Sindrom lelah kronis (chronic fatigue syndrome - CFS) (merujuk sebagai mialgi ensepalomielitis
di UK dan Canada) ditandai dengan tanda lelah yang berat selama enam bulan atau lebih. Sering disertai
myalgia sakit kepala, paringitis, demam rendah, keluhan kognitif, gejala GI, dan nyeri kelenjar getah
bening. Pencarian dilanjutkan untuk mencari infeksi penyebab kelelahan kronis karena sangat banyak
sekali pasien mengalami onset yang tiba-tiba setelah menderita flu berat.
Gejala kronis, kelelahan telah menjadi syndrome klinik yang penting untuk psikiater dan
neurologis sejak setelah era perang sipil diabad ke-19, saat itu keadaan itu disebut sebagai neuro
astemia, atau neuros-sirkulator-astemia, kelainan ini menjadi lebih jrang ketika pertengahan abad ke20,
tapi kembali muncul di US pada pertengahan tahun 1980.
Pada 1988 US center for Deases Control and Prevention (CDC) mendefinisikan kriteria diagnostic
yang spesifik untuk CFS. Kelainan diklasifikasikan dalam edisi ke 10 dari The Internastional Statistica
classification of deases and related health problem (ECD-10) sebagai kondisi yang dianggap gangguan
yang belum diketahu penyebabnya dibawah judul “Malase and Fetegue” dan dibagi lagi kedalam Astenia
dan disabilitas tidak spesifik.
Epidemiologi
Insiden pasti dan prevalensi CFS tidak diketahui tapi insiden berkisar antara 0,007% - 2,8% pada
populasi dewasa umum.
Penyakit ini diamati terutama pada dewasa muda (20-40 tahun). CFS juga terjadi pada anak-
anak dan remaja tapi dengan jumlah yang lebih sedikit. Wanita 2 kali lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Di US, suatu penelitian menunjukkan sekitar 25% populasi dewasa umum mengalami kelelahan
selama 2 minggu atau lebih. Ketika kelelahan bertahan lebih dari 6 bulan, ini disebut sebagai kelelahan
kronis. Gejala kellahan kronis sering muncul bersamaan dengan penyakit lain. Seperti fibromyalgia,
syndrome irritable bowel, dan kelainan sendi temporo-mandibular.
Etiologi
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Diagnosis ditegakkan hanya jika penyebab medis atau
penyebab pskiatris lain tidak ditemukan. Para ilmuwan telah menetapkan tidak ada tanda patognomonik
atau tes diagnostic untuk kondisi ini.
Investigasi telah dicoba untuk mengetahui keterlibatan virus Epstein-Bar (EBV) sebagai agen
etiologi CFS. Infeksi EBV berhubungan dengan antibody spesifik dan limfositosis atipikal yang tidak
ditemukan ada CFS. Hasil tes untuk agen virus lain seperti enterovirus, herpesvirus, dan retro virus
adalah negative. Beberapa investigasi telah menemukan penanda non spesifik dari ketidak normalan
imun pada pasien CFS. Contohnya penurunan respon proliferasi limfosit perifer, tapi respon tersebut
mirip dengan pasien yang ddeteksi memiliki depresi mayor. Beberapa laporan telah menunjukan adanya
kelaianan pada hipotalamik-pituitary-axis (HPA) pada pasien CFS, dengan hipokortikolism sedang.karena
ini, kortisol eksogen biasanya digunakan untuk mengurangi kelelehan tapi dengan hasil yang kurang
jelas. Sitokin seperti interferon (INF)-alfa dan interleukin (IL)-6 masih dalam proses penelitian sebagai
factor penyebab lain. Peningkatan level telah ditemukan pada otak beberapa pasien CFS.
Beberapa penelitian dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menemukan volume
regional area abu-abu dan putih pada pasien CFS.
CFS mungkin diturunkan secara genetik. pada satu peneletian, korelasi pada kembar monozigot
memiliki 2,5 kali kemungkinan lebih besar dibandingkan kembar dizigot. Namun penelitian lebih lanjut
sangat diperlukan.
