Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut pandangan tradisional, guru adalah seorang yang berdiridi depan kelas untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, menurut guru-guru Amerika Serikat, guru adalah semua
petugas yang terlibat dalam tugas kependidikan. Menurut Blnadi Sutadipura guru adalah orang
yang layak digugu dan ditiru
Pendidik (Guru) merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan.
Dipundaknya terdapat tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik kearah
tujuan pendidikan adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah
manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan proses pendidikan. Menurud
Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik, mereka harus harus dapat mengupayakan perkembangan peserta
didik, baik kognitif, efektif, maupun potensi psikomotor. Potensi-potensi ini sedemikian rupa
dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tngkat yang optimal.
Didalam meningkatkan perkembangan peserta didik, guru harus berperan secara efektif dan
efesien. Selain itu guru juga harus memperhatikan mutu belajar siswa, karena apabila mutu belajar
siswa kurang baik maka tujuan dari pendidikan tidak akan tercapai sesuai apa yang dituju, didalam
meningkatkan mutu belajar siswa peranan guru sangat penting, karena apabila seorang guru tidak
memiliki kecakapan dalam mengajar, maka PBM pun tidak akan sesuai apa yang diharapkan oleh
pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan guru?
2. Apakah pengaruh peranan guru didalam meningkatkan mutu belajar siswa?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia
Manusia adalah mahluk social, dalam hubungannya dengan manusia sebagai mahluk
social, terkandung suatu mksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari
individu yang lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama antar manusia akan
berlangsung berbagai bentuk komunikasi dan kehidupan inilah terjadi interaksi. Dengan demikian
kehidupan manusia akan selalu dibarengi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi
dengan alam lingkungan interaksi, dengan sesamanya, maupun interaksi dengan tuhannya, baik
itu disengaja maupun tidak disengaja. Untuk berinteraksi di dalam Masyarakat manusia
membutuhkan pendidikan.
Manusia adalah mahluk yang unik, memiliki karakteristik masing – masing kemampuan
yang berbeda, serta kebutuhan yang berbeda pula maka bukanlah hal yang mengejutkan jika ada
sekelompok siswa yang tidak cocok dengan sistem pendidikan formal maupun nonformal. Jika
siswa tidak dapat mengikuti pendidikan formal di sekolah karena alasan tertentu, iya berhak
memili pendidikan alternatif lain yang dapat memenuhi haknya sebagai warga negara untuk
belajar. karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, dalam bentuk apapun. Hal ini sesuai
dengan undang – undang Negara republik indonesia pasal 31 ayat 1 menyatakan bahwa setiap
warga negara berhak mendapatkan pendidikan.[1] Dari penjelasan di atas sangat jelas
bahwasannya seorang manusia sangat membutuhkan pendidikan.
B. Mendidik .
Menurut Longeveld beliau mengatakan bahwa mendidik adalah memberi pertolongan
secara sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya
menuju kearah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggungjawab susila atas
segala tindakannya menurut pilihannya sendiri. Defenisi yang lain adalah menuntun seluruh
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar supaya mereka sebagai manusia dan anggota
masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan setinggi tingginya. sementara itu Undang-
Undang RI Nomor 2 tahun 1989 mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya dimasa akan datang.
Dari tiga defenisi ini mendidik tersebut di atas, ternyata dua di antaranya membatasi
pendidikan sampai dengan dewasa, artinya kalau seseorang sudah dewasa dalam arti sudah bisa
berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakan yang dipilihnya sendiri , baik
untuk kepentingan diri maupun sosial, maka pendidikan dihentikan. Sementara itu satu defenisi
yang baru tidak membatasi sampai umur berapa seseorang layak untuk dididik, kata untuk masa
yang akan datang juga mengacu kepada tidak adanya batasan umur seseorang untuk mendidik.
Jadi, pendidikan itu berlangsung seumur hidup bahkan juga termasuk pendidikan dalam
kandungan.[2]
Perlu pula ditekankan disini bahwa pendidikan itu bukanlah sekedar membuat peserta didik
dan warga menjadi sopan, taat, jujur, hormat, setia, dan sebagainya. Tidak juga bermaksud hanya
membuat mereka tahu Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan seni serta mampu mengembangkannya.
Mendidik adalah membantu peserta didik dan warga belajar dengan penuh kesadaran, baik dengan
alat atau tidak, dalam kewajiban mereka mengembangkan dan menumbuhkan diri untuk
meningkatkan kemampuan serta peran dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan umat
Tuhan. Mendidik adalah semua upaya untuk membuat peserta didik mau dan dapat belajar atas
dorongan diri sendiri untuk mengembangkan bakat, pribadi dan potensi-potensi lainnya secara
optimal kearah yang kreatif.

