringan yang dapat dilakukan yaitu : pengeringan
evaporasi, pengeringan vaporasi, pengeringan sublimasi, pengeringan
konveksi, pengeringan kontak, pengeringan radiasi, dan pengeringan dielektrik.
F. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara bobot ekstrak yang diperoleh dengan
bobot simplisia awal (Depkes, 2000).
5. Dekok
Dekok adalah proses infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan
pada suhu titik didih air.
2.3.3.2. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari
bahan (segar atau simplisia) dengan uap air. Metode ini dilakukan berdasarkan
tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air secara
kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah secara
sempurna atau sebagian (Depkes, 2000).
2.4. Diabetes Melitus
2.4.1. Definisi
Berdasarkan WHO tahun 1999, Diabetes melitus didefinisikan sebagai
suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes,
2005).
2.4.2. Klasifikasi
Diabetes melitus tipe 1 atau disebut dengan IDDM (Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus) merupakan diabetes melitus yang terjadi pada pasien dengan
sekresi insulin yang sedikit atau insulin tidak disekresi oleh pankreas sehingga
membutuhkan terapi insulin dari luar untuk menjaga kadar glukosa darahnya.
Diabetes melitus tipe 1 ditandai oleh destruksi sel β secara selektif dan defisiensi
insulin absolute atau berat. Penyakit ini disebabkan karena autoimun dan
idiopatik, kebanyakan disebabkan oleh penyakit autoimun dan terjadi pada usia
muda. Pasien hipoinsulinemia dan hiperglikemia beresiko terjadi ketosis dan
ketoasidosis (Sweetman, 2009; Katzung, 2010).
Diabetes tipe 2 bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi
insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi
insulin disertai resistensi insulin. Diabetes tipe 2 (Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus) ini tidak ada kerusakan pada pankreasnya dan dapat terus
menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang insulin pada tingkat tinggi dari
normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga
tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe
ini sering terjadi pada dewasa yang berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi
lebih umum dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama
pada diabetes tipe 2. Sebanyak 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2
mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun,
maka dari itu orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar
untuk mengawali kadar gula darah normal.
Diabetes melitus tipe 3 adalah peningkatan kadar glukosa darah yang
disebabkan oleh berbagai penyebab atau penyakit lain yang tidak
mempengaruhi pankreas, terapi lain, dll. Diabetes melitus tipe 4 atau diabetes
melitus gestasional merupakan intoleransi glukosa yang terjadi pada masa
kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada sekitar 7% dari ibu hamil. Selama
kehamilan, plasenta dan hormon plasenta menimbulkan resistensi insulin yang
paling mencolok pada trimester ke-tiga. Pengujian klinis penting pada kasus ini,
dan terapi DM akan menurunkan morbiditas dan mortalitas janin (Katzung,
2010).
Tabel 2. 2 Tabel parameter penegakkan diagnosis Diabetes Melitus (ADA, 2015; Depkes, 2014)
Parameter Nilai (Depkes, 2014) Nilai (ADA, 2015)
Glukosa darah puasa/fasting Lebih dari 126 mg/dL ditambah ≥126 mg/dL (7,0
plasma glucose 4 gejala khas DM (banyak
makan, sering kencing, sering
haus, berat badan turun).
Glukosa darah Lebih dari 200 mg/dL ditambah ≥200 mg/dL (11,1
sewaktu/random plasma 4 gejala khas DM mmol/L)
glucose
Glukosa darah pada uji Antara 140-199 mg/dl Antara 140-199 mg/dl
toleransi glukosa / impaired
glucose tolerance (IGT)
HbA1c - 6,5% atau lebih
2.4.3. Gejala Klinik
Diabetes melitus (DM) seringkali muncul tanpa gejala. Namun, terdapat
beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai tanda kemungkinan diabetes.
Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita antara lain poliuria (sering buang
air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar).
Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak
anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal
yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas.
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang
dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa
diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika
penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe
2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya
pengelihatan semakin buruk, dan umumnya menderita hipertensi,
hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf
(Depkes, 2005).
rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang
berlebih (Depkes, 2005).
B. Olah Raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar
glukosa darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat
CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).
Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,
bersepeda, berenang, dll. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama
total 30-40 menit per hari. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan
meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan
penggunaan glukosa (Depkes, 2005).
