Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS CONTENT KNOWLEDGE GURU DAN HASIL BELAJAR

KOGNITIF SISWA SMA KELAS XI KECAMATAN PATI

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting bagi
manusia, dengan menempuh pendidikan yang baik, manusia dapat
menjadi mandiri karena dapat memperoleh solusi bagi setiap masalah
yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Thrilling and Hood (1999)
dan Nursito (2000) menyatakan bahwa pada abad ke-21 diperlukan
sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki keahlian,
mampu bekerjasama, berpikir tingkat tinggi, kreatif, terampil, memahami
berbagai budaya, mampu berkomunikasi dan mampu belajar sepanjang
hayat.
Guru adalah kunci keberhasilan pendidikan, oleh karena itu harus
disiapkan secara profesional. Hal ini dibuktikan dengan penelitian bahwa
apa yang siswa pelajari tergantung dari bagaimana siswa diajar oleh
gurunya (National Research Council, 1996:28). Guru sains yang efektif
akan menciptakan lingkungan yang memungkinkan guru dan para
siswanya bekerjasama sebagai agen pembelajar yang aktif. Selama siswa
belajar dengan berinteraksi langsung dengan sumber belajar, guru sains
juga belajar memahami dalam bagaimana siswa yang berbeda dalam
minat, kemampuan dan pengalaman belajar sains. Selain itu, guru juga
belajar bagaimana memberikan dukungan dan bimbingan yang efektif
bagi para siswanya.
Mengingat betapa pentingnya peranan guru dalam proses
pembelajaran, National Science Teacher Asociation, (NSTA dan AET,
1998) memberikan standar penyiapan guru sains meliputi 3 tingkatan,
yaitu tingkatan pre-service, guru pemula (introduction) dan guru
profesional. Di Indonesia, kompetensi tenaga pendidik dari PAUD sampai
menengah, meliputi 4 kompetensi yaitu kompetensi profesional,

1
pedagogik, sosial dan individu yang diatur dalam PP No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, dalam pasal 28 ayat 3. Keempat
kompetensi tersebut diperjelas dalam UU No 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen. Permendiknas No 16 th 2007 menegaskan bahwa guru IPA
harus mempunyai persyaratan akademis yang kompleks. Sedikitnya ada
14 persyaratan yang harus dimiliki seorang guru IPA, antara lain adalah:
(1) memahami teori, hukum dan konsep IPA serta penerapannya secara
fleksibel, (2) kreatif dan innovatif dalam penerapan dan pengembangan
bidang ilmu IPA dan ilmu-ilmu yang terkait. Kedua macam kompetensi
ini menuntut guru IPA untuk mempunyai penguasaan yang mendalam
terhadap konten (isi) materi IPA dan cara mengajarkannya. Oleh karena
itu, guru harus terus meningkatkan kemampuan dirinya hingga menjadi
profesional.
Pemerintah melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan
membuat standar nasional pendidikan yang dituangkan dalam PP No. 19
Tahun 2005. Salah satu penentu mutu pendidikan nasional adalah kualitas
seorang guru. Kompetensi guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi
kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional,
dan kompetensi sosial. Aspek kompetensi tersebut tertuang dalam UU No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Shulman (1986) juga
menyampaikan bahwa tiga dimensi pengetahuan profesional yang penting
bagi guru yaitu Subject Matter Content Knowledge, PCK (Pedagogical
Content Knowledge), dan CK (Curricular Knowledge).
Shulman dalam Purwaningsih (2015: 11) menjabarkan PCK dalam
tujuh komponen yaitu: pengetahuan tentang sains, pengetahuan tentang
tujuan, pengetahuan tentang siswa, pengetahuan tentang organisasi
kurikulum, pengetahuan tentang pembelajaran, pengetahuan tentang
penilaian dan pengetahuan tentang sumber belajar.
Menurut Loughran Berry & Mulhall (2006) bahwa PCK
(pedagogik content knowledge) adalah gagasan akademik yang

2
menyajikan tentang ide yang berakar dari keyakinan bahwa mengajar
memerlukan lebih dari sekedar pemberian pengetahuan muatan subjek
kepada peserta didik dan belajar tidak sekedar hanya menyerap informasi
tetapi lebih dari penerapannya. PCK bukan bentuk tunggal yang sama
untuk semua guru yang mengajar area subjek yang sama, melainkan
keahlian khusus dengan keistimewaan individu dan dipengaruhi oleh
konteks/suasana mengajar, isi dan pengalaman. Sehingga PCK bisa sama
untuk beberapa guru dan berbeda untuk guru yang lain, tetapi paling tidak
merupakan titik temu pengetahuan profesional guru dan keahlian guru.
Content knowledge merupakan kemampuan dasar guru dalam
menguasai materi pembelajaran. Content Knowledge (CK) menurut
Shulman (1986) merupakan pengetahuan tentang konsep, teori, gagasan,
kerangka kerja, pengetahuan tentang pembuktian, serta praktik-praktik
dan pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan tersebut. CK dalam
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru disebut sebagai kompetensi profesional
yaitu penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya serta penguasaan terhadap
struktur dan metodologi keilmuannya. Oleh karena itu, pengetahuan
tentang karakteristik materi atau konten (content knowledge) merupakan
hal yang penting dalam pembelajaran karena guru dapat mengajarkan
materi jika benar-benar menguasai karakteristik materi tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Content Knowledge Guru Dan Hasil
Belajar Kognitif Siswa SMA Kelas XI Kecamatan Pati”.

B. Identifikasi Masalah
Kebutuhan kegiatan belajar yang harus dimiliki oleh guru adalah
kompetensi profesional, salah satu di antaranya adalah penguasaan materi
ajar (content knowledge). Masalah yang teridentifikasi dalam penelitian

3
ini adalah:
1. Terdapat mata pelajaran Biologi yang diampu oleh guru yang tidak
berbasis pendidikan Biologi.
2. Guru sering melupakan upaya untuk pengembangan diri dalam
meningkatkan kompetensi profesional, khususnya penguasaan materi
ajar.
3. Pada beberapa kasus guru mencoba untuk memberikan kontribusi
dalam penyusunan RPP dan silabus namun masih menggunakan cara-
cara yang kurang beretika, seperti copy paste dari RPP dan silabus
guru lain.

C. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini, permasalahan yang diteliti difokuskan sebagai
berikut:
1. Content Knowledge (CK) diukur dengan tes konten pada konsep
tingkat keanekaragaman hayati.
2. Materi biologi yang dianalisis content knowledgenya adalah sistem
peredaran darah.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimanakah content knowledge guru Biologi SMA di Kecamatan
Pati?
2. Adakah perbedaan hasil belajar siswa kelas X SMA di Kecamatan Pati
antara yang diajar oleh guru yang memiliki content knowledge dan
yang tidak memiliki content knowledge?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui content knowledge guru Biologi SMA di Kecamatan Pati.

4
2. Untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar siswa kelas XI
SMA di Kecamatan Pati antara yang diajar oleh guru yang memiliki
content knowledge dan yang tidak memiliki content knowledge.

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat baik manfaat
teoritis maupun manfaat praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah pengetahuan content knowledge guru dalam
pembelajaran biologi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Siswa akan lebih termotivasi untuk mengikuti pelajaran
biologi.
2) Menambah minat serta kemampuan siswa dalam belajar
biologi
3) Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan penguasaan
konsep dalam bidang studi biologi sehingga dapat mencapai
ketuntasan belajar bahkan lebih.
b. Bagi Guru
1) Menambah pengetahuan kemampuan content knowledge pada
guru.
2) Meningkatkan kemampuan guru dalam upaya
mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan
mutu pendidikan sekolah yang diteliti.
d. Bagi Peneliti
1) Membantu dan mempermudah dalam pelaksanaan
pembelajaran sejenis.

5
2) Pengalaman berharga bagi seorang calon guru professional
yang selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk
mengembangkan kemampuan profesionalitas guru.

II. TELAAH PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR


A. Teori
1. Content Knowledge Guru
a. Pengertian Guru
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah (Aqib & Rohmanto, 2008: 149). Kedudukan guru
sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) UU RI Nomor 14 Tahun 2005 berfungsi untuk
meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Yang
dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent)
adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator,
pemacu, perekayasa pembelajaran dan pemberi inspirasi belajar
bagi peserta didik (Ahmadi, dkk., 2011: 237)
Guru dianggap sebagai suatu profesi bilamana jabatan itu
memiliki persyaratan dasar, keterampilan teknik serta didukung
oleh kepribadian yang mantap. Hal ini berarti guru yang
profesional harus memiliki kompetensi-kompetensi dasar yang
melandasi pekerjaannya. Menurut Koswara dan Halimah (2008:
52) kompetensi-kompetensi tersebut yaitu:
1) Kompetensi profesional artinya ia memiliki pengetahuan yang
luas dalam subjet matter (bidang studi) yang akan diajarkan
dan penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan
konsep teroritik, mampu memilih metode yang tepat serta

6
mampu menggunakan berbagai metode dalam proses belajar
mengajar.
2) Kompetensi personal artinya memiliki sikap kepribadian yang
mantap, sehingga mampu menjadi sumber identifikasi bagi
peserta didik. Artinya memiliki kepribadian yang patut
diteladani, sehingga mampu melaksanakan kepemimpinan yang
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu "Tut wuri
handayani, Ing madya mangunkarso dan Ing ngarso
sungtulodo".
3) Kompetensi sosial artinya ia menunjukkan kemampuan
berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya, dengan
sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan
masyarakat luas.
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program
sarjana atau program diploma empat. Kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
b. Pengertian Pedagogical Content Knowledge
Pedagogical content knowledge (PCK) adalah sebuah
konsep yang diperkenalkan oleh Shulman yang sangat membantu
dan banyak digunakan membangun pemikiran kita tentang
bagaimana guru sains belajar dan apa yang mereka ketahui tentang
mengajar. Hal ini bersifat unik dalam pengajaran dan kunci untuk
pengembangan keahlian (Timostsuk, 2015: 1666). PCK menurut
Shulman (dalam Agustina, 2016: 566) merupakan kombinasi dari
dua jenis kompetensi yaitu kompetensi pedagogik (pedagogical
knowledge) dan kompetensi profesional (content knowledge). PCK

7
sangat penting dimiliki oleh seorang guru untuk menciptakan
pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Pedagogical Content Knowledge (PCK) merupakan
konstruk akademik yang mewakili ide menarik. Hal ini adalah ide
yang berakar pada keyakinan bahwa ajaran membutuhkan jauh
lebih dari memberikan pengetahuan isi pelajaran kepada siswa,
dan bahwa belajar siswa jauh lebih dari menyerap informasi untuk
regurgitasi yang cermat pada akhirnya. PCK adalah pengetahuan
bahwa guru berkembang dari waktu ke waktu, dan melalui
pengalaman, tentang bagaimana mengajar konten tertentu dengan
cara-cara tertentu guna memicu peningkatan pemahaman siswa.
Namun, PCK bukan bentuk tunggal yang sama untuk semua guru
dari mata pelajaran yang diberikan; merupakan keahlian tertentu
dengan keistimewaan individu yang berlainan dan dipengaruhi
oleh (setidaknya) konteks atau suasana mengajar, isi, dan
pengalaman. Hal ini mungkin sama (atau serupa) untuk beberapa
guru dan berbeda untuk orang lain, tetapi, bagaimanapun juga,
menjadi landasan pengetahuan dan keahlian profesional guru
(Loughran, dkk., 2012: 7). Saintis adalah ahli isi materi,
sedangkan guru selain ahli isi materi juga harus ahli cara
mengajarkan isi materi tersebut pada siswa (Purwaningsih, 2015:
Content Knowledge Pedagogical Content Pedagogical Knowledge
(CK)11). Knowledge (PCK) (PK)
Pengetahuan Orientasi pada mengajar Pengetahuan
konsep biologi Pengetahuan kurikulum pengembangan otak
serta keterkaitan biologi Pengetahuan sistem
antar konsep dan Pengetahuan ide-ide siswa kognitif
metode Pengetahuan strategi Pengetahuan kolaboratif
pengembangan Pengetahuan efektif Pengetahuan
konsep baru Pengetahuan metode manajemen kelas
asesmen