C. Pendidikan
Pendidikan adalah hidup, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung
dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.[3]
Sedangkan menurut para ahli :
a. Driyakarya mengatakan bahwa, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda.
Pengangkatan manusia bersifat insani itulah yang disebut mendidik.
b. Dioctinary of education menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses dimana seseorang
mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk – bentuk tingkalaku lainnya didalam masyarakat
dimana iya hidup, proses social dimana orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih
dan terkontrol (khususnya yang dating dari sekolah). Sehingga iya dapat memperoleh atau
menangani perkembangan kemampuan social dan kemampuan individu yang optimum.[4]
c. Crow and Crow menyebut pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang
cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta
kelembagaan social dari generasi kegenerasi.
d. KH. Hadjar Dewantara dalam kongres taman siswa yang pertama pada tahun 1930 menyebutkan
: pendidikan umumnya berarti daya untuk mengajukan pertumbuhannya budi pekerti (kekuatan
batin, karaktek), pikiran, dan tubuh anak – anak dalam taman siswa tidak boleh dipisah pisahkan
bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-
anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
e. Didalam GBHN 1973 disebutkan bahwa pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung
seumur hidup.
Dari uraian diatas, maka pendidikan dapat diartikan sebagai.
a. Suatau proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan.
b. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dan pertumbuhannya
c. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh
masyarakat.
d. Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.
e. Pendidikan bukan hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan
keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan,
kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan social yang
memuaskan, pendidikan bukan semata mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan
datang, tetapi kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju
ketingkatan kedewasaanya berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat diberikan cirri atau unsur
umum dalam pendidikan :
f. Pendidikan bukan hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan
keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan,
kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan social yang
memuaskan, pendidikan bukan semata mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan
datang, tetapi kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju
ketingkatan kedewasaanya berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat diberikan cirri atau unsur
umum dalam pendidikan.[5]
D. Pembagian Pendidikan
Menurut Undang – Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, jenis pendidikan terbagi menjadi
tiga jalur. Yaitu :
 Jalur Pendidikan Formal.
 Jalur Pendidikan Non Formal.
 Jalur Pendidikan Informal.
Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang berstruktur dan berjenjang yang terdiri
atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Di
mayarakat pendidikan formal biasa dikenal sebagai SD, SMP, SMA. Perguruan Tinggi. Dalam
pendidikan formal siswabelajar dan dididik menurut kurikulum tertentu diadakan di sekolah, serta
belajar menurut materi ajar dan jadwal yang ditetapkan sebelumnya.
Pendidikan Non Formal seperti dalam UUD Sisdikna No 20 tahun 2003, pasal 26 ayat 1-6
adalah layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau. pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan Non Formal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan
dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan
Non Formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan
dan pelatihan kerja, pendidikan keseteraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan Non Formal terdiri atas :
- lembaga khursus.
- lembaga pelatihan keluarga belajar
- pusat kegiatan belajar masyarakat
- dan majelis taklim,
serta satuan pendidikan yang sejenis Hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang di tunjuk olehpemerintah atau pemerintah daerah dengan
mengacu kepada standar pendidikan Nasional.[6]
E. Perbedaan Individual di sekolah.
Adanya perbedaan individual di sekolah, dapat kita simpulkan dari kenyataan adanya
perbedaan – perbedaan nilai dari pekerjaan – pekerjaan yang dikerjakan oleh anak – anak dalam
satu kelas tertentu. Dari penyelidikan - penyelidikan yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
baik di sekolah dasar, sekolah menengah maupun di sekolah tinggi perbedaan – perbedaan yang
bersifat individual ini tetap ada. Perbedaan – perbedaan individual itu, tidak hanya terdapat pada
satu tingkatan sekolah sebagai satu kesatuan, tetapi juga ada masing – masing kelasnya. Bahkan
dapat dikatakan bahwa kita tidak mungkin untuk membentuk suatu kelas yang betul – betul
homogen.[7]
Dengan adanya perbedaan – perbedaan individual tersebut yang tidak memungkinkan
untuk terbentuknya suatu kelas yang homogen, maka sistim pendidikan klasikal akan menjadi
kurang tepat dan kurang efektif. Dengan sistem klasikal, dimana sejumlah anak dengan perbedaan
– perbedaan individual yang ada pada mereka, diberi pelajaran yang sama, dalam waktu yang
sama, dengan perlakuan –perlakuan yang sama, dan sebagainya yang serba seragam ternyata
hasilnya akan berbeda.ada sebagian yang bisa menyelesaikan pelajaran dengan hasil yang baik,
ada yang hanya mendapatkan hasil pas pasan saja bahkan ada yang hasilnya kurang memuaskan
bahkan ada yang tidak berhasil sama sekali mengikuti pelajaran. Oleh karna itu perbedaan –
perbedaan individual itu, menuntut diberlakukannya sistem pendidikan individual. Namun sistem
pendidikan individual, sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan secara merata kepada seluruh
rakyat. Dengan demikian problema perbedaan individual di sekolah tersebut, menuntut adanya
cara – cara tertentu untuk mengatasinya.
Beberapa usaha untuk mengatasi problem individual tersebut, maka antara lain :
1) Montessori, seorang ahli pendidikan bangsa Italia, berusaha untuk memberikan pendidikan yang
bersifat individual kepada anak, untuk menggantikan sistem pendidikan yang bersifat klasikkal.
Ditinjau dari segi perbedaan individual yang ada pada anak – anak usaha untuk memberikan
pendidikan secara individual tersebut memang baik. Tetapi jika ditinjau dari segi lain usaha
tersebut mempunyai kelemahan yaitu bahwa jika pendidikan individual ditetapkan pada seluruh
macam sekolah makah biaya pendidikan akan terlalu mahal dan tenaga guru yang diperlakukanpun
akan sangat besar jumlahnya, disamping itu, dengan sistem individual ini, sifat sosial/kegotong-
royongan anak tidak dapat di kembangkan dengan baik. [8]
2) Usaha lain untuk mengetahui problema perbedaan individual di sekolah, ialah dengan jalan
mengadakan/membentuk rombongan yang homogen. Kelompok homogen ini bisa dibentuk
dengan melalui testing terlebih dahulu. Namun pelaksanaan dan faedah cara ini,masih merupakan
pertanyaan yang besar, karena rombongan/kelompok yang benar – benar homogen hanya ada
dalam bayangan saja. Meskipun kita membentuk kelompok homogen tersebut atas dasar kesamaan
kecerdasannya, misalnya,ternyata anak – anak yang masuk ke dalam rombongan/kelompok itu,
masih tetap terdapat fariasi yang banyak sekali dalam kecerdasannya.
3) Miss Helen Parkhust, mencoba mengadakan sistem pendidikan campuran antara sistem
pendidikan klasikal dengan sistem pendidikan individual yang disebut sebagai sistem Dalton.
Dalam sistem ini, anak – anak diberikan pendidikan secara individual dan disamping itu, vak –
vak tertentu yang di anggap perlu, diberikan pelajaran secara klasikal. Dengan sistem dalton ini,
problema tidak naik kelas bisa di atasi, karena setiap anak diberi kesempatan untuk menyelesaikan
pelajarannya sesuai dengan kemampuannya masing – masing. Kelemahan sistem ini, adalah bahwa
pekerjaan guru pada umumnya terlalu berat.
4) Usaha terbaru yang dukembangkan untuk mengatasi problema pelajaran individual di sekolah,
adalah dengan menggunakan sistem kredit, dengan rencana pembelajaran yang sangat luas dalam
sistem kredit ini sekolah menentukan banyaknya kredit untuk setiap tingkatan pendidikan tertentu
; dan waktu untuk menyelesaikan/mencapai jumlah kredit itutergantung pada kemampuan anak
masing – masing dalam sistem kredit ini, setiap mata pelajaran diberi bobot kreditnya masing –
masing di tetapkan pula mata pelajaran wajib yang diiikuti oleh setiap anak; disamping itu ada
pula mata pelajaran kalian yang disesuaikan dengan bakat dan pilihan masing-masing anak ; juga
diberi kesempatan untuk mengikuti pelajaran – pelajaran lain yang dikehendaki. dengan cara
demikian diharapkan bakat-bakat yang berbeda serta minat- minat yang bermacam – macam
dapatberkembang dengan sebaik – baiknya. Dengan sistem ini anak berkembang mengambil mata
pelajaran dengan sistem ini anak dapat mengambil mata pelajaran, sesuai dengan kemampuan
masing – masing. Seorang anak yang cerdas bisa mengambil mata pelajaran yang lebih banyak
dari seorang anak yang kurang cerdas ; sehingga waktu penyelesaian suatu tingkatan pelajar atau
program studi tidak sama, antara anak yang satu dengan lainnya. Misalnya untuk mencapai gelar
sarjana strata 1, ditetapkan 150 kredit, maka anak atau sarjan mahasiswa yang cerdas, akan
menyelesaikan kuliahnya. Selama 4 tahun /8 semester sedangkan anak/mahasiswa yang kurang
cerdas mungkin akan memerlukan waktu yang lebih banyak, mungkin 5 tahun atau lebih.[9]
usaha – usaha yang paling baik dan efektif untuk mengatasi problema perbedaan
individual di sekolah, tidak dapat di tetapkan secara pasti; hal ini tergantung pada tujuan
pendidikan yang hendak dicapai. Jika tujuan pendidikan, berorientasi pada pengambangan daya
intelektual yang tinggi, menampakkan usaha mengadakan kelompok homogen berdasarkan
kecerdasan, akan merupakan usaha yang baik dan efektif. Jika tujuan pendidikan berorientasi pada
pengembangan individuan yang seluas – luasnya ,tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat,
maka sistem pendidikan individual, adalah yang paling tepat. Namun apabila tujuan pendidikan
untuk mengembangkan sifat – sifat individual dan social secara seimbang, sistem Dalton dan
sistem kredit akan lebih efektif .[10]
F. Usaha-usaha untuk mencapai tujuan pendidikan
Pendidikan bukan hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan
keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan,
kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan social yang
memuaskan, pendidikan bukan semata mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan
datang, tetapi kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju
ketingkatan kedewasaanya berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat diberikan cirri atau unsur
umum dalam pendidikan :
a. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan –
kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingannya hidupnya sebagai
seorang individu, warga Negara, atau warga masyarakat.
b. Untuk mencapai tujuan tesebut, pendidikan perlu melakukan usaha – usaha yang disengaja dan
berencana memilih isi (materi), strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai.
c. Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat,
pendidikan formal dan pendidikan non formal.[11]
Dengan adanya penjelasan di atas mengenai pendidikan, begitu sangat jelas bahwa
pendidikan sangat dibutuhkan oleh manusia, karena pada hakikatnya manusia adalah :
a. Mahluk paling mulia di alam ini, Allah telah membekalinya dengan keistimewaan – keistimewaan
yang menyebabkan iya mengungguli mahluk lain.
b. Kemuliaan manusia atas mahluk lain adalah karena manusia diangkat sebagaai khalifah (wakil
Allah) yang bertugas memakmurkan bumi atas dasar ketaqwaan.
c. Manusia adalah mahluk berpikir yang menggunakan bahasa sebagai media.
d. Manusia adalah mahluk tiga dimensi seperti segitiga sama kaki yang berdiri dari tubuh,akal dan
ruh.
e. Manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
f. Manusia sebagai individu berbeda dengan manusia lainnya karena factor keturunan dan
lingkungan.
g. Manusia mempunyai sifat luwas dan selalu berubah melalui proses pendidikan.[12]
Setiap manusia sangat membutuhkan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia akan
lebih terara membawa kehidupannya, mulai dari kepribadiannya (moral, etika). Cara berfikir, dan
lain sebagainya.
G. Pentingnya Pendidikan
Mahluk itu adalah manusia. Dialah yang memiliki potensial dapat didik dan mendidik
sehingga mampu menjadi khalifah dimuka bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Iya
dilengkapi dengan fitrah Allah beberapa bentuk fitrah Allah, beberapa bentuk atau wadah yang
dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan
kedudukannya sebagai mahluk yang mulia.[13]
Manusia adalah mahluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, iya telah menjadi sasaran
studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji
manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan
hidupnya.[14]
Secara alamiah manusia dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal,
mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini diciptakan tuhan
melalui proses setingkat demi setingkat. Pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta
yang berproses demikian berlangsung diatas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai
“sunnahtullah”.
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia ; aspek rohania
dan jasmania, juga berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu, suatu kematangan yang bertitik
pada akhir optimalisasi perkembangan/pertumbuhan baru dapat tercapai bilamana berlangsung
melalui proses demi proses kearah tujuan akhir perkembangan/pertumbuhannya.[15]
Pendidikan sangat diperlukan karena seorang anak manusia dilahirkan dalam keadaan tidak
berdaya.
a. Anak manusia lahir tidak di lengkapi insting yang sempurna untuk dapat menyesuaikan diri dalam
menghadapi lingkungan.
b. Anak manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai persiapan untuk dapat secara tepat
berhubungan dengan lingkungan secara konstruktif.
c. Awal pndidikan terjadi setelah anak manusia mencapai penyusuaian jasmani (anak dapat berjalan
sendiri, makan sendiri, dapat menggunakan tangan sendiri) atau mencapai kebebasan fisik dan
jasmani.
“letak kebahagiaan manusia adalah pada semangat untu meraih perkara yang bermanfaat
bagi dirinya, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat”, kutipan perkataan Ibnu Qayyim ini
relevan dengan konsep dari pemerolehan sebuah ilmu, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan
yang diketahui oleh manusia, berbicara mengenai ilmu, maka tidak hanya orang dewasa saja
mampu mendapatkannya, karena ilmu bagian dari pengetahuan maka seorang anak kecilpun telah
mempunyai berbagai pengetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasannya, oleh
karena itu pengetahuan mengenai apa yang diketahui seseorang merupakan hasil dari usaha
mencari tahu segala bentuk yang ingin diketahuinya agar manusia tersebut mampu mengenal jati
dirinya, mampu bermanfaat, untuk kehidupan sekarang (dunia) dan masa depannya (akhirat).
Baik ilmu maupun pengetahuan tak lepas dari ruang lingkup kehidupan pendidikan,
pendidikan salah satu komponen kebutuhan manusia yang harus dipenuhi selain makan, minum,
istirahat, dan lain sebagainya. Lantas pertanyaannya mengapa pendidikan merupakan kebutuhan
manusia bukan hewan atau tumbuhan?, karena manusia satu – satunya mahluk yang diciptakan
Allah swt dengan perangkat lengkap, memiliki akal, akal manusia digunakan untuk berfikir dan
mencerna segala konsep yang diterima oleh lima panca inderanya, sedangkan hewa memiliki alat
indera namun tidak memiliki akal tersebut. Itulah sebabnya mengapa manusia mampu
berkembang pesat ketimbang mahluk hidup yang lainnya. Perlu diketahui bersama bahwa pada
waktu lahir seorang bayi hanya memiliki 40% dari otak dewasanya sedangkan mahluk lain
dibekali 70% dari otak dewasanya, dari sinilah dapat dihubungkan bahwa anak manusia harus
banyak melakukan proses pembelajaran lebih keras agar menjadikan otaknya bernilai 100% dari
otak dewasanya . .[16]
A. Pengertian dn Fungsi Guru
Menurut pandangan tradisional, guru adalah seorang yang berdiridi depan kelas untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, menurut guru-guru Amerika Serikat, guru adalah semua