2.4.5.2 Terapi Farmakologis
A. Terapi Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul sebesar 5808
pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua
rantai (A dan B) yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Insulin merupakan
obat utama untuk penderita DM tipe 1 dan beberapa pasien DM tipe 2 yang
dikombinasikan dengan obat antihiperglikemia oral. Insulin dapat diberikan
melalui beberapa cara, yaitu disuntikkan secara intravena, intramuskular, dan
subkutan. Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerjanya yaitu
insulin kerja cepat (rapid-action) dengan onset kerja yang sangat cepat dan lama
kerja yang pendek, insulin kerja singkat (short-acting) dengan onset kerja yang
cepat, insulin kerja sedang (intermediate-acting), dan insulin kerja lama (long-
acting). Dosis awal insulin pasien DM adalah 0,7-1,5 U/kgBB. Pasien baru DM
1 belum memerlukan insulin karena terkadang terjadi remisi dan pada periode
ini insulin tidak dibutuhkan (honeymoon phase). Untuk terapi awal, insulin
regular dan insulin kerja sedang (intermediate-acting) dapat menjadi pilihan
dan diberikan 2 kali sehari. Untuk pasien DM dewasa yang kurus, diberikan
insulin kerja sedang 8-10 U yang diberikan 20-30 menit sebelum makan pagi
dan 4-5 U sebelum makan malam. Untuk pasien DM dewasa yang gemuk,
diberikan insulin 20 U pada pagi hari dan 10 U sebelum makan malam. Dosis
ditingkatkan secara bertahap sesuai hasil pemeriksaan glukosa darah dan urin.
Kelas : Mammalia
Orde : Rodentia
Suborde : Myomorpha
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : norvegicus
Menurut Malole dan Pramono, terdapat tiga galur tikus putih yang
memiliki kekhususan untuk digunakan sebagai hewan percobaan antara lain
Wistar, long evans, dan Sprague dawley (Widiartini et al., 2013). Pada
eksperimen ini akan digunakan tikus jantan putih galur Sprague Dawley.
Pertumbuhan dan perkembangbiakan tikus galur Sprague Dawley lebih cepat
dibandingkan galur Wistar. Selain itu, secara morfologi tikus galur Sprague
dawley memiliki kepala yang kecil dan ekor yang ukurannya sama dengan
panjang tubuhnya (Chusadama et al., 2015).
Tikus Sprague dawley dipilih karena memiliki sifat yang tenang dan
mudah dikendalikan dibandingkan jenis tikus lainnya (Fauzi Mohd, 2009). Pola
diet tikus adalah nutrisi lengkap dan tidak memerlukan suplemen. Asupan
makanan sebaiknya diberikan sekitar 10% dari berat badannya dan asupan air
sekitar 10-20 mL/100 g BB/hari (Widiartini et al., 2013 dan SAGE Labs,2015).
2.5.1 Model Hewan Uji pada Pengujian Efek Antihiperglikemia (Etuk,2010)
Selama beberapa tahun terakhir, beberapa model hewan uji telah
dikembangkan sebagai bahan pembelajaran diabetes melitus atau sebagai
sampel pengujian agen antidiabetes. Beberapa model hewan uji dalam
pengujian efek antihiperglikemia adalah sebagai berikut:
Model Hewan Uji Normoglikemik
Hewan uji sehat dapat digunakan untuk menguji agen hiperglikemik
oral. Metode ini valid untuk digunakan dalam menguji efek antihiperglikemia
obat pada hewan uji walaupun tidak ada aktivitas perusakan pankreas.
Model Hewan Uji yang Diberikan Asupan Glukosa secara Oral
Metode ini disebut juga sebagai metode induksi fisiologi diabetes
mellitus karena peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi tidak disertai
dengan adanya kerusakan pankreas. Prosedur metode ini adalah hewan uji
dipuasakan sepanjang malam lalu diberikan asupan glukosa oral (1-2,5
2.6.2.Model Aloksan
Aloksan merupakan suatu derivat urea yang memiliki struktur molekul
C4H2N2O4 dengan bobot molekul 142,06968 g/mol. Pada pH netral dan suhu
37’C, aloksan memiliki waktu paruh sebesar 1,5 menit. Pada suhu yang lebih
rendah, waktu paruh aloksan dapat
diperpanjang. Penyimpanan aloksan lebih
baik dilakukan pada suhu dingin (2-8’C)
karena dapat menjaga aloksan tidak rusak
Aloksan mudah larut dalam air, larut dalam
aseton, alkohol, metanol, dan alam asam
asetat glasial. Aloksan agak sukar larut Gambar 2. 3 Struktur kimia
dalamkloroform, petroleum eter, toluene, etil aloksan (PubChem, 2015)
asetat, dan asam asetat anhidrat, serta tidak larut dalam eter (O’Neil, 2001).
Glibenklamid
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.2. Bahan
1. Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun seledri
jepang (Angelica keiskei). Daun seledri jepang/Ashitaba segar yang diambil dari
Balai tanaman obat Manoko, Bandung pada tanggal 18 desember 2016. Jenis
daun yang digunakan berbentuk menjari berwarna hijau gelap. Selain itu
digunakan pula glibenklamid (Indofarma) dan aloksan (Sigma-aldrich) sebagai
penginduksi.
2. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
galur spreague dawley berumur 2-3 bulan dengan berat 150-200 g yang
diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Kadar
glukosa tikus lazim yang digunakan sebagai parameter kenormalan dan
keberhasilan metabolisme didalam tubuh berdasarkan jurnal System
International consentration blood glucose tikus normal berkisar pada nilai 70-
115mg/dl (Thomas, 2016).
3. Bahan Kimia
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
Etanol 70% (pelarut)
H2SO4 pekat (pereaksi)
Amonia encer (pereaksi)
FeCl3 (pereaksi)
Pereaksi Mayer (mengandung gabungan senyawa HgCl2 dan KI)
Pereaksi Dragendroff (mengandung gabungan senyawa Bi(NO3)3 dan KI)
Asam klorida (pereaksi)
Kloroform (pereaksi)
Aquadest (pereaksi dan pelarut)
dan larutan NaCl 0,9% (pelarut).
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Penyiapan Ekstrak Etanol 70% Daun Seledri jepang
3.4.1.1. Determinasi tanaman
Daun Seledri jepang segar diambil dari balai tamanan obat Manoko dan
dikumpulkan dalam kantong plastik besar warna hitam. Sebelum daun diolah
jika terbentuk warna biru, hijau, biru kehijauan, hijau kecoklatan atau biru
kehitaman.
Ekstrak kental
Freeze dry
Dosis rendah
Dosis sedang
Dosis tinggi
Dosis 100mg/kgBB
Analisis data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
yakni kurang lebih 50’ C agar tidak merusak kandungan zat aktif. Ekstraksi daun seledri
jepang menghasilkan ekstrak kental sebanyak 180 gram. Ekstrak kental yang didapat
masih memiliki kadar air yang cukup tinggi, sehingga dilakukan pengeringan kembali
menggunakan metode freeze-dry. Proses pengeringan dilakukan selama 10 jam di
Laboratorium Fitokimia Gedung Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Cibinong, Jawa Barat. Ekstrak yang didapat setelah freeze dry sebanyak 130 gram dan
dihitung rendemen yang didapat yaitu sebesar 11,81%.
4.1.4. Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder
yang terdapat dalam sampel. Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.1 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% daun seledri jepang
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia (Tabel 4.1), ekstrak etanol 70% daun
seledri jepang positif mengandung senyawa alkaloid, triterpenoid, tannin, dan juga
senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai pengendali kadar gula darah yaitu
flavanoid dan fenol. Menurut hasil penapisan fitokimia Balitro Manoko (2005), pada
daun seledri jepang juga mengandung senyawa saponin, namun pada skrining fitokimia
ini senyawa saponin tidak terdeteksi. Hal ini kemungkinan karena adanya perbedaan
kadar kandungan senyawa metabolit sekunder pada suatu tanaman yang dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik yaitu segala faktor
pada habitat tempat tumbuh tanaman seperti intensitas cahaya, ketersediaan air,
temperatur tempat tumbuh, serta komposisi tanah (Pavarini, 2012).
Parameter spesifik dan non spesifik merupakan proses standardisasi yang dilakukan
untuk menjamin mutu ekstrak. Parameter spesifik ekstrak yang dilakukan pada penelitian
ini yaitu identifikasi organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau yang menjadi karakter
spesifik ekstrak. Serta dilakukan pengujian dua parameter non spesifik yaitu pengujian
kadar air dan kadar abu. Pengujian kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal
atau rentang besarnya kandungan air dalam ekstrak. Sedangkan pengujian kadar abu
dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang
berasal dari proses awal pembuatan hingga terbentuk ekstrak (Depkes, 2000).
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak
No Parameter Hasil
1 Identitas ekstrak
Nama latin tumbuhan : Angelica keiskei
Nama Indonesia : Seledri jepang
Bagian tumbuhan yang digunakan : Daun
2 Organoleptis
Warna : Hijau tua
Bentuk : Menyirip
Bau : Khas
3 Kadar Air : 8,43%
4 Kadar Abu : 10,27%
Pengukuran parameter kadar air ekstrak penting untuk diketahui karena kadar
air dapat memengaruhi stabilitas dan bentuk ekstrak. Kadar air ekstrak etanol 70% daun
seledri jepang yang didapat dari uji kadar air yaitu sebesar 8,43% di mana batas kadar
air ekstrak yang masih memenuhi syarat yaitu kurang dari 10%. Kadar air yang tinggi
dapat menyebabkan cepatnya pertumbuhan jamur dalam ekstrak (Depkes RI, 1995).