8
Gambar 1. Struktur Pengetahuan Guru (Etkina, 2010: 2)

Tiga pilar pengetahuan dasar yang paling tidak harus


dimiliki oleh seorang guru sains yaitu Content Knowledge (CK),
Pedagogical Knowledge (PK), dan Pedagogical Content
Knowledge (PCK). CK menyangkut kemampuan dasar guru dalam
menguasai materi pembelajaran. PK merupakan pengetahuan
umum tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana sebuah
sekolah bekerja, termasuk pengetahuan tentang psikologi kognitif,
tentang memori siswa bekerja, belajar secara kolaborasi melalui
grup, dan lain-lain. Sedangkan PCK yaitu pengetahuan bagaimana
seorang calon guru mengkombinasikan CK dan PK dalam
mengelola pembelajaran sehingga dapat meningkatkan dan
mencapai kemampuan akademik siswa secara optimal (Etkina,
2010: 2).
Content knowledge merupakan kemampuan dasar guru
dalam menguasai materi pembelajaran. Content Knowledge (CK)
menurut Shulman (1986) merupakan pengetahuan tentang konsep,
teori, gagasan, kerangka kerja, pengetahuan tentang pembuktian,
serta praktik-praktik dan pendekatan untuk mengembangkan
pengetahuan tersebut. CK dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun
2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
disebut sebagai kompetensi profesional yaitu penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan

9
substansi keilmuan yang menaungi materinya serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang karakteristik materi atau konten (content
knowledge) merupakan hal yang penting dalam pembelajaran
karena guru dapat mengajarkan materi jika benar-benar menguasai
karakteristik materi tersebut.
Leung and Park (2002) bahwa content knowledge penting
dikuasai oleh guru karena beberapa alasan yaitu: (a) penguasaan
CK oleh seorang guru menentukan bagaimana guru akan
membelajarkan siswa pada materi tersebut; (b) penguasaan CK
menentukan bagaimana guru mengeembangkan bahan ajar dan
menentukan evaluasi; serta (c) penguasaan CK menentukan materi
apa yang akan dipelajari oleh siswa. Arnyana (2007)
menambahkan bahwa guru harus menguasai bahan ajar secara luas
dan cukup mendalam tentang materi yang menjadi bidangnya.
c. Komponen Pedagogical Content Knowledge
Sebagai pencetus PCK, Shulman menjabarkan PCK dalam
tujuh komponen yaitu: pengetahuan tentang sains, pengetahuan
tentang tujuan, pengetahuan tentang siswa, pengetahuan tentang
organisasi kurikulum, pengetahuan tentang pembelajaran,
pengetahuan tentang penilaian dan pengetahuan tentang sumber
belajar (Shulman dalam Purwaningsih, 2015: 11).
Berdasarkan model PCK yang dikembangkan Shulman dan
Grossman, Magnusson Krajcik dan Borko (dalam Purwaningsih,
2015: 1)1, menetapkan lima komponen PCK yaitu: 1) orientasi
pada pengajaran sains (bertindak sebagai peta konseptual,
keyakinan guru tentang tujuan mengajarkan konsep tersebut pada
siswa), 2) pengetahuan kurikulum (pengetahuan guru tentang
kurikulum yang digunakan), 3) pengetahuan pemahaman siswa
(pemahaman guru terhadap kondisi siswanya: kesulitan, gaya

10
belajar), 4) pengetahuan strategi instruksional (strategi,
pendekatan) dan 5) pengetahuan tentang penilaian.
Untuk melihat representasi PCK yang dikembangkan oleh
guru, digunakan konsep yang telah dikembangkan oleh Loughran,
dkk. (2012: 17), yang dikenal sebagai Content Representation
(CoRe) dan Pedagogical and Professional Experience Repertoire
(Pap-eR). CoRe terkait dengan materi tertentu yang fokus
menggambarkan pemahaman guru terhadap aspek yang mewakili
dan membentuk materi tersebut. Dapat dikatakan bahwa CoRe ini
merupakan cara pandang guru terhadap sebuah materi tertentu
yang akan diajarkan pada siswa tertentu. CoRe disusun sebelum
pelaksanaan pembelajaran berlangsung dan digunakan sebagai
acuan dalam mengembangkan RPP atau skenario pembelajaran.
Komponen CoRe yang dikembangkan Loughran terdiri dari
delapan pertanyaan yang biasanya direpresentasikan dalam bentuk
matrik. Kedelapan pertanyaan tersebut adalah: 1) apa yang
diinginkan guru untuk dipelajari siswa dari ide ini, 2) mengapa hal
ini penting diketahui siswa, 3) hal lain dari materi ini yang
diketahui guru tetapi belum saatnya diketahui siswa, 4) kesulitan/
keterbatasan dalam pengajaran, berkaitan dengan ide ini, 5)
pengetahuan tentang pemikiran siswa yang mempengaruhi ide, 6)
faktor lain yang mempengaruhi cara mengajarkan materi ini, 7)
prosedur mengajar, 8) cara spesifik untuk memastikan pemahaman
siswa.
2. Kajian Tentang Pembelajaran Biologi
a. Definisi Pembelajaran Biologi
Belajar adalah proses aktif. Belajar adalah proses mereaksi
terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah
suatu proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat
melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat,
mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari (Sudjana, 2010: 6).