petugas yang terlibat dalam tugas kependidikan. Menurut Blnadi Sutadipura guru adalah orang
yang layak digugu dan ditiru.[17]
Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi ahli ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge), tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai (values) serta membangun
karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan.
Dalam terminologi islam, guru diistilahkan dengan murabby, suatu akar kata dengan rabb
yang berarti tuhan. Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem pendidikan merupakan salah satu
manifestasi dari sifat keuhanan. Demikian mulianya posisi guru, sampai – sampai tuhan, dlam
pengertian sebagai rabb mengidentifikasi diriny sebagai rabbul ‘alamin “sang maha guru”, “guru
seluruh jagad raya”.
Untuk itu, kewajiban pertama yang dibebankan setiap hamba sebagai murid “sang maha
guru” adalah belajar mencari ilmu pengetahuan. Setelah itu, setiap orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan memiliki kewajiban untuk mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian,
profesi mengajar adalah sebuah kewajiban yang merupakan manisfetasi dari ibadah. Sebagai
konsekwensinya, barang siapa yang menyembunyikan sebuah pengetahuan maka ia telah
melangkahkan api menuju api nereka.[18]
Pendidik (guru) juga merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan.
Dipundaknya terdapat tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik kearah
tujuan pendidikan adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah
manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan proses pendidikan. Menurud
Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik, mereka harus harus dapat mengupayakan perkembangan peserta
didik, baik kognitif, efektif, maupun potensi psikomotor. Potensi-potensi ini sedemikian rupa
dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tngkat yang optimal berdasarkan ajaran Islam.
B. Peran guru dalam meningkatkan mutu belajar siswa.
Dalam system dan proses pendidikan manapun, guru tetap memegang peran penting. Para
siswa tidak mungkin belajar sendiri tanpa bimbingan guru yang mampu mengemban tugasnya
dengan baik. Kendatipun dewasa ini konsep CBSA telah banyak dkumandangkan dan
dilaksanakan dalam proes belajar mengajar di sekolah, namun guru tetap menempati kedudukan
tersendiri. Pada hakikatnya para siswa hanya mungkin belajar dengan baik jika guru telah
mempersiapkan lingkungan positif bagi mereka untuk belajar.
Pelaksanaan kurikulum dalam system intruksional yang telah didesain dengan sistematik
membutuhkan tenaga guru yang professional. Guru harus mengemudi persyaratan, profesinya dan
berkemauan tinggi untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal. Kemampuan yang di
tuntut terhadap setiap guru adalah kemampuan-kemampuan yang sejalan dengan peranannya di
sekolah. Peranan guru tidak hanya bersifat administrative dan organisatoris, tetapi juga bersifat
metodologis dan psikologis. Dibalik itu setiap guru harus memiliki kemampuan kepribadian dan
kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan-keampuan itu sangat penting demi keberhasilan tugas
dan fungsinya sejalan dengan tugas dan fungsi sekolah sebagai suatu system social.[19]
Sehubungan dengan fungsinya sebagai “pengajar”, pendidik” dan pembimbing”, maka
diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa
menggambarkan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola
tingkahlaku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa yang terutama,
sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai kegiatanv interaksi belajar mengajar,
dapat dipandang sebagai sentral bagi perananya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian
dari waktu dan prhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan
berinteraksi dengan siswanya.Peranan guru dapat ditinjau dalam arti luas dan yang sempit. Dalam
arti luas, guru mengeban peranan-peranan sebagai ukuran kognitif, sebagai agen moral, sebagai
innovator dan kooperatif (W. Taylor, 1978).
Guru sebgai ukuran kogntif. Tugas guru umumnya adalah mewariskan pengetahuan dan
berbagai ketrampilan kepada generasi mudah. Hal-hal yang akan diwariskan itu sudah tentu harus
sessuai dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan oleh masyrakat dan merupakan gambaran
tentang keadaan social, ekonomi, dan politik masyarakat bersangkutan. Karena itu guru harus
memenuhi ukuran kemampuan yang diperlukn untuk elaksanakan tugasnya, sehingga anak dapat
mencapai ukuran pendidikan yang tinggi. Hasil pengajaran merupakan hasil interaksi antara
unsure-unsur, motivasi, dan kemampuan siswa, isi atau materi pelajaran yang disampaikan dan
dipelajari oleh siswa, ketrampilan guru yang menyampaikan dan alat bantu pengajaran yang
membuat jalannya pewarisan itu.
Guru sebagai agen moral dan politik. Guru bertindak sebagai agen moral masyarakat,
karena fungsinya mendidik warga masyarakat agar melek huruf, pandai berhitung dan berbagai
keterampilan kognitif lainnya. Ketarampilan-keterampilan itu dipandang sebagai bagian dari
proses pendidikan moral, karena masyarakat yang telah pandai membaca dan berpengetahuan,
akan berusaha menghindarkan dirinya dari tindakan-tindakan yang criminal dan menyimpang dari
ukuran masyarakat. Guru juga merupakan gambaran sekaligus berperan sebagai agen politik. Guru
menyampaikan sikap kultur dan tindakan polotik masyarakat kepada generasi mudah. Kemauan-
kemauan polotik masyarakat disampaikan dalam proses pengajaran dalam kelas[20].
Guru sebgai innovator berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka masyarakat
senantiasa berubah dan berkembang dalam semua aspek. Perubahan dan perkembangan itu
menuntut terjadnya novasi pedidikan yang menimbulkan perubahan yang baru dan ualitatif,
berbeda dengan hal yang sebelumnya (Santoso S. Hamijoyo,. 1974). Tanggung jawab
melaksanakan inovasi itu diantaranya terletak pada penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru
yang memegang peranan utama. Guru bertanggung jawab menyebarluaskan gagasan-gagasan
baru, baik terhadap siswa maupun terhadap masyrakat melalui proses pengajaran dalam kelas.
Peranan keoperatif. Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak mungkin bekerja sendirian
dan mengandalkan kemampuannya secara individual. Karena itu guru perlu bekerjasama antar
sesame guru dan pekerja-pekerja social, lembaga-lembaga kemasyrakatan, dan dengan persatuan
orang tua murid. Peranan kerjasama dalam pengajaran diantara guru-guru secara
formaldikembangkan dalam system pengajaran beregu.
Dalam proses pengajaran di sekolah (di kelas) peranan guru lebih spesifik sifatnya dalam
pengertian yang sempit yakni dalam hubungan proses belajar mengajar. Peranan guru adalah
sekaligus sebagai pengorganisasian lingkungan belajar sebagai fasilitator belajar. Peranan pertama
meliputi peranan – peranan yang lebih spesifik, yakni :
1. Guru sebagai model,
2. Guru sebagai perencana,
3. Guru sebagai peramal,
4. Guru sebagai pemimpin, dan
5. Guru sebagai penunjuk jalan atau sebagai pembimbing ke arah pusat-pusat belajar.[21]
Peranan guru sebagai fasilitator belajar bertitik tolak dan tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Implikasinya terjadi pada tugas tanggungjawab, guru yang mengemban peranan dalam
proses kelompok, model kelompok, memberikan penyuluhan dan ketermpilan-keterampilan
belajar.
Guru sebagai pengorganisasi lingkungan belajar. Peranan guru sebagai pengorganisasi
pada dasarnya bertitik tolak dari asumsi bahwa pengajaran adalah suatu aktivitas profesional yang
unik, rasional, humanistis. Dalam hal itu,seseorang menggunakan pengetahuannya secara kreatif
dan imajinatif untuk mempromosikan pelajaran dan kesejahteraan bagi orang-orang lain (Duncan).
Sekolah mengandung pola-pola karakteristik yang proses sosialisasinya berlangsung dan anak
memperoleh pengalaman-pengalamannya di dalam situasi sekolah.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka guru berkewajiban mempersiapkan dan
mengorganisasi lingkunga belajar anak/remaja untuk mensosialisasikan dirinya. Dalam hubungan
ini,guru mengemban peranan-peranan sebagai berikut.45
1) Guru sabagai model. Anak dan remaja berkembang kea rah idealisme dan kritis. Mereka
membutuhkan guru sebagai model yang dapat dicontoh dan dijadikan teladan. Karena itu guru
harus memiliki kelebihan, baik pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian. Kelebihan itu tampak
dalam disiplin pribadi yang tinggi dalam bidang-bidang intelektual,emosional, kebiasaan-
kebiasaan yang sehat, sikap yang demokratis,terbuka,dan sebagainya. Dalam menjalankan peran
tersebut,guru harus senantiasa dalam keterlibatan secara emosional dan intelektual dengan anak-
anak. Dia senantiasa berusaha memberikan bimbingan menciptakan iklim kelas yang
menyenangkan dan mnggairahkan anak untuk balajar, menyediakan kesempatan bagi anak untuk
terlibat dalam perencanaan bersama dengan guru,memungkinkan secara directive.[22]
2) Guru sebagai perencana. Guru berkewajiban mengembangkan tujuan-tujuan pendidikan
pendidikan menjadi rencana-rencana yang operasional. Tujuan-tujuan umum perlu diterjemahkan
menjadi tujuan-tujuan secara spesifik dan operasional. Dalam perencanaan itu murid perlu
dilihatkan sehingga menjamin relevansinya dengan perkembangan, kebutuhan dan tingkat
pengalaman mereka. Peranan tersebut menuntut agar perencanaan senantiasa direlevansikan
dengan dengan kondisi masyarakat, kebiasaan belajar siswa, pengalaman dan pengetahuan siswa,
metode belajar yang serasi dan materi pelajaran yang sesuai dengan minatnya.
3) Guru sebagai peramal atau mendiagnosis kemampuan belajar murid. Peranan tersebut erat
kaitannya dengan tugas mengevaluasi kemampuan belajar siswa. Penilaian mempunyai arti
penting. Baik bagi siswa,orang tua, dan bagi guru sendiri. Bagi siswa, agar mereka mengetahui
seberapa jauh mereka telah berhasil dalam studinya, bagi orang tua agar mereka mengetahui
kemajuan belajar anaknya, bagi guru penting untuk menilai dirinya sendiri dan efektifitas
pengajaran yang telah diberikannya. Dalam pada itu data yang terkumpul diri mahasiswa sebagian
menunjukkan beberapa kelemahan yang memerlukan perbaikan melalui prosedur bimbingan yang
efektif. Dalam menjalankan peranan ini, seharusnya guru mampu melaksanakan dan
mempergunakan beberapa tes yang telah dibakukan,melaksanakan tes formatif, sumitatif, serta
memperkirakan perkembangan anak didiknya.
4) Guru sebagai pemimpin. Guru adalah sebagai pemimpin dalam kelasnya sekaligus sebagai
anggota-angota kelompok dari siswa. Banyak tugas yang sifatnya menejerial yang harus dilakukan
oleh guru, seperti memelihara ketertiban kelas,mengatur ruangan, bertindak sebagai pengurus
rumah tangga kelas, serta laporan bagi pihak yang memerlukannya.
5) Guru sebagai petunjuk jalan kepada sumber-sumber. Guru berkewajiban menyediakan berbagai
sumber yag memungkinkan akan memperoleh pengalaman yang kaya. Lingkungan sumber itu
perlu ditunjukan kendatipun pada hakikatnya anak sendiri yang berusaha menemukannya. Tentu
saja sumber-sumber yag ditujukan itu adalah sumber-sumber yang cocok untuk membantu proses
belajar mereka. Curtis mengemukakan, bahwa guru memiliki komponen lingkungan tertentu, yang
terdiri : [23]
1. Sumber-sumber guru.
2. Sumber-sumber manusia.
3. Sumber-sumber masyarakat.
4. Sumber-sumber media.
5. Sumber-sumber kepustakaan.
Jadi, jelaslah bahwa sumber belajar itu memang sangat luas. Kemampuan guru
menyediakan dan menunjukan jalan ke-arah sumber tersebut dan kemampuan itu merupakan
bagian integral dari kopentensi profesional guru. Barangkali perlu pula kita catat uraian singkat
dari Norman Mackenzie dan kawan-kawannya, bahwa dalam rangka inovasi pendidikan maka
keperluan
Sedangkan didalam bukunya Slameto dalam buku Belajar dan Faktor yang
mempengaruhinya Mengenai apa peran guru itu ada beberapa pendapat yang dijelaskan sebagai
berikut :
1. Prey Katz menggambarkan peran guru sebagai komunitator, sahabat yang dapat memberikan
nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam
pengembangan sikap dan tngka laku serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang
diajarkan.[24]
2. Havighurst menjelaskan bahwa peran guru di sekolah sebagai pegawai (employee) dalam
hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam
hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik,
sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua.
3. James W. Brown, mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain : menguasai dan
mengembangkan materi pelajaran, merencana dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari,
mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
4. Federasi dan Organisasi Profesional Guru Sedunia, mengungkapkan bahwa peran guru di sekolah,
tidak hanya sebagai transmiter dari ide tetapi juga berperan sebagai transformer dan katalisator
dari nilai dan sikap.[25]
Dari beberapa pendapat di atas maka secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar
mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut :
a. informator
sebaga informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pata pelajaran yang
telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan
informasi adalah racun bagi anak – anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif,
penguasaan bahasa sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan
kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan
mengabdi untuk anak didik [26]45 syaiful
b. organisator
guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, sillabus, workshop, jadwal
pelajaran dan lain-lain. Komponen –komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar,
semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai evektivitas dan efesien dalam
belajar pada diri siswa.[27]
c. Motivator
Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiaan belajar dan yang
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu
dapat tercapai.[28] Sedangkan dalam bukunya Soekidjo Notatmodjo bahwasannya, Motiv adalah
dorongaan diri dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-
kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.[29]
Peran guru sebagai motivator sangat penting artinya dalam rangka meningkatkan
kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan
memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan
swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses
belajar mengajar.
d. Pengarah/direktor
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam pernan ini lebih menonjol. Guru dalam ha ini harus
dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang di cita-
citakan.
e. inisiator
Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah barang tentu ide-
ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya.
f. Transmitter
Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan
pendidikan dan pengetahuan.[30]145
g. Fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan
dlam proses belajar mengajar , misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang
sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar-mengajar akan
berlangsung secara efektif.
h. Mediator
Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
Misalnya menengahi atau memberikan jalan ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa.
i. Evaluator
Ada kecenderungan bahwa peran sebagai evaluator, guru mempunyai otoritas untuk
menilai prestasi anak dalam bidang akademismaupun tingkalaku sosialnya, sehingga dapat
menentukan bagaimana anak didiknya berhasi atau tidak. Tetapi kalau diamati secara agak
mendalam evaluasi-evaluasi yang dilakukan guru itu sering hanya merupkan evaluasi ekstrinsik
dan sama sekali belum menyentuh evaluasi yang instrinsik. Evaluasi yang dimaksud adalah
evaluasi pula yang mencakup evaluasi instrinsik. Untuk itu guru harus berhati-hati menjatuhkan
nilai atau kriteria keberhasilan. Daam hal ini tidak cukup hanya dilihat dari bisa atau tidaknya
mengerjakan mata pelajaran yang diujikan , tetapi masih perlu ada pertimbangan –pertimbangan
yang sangat unik dan kompleks, terutama yang menyangkut perilaku yand ada pada masing-
masing mata pelajaran.[31] Dari beberapa pemaparan peranan guru di atas. Sangat jelas,
menjelaskan bahwa peranan seorang guru sangat berpengaruh didalam meningkatkan mutu belajar
siswa, karena didalam dunia pendidikan guru adalah manusia yang harus berperan aktif didalam
meningkatkan kualitas peserta didik.