Karena CFS tidak memiliki manefestasi patognomonik, penegakan diagnosis menjadi cukup sulit,
pskiater harus mencoba untuk menghubungkan sebanyak mungkin tanda dan gejala untuk
mempermudah proses. Walaupun keluhan kronis adalah keluhan umum yang utama, banyak pasien
yang mengalami gejala yang lain (table 14-1). Dengan menggali riwayat pasien, klinisi sebaiknya
memikirkan berbagai kemungkinan yang sesuai dengan gejala, seperti kelainan neurologis, metabolic,
atau pskiatri yang dapat diperhitungkan sebagai penyebab tekanan pada pasien. pada banyak kasus,
tidak ada gambaran yang jelas dalam penggalian riwayat sendiri.
Pemeriksaan fisik juga bukan merupakan diagnostic pasti. Sebagai tambahan kelelahan kronis,
contohnya pasien dapat mengeluh persaan hangat atau ke dinginan pada suhu tubuh normal dan
berbagai keluhan nyeri kelenjar getah bening dengan tidak disertai pembesaran getah bening.
Penemuan gangguan klinis tidak menggambarkan atau meneteapkan gangguan ini.
Kriteria diagnostic CFS berdasarkan CDC ditunjukkan pada table 14-2, termasuk keelahan selama
minimal 6 bulan, gangguan memori atau konsentrasi, nyeri tenggorokan, nyeri atau pembesaran
kelenjar getah bening, nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, gangguan tidur, dan malaise setelah aktifitas.
Kelelahan adalah gejala yang utama dan ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang berat, cukup
untuk mengakibatkan 50% penurunan aktifitas pasien. Onset biasanya meningkat bertahap, tapi
beberapa pasien memiliki onset akut yang mirip penyakit flu.
Tabel 14-1
Depresi insomnia
Penglihatan kabur
Table 14-2
A. Kelelahan berat yang sukar dijelaskan menetap lebih dari 6 bulan dengan :
1. Onset baru dan jelas
2. Bukan karena aktifitas yang berkelanjutan
3. Tidak hilang dengan istirahat
4. Gangguan fungsional
B. Terdapat 4 atau leih gejala baru :
1. Gangguan memori atau konsentrasi
2. Sakit tenggorokan
3. Nyeri kelenjar getah bening
4. Nyeri otot
5. Nyeri di beberapa sendi
6. Pola bru sakit kepala
7. Tidur tidak nyenyak
8. Malaise setelah aktifitas dan berlangsung lebih dari 24 jam
Pada beberapa kasus terdapat korelasi bermakna antara CFS dan hipotensi neural, suatu kelainan
saraf autonomy. Dianjuran kepada pasien dengan gejala CFS dilakukan tes tilt-table untung
memperhitungkan gejala yang mengarah kepada hipotensi sehingga nanti dapat dilakukan pengobatan
yang tepat.
Seorang wanita berumur 55 tahun dirujuk ke spesialis neuromuscular oleh dokter umum
pribadinya untuk pemeriksaan dan terapi kelelahan kronis. Gejala telah menetap selama 2 tahun dan
telah memburuk. Keluhan utamanya adalah kelelahan yang dia sebut dengan “kelemahan”. Dia juga
merasakan sensasi nyeri pada otot dan sendi yang bertambah parah jika dia memaksakan diri untuk
beraktifitas. Dengan pengobatan internal dan evaluasi rheumatologi tidak didpatakan kelainan kecuali
sedikit peninggian kadar sedimentasi sekitar 35 mm. wanita itu mengkonsumsi prednison 20 mg/hari
dan dia ingin tetap melanjutkan konsumsi obat prednisone, tapi ahli rheumatology menganjurkan untuk
penghentian konsumsi. Hal ini menyebabkan perdebatan dengan dokter umumnya sehinga dokter
umumnya tidak ingin bertemu lagi dengan wanita itu dan tidak lagi memberikan resep prednisone
padanya. Dokter umumnya ingin merujuk wanita itu ke pskiater namun wanita itu menolak.
Pasien ini memperbaiki sikapnya, menrapikan bajunya, dan berbicara dengan jelas. Dia mengalami
obesitas ringan, dan bergerak sangat lambat, bahkan sedikit kepayahan ketika memasuki ruangan
konsultasi. Dia membuka sesi wawancara dan menjelaskan bahwa dia hampir tidak bias bergerak. Duduk
di rumah di kursi yang besar dan memerlukan perawatan terus menerus dari suaminya yang seorang
pengacara ternama. “itu hampir mengancurkan pekerjaannya”. Dia menjelaskan “Dia tidak bisa bekerja.