11
Sedangkan menurut Abdurrahman (2012: 24) belajar adalah
proses pencapaian atau perubahan pemahaman (insight),
pandangan, harapan atau pola berpikir.
Belajar diartikan sebagai suatu proses perubahan perilaku
yang dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan
kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang didasari
oleh perilaku terdahulu (sebelumnya). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dan
berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya
(Wawan dan Dewi, 2011: 60).
Pembelajaran merupakan seperangkat perbuatan disusun
guna mendorong proses belajar siswa dengan memperhatikan
peristiwa eksternal yang memiliki peranan terhadap rentetan
peristiwa internal yang terjadi di dalam diri siswa (Sutikno, 2009:
31). Menurut Ahmadi, dkk. (2011: 19) pembelajaran adalah suatu
sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen
yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Selaku suatu sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen,
antara lain tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi dan
evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada
harus diorganisasikan sehingga antar sesama komponen terjadi
kerja sama.
Biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang segala
sesuatu mengenai makhluk hidup. Sebagian besar ilmu biologi
berasal dari keingintahuan tentang dirinya, lingkungannya, dan
tentang kelangsungan jenisnya. Mata pelajaran biologi,
didalamnya tercakup berbagai proses yang terjadi pada makhluk
hidup dalam kehidupan sehari-hari (Fitri, dkk., 2014: 56).
Mata pelajaran Biologi dikembangkan melalui
kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam

12
sekitar. Penyelesaian masalah yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pemahaman dalam
bidang matematika, fisika, kimia dan pengetahuan pendukung
lainnya, seperti pada Ref. Biologi memiliki kekhasan dalam
berpikirnya dan dalam biologi sering banyak digunakan istilah-
istilah yang pada umumnya berupa istilah latin atau kata yang
dilatinkan. Biologi merupakan bagian dari IPA yang mempelajari
makhluk hidup dan lingkungannya yang tidak hanya merupakan
kumpulan konsep, fakta, dan prinsip tetapi juga memberikan
pengalaman kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
proses, serta memiliki pola pemikiran yang khas dalam setiap
bagian pembahasan materinya, serta selalu berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari (Putri, 2014: 432).
Pada dasarnya pembelajaran biologi berupaya untuk
membekali siswa dengan berbagai kemampuan tentang cara
mengetahui dan memahami konsep ataupun fakta secara
mendalam. selain itu, pembelajaran biologi seharusnya dapat
menampung kesenangan dan kepuasan intelektual siswa dalam
usahanya untuk menggali berbagai konsep. Dengan demikian
dapat tercapai pembelajaran biologi yang efektif (Hidayat, 2013:
4).
b. Komponen Pembelajaran
Menurut Sutikno (2009: 35-40) ada beberapa komponen
yang terdapat dalam pembelajaran, yaitu:
1) Tujuan Pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada dasarnya
adalah kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki
siswa setelah memperoleh pengalaman belajar.
2) Materi Pelajaran. Materi pelajaran merupakan medium untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang ”dikonsumsi” oleh siswa.

13
3) Kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, guru
dan siswa terlibat dalam sebuah interaksi dengan materi
pelajaran sebagai mediumnya.
4) Metode. Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
5) Media. Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
6) Sumber belajar. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang
dapat dipergunakan sebagai tempat dimana materi pelajaran
terdapat.
7) Evaluasi. Evaluasi merupakan aspek yang penting, yang
berguna untuk mengukur dan menilai seberapa jauh tujuan
pembelajaran telah tercapai atau hingga mana terdapat
kemajuan belajar siswa, dan bagaimana tingkat keberhasilan
sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.
c. Ciri-Ciri Pembelajaran
Sutikno (2009: 35) menjelaskan ciri-ciri pembelajaran
sebagai berikut:
1) tujuan pembelajaran untuk membentuk siswa dalam suatu
perkembangan tertentu
2) mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik
yang direncanakan dan desain untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
3) materi jelas, terarah dan terencana dengan baik
4) aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya
kegiatan pembelajaran
5) aktor guru yang cermat dan tepat
6) terdapat pola aturan yang ditaati guru dan siswa dalam
proporsi masing-masing
7) limit waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran
8) evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk

14
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Olivia (2011: 73) menyatakan hasil belajar adalah puncak
hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan belajar
siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar
siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap),
dan psikomotorik (tingkah laku). Menurut Hawadi (2009: 168)
hasil belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses
belajar dan hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan instruksional
yang menyangkut isi pelajaran dan perilaku yang diharapkan dari
siswa.
Menurut Romiszowski (dalam Abdurrahman, 2012: 26-27)
hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem
pemrosesan masukan (inputs). Masukkan dari sistem tersebut
berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya
adalah perbuatan atau kinerja (performance). Lebih lanjut,
Romiszowski (dalam Abdurrahman, 2012: 26-27) perbuatan
merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi, dan hasil
belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu
pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan terdiri dari empat
kategori, yaitu: (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan
tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, (4)
pengetahuan tentang prinsip. ketrampilan juga dibagi atas empat
kategori yaitu: (1) ketrampilan untuk berfikir dan atau ketrampilan
kongnitif, (2) ketrampilan untuk bertindak atau ketrampilan
motorik, (3) ketrampilan untuk bereaksi atau bersikap dan (4)
ketrampilan berinteraksi.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka hasil belajar
adalah hasil atau taraf kemampuan yang sudah dicapai seorang
murid sesudah mengikuti proses belajar mengajar pada masa
tertentu baik berupa perubahan pada tingkah laku, keterampilan

15
serta pengetahuan dan lalu akan diukur serta dinilai yang
kemudian dituangkan dalam pernyataan nilai atau angka.
b. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Belajar merupakan serangkaian kegitan atau perbuatan
yang berhubungan dengan banyak faktor. Sutikno (2009: 14-25)
menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
belajar, baik faktor yang datang dari dalam diri individu yang
belajar (internal) maupun faktor yang berasal dari luar (eksternal)
atau bisa saja gabungan dari kedua faktor tersebut.
1) Faktor dari dalam diri individu (internal)
a) Faktor Jasmaniah
(1) Faktor Kesehatan
Proses belajar seseorang akan akan terganggu
jika kesehatan seseorang terganggu. Badan yang tidak
sehat akan mengakibatkan kurangnya semangat di
dalam belajar, pusing atau ngantuk. Oleh sebab itu,
agar dapat belajar dengan baik, seseorang harus pandai
menjaga kondisi badan agar selalu prima.

(2) Faktor Cacat Tubuh.