C. Relasi guru dan siswa.

Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga dipengaruhi
oleh relasi yang ada dalam prose situ sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh
relasinya dengan gurunya. Di dalam relasi (guru dengan siswa) yang baik, siswa akan menyukai
gurunya, juga akan menykai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha
mempelajari sebaik-baiknya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika siswa membenci gurunya.
Ia segan mempelajari mata pelajaran yang diberikannya akibatnya pelajarannya tidak maju. Guru
yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar mengajar itu
kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipai secara aktif dalam
belajar.[32]

D. Anak didik sebagai subjek belajar.

Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menenmpati posisi
sentral dalam proses belajar mengajar.siswa atau anak didiklah yang menjadi pokok persoalan dan
sebgai tumpuan perhatian. Dalam proses belajar mengajar, siswa sebagai pihak yang ingin merai
cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal. Siswa atau anak didik
itu akan menjadi factor-faktor “penentu”, sehingga menuntut dan dapat yang mengaruhi segala
sesuatau yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya. Jadi dalam proses belajar mengajar
yang diperhatikan pertama kali adalah siswa/anakdidik (anak berkonotasi dengan tujuan, karena
anak didiklah yang memiliki tujuan), bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu
menentukan komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana cara yang
epat untuk bertindak alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan
dengan keadaan/karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa atau anak didik adalah merupakan
subjek belajar.
Dengan demikian, tidak tepat kalau dikatakan bahwa siswa atau anak didik itu sebagai
objek (objek dalam proses belajar mengajar). Pandangan yang menganggap siswa atau anak didik
itu sebagai objek sebenarnya pendapat using yang terpengaruhi oleh konsep tabularasa bahwa
anak didik diibaratkan sebagai kertas putih yang dapat ditulis sekehendak oleh para
guru/mengajarnya. Dalam konsep ini berarti siswa hanya pasif seolah – olah “barang”, terserah
mau diapakan, terserah kepada yang akan membawanya/guru. Sebaliknya guru akan sangat
dominan, ibarat raja di dalam kelas.[33]
Memang dalam berbagai statement dikatakan bahwa siswaanak didik dalam proses belajar
–mengajar kelompok manusia yang belum dewasa yang dalam artian jasmani maupun rohani. Oleh
karena itu memerlukan pembinaan, pembimbingan, dan pendidikan serta usaha orang lain yang
dipandang sudah dewasa, agar anak didik dapat mencapai tingkat kedewasaan. Hal ini
dimaksudkan agar anak didik kelak dapat melaksanakan tugasnya sebagai mahluk ciptaan tuhan
yang maha esa warga Negara, warga masyarakat dan pribadi yang bertanggungjawab. Pernyataan
mengenai anak didik sebagai kelompok yang belum dewasa itu, bukan berarti bahwa anak didik
itu sebagai mahluk yang lemah tampak memiliki potensi dan kemampuan. Anak didik secara
kodrati telah memiliki potensi dan kemampuan – kemampuan atau talen tertentu. Hanya yang jelas
siswa itu boleh mencapai tingkat optimal dalam mengembangkan talena atau potensi dan
kemampuannya. Oleh karena itu, lebih tepat kalau siswa dikatakan sebagai subjek dalam proses
belajar mengajar, sehingga siswa disebut sebagai subjek belajar.[34]
Masa sebagai anak didik senantiasa merupakan fase yang berproses untuk menemukan
eksitensi kediriannya secara utuh. Oleh karena itulah, diperlukan pihak orang yang telah dewasa
untuk membina dan mengarahkan proses penemuan diri bagi anak didiknya agar mencapai hasil
yang lebih efektif dan efisien siswa dengan yang diharapkan. Dalam proses ini guru harusa mampu
mengorganisasi setiap kegiatan belajar mengajar dan menghargai anak didiknya sebagai suatu
subjek yang memiliki bekal dan kemampuan. Pengertian guru semacam ini sangat penting, agar
guru tidak bersikap semaunya sebagai seorang atasan, dan sekaligus agar guru tidak segan-segan
memberikan dorongan kepada siswanya. Perwujudan interaksi guru dan siswa harus lebih banyak
berbentuk pemberian motivasi dan guru kepada siswa agar siswa merasa bergaira, memiliki
semanagat, potensi dan kemampuan yang dapat meningkatkan harga dirinya. Dengan demikian
siswa diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatn belajar. Hal ini sinkron dengan system
pengajaran modern yang menempatkan siswa sebagai piha yang aktif, atau yang sekarang dikenal
dengan CBSA. Menurut penyelidikan belajar yang lebih efektif hanya mungkin, kalau siswa itu
sebdiri turut aktif dalam merumuskan serta memecahkan berbagai masalah.[35]

