Anda di halaman 1dari 9

Celanya Sifat Kikir

Celanya Sifat Kikir

Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.Ketokohan profil ini
tidak diragukan lagi. Ia sangat meyakinkan, reputasinya tak perlu dipertanyakan. Banyak ayat Al-
Qur`an yang membicarakan keutamaan beliau, baik secara pribadi maupun dalam konteks umum.

Diantara sifat-sifat buruk yang masih sering hinggap di dada sebagian kaum muslimin ialah sifat
bakhil (kikir) yang telah datang celaannya dari Allah ta'ala maupun Rasul-Nya. Seperti yang Allah
ta'ala singgung dalam firman -Nya:

‫ل‬ ‫َّللٱ ُمُهٰىلتالء ٓالمب لنو ُللخۡبلي لنيذَّلٱ َّن ل‬


َّ ُ ‫ۡ ل‬ ُ ‫ّر ل ل ُ ۡ ل ۖ ُ َّ ٗ ۡ ل‬ٞ َّ ُ ۡ ۖ ‫ْ ُ ل ل ل ُ َّ ل ُ ل‬
‫ىلاعت هللا لاق‬:﴿ َ‫بلسۡحلي َل‬ ِ ِ ‫يۡ خ لوه ۦِهِلضف نِم‬‫لمۡو لي ۦِهِب او لِخب ام نو قو طيس مهل ش وه لب مهل ا‬
ۡ ِۗ
‫ ِةلم ٰ َٰليِقلٱ‬١٨٠﴾ [ ‫نار مع لآ‬: 180]

"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karunia -Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah
buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari
kiamat". (QS al-Imraan: 180).

Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa'di menjelaskan, "Yakni janganlah orang-orang yang bakhil
mengira yaitu orang-orang yang enggan mengeluarkan harta benda yang telah Allah ta'ala
karuniakan kepada mereka, masuk disini kedudukan dan juga ilmu, dan lain sebagainya dari perkara-
perkara yang telah Allah Shubhanahu wa ta’alla berikan dan anugerahkan pada mereka, yang Allah
ta'ala barengi dengan perintah supaya mereka mau berkorban mengeluarkan pada yang lain selagi
tidak sampai memadharatkan dirinya.Kemudian mereka kikir dari semua itu dengan menahan harta
benda dan bakhil pada hamba Allah yang lainnya.

Mereka mengira bahwa dengan menahan harta bendanya tersebut, itu lebih utama bagi mereka,
justru sebaliknya, itu lebih buruk baginya baik dari sisi agama maupun dunia, dari dampak buruknya
yang bisa segera dirasakan maupun pada nantinya".[1] Dan bakhil yang paling buruk ialah kikir
karena khawatir jatuh miskin. Seperti yang Allah ta'ala katakan dalam firman -Nya:

‫ۡ ل َّ ُ ل‬ ‫ۡ ۡ ُ ل ل ُل‬ ‫ل‬
‫ىلاعت هللا لاق‬: ﴿ َ‫ نو ُحِلفُملٱ ُمه كِئ ٰ ََٰٰٓلَْ أف ۦِهِسفن حش قو ُي نلمل‬٩ ﴾ [‫شحلا‬: 9 ]

"Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung". (QS al-
Hasyr: 9).

Dijelaskan oleh ar-Razi yang dimaksud dengan asy-Syuh ialah bakhil disertai ketamakan.
Sebagaimana tergambar jelas dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma, bahwa Nabi MuhammadShalallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda:
َّ ُ ُّ َّ ‫ل َ ْ َ َّ ُّ َّ ل‬ َ ‫ُ َ ل ل‬ َ َ َ ْ ‫ُ ل‬ ُ ‫ُّ ل‬
‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « َ‫او للحَْسالَ ْمهلءالمِد او كفلس نأ ىللع ْمُهللملح ْمكلْبق ناك ْنلم كلهأ حشلا نِإف حشلا او قتال‬
‫]ملسم هجر خأ[ » ْمُهلمِس الحلم‬

"Hati-hatilah kalian dari sifat bakhil sesungguhnya sifat ini telah membinasakan orang-orang sebelum
kalian. Yang mendorong mereka untuk rela menumpahkan darah serta menghalalkan segala perkara
yang diharamkan ". HR Muslim no: 2578.