Segala hal yang menyebabkan kurang baik atau
kurang sempurna mengenai tubuh atau fisik disebut
cacat tubuh, misalnya buta, tuli, bisu, pincang. Cacat
tubuh ini akan sangat mempengaruhi proses belajar
seseorang.

b) Faktor Psikologis
(1) Intelegensi
Intelegensi merupakan kecakapan yang terdiri
atas tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan
menyesuaikan dengan situasi yang baru dengan cepat
dan efektif, mengetahui/ menggunakan konsep-konsep

16
yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan
mempelajarinya dengan cepat. Orang yang mempunyai
intelegensi yang cukup tinggi lebih mudah belajar
daripada yang tingkat intelegensinya rendah.
(2) Motif
Motif merupakan daya penggerak atau pendorong
untuk berbuat.
(3) Minat
Minat merupakan kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
Dalam pengertian lain, minat adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas
tanpa ada yang menyuruh.
(4) Emosi
Emosi yang mendalam membutuhkan situasi yang
cukup tenang. Emosi yang mendalam akan
mengurangi konsentrasi dalam belajar dan akan
menganggu serta menghambat belajar.

(5) Bakat
Bakat merupakan kemampuan untuk belajar. Orang
yang memiliki bakat akan mudah dalam belajar
dibanding dengan orang yang tidak berbakat.
(6) Kematangan
Suatu fase dalam pertumbuhan seseorang
adalah saat alat-alat tubuh sudah siap untuk menerima
kecakapan baru. Misalnya, dengan tangan, seseorang
sudah dapat mempergunakan untuk memegang dan
menulis, dengan otaknya sudah siap berfikir.

17
(7) Kesiapan
Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberi
respons.
c) Faktor Kelelahan
Faktor kelelahan dibagi menjadi dua, yaitu kelelahan
jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani tampak
pada lemah lunglainya badan dan kecenderungan untuk
membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat
dengan adanya kebosanan sehingga minat untuk
menghasilkan sesuatu hilang.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor Keluarga
(1) Cara Orang Tua Mendidik
Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan
anaknya dapat menyebabkan anak kurang berhasil
dalam proses belajarnya. Orang tua harus mengetahui
dan memahami apa yang menjadi keinginan/
kebutuhan anak-anaknya.
(2) Hubungan Antar Anggota Keluarga
Agar proses pembelajaran bisa berhasil dengan
baik, maka perlu diusahakan hubungan yang baik antar
keluarga yaitu dengan adanya saling pengertian dan
kasih sayang. Orang tua harus memahami waktu-
waktu belajar anaknya sehingga tidak tumpang tindih
antara waktu belajar dengan pekerjaan atau waktu
untuk bermain.
(3) Suasana Rumah
Konsentrasi anak pada pelajaran menjadi berkurang
akibat keributan yang terjadi, percekcokan diantara
orang tua juga akan mengakibatkan perkembangan
psikologis anak terganggu.
(4) Keadaan Ekonomi Keluarga

18
Terdapat dua argumen bagaimana faktor status
ekonomi orang tua berpengaruh terhadap prestasi
akademik siswa. Pertama, orang tua dengan status
ekonomi tinggi dan pendapatan tinggi akan
memberikan nilai yang tinggi terhadap pendidikan
anaknya. Kedua, oleh karena itu mereka akan berupaya
untuk menyediakan berbagai kebutuhan belajar anak di
rumah dan mencari sekolah yang terbaik untuk
anaknya.
b) Faktor Sekolah
(1) Faktor Kurikulum
Kurikulum yang baik jika isinya tidak terlalu padat dan
sesuai dengan kebutuhan atau mampu mengakomodir
semua kebutuhan masyarakat dan tututan jaman.
(2) Keadaan Gedung
Keadaan gedung akan sangat mempengaruhi proses
belajar.
(3) Waktu Sekolah
Waktu sekolah merupakan waktu saat berlangsungnya
kegiatan pembelajaran. Baik itu pagi, siang, maupun
malam. Waktu belajar yang baik yaitu pada pagi hari
pikiran masih segar dan keadaan jasmani pun masih
segar sehingga memungkinkan belajar yang optimal.
(4) Alat Pelajaran
Dengan menggunakan alat pelajaran selama kegiatan
belajar mengajar maka siswa akan lebih mudah dalam
mempelajari tentang pelajaran.
(5) Metode Pembelajaran
Faktor yang sangat berpengaruh bagi
keberhasilan siswa dalam belajar ialah metode guru
dalam membelajarkan siswa. Jika guru tidak pandai

19
memilih dan menggunakan metode yang tepat dalam
membelajarkan, siswa akan sulit pula dalam menerima
dan memahami tentang pelajaran yang disampaikan.
(6) Hubungan Antara Guru dengan Siswa
Guru yang tidak dapat berinteraksi dengan baik dan
akrab dengan siswa menyebabkan proses pembelajaran
kurang lancar. Siswa merasa jauh dengan guru dan
siswa segan berpartisipasi secara aktif dalam
pembelajaran.
(7) Hubungan Antara Siswa dengan Siswa
Guru perlu membina semua siswa berupa
pembimbingan dan penyuluhan agar setiap siswa dapat
berinteraksi dengan baik, antara siswa yang satu
dengan siswa yang lainnya.
c) Faktor Masyarakat
Kehidupan masyarakat di sekitar siswa berada
merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh
terhadap belajar anak. Jika siswa berada dalam lingkungan
yang baik, terdiri atas orang-orang terpelajar, berbudi
pekerti baik, akan berpengaruh baik bagi siswa sehingga
dapat menjadi pendorong untuk belajar lebih giat dan
berbuat seperti orang yang berada di lingkungannya.
Sebaliknya jika siswa berada dalam lingkungan yang tidak
baik maka bisa berpengaruh jelek pula kepada anak
Berdasarkan teori di atas, maka ada dua faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu faktor dari dalam diri
individu (internal), antara lain: 1) faktor jasmaniah: faktor
kesehatan dan cacat tubuh, 2) faktor psikologis: intelegensi, motif,
minat, emosi, bakat, kematangan dan kesiapan, 3) faktor
kelelahan. Sedangkan faktor eksternalnya, antara lain: 1) faktor
keluarga: cara orang tua mendidik, hubungan antar anggota