E. Cara mengajar yang efektif

mengajar adalah membimbing siswa agar mengalami proses belajar. Tapi proses belajar
yang bagaimana? Dalam belajar, siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Untuk
tujuan itu untuk tuntutan itu guru harus membantu, maka pada waktu guru mengajar juga harus
efektif. Bagaimana mengajar yang efektif itu?
Mengajar yang efektif ialah mengajar yang dapat membawa belajar siswa yang efektif pula.
Belajar disini adalah suatu aktifitas mencari, menentukan dan melihat pokok masalah siswa
berusaha memecahkan masalah termasuk pendapat bahwa bila seseorang memiliki motor skill atau
mampu dapat menciptakan suatu puisi atau suatu sinfoni, maka ia telah menghasilkan masalah dan
menemukan kesimpulan.
Untuk melaksanakan mengajar yang efektif diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Belajar secara aktif, baik mental maupun fisik. Di dalam belajar siswa harus mengalami aktifitas
mental, misalnya pelajar dapat mengembangkan kemampun intelektualnya, kemampuan berfikir
kritis, kemampuan meganalisis, dan sebagainya tetapi juga mengalami aktifitas jasmani seperti
mengerjakan sesuatu, menyusun ode pintisari pelajaran.
2. Guru harus memprgunaka banyak metode pada waktu mengajar. Variasi metode mengakibatkan
penyajian belajar menarik perhatian siswa, mudah diterima siswa, dan kelas menjadi hidup.
Metode penyajian yang selalu sama akan membosankan siswa.
3. Motivasi, hal ini sagat berperan pada kemajuan, perkembangan siswa selanjutnya melalui proses
belajar. Bila motivasi guru tepat mengenai sasaran akan meningkatkan kegiatan belajar. Dengan
tujuan yang jelas siswa akan belajar lebih tekun, lebih giat dan bersemangat.[36]
4. Kurikulum yang baik dan seimbang. Kurikulum sekolah yang memenuhu tuntutan masyarakat
dikatan kurkulum itu baik dan seimbang. Kurikulum ini juga harus mampu mengembangkan
segala segi kepribadian siswa, disamping kebutuhan siswa sebagai anggota masyarakat.[37]
5. Guru perlu mempertimbangkan. Guru tidak cukup hanya merencanakan pengajaran klasikal, krena
masing-masing siswa mempunyai beberapa perbedaan, misalnya intelegensi, bakat, tingkalaku,
sikap dan lain-lainny hal itu mengahruskan guru untuk membuat perencanaan secara individual
pula, agar dapat mengembangkan kemampuan siswa secara individual.
6. Guru mengajar efektif. Guru akan mengajar efektif bila selalu membuat perencanaan sebelum
mengajar. Dengan persiapan mengajar guru akan mantp di depan kelas, perencanaan yang matang
dapat menimbulkan insiatif dan daya kreatif guru waktu mengajar, dapat meningkatkan interaksi
belajar mengajar antara guru dan siswa.
7. Pengaruh guru yang sugestif perlu diberikan pula kepda siswa. Sugestis yang kuat akan
merangsang siswa untuk lebih giat belajar.
8. Seseorang guru harus memiliki keberanian menghadapi sswa-siswanya juga masalah-masalah
yang timbul waktu proses mengajar belajar berangsung. Keberanian menumbuhkan kepercayaan
diri sendiri, sehingga guru dapat beribawa di depan kelas, maupun di luar sekolah. Kewibawaan
guru menyebabkan segala cita-cita yang ditanamkan kepada siswa akan diperhatikan dan
diresapkan oleh siwa yang bersangkutan.
Selain itu, Mengajar dengan sukses tak dapat dilakukan menurut satu pola tertentu yang
diikuti secara rutin agar berhasil baik, mengajar itu memerlukan kecakapan, pehaman, inisiatif,
dan kreatif, dari pihak guru.[38]
Seorang siswa harus memiliki manajemen diri, karena manajemen diri sangat penting
dimiliki oleh seorang siswa, manajemen diri secara umum terdiri dari 3 langka utama, yaitu
menentukan tujuan memonitor dan mengevaluasi kemajuan, dan memberikan penguatan diri.
Apabila tujuan pendidikan adalah untuk menghasikan orang-orang yang mampu mendidik dirinya
maka siswa harus belajar mengatur hidupnya dengan menentukan tujuannya sendiri, memonitor
dan mengevaluasi perilakunya, dan menediakan penguatan untuk dirinya. Dalam kehidupan orang
dewasa, penghargaan sering tidak tampak jelas, dan tujuan sering emerlukan waktu lama untuk
mencapainya. Hidup dipenuhi dengan tugas-tugas yang perlu diurutkan dalam manjemen diri, agar
kegiatan lebh teratur dan pencapaian tujuan bias diprediksi.
Siswa mungkin terlibat dalam beberapa atau semua langkah untuk mengimplemantasikan
program perubahan perilaku dasar. Mereka bias membantu untuk menentukan tujuan
mengobservasi pekerjaannya sendiri, mencatat perkembangan perilaku, dan mengevaluasi
kinerjanya sendiri.akhirnya, mereka dapatmemili dan memberikan penguatan dirinya sendiri.
Keterlibatan seperti ini dapat membantu siswa belajar mengatur langkah kerjanya dimasa dating
sehingga siswa lebih mampu mandiri.[39]
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah, adanya minat dan perhatian siswa dalam
belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relative menetap pada diri seseorang. Minat ini besar
sekali pengaryhnya terhadap belajar sebab dengan minat seorang akan melakukan sesuatu yang
diminati. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Misalnya seorang
anak menaru minat dalam kesenian, maka iya akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak
tentang kesenian. Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaitnnya dengan sifat-sifat murid, baik
yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat efektif seperti motivasi,
rasa percaya diri, dan minatnya. William James (1890) melihat bahwa minat siswa merupakan
factor utama yang menentukan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi, efektif merupakan factor yang
menentukan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.
Mengingat pentingnya minat dalam belajar, seorang tokoh pendidikan lain dari Belgia,
yakni Offide Decroly (1871-1932), mendasarkan system pedidikannya pada pusat minat anak.
Menurutnya ada 4 pusat minat yang pada umumnya dimiliki oleh setiap orang, yaitu minat
terhadap makanan, perlindungan terhadap pengaruh iklim (paakaian dan rumah), mempertahankan
terhadap macam-macam bahaya dan musuh, bekerjasama dalam olahraga. Mursell dalam bukunya
Successful Teching, memberikan suatu klafikasi yang berguna bagi guru memberikan pelajaran
kepada siswa. Ia menemukan 22 macam minat yang diantaranya ialah bahwa anak memiliki minat
terhadap belajar, dengan demikian, pada hakikatnya setiap anak berminat terhadap belajar, dan
guru sendiri hendaknya berusaha membangkitkan anak terhadap belajar.[40]

F. Pentingnya seorang guru mengenal peserta didik/anak didik.

Mengapa kita perlu mengenal anak didik? Karena ingin mengetahui sejauh mana
kemampuan mereka di dalam menghadapi situasi belajar, sehingga kita dapat menuntun mereka
dengan tepat dan berhasil.
Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta didik dan latar
belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memaham
peserta didik dan latar belakangnya, mungkin karena tidak tahu caranya ataupun beban mengajar
guru yang di luar batas kemampuannya yang wajar karena mengajar di berbagai sekolah sehingga
guru datang kesekolah semata-mata untuk mengajar.[41]
Salah satu tujuan dari pendidikan adalah menolong anak mengembangkan potensinnya
semaksimal mungkin,dank arena itu pendidikan sangat menguntungkan bagi anak maupun bagi
masyarakat. Anak didik memandang sekolah sebagai tempat mencari sumber “bekal” yang akan
membuka dunia bagi mereka. Oran tua memendang sekolah sebagai tempat dimana anaknya akan
mengembangkan kemampuannya. Pemerintah berharap agar sekolah akan mempersiapkan anak-
anak menjadi warga Negara yang cakap.
Bimbingan merupakan bagian dari pendidikan yang menolong anak tidak hanya mengenal
diri serta kemampuannya tetapi juga mengenal dunia disekitarnya. Tujuan bimbingan adalah untu
menolong anak didi dalam perkembangan sluruhnkepribadian dan kemampuannya. Hal ini hanya
dapat tercapai apabila potensi, pribadi dan segala hal yang berpengaruhdiketahui sebelumnya.
Dengan kata lain agar dapat menolong anak iya harus dikenal dalam segala aspeknya dan dalam
konteks (situasi) hidupnya dimana iya hidup. Tanpa pengenalan tidak mungkin kita membuat
rencana yang efektif untuk mengadakan perubahan dalam diri anak tersebut. Tidak mungkin kita
membahas jalan keluar atau penyelesaian dari masalah anak. Dengan singkat, bimbingan yang
benar dan yang dapat berhasil harus didasarkan pada pngenalan terhadap dan tentang anak didik
yang dibmbingnya.
Kita harus mengenal hal-hal yang umum yang terdapat pada semua anak, dan hal-hal yang
unik dan khusus. Hal-hal yang umum merupakan dasar dan norma yang akan menolong
pembimbing mengetahui cirri-ciri dan unik pada tiap-tiap anak.[42]
Factor-faktor umum yang perlu dikenal ialah :
1. Hakikat anak : bukan manusia dalam bentuk kecil atau seorang dewasa mines beberapa hal yang
belum dimiliki. Anak adalah seseorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan
mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.
Orag yangbbergama Kristen atau islam akan berkeyakinan bahwa nak membawa hakikat dosa
manusia, jadi didalam dirinya ada misalnya kecenderungan untuk mementingkan diri dari pada
mengutamakan orang lain. Walau demikian jiwa seorang anak amat berharga dan hal ini juga
penting diakui.
2. Kebutuhan pokok anak : tiap anak membutuhkan hal-hal tertentu dan apabila kebutuhan itu tidak
dipenuhi anak tersebut akan mengalami masalah-masalah tertentu.
Kebutuhan pokok dapat dibagi dalam tiga aspek atau jenis, yaitu : keutuhan jasmani, kebutuhan
kejiwaan dan kebutuhan rohani kebutuhan ini akan dibahas dalam cerama tentang masalah-
masalah yang dihadapi anak.
3. Langkah – langkah perkembangan ; perkembangan anak melipti segi –msegi jasmani, jiwa
danrohani juga. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mengambil peranan
besar dalam membentuk watak anak. Dalam perkembangan, ada periode-periode terntu, dan pada
tiap periode perkembangan terlihat adanya sikap kecenderungan pola sikap, watak dan tingkalaku
tertentu, yang menunjukan kesamaan jika dibandingkan dengan yang terlihat pada teman – teman
sebaya. Masa perkembangan ini penting untuk di kenal karena member kepada anak masalah-
masalah khusus, pngalaman-pengalaman tertentu dari kesiapan memiliki ketermpilan dan
penguasaan-penguasaan yang berguna bagi masa perkembangan berikutnya.
Dapat disimpulkan yang ikut berpartisipasi pada proses pendidikan dan pengajaran
anak, hendaknya mengenal pribadi anak didik.[43]
Dalam system dan proses pendidikan manapun, guru tetap memegang peran penting. Para
siswa tidak mungkin belajar sendiri tanpa bimbingan guru yang mampu mengemban tugasnya
dengan baik. Kendatipun dewasa ini konsep CBSA telah banyak dkumandangkan dan
dilaksanakan dalam proes belajar mengajar di sekolah, namun guru tetap menempati kedudukan
tersendiri. Pada hakikatnya para siswa hanya mungkin belajar dengan baik jika guru telah
mempersiapkan lingkungan positif bagi mereka untuk belajar.
Pelaksanaan kurikulum dalam system intruksional yang telah didesain dengan sistematik
membutuhkan tenaga guru yang professional. Guru harus mengemudi persyaratan, profesinya dan
berkemauan tinggi untuk mengembangkan potensi siswa secara optimal. Kemampuan yang di
tuntut terhadap setiap guru adalah kemampuan-kemampuan yang sejalan dengan peranannya di
sekolah. Peranan guru tidak hanya bersifat administrative dan organisatoris, tetapi juga bersifat
metodologis dan psikologis. Dibalik itu setiap guru harus memiliki kemampuan kepribadian dan
kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan-keampuan itu sangat penting demi keberhasilan tugas
dan fungsinya sejalan dengan tugas dan fungsi sekolah sebagai suatu system social.
G. Kode etik guru.