Dalam buku Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat (2004), kadar abu total pada ekstrak
tidak boleh lebih dari 16,67%. Sedangkan kadar abu ekstrak yang didapat dari uji kadar
abu yaitu sebesar 10,27% maka kadar abu ekstrak masih memenuhi persyaratan yaitu
di bawah 16,67%.
Tabel 4.3 Kadar glukosa darah hewan uji pendahuluan dosis aloksan
Kelompok Kadar glukosa darah puasa pra- Kadar glukosa darah puasa pasca
induksi (mg/dl) induksi (mg/dl)
Aloksan 1 70 420
150 2 78 490
mg/kgBB 3 82 386
Normal 4 76 83
Berdasarkan tabel 4.3 hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa semua tikus
yang diinduksi aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB secara intraperitonial mengalami
hiperglikemia yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa > 140
mg/dL tanpa menyebabkan kematian pada hewan uji tikus. Oleh karena itu, dosis
aloksan 150 mg/kg BB intraperitonial diaplikasikan pada penelitian (Radenkovik,
2015)
Dari hasil data, dapat dipastikan bahwa induksi aloksan dengan dosis
150mg/kgBB mengakibatkan kondisi hiperglikemik pada tikus uji, dan hasil ini sesuai
dengan beberapa jurnal yang menggunakan aloksan dosis 150mg.kgBB sebagai bahan
penginduksi.
minum secara ad libitum serta ditimbang berat badannya setiap hari. Tikus digunakan
dalam penelitian jika tidak mengalami penurunan berat badan lebih dari 10% (Foltz,
1999; IACUC, 2014).
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan perubahan kadar glukosa darah
setelah pemberian sediaan uji pada tikus diabetes. Aloksan digunakan sebagai senyawa
diabetogen untuk menimbulkan kondisi hiperglikemik pada tikus. Tikus putih terbukti
sensitif terhadap efek diabetogenik oleh aloksan (Rerup, 1970 dikutip dari Lenzen,
2007). Aloksan menyebabkan diabetes dengan cara merusak secara spesifik sel β pada
pankreas tikus (Gorus, 1982), sehingga pankreas tidak mampu memproduksi insulin
dalam jumlah yang cukup. Sebelum dilakukan induksi dengan aloksan, tikus
dipuasakan selama 12 jam. Hal ini dikarenakan glukosa dapat memberikan sifat
proteksi terhadap efek diabetogenik aloksan, meskipun efek proteksi dipengaruhi juga
oleh konsentrasi glukosa. Kemiripan struktur antara glukosa dan aloksan menyebabkan
glukosa dapat menghambat secara kompetitif ambilan aloksan ke dalam sel β pankreas
(Jorns, 1997).
Tikus dipuasakan terlebih dahulu untuk meminimalkan kadar glukosa dalam
darah. Penginduksian menggunakan aloksan dilakukan secara intraperitoneal dengan
dosis yang digunakan sebesar 150 mg/kgBB dan konsentrasi larutan 41.55 mg/ml.
Aloksan bersifat diabetogenik jika diberikan secara parenteral, baik melalui rute
intravena, intraperitoneal, atau subkutan (Rohilla, 2012). Rute pemberian dilakukan
melalui rute intraperitoneal karena lebih ditoleransi oleh tikus (Federiuk, 2004;
Radenkovik, 2015).
Aloksan dapat menimbulkan diabetes pada tikus dengan mengalami empat fase.
Fase pertama merupakan fase hipoglikemia yang berlangsung selama 30 menit setelah
injeksi aloksan. Fase kedua merupakan fase hiperglikemia, yang terjadi sekitar satu jam
setelah injeksi aloksan, dan berlangsung selama 2-4 jam. Fase ketiga yaitu fase
hipoglikemia lagi, yang biasanya terjadi 4-8 jam setelah injeksi aloksan (Lenzen, 2007).
Fase ini berlangsung selama beberapa jam dan dapat berakibat fatal jika tanpa asupan
glukosa (Radenkovic, 2015). Untuk mencegah kematian hewan uji, selang 1 jam setelah
injeksi aloksan tikus diberikan larutan glukosa 5% secara ad libitum selama 24 jam.
Sedangkan fase keempat yaitu fase hiperglikemia permanen yang ditimbulkan oleh
aloksan (Lenzen, 2007).