Dia harus pulang setiap beberapa kali dalam satu hari untuk menengokku”
Berdasarkan pembicaraan yang dilakukan wanita itu, hal ini mengarah kepada psikosomatis.
“jangan katakana ini hanya pikiranku saja “ ucapnya tegas.”karena ini nyata” ia melanjutkan. “itu
benar jika aku memiliki . . . kesulitan ketika aku masih muda” lanjutnya. “tapi itu tidak ada yang bias
dilakukan dengan apa yang sedang terjadi sekarang” dia terdiam dan menatap jujur konsultan. “tatap
aku” katanya. “apa akau terlihat depresi di matamu? Apa aku tampak cemas? Apa aku terlihat seperti
pasien sakit jiwa?” sang konsultan harus mengakui bahwa iatidak menunjukkan adanya tanda dan gejala
pskiatri secara jelas.
Berdasarkan riwayat pasien, jelas bahwa pasien sebenarnya sehat kecuali adanya gangguan
keleleahan neuropskiatri. Sebagai tambahan prednison, ia memberikan selective serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) pada dosis sedang dan obat tidur tiap malam. Ia juga memberi angiotensin converting
enzyme (ACE) inhibitor untuk terapi hipertensi.
Pasien tidak menunjukkan adanya tekanan berat atau tanda-tanda psikopatologi. Walaupun dia
tidak punya pekerjaan di luar rumah ia biasanya beraktifitas sebagai sukarelawan berbagai komunitas.
Pernikahannya dengan pengacara itu adalah pernikahannya yang kedua dan telah berlangsung selama
20 tahun.
Gejala kelelahan yang dialaminya berkembang perlahan selama 2-3 tahun hingga akhirnya
menjadi sangat berat dan membuatnya harus berhenti beraktifitas dan hanya dapat duduk di rumah.
Bahkan dengan konsumsi prednison, yang telah dianggap “memberikan keajaiban” kepada pasien,
pasien tidak dapat beraktifitas seperti sedia kala ketika masih bias menjadi sukarelawan berbagai
komunitas.
Diagnosis banding
Kelelahan kronis harus dibedakan dengan gangguan endokrin (mis. Hipotiroid), gangguan
neurologis (mis. Multiple sclerosis), gangguan infeksi (mis. AIDS), dan gangguan pskiatri ( mis. Gangguan
depresi). Proses evaluasinya rumit dan skema diagnosis dijabarkan pada table 14-3.
Table 14-3
Riwayat
Karakteristik gejala CFS termasuk kelelahan, nyeri otot, nyeri sendi, gangguan ingatan dan konsentrasi,
dan tidur tak nyenyak.
Pemeriksaan fisisk
Hipotiroid
Hepatitis kronis
Anemia kronis
Gangguan neuromuscular
Sindrom sleep apnu
Occult malignancy (penyakit lain yang tersembunyi), dll
Pemeriksaan laboratorium
Urinalisis
Hitung darah dan diferensial
Nilai sedimentasi eritrosit
Tes fungsi ginjal
Tes fungsi hati
Kalsium, fosfat
Gula darah sewaktu
Tes fungsi tiroid
Pemeriksaan lain yang mungkin diindikasikan
Pasien CFS memiliki gejala depresi tanpa ada rasa bersalah, ide bunuh diri, atau perlambatan
psikomotor yang dapat diamati
Kelelahan kronis yang menetap selama 6 bulan atau lebih secara terus menerus, tidak dapat
digambarkan, menetap atau relaps. Dengan onset yang baru atau jelas dan bukan merupakan akibat
dari kegiatan yang sedang dilakukan; tidak hilang dengan istirahat. Dan merupakan akibat dari
penurunan jabatan, pendidikan, sosial, atau aktifitas sosial; dan empat atau lebih gejala berikut yang
terjadi secara bersamaan ; (1) gangguan ingatan atau konsentrasi jangka pendek, (2) sakit
tenggorokan, (3) sakit leher atau kelenjar limfe axillar, (4) nyeri otot atau sendi, (5) sakit kepala, (6)
tidur tidak nyenyak, dan (7) rasa tidak nyaman (malaise) setelah beraktifitas.