Diperkuat lagi makna tersebut dengan sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu, berkata, "Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫ل‬ ‫ل‬ ُ ٌّ ٌ ‫ُ ل ْل ن‬
‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « َ ‫ف نالميِِلَ حش ُعِمَْجلي‬ِ ‫]دمحأ هجر خأ[ » ملسم ٍلجس ِبلق ي‬

"Tidaklah mungkin akan terkumpul dalam hati seorang muslim antara keimanan dan sifat bakhil". HR
Ahmad 12/450 no: 7480.

Adapun ragam dan jenis sifat bakhil ini sangatlah banyak, diantaranya bakhil dalam masalah harta,
atau jasad, ilmu, kedudukan, mengucapkan salam atau sholawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam. Dan semua itu didukung dengan dalil-dalil yang sangat banyak. Diantaranya seperti
yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, secara marfu', bahwa Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « ‫ينف يقهيبلا هجر خأ[ » مالسلاب لخب نم سانلا لخبأ نإ َ ءاعدلا ينف زجع نم سانلا زجعأ نإ‬
‫]ناميإلا بيعش‬

"Sesungguhnya manusia yang paling lemah ialah orang yang paling loyo dalam berdo'a. dan
sesungguhnya manusia yang paling bakhil ialah orang yang kikir untuk mengucapkan salam". HR al-
Baihaqi dalam Syu'abul Iman 13/22 no: 8392.

Dinilai shahih oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no: 601. Dan sebagian ulama menyatakan
yang lebih kuat hadits ini mauquf sampai pada Abu Hurairah saja.

Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam sunannya dari sahabat Husain bin Ali radhiyallahu 'anhuma,
bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « ‫]يذمي لا هجر خأ[ » يىلع لصي مل َ هدنع ر رك يذلا ليخبلا‬

"Orang yang bakhil adalah orang yang mendengar namaku disebut disisinya lalu dirinya tidak
bersholawat atasku". HR at-Tirmidzi no: 3546. Beliau berkata, "Hadits hasan shahih ghorib".
Dan sifat kikir ini keadaanya bertingkat-tingkat, dan yang paling tinggi ialah bakhil dalam masalah
menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan padanya. Seperti bakhil untuk mengeluarkan
zakat, atau memberi nafkah pada keluarganya, atau memberi jamuan pada tamu. Disebutkan dalam
sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, berkata, "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

‫ُ ُ ُ َ ِّ ُ ل َ ل ِّ ل َ ل ا َّ ل‬ ْ ُ َ ْ ‫ل ْ ل ُ ُ َّ ل ُ ل ل ل ُ َ ل‬
‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « ‫ع ل قأ ااعالجش ِةلماليِقلا لمْو لي هلالم هل للثُم هتاََ دؤ ُي ْملف َالم َُّللا ُهاتآ ْنلم‬‫مو ي هقو طي ناَببَِ هل ر‬
ْ ‫ن ْ ل ْ ل ل ْ ُ ُ ْ ل َّ ُ ل ل‬ ْ ‫ل ُ ل ْ ل ل َّ َّن ل ْ ل ل ل ل َّ ُ ل ُن ْن َ ل َ ل ُ ل ل َ ُ ُ ل َّ ُ ْ ل‬ ْ ‫ِ ِ لل‬
‫نعي ِهيَمِز هِلِب ذخأي مث ِةمايِقلا‬
ِ ‫ نو لخبي نيِذلا بِسحي َ[ الت مث كي ر انأ كلام انأ لو قي مث ِهيقدِشِب ي‬... ‫يس اخبلا هجر خأ[ » ]ةيْلا‬
َ‫]ملسم‬