Induksi aloksan dilakukan pada tikus kelompok negatif, positif, dosis rendah,
dosis sedang, dan dosis tinggi. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus
dengan bobot yang bervariasi. Hewan yang telah diinduksi aloksan dinyatakan
memenuhi kriteria inklusi apabila mengalami hiperglikemia yang ditandai dengan
kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dL pada hari ke-3 pasca induksi aloksan
(Gabriel et al., 2014). Setelah dinyatakan hiperglikemia, tikus mulai dilakukan
perlakuan (hari ke-0) hingga hari ke-21, dengan pengambilan darah setiap hari ke-7,14,
dan 21 menggunakan alat glukometer Easy touch biosensor. Glukometer yang
menerapkan metode enzimatik ini dipilih karena lebih mudah, praktis, akurat, cepat dan
hanya membutuhkan sedikit alat dan darah (sekitar 0,3-1 μl) dibandingkan dengan
metode pengukuran lain yang menggunakan instrumen lain seperti alat spetrofotometer
dengan metode reduksi dan kondensasi dengan menggunakan berbagai reagen kimia
(Thomas et al.,2016; McMillin, 1990).
Kelompok positif merupakan kelompok hewan uji yang telah diinduksi aloksan
dan diberi obat hiperglikemia yang beredar dipasaran yaitu glibenklamid dengan dosis
tikus 0,5 mg/kgBB dengan tujuan untuk memastikan bahwa glukosa darah tikus uji
terbukti menurun dengan pemberian obat antihiperglikemik, obat Glibenklamid dipilih
karena dapat menghambat kematian sel β pankreas dan memiliki mekanisme kerja
meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas (Katzung, 2010). Sedangkan kelompok
negatif merupakan kelompok hewan uji yang diberi perlakuan induksi aloksan dengan
tanpa diberi ekstrak ataupun obat dan hanya diberi aquadest untuk memastikan kadar
glukosa darah yang tetap pada kondisi hiperglikemia. Untuk kelompok tikus ekstrak
terbagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok dosis rendah (1mg), dosis sedang (10mg),
dan kelompok dosis tinggi (100mg). Dosis tersebut merupakan dosis skrining untuk
mengetahui pada kisaran dosis berapakah ekstrak etanol 70% daun seledri jepang
berefek menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi aloksan. Variasi
dosis ini digunakan dengan interval rasio 10 kali lipat untuk mengetahui dosis ekstrak
yang paling efektif dalam mengendalikan glukosa darah tikus uji (Praptiwi et al., 2007).
Waktu pemberian aquadest, obat, dan ekstrak dilakukan satu kali perhari (pukul 09.00-
10.00 WIB)
Pada manusia, pemeriksaan kadar gula darah puasa (GDP) dilakukan pagi hari
sebelum sarapan, setelah dilakukan puasa pada malam harinya. Pemeriksaan paling
baik dilakukan pada jam tersebut, karena pada waktu kadar glukosa darah meningkat,
atau biasa disebut dawn phenomenon. Dawn phenomenon merupakan kondisi normal
terjadinya peningkatan kadar glukosa darah di pagi hari sebagai persiapan tubuh untuk
melakukan aktivitas. Pada manusia normal, peningkatan kadar glukosa darah ini
diimbangi pula dengan produksi insulin, sehingga kadar glukosa tetap dalam batas
normal. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan pasien diabetes, di mana kadar
glukosa darah cukup tinggi (ADA, 2013).
Dawn phenomenon juga terjadi pada tikus uji (Bailey, 2014) namun terjadi pada
awal malam hari karena tikus merupakan hewan nokturnal (Gale, 2011). Sehingga
pemeriksaan kadar GDP dilakukan sekitar pukul 19.00 – 20.00 setelah tikus dipuasakan
selama 12 jam di pagi hari (07.00-08.00). Selain itu, pada penelitian oleh Sun (2016)
juga telah membuktikan bahwa tikus yang dipuasakan selama 12 jam di pagi hari
memiliki variasi nilai GDP yang konsisten lebih rendah dibanding tikus yang
dipuasakan selama malam hari. Pada penelitian ini pemeriksaan kadar GDP dilakukan
pada jam 19.00-20.00 petang.
Tabel 4.4 Rerata Kadar Glukosa Darah Puasa pada Uji Metode Induksi Aloksan (mg/dl)
500
400
300
200
100
0
SEBELUM SETELAH H7 H14 H21
INDUKSI INDUKSI
Gambar 4.1 : Skema toksisitas sel β pankreas (Kajimoto dan Kaneto, 2004)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Ekstrak etanol 70% daun seledri jepang dalam berbagai dosis ada perbedaan yang
bermakna dengan kontrol negatif (p < 0,05)
Ekstrak etanol 70% daun seledri jepang dalam berbagai dosis tidak ada perbedaan
yang bermakna (p > 0,05) dengan obat antihiperglikemik (glibenklamid) yang
beredar di masyarakat
Ekstrak etanol 70% daun seledri jepang pada berbagai dosis (1, 10, 100mg/kgBB)
tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05)
Ekstrak etanol 70% daun seledri jepang (Angelica keiskei) mampu untuk
mengendalikan kadar glukosa darah tikus Sprague dawley yang diinduksi aloksan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ayoola, GA., et al., 2008. Phytochemical Screening and Antioxidant Activities of Some
Selected Medicinal Plants Used for Malaria Therapy in Southwestern Nigeria.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research; 7 (3): 1019-1024.