20
keluarga, suasana rumah, dan keadaan ekonomi keluarga, 2) faktor
sekolah: kurikulum, keadaan gedung, waktu sekolah, alat
pelajaran, metode pembelajaran, hubungan antara guru dengan
siswa, dan hubungan antara siswa dan siswa, 3) faktor masyarakat.
c. Cara Mengukur Hasil Belajar
Hasil belajar lazimnya ditunjukkan dengan tes, nilai atau
angka yang diberikan oleh guru. Menurut Arikunto (2010: 51) tes
adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui,
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan
yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari
petunjuk yang diberikan, misalnya melingkari salah satu huruf di
depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban yang
salah, melakukan tugas suruhan, menjawab secara lisan dan
sebagainya. Kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini
merupakan prestasi belajar maka tesnya adalah tes prestasi belajar.
Tes prestasi belajar ini disusun berdasarkan bahan atau materi
yang telah dipelajari oleh peserta didik. Adapun tes prestasi belajar
yang menekankan pada pengungkapan aspek kognitif, aspek
psikomotor, maupun aspek afektif adalah tes sumatif.
Tes hasil belajar yang juga sering dikenal istilah tes
pencapaian (achievement test), yakni tes yang biasa digunakan
untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar. Tes
hasil belajar atau tes prestasi belajar dapat didefinisikan cara (yang
dapat dipergunakan) atau prosedur (yang dapat ditempuh) dalam
rangka pengukuran dan penilaian hasil belajar, yang berbentuk
tugas dan serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan
atau soal-soal) yang harus dijawab, atau perintah-perintah yang
harus dikerjakan oleh testee, sehingga (berdasar atas data yang
diperoleh dari kegiatan pengukuran itu) dapat dihasilkan nilai
yang melambangkan tingkah laku atau prestasi belajar testee; nilai
mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai standar tertentu, atau

21
dapat pula dibandingkan dengan nilai-nilai yang berhasil dicapai
oleh testee lainnya (Sudijono, 2013: 73-74).
Menurut Djaali dan Muljono (2007: 4) prestasi atau hasil
belajar diukur dengan menggunakan tes. Dilihat dari aspek
standardisasi, ada dua macam tes yaitu tes baku dan tes buatan
guru. Tes baku adalah tes yang sudah diuji di lapangan dengan
maksud mendapatkan data tentang keterandalan (reliability) dan
kesahihan (validity) pengukuran serta standar normatif yang
dipakai untuk menaksir skor tes. Contoh tes baku adalah tes
TOEFL, Stanford achievement test, Metropolitan achievement test,
lowa test of basic skills, California achievement test dan lain-lain.
Selain tes baku ada pula tes non-baku yang biasa disebut tes
buatan guru, yaitu tes yang dibuat oleh seseorang atau kelompok
untuk digunakan sesaat dan hanya berlaku intern serta hanya untuk
mengukur satu jenis kemampuan. Tes non-baku atau tes buatan
guru biasanya tidak dilakukan pengujian di lapangan tetapi lang-
sung dipakai. Contoh tes non-baku adalah tes buatan guru, dosen,
instruktur pelatihan, dan lain-lain.
d. Indikator Hasil Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi
segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman
dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan
perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa
murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu
ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu,
yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil
cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan
diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai
hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun
yang berdimensi karsa.

22
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil
belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui
garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu)
dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau
diukur. Selanjutnya agar pemahaman mengenai kunci pokok tadi
lebih mendalam dan untuk memudahkan dalam menggunakan alat
dan kiat evaluasi yang dipandang tepat, reliabel dan valid, di
bawah ini disajikan tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi
belajar.
Tabel 2. Jenis, Cara dan Evaluasi Prestasi Belajar
Ranah / Jenis
Indikator Cara Evaluasi
Prestasi
A. Ranah Cipta (kognitif)
1. Pengamatan 1. Dapat menunjukkan Tes lisan, tertulis,
2. Dapat membandingkan dan observasi
3. Dapat menghubungkan
2. Ingatan 1. Dapat menyebutkan Tes lisan, tertulis,
2. Dapat menunjukkan kembali dan observasi
3. Pemahaman 1. Dapat menjelaskan Tes lisan, tertulis
2. Dapat mendefinisikan
dengan lisan sendiri
4. Penerapan 1. Dapat memberikan contoh Tes tertulis,
2. Dapat menggunakan secara Pemberian tugas,
tepat dan observasi
5. Analisis dan 1. Dapat menguraikan Tes tertulis dan
pemeliharaan 2. Dapat mengklasifikasikan/ pemberian tugas
secara teliti memilah-milah
6. Sintesis 1. Dapat menghubungkan Tes tertulis dan
2. Dapat menyimpulkan pemberian tugas
3. Dapat mengeneralisasikan
B. Ranah Rasa (afektif)
1. Penerimaan 1. Menunjukkan sikap Tes tertulis, skala
menerima sikap, dan
2. Menunjukkan sikap menolak observasi
2. Sambutan 1. Kesediaan berpartisipasi/ Tes skala sikap,
terlibat pemberian tugas,
2. Kesediaan memanfaatkan dan observasi
3. Apresiasi 1. Menganggap penting dan Tes skala sikap,
bermanfaat pemberian tugas,
2. Menganggap indah dan dan observasi
harmonis
3. Mengagumi
4. Internalisasi 1. Mengakui dan meyakini Tes skala sikap,
(Pendalaman) 2. Mengingkari pemberian tugas

23
Ranah / Jenis
Indikator Cara Evaluasi
Prestasi
ekspresi, dan
observasi
5. Karakterisasi 1. Melembagakan atau Pemberian tugas,
meniadakan ekpresi proyektif,
2. Menjelmakan dalam pribadi dan observasi
dan perilaku sehari-hari
C. Ranah Karsa (Psikomotor)
1. Keterampilan 1. Mengkoordinasikan gerak Observasi dan tes
bergerak dan mata, tangan, kaki dan tindakan
bertindak anggota tubuh lainnya
2. Kecakapan 1. Mengucapkan Tes lisan,
ekspresi varbal 2. Membuat mimik dan gerakan observasi, dan tes
dan nonverbal jasmani tindakan
Sumber: Syah (2010: 148-150).