"Barangsiapa yang telah Allah datangkan padanya kekayaan lalu dirinya enggan mengeluarkan
zakatnya. Maka akan dijadikan kelak pada hari kaimat harta tersebut baginya seekor ular yang
berkepada botak dengan dua lidah yang berbisa kemudian mengejarnya, sambil mematuki dengan
mulutnya sembari berkata, "Akulah hartamu, akulah simpananmu". Kemudian beliau membaca
firman Allah ta'ala:

‫ل‬ ‫ لنو ُللخۡبلي لنيذَّلٱ َّن ل‬...ِۗۗ ١٨٠﴾ [ ‫نار مع لآ‬: 180]
‫ىلاعت هللا لاق‬: ﴿ َ‫بلسۡحلي َل‬ ِ

"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil..". (QS al-Imraan: 180). HR Bukhari no: 1403. Muslim
no: 987.

Dijelaskan pula dalam sebuah hadits dari Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata, "Hindun ibunya
Mu'awiyah pernah mengadu kepada Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya Abu
Sufyan seorang yang kikir, apakah boleh bagiku untuk mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya
sekedar memenuhi kebutuhanku? Beliau menjawab, "Ia, ambillah sekedarnya secara ma'ruf". HR
Bukhari no: 5370. Muslim no: 1714.

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Suraih al-'Adawi
radhiyallahu 'anhu, berkata, "Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallambersabda:
َ ‫ْ ل‬ َّ ْ ْ ‫ْ ْل‬ ‫ُ ل ل‬
‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « َ‫]ملسمَ يس اخبلا هجر خأ[ » هفْيض ْمِر كُيلف ِرِخْلا ِمْو ليلالَ َِّللاِب ُنِمؤ ُي ناك ْنلمل‬

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tamunya".
HR Bukhari no: 6018. Muslim no: 47.

Ibnu Qudamah menerangkan, "Sikap pelit dan dermawan itu bertingkat-tingkat, dan tingkatan orang
pelit yang paling buruk ialah seseorang yang bakhil pada dirinya sendiri yang sedang
membutuhkannya. Berapa banyak orang bakhil yang menahan harta bendanya ketika sedang sakit
dengan tidak mau mengeluarkan untuk berobat. Dirinya ingin menuruti syahwatnya namun tercegah
oleh sifat bakhilnya. Berapa banyak diantara orang yang bakhil terhadap dirinya dibarengi
kebutuhannya dan diantara seseorang yang lebih mendahulukan dirinya bersama kebutuhannya. Dan
akhlak yang tepat adalah pemberian dari Allah Shubhanahu wa ta’alla yang –Dia anugerahkan pada
siapa saja yang dikehendaki -Nya".[2]

Tingkatan yang kedua: Pelit dengan perkara yang disunahkan seperti bakhil dalam masalah sedekah,
atau enggan memberi pinjaman pada orang lain, atau memberi jamuan tamu yang sifatnya sunah.

Disebutkan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

ُ ْ ُ َّ َ َ ‫ل ن ْن‬ ‫ُ ُ َ ُ ل‬ َّ َ ْ ‫اَ ل ا‬
‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « ‫ي لي ِناكللم َِإ ِهيِف دالبِعلا حِبْصُي ٍمْو لي ْنِم الم‬ِ َ‫ِن‬, ‫المهدلحأ ُلو قليف‬: ‫افلخ اقِفنُم ِطْعأ َّمُهللا‬.
ُ ْ ‫ل‬ َّ َ ً ‫اَل‬
َ‫ُرخْلا ُلو قلَل‬: ‫]ملسمَ يس اخبلا هجر خأ[ » افلت اكِسْمُم ِطْعأ َّمُهللا‬

"Tidaklah setiap pagi menyapa seorang hamba melainkan turun padanya dua malaikat. Kemudian
malaikat pertama berdo'a; "Ya Allah, berilah orang yang berinfak pengganti". Sedang yang satunya
berdo'a, "Ya Allah, berilah orang yang pelit kehancuran". HR Bukhari no: 1442. Muslim no: 1010.