Baba K, Taniguchi M, Shibano M, Minami H. 2009.“The Components and Line Breeding
of Angelica keiskei koidzumi”, Bunseki Kagaku,December, Vol.58 No.12.
Bailey, S. M., Udoh, U. S., dan Young, M. E. 2014. Circadian Regulation of Metabolism.
Journal of Endocrinology Vol. 222 No. 2.
British Pharmacopoeia. 2009. British Pharmacopoeia, Volume I & II. London. Medicines
and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA). Page 2757.
Chen, I., H. Chang, H. Yang dan G. Chen. 2004. Evaluation of total antioxidant activity of
several popular vegetables and chines herbs : a fast approach with ABTS/H2O2/HRP
System in microplates. J. Food and Drug Analysis. 12 : 29-33.
Chusadama, et al., 2015. Experimental Pharmacology. India: BookRix.
Dahlan, Sopiyudin. 2010. Mendiagnosis dan Menata Laksana 13 Penyakit Statistik: Disertai
Aplikasi Program Stata. Jakarta: Penerbit IKAPI. Hal.178.
Dahlan, S. M. 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan
Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS. Jakarta: Salemba
Medika.
Darmawi, et al., 2015. Aktivitas Antihiperglikemia dari Ekstrak Etanol dan n-Heksan Daun
Kembang Bulan (Tithonia diversifolia A. Gray) pada Tikus Putih Jantan. Jurnal
Kimia Mulawarman Volume 12 Nomor 2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Edisi Pertama. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI. Hal : 5.
Departemen Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta. Pusat Data dan
Analisis Kementerian Kesehatan RI. Hal 1-2.
Dheer Reema, Pradeep Bhatnagar. 2010 : A study of the antidiabetic activity of Barleria
prionitis Linn L.B.S. College of Pharmacy, Tilak Nagar, Jaipur, India.
Enoki T; Ohnogi H. 2007 “Antidiabetic activities of Kalkon isolated from ajapanese herb,
Angelica keiskei”, Journal of agricultural and food chemistryPerhimpunan dokter
spesialis penyakit dalam indonesia (2009). Buku Ajar ilmu penyakit dalam ed. V
jilid VII. Jakarta : Internal Publishing.
Etuk, E. U. 2010. Animal Model for Studying Diabetes Mellitus. Agriculture and Biology
Journal of North America 1 (2): 130-134.
Evans, W. C. 2002. Trease & Evans Pharmacognosy 15th Edition. Elsevier.
Fauzi Mohd. 2009. Pengklasifikasian Sperma Normal dan Abrormal daripada Suspensi
Sperma Tikus Galur Sprague-Dawley. USM. Tesis.
Foltz, C. J., Ullman-Cullere, M. 1999. Guidelines for Assessing the Health and Condition
of Mice. Lab Animal Vol. 28 No. 4.
Gabriel, et al., 2014. Evaluation of methanol extract of Gongronema latifolium leaves singly
and in combination with glibenclamide for anti-hyperglycemic effects in alloxan-
induced hyperglycemic rats. J Intercult Ethnopharmacol Vol 3 Issue 3.
Gaedcke, F. & Steinhoff, B.2003. Herbal Mesdicinal Products. Scientific and Regulatory
Basis for Development, Quality Assurance and Marketing Authorisation.
Medpharm Scientific publisher, Balogh International, Inc.
Gale, J. E. et al., 2011. Disruption of Circadian Rhythms Accelerates Development of
Diabetes through Pancreatic Beta-Cell Loss and Dysfunction. Journal of Biological
Rhythms Vol 26 No 5 Page 423-433.
Gembong Citro Soepomo,1997,Morfologi Tumbuhan , yogyakarta : UGM - IKAPI.
Hiromu Ohnogi. 2014 ; Six New Kalkon from Angelica keiskei Inducing Adiponectin
Production in 3T3 L1 Adipocytes. Jepang.
Hones, J., Muller, P., dan Surridge, N. 2008. The technology behind glucose meters: Test
strips. Diabetes technology and therapeutics, 10 (1), 10-26.
International Diabetes Federation ; 2011, Global Diabetes Plan 2011-2050 (Diunduh pada
29-01-2017, pukul 20.00 WIB).