Dalam dunia kedokteran sudah lama dikenal adanya kode etik dokter dalam jurnalistik ada
kode etik jurnalistik, dan lain-lain. Semua itu dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan
kemurnian profesi masing-masing begitu juga guru sebagai tenaga profesional dibidang
kependidikan memiliki kode etik, yang dikenal dengan “kode etik guru Indonesia” kode etik
dirumuskan sebagai kongres PGRI XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta.[44]
Mengapa perlu kode etik guru?
Sudah disebut-sebut didepan bahwa guru adalah tenaga profesional dibidang kependidikan
yang memiliki tugas “mengajar”, “mendidik” dan “membimbing” anak didik agar menjadi
manusia yang berpribadi (Pancasila) dengan demikian, guru memiliki kedudukan yang sangat
penting dan tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program
pendidikan. Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atau buruknya dimasa mendatang
banyak terletak ditangan guru.
Sehubungan dengan itu maka guru sebagai tenaga profesioanal memerlukan pedomen
atau kode etik guru agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman
baginya untuk tetap profesioanl (sesuai denga tuntunan dan persyaratan profesi). Stiap guru yang
memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu berpegang pada kode etik guru
sebaba kode etik guru ini sebagai salah satu cirri yang harus ada pada profesi itu sendiri kode etik
yang memedomani setiap tingkalaku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan itu
penampilan guru akan terarah dengan baik bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus
menerus memerhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya kalau kode etiki yang
merupakan pedoman atau pegengan itu tidak dihiraukan berarti akan kehilangan pola umum
sebagai guru jadi postur kepribadian guru dapat dilihat sebagaimana pemanfaatan dan pelaksanaan
diri kode etik yang sudah disepakati bersama itu.Dalam hubungan ini jabatan guru yang lebih
profesional selalu dituntut adanya kejuruan profesional. Sebab kalau tidak ia aan kehilangan
pamornya sebagai guru atau boleh dikatakan hidup di luar lingkup keguruan.[45]
Apa itu kode etik?
Secara harfiah “kode etik” berarti sumber etik. Etik artinya kata susila (etika) atau hal-hal
yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu oekerjaan. Jadi “kode etik guru”
diartikan : aturan tatasusila keguruan.maksudnya aturan – aturan tentang keguruan (yang
menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) dilhat dari segi susila. Maksud kata susila adalah hal yang
berkaitan dengan baik dan tidak baik menurut ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam
hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan sontun dan keadaban.[46]
Menurut Westby Gibson kode etik guru dikatakan sebagai suatu statement ormal yang
merupakan norma (aturan tatat susila) dlam mengatur tingkalaku guru. Sehubungan dengan itu
maka tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa kode etik guru merupakan semacam penagkal
diri kecenderungan manusiawi seorang guru yang ingin menyeleweng, agar tidak jadi berbuat
menyeleweng. Kode etik guru juga merupakan perangkat untuk mempertegas mengkristalisasi
kedudukan dan pernan guru serta sekaligus untuk melindungi profesinya.
Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dlam
melaksanakan tugas dan tanggung jwabnya itu sesuai dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri
Sembilan item berikut ini
a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya unutk membentuk manusia pembangunan yang
berpancasila.
b. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan anak didik
masing-masing.
c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memeroleh informasi tentang anak didik, tetapi
mengrkan diri dari segala bentuk penyalagunaan.
d. Guru menciptakan suasan kehidupan sekolah dan ememlihara hubungan dengan orang tua murid
sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
e. Guru mememlihara hububngan baik dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat
yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f. Guru secara sendiri dan bersama – sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu
profesinya.
g. Guru menciptakan dan memlihara hubungan antara sesame guru baik berdasarkan lingkungan
kerja maupun di dalam keseluruhan.
h. Guru secara bersama – sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru
profesional, sebagai sarana pengabdiannya.
i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan dalam bidang kependidikan.
[47]
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Dalam pengembangan mutu belajar siswa peran guru sangat berpengaruh karena apabila
peran seorang guru tidak maksimal atau pola mengajarnya tidak sesuai, maka mutu belajar
siswapun tidak akan maksimal.
Guru merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan. Dipundaknya
terdapat tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik kearah tujuan
pendidikan, merekalah yang memiliki tanggung jawab mendidik. Untuk mencapai tujuan
pendidikan, seorang guru harus meningkatkan mutu belajar siswa agar supaya dengan peningkatan
mutu belajar siswa, maka akan terlahir peserta didik yang kreatif, inofatif, dan berbakti terhadap
Negara.
B. Latar Belakang

Sholeh Ni’am Asrorun, Membangun profesionalitas guru, Jakarta : eLSAS Jakarta, 2006

Nurdin Syafruddin & Usman Basyiruddin M, Guru Profesional , Jakarta : Ciputat Pres, 2003

Suharto Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta : Ar-Ruzz, 2006

Hamalik Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan System, Jakarta : PT. Bumi

Aksara, 2008

Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, Jakarta : PT. rajawali persada, 2008

Djamarah Bahri Syaiful, guru dan anak didik dalam interaksi edukatif, Jakarta : PT. Rineka

cipta, 2005

Slameto, Belajar dan factor mempengaruhinya, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003

Mursell. J & Nasution, Mengajar Dengan Sukses, Jakarta : PT. Bumi Aksara ,2002

Uno B Hamzah, Model pembelajaran, Jakarta : PT. Bumi aksara, 2008


Dalyono M, Psikologi pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007

Usman Uzer Moh, menjadi guru profesional, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1992

Rohani Ahmad & Alhamadi Abu. H, Pengelolaan pengajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta,1995

Uomo Tipjo & Kees Ruijter, peningkatan dan pengembangan pendidikan, Jakarta : pt. gramedia,

2006

Murdin Syafruddin & Basyiruddin. M, Guru Profesional, Jakarta : Ciputat Pres, 2003

Chan. M Sam & Sam. T Tuti, Kebikajakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2005

Notoatmodjo Soekidjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003

Diono Sunar Aar, Warna Warni Home Schooling, Jakarta : PT Elex Media Komentindo, 2009

Mudyaharjo Redja, Pengantar Pendidikan, Cet ke 2, Jakarta : Pt Radja Grafindo, 2002

Pidarta Made, Landasan Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 1997

Insan Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997


Suharto Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta : Ar Ruz, 2006

Daradjat Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2004

Daud Mohammad, Pendidikan Agama Islam, jakarta : PT. Radja Grafindo Persada, 1998

Arifin Muzayyin, Filsafa t Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2005

Mudyaharjo Redja, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT. Radja Gravindo Persada, 2001

Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, Surabaya : Karya Abditama, 1994

[1] . Aar Sunar Diono, Warna Warni Home Schooling, (Jakarta : PT Elex Media Komentindo, 2009) h. 20.
[2] .Made Pidarta, Landasan Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1997), h. 10-13
[3] . Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, Cet ke 2, (Jakarta : Pt Radja Grafindo, 2002), h 3.
[4] . Fuad Insan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997), h. 4.

[5]. Fuad Insan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 5

[6] . Fuad Insan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 6


[7] . Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya : Karya Abditama, 1994), h. 42
[8] . Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, h. 43.

[9] . Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, h. 44.