Dalam hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu
'anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َّ َ ‫ْ ل‬ ‫ل ل‬
‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « ‫]دمحأ هجر خأ[ » ِةقدَّصلا ِرطش ىلر ْجلم يِر ْجلي لفلَّسلا نِإ‬

"Sesungguhnya orang yang menangguhkan pinjaman (mendapat) pahala setengah sedekah". HR


Ahmad 7/26 no: 3911.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan, "Aku pernah membantu
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, dan kebiasaan beliau apabila turun bencana, seringkali aku
mendengar beliau berdo'a:
َّ ِّ َ ُ ‫ل‬ ْ ْ ْ ْ َ ْ ْ ْ ْ ‫ل َ ل ل ْ َّ َ ل ل ن‬
‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « ‫بُجلالَ ِلخُبلالَ ِللسكلالَ ِزْجلعلالَ ِنلز لحلالَ ِّملهلا ْنِم كِب كو ُعأ يننِإ َّمُهللا‬ ِ َ‫ِةبلََ ِنيدلا ِعلض‬
ِّ ‫ل‬
‫] يس اخبلا هجر خأ[ » ِلاجر لا‬

"Ya Allah, aku berlindung kepada -Mu dari (bahaya) rasa gundah gulana dan kesedihan, dari rasa
lemah dan malas, dari rasa pelit dan penakut, dari lilitan hutang dan penguasaan orang lain". HR
Bukhari no: 2893.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Sesungguhnya semua orang memuji orang yang punya
sifat pemberani dan penderma, sampai kiranya kebanyakan pujian yang dibawakan oleh para penyair
dalam bait syairnya adalah berkaitan dengan keberanian ini. Begitu pula banyak orang yang mencela
sifat kikir dan pengecut.
Kemudian beliau melanjutkan, "Manakalah kebaikan anak cucu Adam tidak mungkin bisa terlealisasi
secara sempurna dalam agama seseorang melainkan dengan adanya keberanian dan kedermawanan
maka Allah azza wa jalla menjelaskan bahwa orang yang diserahi tugas untuk memikul kewajiban
jihad, namun ia meninggalkannya maka AllahShubhanahu wa ta’alla akan mengganti orang tersebut
dengan kaum yang lain yang mau menegakan syi'ar jihad tersebut. Sebagaimana ditegaskan dalam
firman -Nya:

َٰٰٓ َ ُ ‫ل ن ْ ُ ُ ل ۡ ُ َٰٓ ل ُ ل‬ َّ ‫ُ ُ َ ل ُّ ن ل ۡ ُ َّ ل ۚ ۡ َّ ل ُ ل ۡ ل ل َّ ل ۡ ل ۡ ل ل ل ۖ ُ ل ۡ ل َّ ُ ل‬
‫ىلاعت هللا لاق‬: ﴿‫ف او قِفنَِل نۡو لعدت ِءَؤ ٰ ََٰٰٓه ۡمَنأ له‬
ِ ‫َّللٱ ِليِب ۡس ي‬ ِ ‫نغلٱ َّللٱَ ۦِهِسفن نع لخبي امنِإف لخبي نمَ لخبي نم مكنِمف‬ ِ ‫مَنأَ ي‬
ُ ‫ُ َ ٰ ل ۡ َ ْ َٰٓ ُ ُ ل ل َّ ُ ۡ ُ ل ۡ ل ا ۡ ل ۡ ۡ ل ۡ ل ْ ۡ َّ ل ل ل ل ۚ ُ ٓ ل ل‬
‫ مكل َٰثمأ او نو كي َ مث مَي ۡ َ امو ق لِدبتسي او لو َت نَِِ ءار قفلٱ‬٣٨﴾ [ ‫دمحم‬: 38 ]

"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di
antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya
sendiri. dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada -
Nya); dan jika kamu berpaling niscaya -Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan
mereka tidak akan seperti kamu ini". (QS Muhammad: 38).[3]