Jemai et al., 2009. Antidiabetic and Antioxidant Effects of Hydroxytyrosol and Oleuropein
from Olive Leaves in Alloxan-Diabetic Rats. J Agric Food Chem. 2009 Oct
14;57(19). DOI: 10.1021/jf901280r. Page 8798-9804.
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada Volume 14 Nomor 1 Agustus 2015 (Diunduh pada
30-01-2017, pukul 21.20 WIB).
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Ke-10. Jakarta. Penerbit
EGC. Hal.704-725.
Kementerian Perdagangan RI. 2014. Obat Herbal Indonesia. Jakarta. Warta Ekspor. Edisi
September 2014. Hal. 2.
Li, Lei., G. Aldini, M. Carini, C.Y.O. Chen, H. Chun, S. Choo, K, Park, C.R. Correa, R.M.
Russell, J.B. Blumberg dan K Yeum. 2009. Characterisation, extraction effieciency,
stability and antioxidant activity of phytonutrients in Angelica kesikei. Food
chemistry.115: 227-232.
McMillin. 1990. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations.
Third Edition. Boston: Butterworths Publisher.
Nafrialdi dan Setawati, A. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi Ke-5. Jakarta. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI. Hal.481-494.
National Association for Biomedical Research (NABR). 2015. Mice and Rats: The Essential
Need for Animals in Medical Research. Washington DC.
OhnogiI , Hiromu ; 2012. Journal of Six New Kalkon from Angelica keiskei Inducing
Adiponectin Production in 3T3-L1 Adipocytes (31-01-2017, pukul 22.30 WIB).
Okuyama T, Takata M, Takayasa J, Hasegawa T, Tokuda H, Nishino A, Nishini H, Iwasima
A. 1991. Antitumor- promotion by principles obtained from Angelica keskei, Chem
Phram Bull (Tokyo) 1991 Jun;39(6)”1604-5.
O'Neil, M.J. 2001. The Merck Index - An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and
Biologicals, 13th Edition. Whitehouse Station, NJ: Merck and Co., Inc., Page 53.
Pavarini, D. P. et al., 2012. Exogenous influences on plant secondary metabolite levels.
Animal Feed Science and Technology Vol 176 Page 5-16.
Pithon, M. M. 2013. Importance of the Control Group in Scientific Research. Dental Press
Journal of Orthodontics Vol. 18 No. 6.
Praptiwi et al., 2007. Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Buah Makasar (Brucea javanica (L)
Merr.) terhadap Plasmodium berghei secara in vivo pada Mencit. Bogor: LIPI
Puslit Biologi.
Radenkovic, et al., 2015. Experimental diabetes induced by alloxan and streptozotocin: The
current state of the art. Journal of Pharmacological and Toxicological Methods.
Rand, Jacquie. 2013. Feline Diabetes, An Issue of Veterinary Clinics: Small Animal
Practice. Elsevier. Volume 43, Issue 2, Pages 221-446.
Rohilla, A. and Ali, S., 2012. Alloxan Induced Diabetes: Mechanism and Effect.
International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Science Vol.3.
Sembiring Bagem Br., Manoi Feri.2011. Identifikasi Mutu Ashitaba.Litrro. 22(2) :177-185.
Sharp.P.E, La Regina, MC. 1998. The Laboratory Rat. Washington: CRC Press.
Suherman, Suharti K. 2007. Insulin dan antidiabetik oral. Dalam: Gunawan, S.g., R.
Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sun, C. et al., 2016. Effect of Fasting Time on Measuring Mouse Blood Glucose Level.
International Journal of Clinical and Experimental Medicine Vol. 9 Page 4186-
4189.
Sweetman, S.C. (Ed). 2009. Martindale: The Complete Drug Reference 36th Edition.
Pharmaceutical Press.
Szkudelski T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action B Cells of Rat
Pancreas. Physiological Research Vol. 50 Page 536-546.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting: Khasiat Penggunaan dan Efek
Samping, Edisi IV, 567-584, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Valentova, K, Ladislav Cvak, Alexandr Muck et al., (2002). Antioxidant activity of extracts
from the leaves of Smallanthus sonchifolius. Institute of Medical Chemistry and
Biochemistry Olomouc : Eurupean Journal of Nutrution.
Wang, J. 2008. Electrochemical Glucose Biosensors. Chemical Reviews 108 (2) page 814-
825.
World Health Organization. 2000. General Guidelines for Methodologies on Research and
Evaluation of Traditional Medicines. Geneva: World Health Organization.
Yang, R., S. Lin dan G. Kuo. 2008. Content and distribution of flavonoids among 91 edible
plant species. Asia Pacific J. Clin Nutr. 17 : 275- 279.
Zhang, Tianshung ;2015. Journal of Ashitaba (Angelica keiskei) extract prevents adiposity
in high-fat diet-fed C57BL/6 mice.