[10]. Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, h. 45.
[11] .Fuad Insan, Dasar-Dasar Kependidikan, h. 6.
[12] .Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta : Ar Ruz, 2006), h. 85.
[13] .Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2004), h. 16.
[14] .Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Radja Grafindo Persada, 1998), h.33.
[15] .Muzayyin Arifin, Filsafa t Pendidikan Islam, (akarta : PT. Bumi Aksara, 2005), h. 12.
[16] .Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta : PT. Radja Gravindo Persada, 2001), h. 33.
[17] .Syafruddin Nurdin & M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional (Jakarta : Ciputat Pres, ), h.7
[18]. Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun profesionalitas guru, (Jakarta : eLSAS, 2006), h.3

[19] . Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan System, (Jakarta : PT. Bumi Aksara 2008), h. 44
[20]. Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan System,
[21] . Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan System, h. 55
[22] . Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan System, h.46
[23] .Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan System, h. 47
7
. Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, (Jakarta : pt. rajawali persada, 2008), h.143
[25] .Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan System, h.48
[26] . Syaiful bahri djamarah, guru dan anak didik dalam interaksi edukatif, (Jakarta : pt rineka cipta, 2005), h. 45
[27] .Slameto, Belajar dan factor mempengaruhinya, (Jakarta : pt rineka cipta, 2003), h. 144
[28] Sardiman.75
[29] . Soekidjo Notoatmodjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003), h. 45
[30] . .Slameto, Belajar dan factor mempengaruhinya, h. 145
[31]. .Slameto, Belajar dan factor mempengaruhinya, h.146
[32]. .Slameto, Belajar dan factor mempengaruhinya, h. 66

[33] . Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, h. 111


[34]. . Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, h. 112
[35] .Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, h. 113

[36] J. Mursell & Nasution, Mengajar Dengan Sukses, (PT. Bumi Aksara : 2002, Jakarta), h. 3

[38] .J. Mursell & Nasution, Mengajar Dengan Sukses, h. 4


[39] . Hamzah B Uno, Model pembelajaran, (PT. Bumi aksara : 2008, Jakarta), h. 44

[40] . Moh. Uzer Usman, menjadi guru profesional, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992). h. 23
[41] .Ahmad Rohani & H. Abu Ahmadi, Pengelolaan pengajaran, (Jakarta : PT rineka cipta, 1995) h.149
[42] .M. Dalyono, Psikologi pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta 2007), h. 173