Dan diantara perkara yang menunjukan tercelanya sifat pelit ini dan menafikan akhlak serta budi
pekerti yang luhur adalah sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari Jubair bin Muth'im
radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Tatkala aku sedang bersama Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa
sallam dan para sahabat lainnya seusai peperangan Hunain. Datang orang-orang Arab Badui
berdesak-desakan mengerumuni beliau untuk meminta bagian sehingga beliau terdesak ke suatu
pohon yang menyebabkan jubahnya terlepas. Lalu beliau berkata:

َ ُ ‫ل َ َْ ل ن‬ ‫ل ُ لل‬ ْ ‫ل ل ا ل ن ُ ل ل َّ ُ ْ ُ ل ْ ل ُ ُ ْ ل ل َ ا ل ل ل‬
‫ملسَ هيلع هللا ىلص هللا لوسس لاق‬: « ‫نوطْعأ‬
ِ ‫نادِس ي‬
ِ ‫ىل ناك ول ي‬
ِ ‫نَدِجت َ امث مك لنبب هَ ُم َسقل امعن ِهاضِعلا ِهِذه ددع ي‬ِ ‫ََ اليِخب ي‬
‫ا‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ل‬
‫]يس اخبلا هجر خأ[ » انابج ََ اَِ ذر‬

"Kembalikan jubahku. Demi Allah, jika saja aku memiliki ternak sebanyak pohon besar niscaya aku
akan bagi-bagikan juga kepada kalian, sehingga dengan begitu tidak ada yang menganggapku sebagai
orang yang kikir, dust dan pengecut". HR Bukhari no: 3148.

Al-Hafidh Ibnu Hajar menerangkan, "Didalam hadits ini sebagai dalil tercelanya sifat-sifat yang
disebutkan tadi, yakni kikir, dusta, dan penakut. Dan tidak sepantasnya bagi seorang pemimpin kaum
muslimin yang mempunyai cabang-cabang sifat tersebut".[4] Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wa sallam adalah manusia yang paling dermawan. Beliau pernah mengasih Aqra' bin Habis dan
Uyainah bin Hishan pada perang Hunain setiap orangyan seratus onta. Dan tatkala ada Arab badui
datang maka beliau mengasih satu lembah kambing yang berada di dua gunung, sehingga Arab badui
tadi langsung pulang ke kampungnya sambil menyeru, "Duhai kaumku, masuklah Islam
sesungguhnya Muhammad memberi dengan pemberian yang dirinya tidak takut miskin". HR Muslim
no: 2312.
Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Penakut dan pelit adalah dua sifat yang sangat erat hubungannya.
Jika tidak ada manfaat yang diharapkan darinya, apabila berkaitan dengan badan maka itulah yang
dinamakan penakut, dan jika berkaitan dengan harta maka itulah yang dinamakan pelit".[5]

Seorang penyair mengatakan dalam bait syairnya:

Jika engkau kumpulkan harta lantas engkau simpan

Dirimu hanya dijuluki penjaga harta yang amanah

Tapi cela untuku bila tidak engkau tunaikan

Termakan kerakusan sedang dirimu telah terkubur

Seorang penyair lagi mengatakan:

Apabila dunia telah berlaku baik padamu, balaslah kebaikannya

Dengan berbuat baik pada penghuninya, sungguh hidup berganti-ganti

Jangan takut menderma hilang harta justru dia akan kembali menyapa

Orang kikir mengira hartanya tersimpan, namun kiranya dia justru musnah

Seorang ulama yang bernama Ibnu Muflih menuturkan, "Sangat mengherankan orang yang pelit itu,
dirinya langsung merasakan kefakiran yang ia lari darinya dan beranggapan akan menggapai
kebahagian bila menahan hartanya. Bisa jadi dirinya mati dikala sedang lari dari kefakiran yang ia kira
dan mencari kebahagian yang ia sangka. Sehingga ia hidup didunia dengan penghidupan orang fakir
sedang diakhirat masuk dalam barisan hisabnya orang-orang kaya.