Hingga sekitar 80% pasien dengan CFS memiliki kriteria diagnostic untuk depresi mayor.
Hubungannya dangat besar sehingga banyak pskiater percaya bahwa semua kasus dengan sindrom
ini merupakan gangguan depresi, pasien dengan CFS jarang dilaporkan memiliki perasaan bersalah,
keinginan bunuh diri, atau anhedonia dan menunjukkan sedikit atau tidak ada penurunan BB.
Umumnya juga tidak ada riwayat keluarga mengalami depresi atau gangguan jiwa terkait genetic
lainnya , jika ada riwayat, maka riwayat tersebut biasanya berupa suatu kejadian tidak mengenakkan
yang kemudian menyebabkan gangguan depresi pada pasien. Walaupun beberapa pasien bereaksi
terhadap obat antidepresan, banyak yang menjadi sukar sembuh dengan pemberian berbagai jenis
agen psikofarmako. Tergantung pada penegakkan diagnosis, bagaimanapun juga gangguan depresif
memerlukan terapi antidepresan, terapi cognitive-behaviour, atau kombinasi keduanya.
Pemulihan spontan jarang terjadi pada pasien CFS, tapi perbaikan mungkin saja terjadi. Hingga
saat ini hampir sebagian besar penelitian menggunakan sampel yang kecil. Pada suatu penelitian,
63% pasien dengan sindrom CFS diamati hinga 4 tahun dan dilaporkan mengalami perbaikan. Pasien
dengan prognosis terbaik adalah pasien yang tidak memiliki riwayat gangguan pskiatri terdahulu
atau sedang mengalami gangguan pskiatri lain secara bersamaan., mereka dapat menjaga kontak
sosial, melanjutkan pekerjaan, bahkan dalam kondisi jabatan yang menurun.
Pengobatan
Pengobatan CFS yang utama adalah dengan cara suportif. Dokter harus membangun hubungan
terlebih dahulu dan jangan mengabaikan keluhan pasien tanpa dasar. Keluhannnya bukanlah
khayalan, pemeriksaan medis juga harus dilakukan dengan cermat, serta perlu dilakuakn evaluasi
psikis. Kedua pemeriksaan ini membatasi penyebab gangguan yang lain.
Tidak ada pengobatan yang benar-benar efektif. Antivirus dan kortikosteroid tidak memberikan
efek walaupun beberapa pasien menunjukkan kelelahan dapat berkurang dengan konsumsi
amantadine (symmetrel). Terapi simtomatik (mis. Analgetik untuk nyeri otot atau nyeri sendi) biasa
diberikan tetapi obat NSAID tidak efektif. Pasien harus diberi semangat untuk melanjutkan aktifitas
sehari-hari dan menahan rasa lelah sebisa mungkin. Mengurangi beban kerja lebib baik
dibandingkan tidak masuk kerja sama sekali. Beberapa penelitian menunjukkan efek yang positif
dengan terapi kegiatan bertahap (granded exercise therapy / GET).
Terapi pskiatri sangat diperlukan, khususnya jika terdapat depresi. Pada banyak kasus, gejala
membaik selama pasien mendapatkan psikoterapi. Terapi kognitif-behavioral khusunya sangat
berguna. Terapi ini membantu pasien menghadapi dan memperbaiki kepercayaan yang salah
sepertii takut akan berbagai hal yang menyebabkan kelelahandan akan memperburuk gangguan.
Agen farmako khususnya antidepresan nonsedatif seperti buspiron (welbutrin), dapat membantu.
Nefazodone (seizone) dilaporkan dapat mengurangi rasa sakit dan memperbaiki tidur serta
kemampuan mengingat pada beberapa pasien. Analeptic (mis. Amphetamine, atau methylpenidate
[Ritalin]) dapat membantu / mengurangi kelelahan. Table 14-4 menunjukan rekomendasi untuk
pendekatan farmakoterapi secara umum.