Zohra et al., 2012. Phytochemical Screening and Identification of Some Compounds from
Mallow. Scholars Research Library 2 (4):512-516. ISSN : 2231 – 3184.
Ekstrak kental
Freeze dry
Dosis rendah
Dosis sedang
Dosis tinggi
Dosis 100mg/kgBB
Analisis data
= 1 ml
Dosis menengah ekstrak 10mg/kgBB utk tikus seberat 200g adalah : 2mg/200g
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
VAO = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
2𝑚𝑔
𝑥 200𝑔
200𝑔
= 2𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 1ml
Dosis tinggi ekstrak 100mg/kgBB utk tikus seberat 200g adalah : 20mg/200g
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
VAO = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
20𝑚𝑔
𝑥 200𝑔
200𝑔
= 20𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 1ml
2. Aloksan Monohidrat
Mengacu pada Optimization of Alloxan dose (2007) maka dosis tunggal aloksan yang
diberikan secara intraperitoneal adalah 150 mg/kg BB. Untuk satu ekor tikus dengan
berat 200 g maka dosis aloksan menjadi 30 mg/200gBB.
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥 𝐵𝐵 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
VAO = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖
30𝑚𝑔
𝑥 200𝑔
200𝑔
= 30𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 1ml
3. Dosis Glibenklamid
Dosis efektif oral untuk manusia = 5 mg/ 60 kgBB
𝑘𝑚 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
HED (mg/kg) = dosis hewan (mg/kg) x 𝑘𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎
6
5 mg/ 60 kgBB = dosis hewan (mg/kg) x 37
37 0,083
Dosis hewan = 5mg/60kgBB x 0,162 𝑚𝑔/𝑘𝑔
6
Dosis hewan = 0,1mg/200g
Lampiran 7. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun seledri jepang
(Angelica keiskei)
Lampiran 8. Perhitungan Rendemen, Kadar Air dan Kadar Abu Ekstrak Etanol 70%
Daun seledri jepang (Angelica keiskei)
Negatif
sblm G0 G7 G14 G21
induksi
1 87 600 576 570 568
2 84 469 400 385 390
3 73 516 525 522 520
4 75 600 576 548 550
5 90 401 355 359 348
RATA2 81,8 517,2 486,4 476,8 475,2
STDEV 80,76 85,93428 102,8071 97,59969 99,56505
N 29 29 29 29 28
Normal Mean 82,2414 378,7586 280,9310 203,0690 192,9643
Parametersa,b Std.
14,47080 196,69586 183,12543 167,43739 157,58795
Deviation
Most Extreme Absolute ,095 ,137 ,155 ,291 ,264
Differences Positive ,095 ,130 ,155 ,291 ,264
Negative -,071 -,137 -,119 -,198 -,189
Test Statistic ,095 ,137 ,155 ,291 ,264
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d ,177c ,073c ,000c ,000c
Interpretasi data : Kadar glukosa tikus tidak terdistribusi normal pada data hari ke-14 dan ke-
21 setelah pemberian ekstrak (p ≤ 0,05)
Interpretasi data : Data kadar glukosa darah tidak homogen pada waktu sebelum induksi, hari
ke-0, dan hari ke-7 (p ≤ 0,05) sehingga analisis dilanjutkan dengan uji
Kruskal-Wallis
2. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : Untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan secara bermakna pada data kadar
glukosa darah tikus uji
Hipotesis : Ho = Data kadar glukosa darah tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha = Data kadar glukosa darah tikus berbeda secara bermakna
Pengambilan Keputusan :
o Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
o Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka Ho ditolak
Test Statisticsa,b
Interpretasi data : Terdapat perbedaan bermakna pada waktu hari ke-0, hari ke-7, ke-14, dan
ke-21. Sedangkan pada waktu sebelum induksi tidak terdapat perbedaan
secara bermakna. Analisis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.
(NORMAL X POSITIF)
Test Statisticsa
(NORMAL X NEGATIF)
Test Statisticsa
(POSITIF X NEGATIF)
Test Statisticsa
Test Statisticsa
Interpretasi data :
1. Ekstrak etanol 70% daun seledri jepang dalam berbagai dosis memiliki perbedaan yang
bermakna dengan kontrol negatif (Sig < 0,05)
2. Ekstrak etanol 70% daun seledri jepang dosis 1, 10 dan 100 mg/kg BB memiliki
perbedaan yang tidak bermakna dengan obat antihiperglikemik (glibenklamid) yang
beredar di masyarakat (Sig > 0,05)
3. Etanol 70% daun seledri jepang pada berbagai dosis (1, 10, 100mg/kgBB) memiliki
perbedaan yang tidak bermakna. (Sig > 0,05)