Bersamaan dengan itu pula engkau tidak mungkin menjumpai ada orang pelit kecuali justru orang
lain yang lebih bahagia darinya, karena orang pelit tujuan didunia hanya untuk mengumpulkan harta,
akan tetapi, ingat di akhirat nanti dirinya dihisab dengan sebab menahan harta dari kewajibannya,
adapun orang yang tidak pelit, dirinya akan selamat dari tujuan jelek tersebut dan ketika diakhirat
selamat dari dosa mengumpulkan harta".[6]

Hubais ast-Tsaqawi menceritakan, "Aku pernah duduk bersama Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin
Ma'in. Sedangkan banyak dikalangan murid-muridnya yang bersepakat bahwasannya mereka tidak
mengenal ada orang sholeh yang pelit".[7] Al-Marwadi mengatakan, "Terkadang terkumpul dalam
pribadi orang yang kikir beberapa akhlak yang tercela, dan setiap sifat cela tersebut bisa
mengantarkan pada sifat cela lainnya, yaitu empat akhlak yang kalian dilarang karenanya, yakni sifat
tamak, rakus, prasangka buruk, dan menahan hak orang lain.
Dan jika orang yang bakhil tadi mempunyai apa yang kami sifatkan tadi, dari sifat-sifat yang tercela
dibarengi adat kebiasaannya yang buruk maka sudah tidak tersisa bersamanya kebaikan dan
kesholehan yang diharapkan lagi".[8]

Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat
serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.

KISAH

Qarun adalah seorang dari umat Nabi Musa AS dan mempunyai pertalian kekeluargaan dengan
baginda. Ia dikurniakan oleh Allah SWT kelapangan rezeki dan kekayaan harta benda yang tidak
ternilai banyaknya. Dia hidup mewah, selalu beruntung dalam usahanya mengumpulkan kekayaan,
sehingga hartabendanya bertimbun-timbun sehinggakan para pembawa kunci hartanya tidak
berdaya membawa atau memikul kunci-kunci peti khazanahnya kerana terlalu banyak dan berat.

Qarun hidup mewah dan menonjol di dalam masyarakatnya. Segala-gala tentangnya adalah luar
biasa dan lain dari yang lain. Mahligai-mahligai tempat tinggalnya, pakaiannya sehari-hari, pelayan-
pelayannya serta hamba-hamba sahayanya melebihi keperluannya. Namun begitu, dia masih merasa
belum puas dengan kekayaan yang dimilikinya dan sentiasa berusaha untuk menambahkan hartanya,
sifat manusia yang haloba yang tidak pernah puas dengan apa yang sudah dicapai. Jika ia sudah
memiliki segantang emas ia ingin memperolehi segantang yang kedua dan demikianlah seterusnya.

Sebagaimana halnya dengan kebanyakan orang-orang kaya yang telah dimabukkan oleh harta
bendanya, Qarun tidak sedikit pun merasa bahawa dia mempunyai kewajiban terhadap fakir miskin
dengan harta kekayaannya itu. Dalam hidupnya, ia hanya memikirkan kesenangan dan kesejahteraan
peribadinya, memikirkan bagaimana ia dapat menambahkan lagi kekayaannya yang sudah melimpah
ruah itu.

Qarun telah dinasihatkan oleh pemimpin-pemimpin kaumnya agar menyumbangkan sebahagian


daripada kekayaannya bagi menolong fakir miskin dan orang-orang yang tidak berpakaian dan
kelaparan. Beliau telah diperingatkan bahawa kekayaan yang diperolehi itu adalah kurniaan dari
Tuhan semata-mata yang wajib disyukuri dengan melakukan amal kebajikan terhadap sesama
manusia dan meringankan penderitaan fakir miskin dan orang-orang yang ditimpa musibah.
Diperingatkan kepadanya bahawa Allah SWT yang telah memberinya rezeki yang banyak itu, dapat
pula menarik semula nikmat kesenangan apabila kewajipannya terhadap masyarakat diabaikan.