Kelompok terapi bersama dapat membantu pasien CFS. Mereka meberikan keuntungan
bersama dengan memberikan gharapan, menawarkan penjelasan, berbagi pengalaman, dan
memeberikan informasi. Kedkeatan antar anggota grup juga dapat meningkatkan harga diri yang
biasanya mengangu pada pasien karena sering merasa pskiater tidak memperhatikan mereka
dengan serius. Untuk alas an ini banyak pasien lebih memilih mengkonsumsi vitamin, mineral, dan
obat tradisional. Padahal hal ini hanya membantu sedikit dan bahkan tidak ada efeknya sama sekali.
Tabel 14-4
fibromialgia
fibromialgia ditunjukkan dengan rasa nyeri dan kaku dari jaringan lunak seperti otot, ligament, dan
tendon. area sekitar yang melunak disebut “trigger point”. area leher dan dada adalah area yang paling
sering terkena, tapi nyeri dapat berada di lengan, bahu, punggung bawah, dan kaki.
komorbiditas
terdapat penumpukan antara pasien dengan fibromialgia dengan gangguan pskiatri lain seperti depresi,
panik dan ansietas, dan gangguan post traumatic stress (PTSD). fibromialgia sering terdapat pada CFS
dan gangguan depresi. onset gangguan pskiatri lain paling sering muncul 1 tahun setelah onset
fibromialgia.
terdapat juga komorbiditas yang jelas antara pasien dengan fibromialgia dan gangguan rheumatology
seperti rheumatoid arthritis, lupus, dan lain-lain. gejala fibromialgia tidak berhubungan dengan
perjalaan penyakit medis, namun penyakit tersebut dapat saja muncul.
epidemiologi
fibromialgia umumnya menyerang wanita 3% lebih sering dibanding pria (1%) khususnya pada usia
produktif. faktanya fibromialgia berhubungan dengan ketidakmampuan bekerja sekitar 50% dalam
keadaan prima. terdapat sekitar 5 juta warga Amerika umur 18 tahun ke atas yang mengalami gangguan
ini.
etiologi
etiologi fibromialgia masih belum jelas. namun biasanya timbul lebih cepat oleh stres yang
mengakibatkan spasme pembuluh darah sekitar yang mengganggu perfusi oksigen di derah sekitar.
terapi
beragam obat psikotropik umumnya diresepkan untuk fibromialgia, khususnya antidepresan pregabalin
( Lyrica), obat anti epileptic telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai terapi
untuk nyeri terkait fibromialgia. dosis pregabalin adalah 150 mg, 3 kali sehari. spektrum luas dari
analgetik lain, termasuk aspirin dan asetamenofen diresepkan untuk beberapa pasien.
beberapa pasien memberikan respon terhadap pemberian NSAID. pasien dengan kasus yang lebih berat
memberikan respon terhadap anestesi injeksi. pengalaman menunjukkan bagaimanapun keuntungan
dari terapi adalah bertahan lama atau dapat kembali bekerja.
rencana terapi non farmakologi umumnya termasuk regimen GET dan program rehabilitasi, dengan
keuntungan gejala yang sedang. pijatan pada trigger point juga dapat berguna. psikoterapi membantu
pasien dengan cara menolong pasien memahami dan menghadapi tekanan psikososial
tabel 14-5
kriteria diagnostik
pasien memenuhi kriteria diagnosis dari fibromialgia jika 3 kondisi ini ditemukan
penetapan
1. WPI, catat jumlah area yang pasien alami dan nyeri bertahan selama 1 minggu
skor 0-19
paha kiri
2. skor SS
kelelahan
bangun tidak segar
gejala kognitif
untuk 3 gejala di atas menunjukkan tingkat keparahan selama 1 minggu yang diukur dengan skor
0 = tidak ada masalah
1 = gejala ringan
2 = gejala sedang, masalah dipertimbangkan, sering berada pada tingkat sedang
3 = berat, menyebar, terus menerus, mengganggu kehidupan
pertimbangan gejala somatic secara umum, tanyakan berapa nilai yang pasien rasakan
0= tidak ada gejala
1= gejala ringan
2= gejala sedang
3= gejala berat
skor SS merupakan total penjumlahan dari 3 gejala kelelahan, bangun tidak segar, gejala kognitif
ditambah keparahan gejala secara umum. skor antara 0-12.