4. Kajian Tentang Penguasaan Konsep


a. Pengertian Penguasan Konsep
Dahar (2011) menyatakan bahwa penguasaan konsep dapat
diartikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna
secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Penguasaan konsep memberikan
pengertian bahwa konsep-konsep yang diajarkan kepada siswa
bukanlah sekedar bahan hafalan saja, tetapi konsep itu harus
dipahami agar dapat digunnakan untuk memecahkan masalah yang
ada.
b. Indikator Penguasaan Konsep
Indikator penguasaan konsep menurut Sumaya (2004) yaitu
seseorang dapat dikatakan menguasai konsep yang dipelajarinya
jika orang tersebut benar-benar memahami konsep yang
dipelajarinya sehingga mampu menjelaskan dengan menggunakan
kata-kata sendirisesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya,
tetapi tidak merubah makna yang ada didalamnya. Winkel (1991)
mengatakan adanya skema konseptual yaitu suatu keseluruhan
kognitif yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam
satu pengertian.

24
Indikator yang lebih komprehensip dikemukakan oleh
bloom dalam Rustaman et al. (2005) sebagai berikut: Mengingat
(C1) yakni keterampilan menarik kembali informasi yang
tersimpan; memahami (C2) yakni keterampilan mengkonstruk
makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki; Mengaplikasikan (C3) yakni keterampilan menggunakan
suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan
tugas; Menganalisis (C4) yakni keterampilan menguraikan suatu
permasalahan atau objek ke unsur-unsurnya dan menentukan
bagaimana keterkaitan antar unsur-unsur tersebut; Mengevaluasi
(C5) yakni keterampilan membuat suatu pertimbangan berdasarkan
kriteria dan standar yang ada serta; Membuat (C6) yakni
keterampilan menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu
bentuk kesatuan. Berdasarkan penjelasan indikator-indikator
penguasaan konsep di atas, aspek penguasaan konsep yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3. Indikator Penguasaan Konsep menurut bloom dalam


Rustaman (2005)
Indikator
Aspek yang diukur
Penguasaan Konsep
Mengingat (C1) Menyebutkan keanekaragaman hayati
tingkat gen dan tingkat spesies.
Memahami (C2) Menjelaskan keanekaragaman hayati
tingkat gen dan tingkat spesies.
Mengaplikasikan Mengklasifikasi keanekaragaman hayati
(C3) tingkat gen dan tingkat spesies.
Menganalisis (C4) Menganalisis keanekaragaman hayati
tingkat gen dan tingkat spesies.
Mengevaluasi (C5) Membandingkan keanekaragaman
hayati tingkat gen dan tingkat spesies.
Membuat (C6) Membuat keanekaragaman hayati
tingkat gen dan tingkat spesies.

25
Guru profesional memiliki empat macam kompetensi yaitu kompetensi
kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi
sosial (Kunandar, 2007: 75-77)

Salah satu pengetahuan pedagogi yang penting dikuasai oleh guru adalah
PCK.

PCK dibagi menjadi tiga aspek Tujuh komponen Pedagogical Content


yaitu CK, PK, dan PCK Knowledge (PCK):
pengetahuan tentang sains, pengetahuan
tentang tujuan, pengetahuan tentang siswa,
pengetahuan tentang organisasi kurikulum,
pengetahuan tentang pembelajaran,
pengetahuan tentang penilaian dan
pengetahuan tentang sumber belajar
(Shulman dalam Purwaningsih, 2015: 11)

Content Knowledge Pedagogical Knowledge (PK) Pedagogical Content Knowledge


(CK) menyangkut merupakan pengetahuan umum (PCK) merupakan pengetahuan
kemampuan dasar tentang bagaimana siswa belajar bagaimana seorang calon guru
guru dalam dan bagaimana sebuah sekolah mengkombinasikan CK dan PK
menguasai materi bekerja, termasuk pengetahuan dalam mengelola pembelajaran
pembelajaran (Etkina, tentang psikologi kognitif, tentang sehingga dapat meningkatkan
2010: 2) memori siswa bekerja, belajar dan mencapai kemampuan
secara kolaborasi melalui grup, akademik siswa secara optimal
dan lain-lain (Etkina, 2010: 2) (Etkina, 2010: 2)

Kemampuan content knowledge guru Biologi


SMA di Kecamatan Pati

B. KerangkaHasil belajar siswa kelas X SMA di Kecamatan


Berpikir
Pati

26
27
Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir
B. Hipotesis
Ho : Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa kelas X SMA di Kecamatan
Pati antara yang diajar oleh guru yang memiliki content
knowledge dan yang tidak memiliki content knowledge.
Ha : Ada perbedaan hasil belajar siswa kelas X SMA di Kecamatan
Pati antara yang diajar oleh guru yang memiliki content
knowledge dan yang tidak memiliki content knowledge.

III. Metode Penelitian


A. Lokasi dan Sasaran Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Kecamatan Pati dengan sasaran
penelitian adalah siswa SMA Kelas XI.

B. Waktu Pelaksanaan Penelitian


Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dimulai sejak bulan
Oktober sampai dengan Desember 2016.

C. Penentuan Subjek Penelitian


Subjek penelitian ditentukan pada siswa kelas X SMA Kecamatan
Pati tahun pelajaran 2015/2016.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar
penilaian tentang penguasaan content knowledge guru Biologi SMA di
Kecamatan Pati tahun pelajaran 2017/2018.

E. Sampel Sumber Data


Sampel penelitian ini adalah siswa dan guru Biologi SMA di
Kecamatan Pati tahun pelajaran 2017/2018.

28
F. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah
purposive propotional sampling, yaitu menentukan sampel dengan
beberapa pertimbangan sesuai tujuan penelitian. Kriteria pertimbangan
yang digunakan adalah siswa SMA di Kecamatan Pati, guru Biologi SMA
di Kecamatan Pati.

G. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan metode observasi dan dokumentasi.
1. Observasi
Observasi dilakukan secara langsung, terfokus dan selektif, dan
juga agar observasi dapat lebih efektif yaitu dengan melengkapi format
atau blangko pengamatan (Arikunto, 2010: 229). Teknik observasi
digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa
peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar. Teknik
observasi dilakukan untuk melihat situasi dan kondisi objek penelitian,
meliputi gambaran umum sekolah, kondisi pembelajaran, dan lain
sebagainya.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto,
2010: 274). Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi untuk
gambaran siswa dan guru Biologi SMA di Kecamatan Pati serta
penilaian penguasaan content knowledge guru Biologi.

H. Teknik Analisis Data


Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis model interaktif (Interactive Model of Analysis). Menurut Miles
dan Huberman (2008: 16) dalam model ini tiga komponen analisis, yaitu

29
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan, dilakukan dengan
bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data (data collecting)
sebagai suatu siklus. Berikut penjelasan ketiga kegiatan dalam analisis
model interaktif.
1. Reduksi data (data reduction)
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerderhanaan data “kasar” yang muncul dalam catatan-catatan
tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama
penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu dan mengorganisasikan data.
2. Penyajian data (data display)
Diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Dengan penyajian data, peneliti akan dapat memahami apa
yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan berdasarkan
pemahaman tentang penyajian data.
3. Penarikan kesimpulan (conclusion drawing)
Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar dan tetap
terbuka sehingga kesimpulan yang semula belum jelas, kemudian akan
meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.
Kesimpulan ini juga diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan
maksud-maksud menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya
yang merupakan validitasnya.

I. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Validitas atau keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan
metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk kepentingan
pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong,
2009: 178).

30
Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi model sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam metode kualitatif (Moleong, 2009: 330).

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar: Teori, Diagnosis dan


Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Agustina, Putri. 2016. Deskripsi Pedagogical Content Knowledge (PCK)


Mahasiswa Semester IV Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Matakuliah Strategi
Pembelajaran Biologi. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP
UNS 2015. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ahmadi, Iif Khoiru; Amri, Sofan dan Elisah, Tatik. 2011. Strategi Pembelajaran
Sekolah Terpadu. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

31
Aqib, Zainal & Rohmanto, Elham. 2008. Membangun Profesionalisme Guru dan
Pengawas Sekolah. Bandung: Yrama Widya.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi


Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta.

Arnyana, I. B. P. 2007. Pengembangan Profesionalisme Guru Biologi di Era


Global. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, Edisi Khusus
XXXX:472-490.

Dahar, R.W. 2011. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga .

Djaali dan Muljono, Pudji. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:
PT. Grasindo.

Etkina, Eugenia. 2010. Pedagogical Content Knowledge and Preparation of High


School Physics Teachers. Physical Review Special Topics - Physics
Education Research, Vol. 6, No. 2, page. 1-26.

Fitri, R., Sumarmin, R., Ahda, Y. 2014. Pengembangan Lembar Kerja Siswa
Biologi Berorientasi Pendekatan Kontekstual Pada Materi Pewarisan Sifat
Untuk Kelas IX. Jurnal Penelitian Pendidikan, Volume 5, No. 1, Januari
2014, hlm. 55-64.

Hawadi, Reni Akbar (editor). 2009. Akselerasi A-Z Informasi Program


Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: PT. Grasindo.

Hidayat, Moh. F. 2013. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan


Hasil Belajar Biologi pada Tingkat SMA. Seminar Nasional X Pendidikan
Biologi FKIP UNS. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Irmaningtyas. 2013. Biologi Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Koswara, D. Deni dan Halimah. 2008. Seluk Beluk Profesi Guru. Bandung: PT.
Pribumi Mekar.

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.

Lee, E. 2008. Experienced Secondary Science Teachers’ Representation of


Pedagogical Content Knowledge. International Journal of Science
Education. Vol. 30, No. 10, 13 August 2008, pp1343-1363.

Leung, F., Park, K. 2002. Competet Students, Competent Teachers? International


Journal of Educational Research, Vol. 37 (2): 113-129.

32
Loughran, J., Berry, A., dan Mulhall, P. 2012. Understanding and Developing
Science Teacher’s Pedagogical Content Knowledge, 2nd Edition.
Netherlands: Sense Publishers.

Miles, B Matthew & A. Michael Huberman. 2008. Analisis Data Kualitatif.


Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy Y. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nursito. 2000. Menggali Kreativitas. Yogyakarta: PT. Mitra Gama Widya

Olivia, Femi. 2011. Tools For Study Skills Teknik Ujian Efektif. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun


2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Purwaningsih, Endang. 2015. Potret Representasi Pedagogical Content


Knowledge (PCK) Guru dalam Mengajarkan Materi Getaran dan
Gelombang pada Siswa SMP. Indonesian Journal of Applied Physics,
Vol.5, No.1, hlm. 9-15.

Putri, A.E. 2014. Kemampuan Penalaran Siswa Kelas X Ipa Sma Terkait Dengan
Konsep Biologi. Prosiding Mathematics and Sciences Forum 2014, ISBN
978-602-0960-00-5.

Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas


Pendidikan Indonesia.

Sa’ud, Udin Syaefuddin. 2010. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.

Shulman, L.S. 1987. Knowledge and Teaching: Foundations Of The New Reform.
Harvard Educational Review, Vol. 57, No. 1, page 1 – 22.

Shulman. 1986. Those Who Understand: Knowledge Growth in Teaching.


Educational Research, Vol.15(2): 4-14.

Sudijono, Anas. 2013. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada.

Sudjana, Nana. 2010. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset.

Sutikno, Sobry. 2009. Belajar Pembelajaran Upaya Kreatif dalam Mewujudkan


Pembelajaran yang Berhasil. Bandung: Prospect.

33
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru,Edisi
Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Thrilling, B. and Hood, P. 1999. Learning, Technology, and Education Reform in


the Knowledge Age. Educational Technology. Mei-Juni,1-25

Timostsuk, Inge. 2015. Domains of Science Pedagogical Content Knowledge in


Primary Student Teachers´ Practice Experiences. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 197 (2015) , page. 1665-1671.

Wawan, A dan Dewi M. 2011. Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika.

Winkel, W. 1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah. Jakarta: PT.


Grasindo.

34

Anda mungkin juga menyukai