Nasihat yang baik dan peringatan yang jujur oleh pemimpin-pemimpin kaumnya itu tidak diendahkan
oleh Qarun, malah tidak mendapat tempat di dalam hatinya. Bahkan ia merasa bahawa kekayaannya
menjadikannya pemberi nasihat dan bukan penerima nasihat. Orangramai harus tunduk kepadanya,
mematuhi perintahnya, mengiakan kata-katanya serta membenarkan segala tindak tanduknya.

Qarun menyombongkan diri dengan mengatakan kepada orang-orang yang memberikan nasihat
bahawa kekayaan yang beliau miliki adalah semata-mata hasil jerih payahnya dan hasil kecekapan
dan kepandaiannya berusaha dan bukan merupakan kurniaan atau pemberian dari sesiapapun. Oleh
itu, ia bebas menggunakan harta kekayaannya sekehendaknya dan tidak merasa terikat oleh
kewajipan sosial untuk membantu golongan yang memerlukan. Sebagai tentangan bagi para orang
yang menasihatinya, Qarun makin meningkatkan cara hidup mewahnya dan sengaja menunjuk-
nunjuk kekayaannya dengan berlebih-lebihan.

Apabila ia keluar, ia mengenakan pakaian dan perhiasan yang bergemerlapan, membawa pembantu
yang ramai dari kebiasaannya dan menunggang kuda-kuda yang dihiasi dengan indah. Kemewahan
yang ditonjolkan itu, menjadikan ramai orang iri hati terhadapnya terutama mereka yang masih
lemah imannya. Mereka berbisik-bisik di antara sesama mereka, mengeluh dengan berkata:
“Mengapa kami tidak diberi rezeki dan kenikmatan seperti yang telah diberikan kepada Qarun?
Alangkah mujurnya nasib Qarun dan alangkah bahagianya dia dalam hidupnya di dunia ini! Dan
mengapa Tuhan melimpahkan kekayaan yang besar itu kepada Qarun yang tidak mempunyai rasa
belas kasihan terhadap orang-orang yang melarat dan sengsara, orang-orang yang fakir dan miskin
yang memerlukan pertolongan berupa pakaian mahupun makanan. Dimanakah letak keadilan Allah
yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih itu?” Qarun yang tidak mempedulikan nasihat agar
bersedekah akhirnya didatangi oleh Nabi Musa AS yang menyampaikan kepadanya bahawa Allah
SWT telah mewahyukan perintah berzakat bagi tiap-tiap orang yang kaya dan berada.

Diterangkan oleh Nabi Musa AS kepadanya bahawa di dalam harta kekayaan, ada bahagian yang
telah ditentukan oleh Tuhan sebagai hak fakir miskin yang wajib diserahkan kepada mereka. Qarun
merasa jengkel untuk menerima perintah wajib berzakat itu dan menyatakan keraguan dan
kesangsian terhadap Nabi Musa AS. Ia berkata: “Hai Musa, kami telah membantumu dan
menyokongmu dalam dakwahmu kepada agama barumu. Kami telah menuruti segala perintahmu
dan mendengarkan segala kata-katamu. Sikap kami yang lunak itu terhadap dirimu telah
memberanikan engkau bartindak lebih jauh dari apa yang sepatutnya dan mulailah engkau ingin
meraih harta benda kami. Engkau rupanya ingin juga menguasai harta kekayaan kami setelah kami
serahkan kepadamu hati dan fikiran kami sebulat-bulatnya. Dengan perintah wajib zakatmu ini
engkau telah membuka topengmu dan menunjukkan dustamu dan bahawa engkau hanya seorang
pendusta dan ahli sihir belaka.”

Tuduhan Qarun yang ingin melepaskan dirinya dari kewajipan berzakat itu ditolak oleh Nabi Musa AS
yang menegaskan bahawa kewajipan berzakat itu mesti dilaksanakan kerana ia adalah perintah Allah
yang wajib ditaati. Qarun tidak dapat mengelakkan diri dari kewajiban zakat itu setelah berbantah
dan berdebat dengan Musa, maka ia menyerah dan ditentukan berapa besar zakat yang harus
dikeluarkan dari harta kekayaannya.