[43] . M. Dalyono, Psikologi pendidikan, h. 174


[44] . Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, h. . 156

[45] . Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, h. 157


[46] . Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, h.158
[47] . Sardiman, Interaksi dan motivasi belajar mengajar, h. 159
PENDAHULUAN
Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau
berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada
sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan menjadikan sumber daya manusia lebih cepat
mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan di lingkungan kerja. Oleh karena itu tidaklah
heran apabila Negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan
mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin
jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah proses transfer
nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam
segala hal. Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang
membangun. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu
dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan manusia
menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara kolektif
sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Bagi pemeluk agama, masa depan
mencakup kehidupan di dunia dan pandangan tentang kehidupan hari kemudian yang bahagia.
Namun saat ini dunia pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan mayarakat.
Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak
tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil
pendidikan mengecewakan masyarakat.
Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan
pembangunan, baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja sektor lainnya
yang cenderung menggugat eksistensi sekolah. Bahkan SDM yang disiapkan melalui pendidikan
sebagai generasi penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan
jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No.20 Tahun
2003 (Sisdiknas, pasal 3). Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa serta mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu,cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini harus
dibarengi dengan pengingkatan mutu tenaga pendidik dan pendidikan dalam segi rekruitmen,
kompetensi dan manejemen pengembangan sumber daya manusianya.
Salah satu contoh nyata yang terjadi dalam era reformasi, yaitu sebagian besar keberhasilan
agenda reformasi di bidang pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front
terdepan, yaitu tenaga pendidik. Hak-hak tenaga pendidik sebagai pribadi, pemangku profesi
keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat
prioritas dalam era pasca reformasi kini. Selama ini berbagai pandangan dan pemikiran kurang
terpusat pada guru sebagai andalan utama pelaksana acara kurikuler. Para ahli lebih sering
membahas kurikulum sebagai poko k permasalahan pendidikan di sekolah.
B. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research (penelitian perpustakaan)
dimana penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literature (perpustakaan )dari penelitian
sebelumnya . penyususnan yanag digunakan penelitian artikel
C. PEMBAHASAN
Para ahli di bidang pendidikan, secara terus terang mengakui bahwa pokok persoalan
pendidikan yang sering dibahas dalam berbagai kesempatan selama ini lebih terfokus kepada
masalah kurikulum ketimbang dengan masalah pendidik (Kompas, 28 Februari 2006). Padahal,
telah menjadi pemahaman umum bahwa masalah pendidik jauh lebih penting daripada masalah
kurikulum dan komponen pendidikan lain. Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa
masalah pendidik atau guru memang belum sepenuhnya mendapatkan perhatian yang memadai
oleh para praktisi pendidikan, apalagi oleh pengambil kebijakan pendidikan.
Sebagaimana diketahui, negeri ini menghadapi masalah pendidikan yang demikian rumit.
UNESCO meletakkan Indonesia dengan Human Development Index (HDI) pada urutan ke-112 di
antara 174 negara yang diteliti. Di lain pihak, The Political dan Economics Risk Consultancy
(PERC) yang berpusat di Hongkong telah meletakkan sistem pendidikan di Indonesia pada urutan
ke-12 di antara 12 negara yang diteliti. Pendek kata, kondisi bangsa ini menang sedang tidak
nyaman, termasuk dunia pendidikannya. Ahmad Sjafii Maarif, ketua umum Persyarikatan
Muhammadiyah, sebagai contoh, menyebut masalah pendidikan sebagai 'wajah bopeng
pendidikan kita' (Republika, 9 Mei 2005). Singkat kata, mutu pendidikan di negeri ini memang
masih rendah. Untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut diperlukan usaha ekstra keras dari
semua pihak secara sinergis. Tidak ada kata putus ada bagi orang yang masih percaya kepada
kekuasaan-Nya.
Saat ini, dalam segi kurikulum salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
mutu pendidikan adalah dengan memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Yang paling penting dalam hal ini adalah faktor guru. Sebab secanggih apapun suatu kurikulum
dan sehebat apapun sistem pendidikan, tanpa kualitas guru yang baik, maka semua itu tidak akan
membuahkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, guru diharapkan memiliki kompetensi yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Kompetensi
merupakan salah satu kualifikasi guru yang terpenting. Bila kompetensi ini tidak ada pada diri
seorang guru, maka ia tidak akan berkompeten dalam melakukan tugasnya dan hasilnya pun tidak
akan optimal.
Dengan komptensi yang dimiliki, selain menguasai materi dan dapat mengolah program
belajar mengajar, guru juga dituntut dapat melaksanakan evaluasi dan pengadministrasiannya.
Kemampuan guru dalam melakukan evaluasi merupakan kompetensi guru yang sangat penting.
Evaluasi dipandang sebagai masukan yang diperoleh dari proses pembelajaran yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan berbagai komponen yang terdapat dalam
suatu proses belajar mengajar.
Sedemikian pentingnya evaluasi ini sehingga kelas yang baik tidak cukup hanya didukung
oleh perencanaan pembelajaran, kemampuan guru mengembangkan proses pembelajaran serta
penguasaannya terhadap bahan ajar, dan juga tidak cukup dengan kemampuan guru dalam
menguasai kelas, tanpa diimbangi dengan kemampuan melakukan evaluasi terhadap perencanaan
kompetensi siswa yang sangat menentukan dalam konteks perencanaan berikutnya, atau kebijakan
perlakuan terhadap siswa terkait dengan konsep belajar tuntas.3 Atau dengan kata lain tidak ada
satupun usaha untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar yang dapat dilakukan dengan baik
tanpa disertai langkah evaluasi.
Guru harus mampu mengukur kompetensi yang telah dicapai oleh siswa dari setiap proses
pembelajaran atau setelah beberapa unit pelajaran, sehingga guru dapat menentukan keputusan
atau perlakuan terhadap siswa tersebut. Apakah perlu diadakannya perbaikan atau penguatan, serta
menentukan rencana pembelajaran berikutnya baik dari segi materi maupun rencana strateginya.
Tulisan ini akan lebih memfokuskan pembahasan dari aspek guru atau pendidik, yakni
Upaya-upaya apa saja yang harus ditempuh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait untuk
meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Dan strategi bagaimanakah meningkatkan
mutu pendidik dan tenaga kependidikan.
a. Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Upaya peningkatan mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk. Faktor yang satu saling
berpengaruh terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah
guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu
gurunya. Guru dikenal sebagai 'hidden currickulum' atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan
tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada
pribadi sang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau
dijadikan bahan pembelajaran. Bagi sebagian besar orangtua siswa, sosok pendidik atau guru
masih dipandang sebagai wakil orangtua ketika anak-anaknya tidak berada di dalam keluarga.
Pada era teknologi informasi, guru memang tidak lagi dapat berperan sebagai satu-satunya
sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Peran guru telah berubah lebih menjadi fasilitator,
motivator, dan dinamisator bagi peserta didik. Dalam era teknologi informasi peserta didik dengan
mudah dapat mengakses informasi apa saja yang tersedia melalui internet. Dalam kondisi seperti
itu, maka guru diharapkan dapat memberikan peran yang lebih besar untuk memberikan rambu-
rambu etika dan moral dalam memilih informasi yang diperlukan. Dengan kata lain, peran
pendidik tidak dapat digantikan oleh apa dan siapa, serta dalam era apa saja. Untuk dapat
melaksanakan peran tersebut secara efektif dalam proses pendidikan, pendidik dan tenaga
kependidikan harus ditingkatkan mutunya dengan skenario yang jelas.
b. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru
Mohammad Surya (Ketua Umum Pengurus Besar PGRI), menyatakan dengan tegas bahwa
"semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang
berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan,
anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas
dalam reformasi". Hak utama pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan
pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah
yang layak, bukan 'upah minimum'. Kebijakan "upah minimun" boleh jadi telah menyebabkan
pegawai bermental kuli, bukan pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah
pertama peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah memberikan kesejahteraan
guru dengan gaji yang layak untuk kehidupannya.
Langkah pertama ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan mutu pendidik dan
tenaga kependidikan. Mengapa? Setidaknya ada dua alasan. Pertama, dari lima syarat pekerjaan
dapat disebut sebagai profesi, yang masih belum terpenuhi secara sempurna adalah gaji dan
kompensasi dari pelaksanaan peran sebagai profesi. Kelima syarat pekerjaan sebagai profesi
adalah;
1. Bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat,
2. Bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu,
3. Bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of
knowledge),
4. Bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan kemudian,
5. Bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu
dapat dilaksanakan secara profesional.
Dari kelima syarat tersesbut, yang masih belum terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang
kelima, yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua, karena peningkatan gaji dan
kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki dampak yang paling berpengaruh (multiplier
effects) terhadap langkah-langkah lainnya. Kalau perlu, agar langkah pertama tersebut tidak
menjadikan iri bagi pekerjaan lainnya, kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan
bertahap. Hal ini terkait dengan maraknya tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang
berbahaya seperti virus yang telah menjangkiti semua aspek kehidupan manusia.
c. Membangun Sistem Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Serta Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan
Sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pembangunan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga Kependidikan serta sistem
penjamin mutu pendidikan merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan dukungan
bagi pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja
negara yang sangat besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak
boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan
yang telah ditetapkan.
Prasyarat yang harus dipernuhi sebagai berikut; untuk pendidik yang akan diangkat menjadi
PNS harus diterapkan standar minimal kualifikasi pendidikan. Sementara bagi guru yang sudah
memiliki pengalaman tidak perlu dituntut untuk memenuhi standar ijazah tersebut, karena hanya
akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan 'jual beli ijazah' yang juga dikenal dengan
'STIA' atau 'sekolah tidak ijazah ada'. Yang diperlukan bagi mereka adalah pendidikan profesi dan
sistem diklat berjenjang yang harus dihargai setara dengan kualifikasi pendidikan tertentu. Jika
sistem sertifikasi ini telah mulai berjalan, maka sistem kenaikan pangkat bagi pendidik dan tenaga
kependidikan sudah waktunya disesuaikan. Kenaikan pangkat pendidik dan tenaga kependidikan
bukan semata-mata sebagai proses administrasi semata-mata, melainkan lebih merupakan proses
penting dalam sertifikasi yang berdasarkan kompetensi.
d. Strategi Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh
guru sebagai tenaga kependidikan, maka profesi guru harus memiliki dan menguasai perencanaan
kegiatan belajar mengajar, melaksanakan kegiatan yang direncanakan dan melakukan penilaian
terhadap hasil dari proses belajar mengajar. Kemampuan guru dalam merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan pengajaran.
Keterampilan merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar ini sesuatu yang erat
kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab guru sebagai pengajar yang mendidik.
Guru sebagai pendidik mengandung arti yang sangat luas, tidak sebatas memberikan bahan-
bahan pengajaran tetapi menjangkau etika dan estetika perilaku dalam menghadapi tantangan
kehidupan di masyarakat. Sebagai pengajar, guru hendaknya memiliki perencanaan (planing)
pengajaran yang cukup matang. Perencanaan pengajaran tersebut erat kaitannya dengan berbagai
unsur seperti tujuan pengajaran, bahan pengajaran, kegiatan belajar, metode mengajar, dan
evaluasi. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian integral dari keseluruhan tanggung jawab guru
dalam proses pembelajaran.
Secara umum terdapat beberapa langkah strategi yang dapat diimplementasikan dalam
lingkungan kependidikan dengan tujuan bahwa peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan akan behasil melalui strategi- strategi berikut ini
1. Evaluasi diri self assessment
Evaluasi diri sebagai langkah awal bagi setiap sekolah yang ingin, atau menerncanakan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kegiatan ini dimulai dengan curah pendapat
brainstorming yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan seluruh staf, dan diikuti juga anggota
komite sekolah.
Kegiatan evalusi diri ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sekolah saat ini dalam segala
aspeknya (seluruh komponen sekolah), kemajuan yang telah dicapai, maupun masalah-masalah
yang dihadapi ataupun kelemahan yang dialami. Kegiatan evaluasi diri ini juga merupakan
refleksi/mawas diri, untuk membangkitkan kesadaran / keprihatinan akan penting dan perlunya
pendidikan yang bermutu, sehingga timbul komitmen bersama untuk meningkatkan mutu sense of
quality, serta merumuskan titik tolak point of departure bagi sekolah/madrasah yang ingin atau
akan mengembangkan diri terutama dalam hal mutu.
Titik awal ini penting karena sekolah yang sudah berjalan untuk memperbaiki mutu, mereka
tidak berangkat dari nol, melainkan dari kondisi yang dimiliki.
2. Perumusan Visi, Misi, dan tujuan
Bagi pihak sekolah yang baru berdiri atau baru didirikan, perumusan visi dan misi serta tujuan
merupakan langkah awal / pertama yang harus dilakukan yang menjelaskan kemana arah
pendidikan yang ingin dituju oleh para pendiri/ penyelenggara pendidikan. Dalam kasus
sekolah/madrasah negeri kepala sekolah bersama guru mewakili pemerintah kab/kota sebagai
pendiri dan bersama wakil masyarakat setempat ataupun orang tua siswa harus merumuskan
kemana sekolah kemasa depan akan dibawa, sejauh tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan
nasional seperti tercantum dalam UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kondisi yang diharapkan / diinginkan dan diimpikan dalam jangka panjang itu, kalau
dirumuskan secara singkat dan menyeluruh disebut visi. Keadaan yang diinginkan tersebut
hendaklah ada kaitannya dengan idealisme dan mutu pendidikan . Idealisme disini dapat berkaitan
dengan kebangsaan, kemanusiaan, keadilan, keluhuran budi pekerti, ataupun kualitas pendidikan
sebagaimana telah didefinisikan sebelumnya. Sedangkan misi, merupakan jabaran dan visi atau
merupakan komponenkomponen pokok yang harus direalisasikan untuk mencapai visi yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, misi merupakan tugas-tugas pokok yang harus dilakukan untuk
mewujudkan visi.
Tujuan merupakan tahapan antara, atau tonggak tonggak penting antara titik berangkat
(kondisi awal) dan titik tiba tujuan akhir yang rumusannya tertuang dalam dalam bentuk visi-misi.
Tujuan-tujuan antara ini sebagai tujuan jangka menengah kalau tiba saatnya berakhir (tahun yang
ditetapkan ) akan disusul dengan tujuan berikutnya, sedangkan visi dan misi (relatif/pada
umumnya)masih tetap. Tujuan (jangka menengah), dipenggal-penggal menjadi tujuan tahunan
yang biasa disebut target/sasaran, dalam formulasi yang jelas baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Tujuan-tujuan jangka pendek (1 tahun) inilah yang rincian persiapannya dalam bentuk
perencanaan.
3. Perencanaan
Perencanaan pada tingkat sekolah adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjawab : apa yang
harus dilakukan dan bagaimana melakukannnya untuk mewujudkan tujuan (tujuan-tujuan) yang
telah ditetapkan / disepakati pada sekolah yang bersangkutan, termasuk anggaran yang diperlukan
untuk membiayai kegiatan yang direncanakan.
Dengan kata lain perencanaan adalah kegiatan menetapkan lebih dulu tentang apa-apa yang
harus dilakukan, prosedurnya serta metode pelaksanaannya untuk mencapai suatu tujuan
organisasi atau satuan organisasi. Perencanaan oleh sekolah merupakan persiapan yang teliti
tentang apa-apa yang akan dilakukan dan skenario melaksanakannya untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, dalam bentuk tertulis. Dikatakan teliti karena ia harus menjelaskan apa yang akan
dilakukan, seberapa besar lingkup cakupan kuantitatif dan kualitatif yang akan dikerjakan,
bagaimana, kapan dan berapa perkiraan satuan-satuan biayanya, serta hasil seperti apa yang
diharapkan.
4. Pelaksanaan
Apabila kita bertitik tolak dari fungsi-fungsi manajemen yang umumnya kita kenal sebagai
fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/penggerakkan atau pemimpinan dan
kontrol/pengawasan serta evaluasi, maka langkah pertama sampai dengan ketiga dapat
digabungkan fungsi perencanaan yang secara keseluruhan (untuk sekolah) sudah dibahas. Didalam
pelaksanaan tentu masih ada kegiatan perencanaan-perencanaan yang lebih mikro (kecil) baik
yang terkait dengan penggalan waktu (bulanan,semesteran, bahkan mingguan), atau yang terkait
erat dengan kegiatan khusus, misalnya menghadapi lomba bidang studi, atau kegiatan lainnya.
Tahap pelaksanaan, dalam hal ini pada dasarnya menjawab bagaimana semua fungsi
manajemen sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan lembaga yang telah ditetapkan melalui
kerjasama dengan orang lain dan dengan sumber daya yang ada, dapat berjalan sebagaimana
mestinya (efektif dan efisien). Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan
merealisasikan apa-apa yang telah direncanakan.
D. PENDAPAT PENULIS.
Hal yang mengenai dengan adanya pendidikan haruslah dijalankan melalui peraturan
pemerintah, kerena pendidikan merupakan suatu usaha bagaimana kita menyadari tentang
pentingnya masa depan.
E. KESIMPULAN
1. Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu
pendidiknya dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan
memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan peningkatan butu pendidik dan tenaga
kependidikannya.
2. Upaya peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan tidak dapat dilepaskan dengan aspek-
aspek penting sebagai berikut: (1) gaji dan standar kesejahteraan yang layak untuk kehidupannya,
(2) standar kualifikasi, (3) standar kompetensi dan upaya peningkatannya, (4) sistem sertifikasi
pendidik dan tenaga kependiikan dan alih profesi yang tidak memenuhi standar kompetensi, (4)
seleksi/rekruitmen yang jujur dan transparan, (5) standar pembinaan karir, (6) penyiapan calon
pendidik dan tenaga kependidikan yang selaras dengan standar kompetensi, dan lebih menekankan
praktik dan dengan teori yang kuat, (7) sistem diklat di lembaga inservice training dan pendidikan
profesi di LPTK, dan (8) pemberdayaan organisasi pembinaan profesional seperti KKG, MGMP,
MKKS, dan MKPS, yang perlu diberdayakan. Mudah-mudahan.
3. Semoga melalui sumbangan pemikiran dalam peningkatann mutu pendidik dan tenaga
kependidikan dapat terus ditingkatkan sehingga tercapai Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif
melalui upaya mewujudkan pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif dengan adil, bermutu, dan relevan untuk kebutuhan masyarakat global.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara,
2006
Kunandar. Guru Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan Dan Sukses
Dalam Sertifikasi Guru Jakarta: Raja Grafindo persada,.2007
N.K, Roestiyah Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.1989 Ni.am, Asrorun.
Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta : eLSAS. 2006
Rosyada,Dede Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam
Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. 2004
Uzer Usman, Moch. Menjadi Guru Profesional.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.2005

Anda mungkin juga menyukai