Setelah tiba di kediamannya, ia menghitung-hitung bahagian yang harus dizakatkan dari harta
miliknya. Qarun merasa jumlah yang harus dizakatkan terlalu besar dan merasa sayang untuk
mengeluarkan dari khazanahnya sejumlah wang tanpa memperolehi sesuatu keuntungan dan laba
sebagai pulangan. Akhirnya Qarun mengambil keputusan untuk tidak mengeluarkan zakat walau
apapun yang akan terjadi akibat tindakannya itu. Untuk menguatkan pemboikotannya terhadap
kewajiban mengeluarkan zakat, Qarun menyebarkan fitnah terhadap Nabi Musa AS dengan
mengajak orang ramai agar menentang perintah mengeluarkan zakat sebagaimana diperintahkan
oleh Nabi Musa AS.

Ia menyebarkan fitnah seolah-olah Nabi Musa AS dengan dakwahnya dan penyiaran agama barunya
bertujuan ingin memperkayakan diri dan bahawa perintah zakatnya itu adalah merupakan cara
perampasan yang halus terhadap milik-milik para pengikutnya. Lebih jahat lagi untuk menjatuhkan
Nabi Musa AS dan kewibawaannya, Qarun berpakat dengan seorang wanita agar mengaku di depan
umum bahawa ia telah melakukan perbuatan zina dengan Nabi Musa AS. Akan tetapi Allah SWT tidak
rela RasulNya difitnah oleh tuduhan palsu yang diaturkan oleh Qarun itu. Maka digerakkanlah hati
wanita tersebut untuk menyatakan keadaan yang sebenar dan bahawa apa yang ia tuduhkan kepada
Nabi Musa AS adalah fitnah Qarun semata-mata dan bahawasanya Nabi Musa AS adalah bersih dari
perbuatan yang dituduh itu.

Nyatalah bagi Nabi Musa AS bahawa Qarun berniat tidak baik dan tidak dapat diharapkan untuk
menjadi pengikut yang soleh yang mematuhi perintah Allah terutama perintah wajib zakat bahkan ia
dapat merosakkan akhlak dan iman para pengikut Musa dengan sikap dan cara hidupnya yang
berlebih-lebihan. Tambahan pula, Qarun sentiasa berusaha untuk merosakkan kewibawaan Nabi
Musa AS dengan melontarkan fitnah serta berbagai hasutan. Akhirnya, Nabi Musa berdoa kepada
Allah SWT agar menurunkan azab ke atas diri Qarun yang sombong dan bongkak itu, agar menjadi
pengajaran bagi kaumnya yang sudah mulai goyah imannya melihat kenikmatan yang berlimpah-
limpah yang telah Allah kurniakan kepada Qarun. Maka dengan izin Allah SWT, maka terjadilah tanah
runtuh yang dahsyat di atas mana terletak bangunan yang mewah tempat tinggal Qarun dan gedung-
gedung harta kekayaannya. Terbenamlah ketika itu juga Qarun hidup-hidup beserta semua harta
kekayaan yang menjadi kebanggaannya.

Peristiwa yang menimpa Qarun dan harta kekayaannya itu menjadi contoh bagi pengikut-pengikut
Nabi Musa AS serta ubat rohani bagi mereka yang iri hati dan menginginkan kenikmatan dan
kemewahan hidup sebagaimana yang telah dimiliki oleh Qarun. Mereka berkata seraya bersyukur
kepada Allah: “Sekiranya Allah telah melimpahkan rahmat dan kurniaNya, niscaya kami dibenamkan
pula seperti Qarun yang selalu kami inginkan kedudukan duniawinya. Sesungguhnya kami telah
tersesat ketika kami beriri hati dan menginginkan kekayaannya yang membawa binasa baginya.
Aduhai benar-benar tidaklah beruntung orang-orang yang mengingkari nikmat Allah.”

Anda mungkin juga menyukai