1. Sultan Hasanudin
Meninggal:
Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817
Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan
setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau
akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya.
Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau
kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia
bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah
menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa
daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang
melahirkannya.
Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798,
wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan
Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas
militer Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.
Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda
kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku
langsung mengalami penderitaan. Berbagai bentuk tekanan sering terjadi, seperti bekerja
rodi, pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima
tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk
membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat
merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.
4. Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien akhirnya menikah kembali dengan Teuku Umar tahun 1880, kemenakana
ayahnya Seorang pejuang Aceh yang juga cukup disegani oleh Belanda. Sejak itu Cut Nyak
Dien selalu berjuang berama suami barunya, Teuku Umar (September 1893- Maret 1896).
Dalam perjuangannya, Teuku Umar berpura-pura bekerjasama dengan Belanda sebagai
taktikuntuk memperoleh senjata dan perlengkapan perang lainnya. Sementara Itu Cut Nyak
Dien tetap berjuang melawan Belanda di Kampung halaman Teuku Umar. Teuku Umar
akhirnya bergabung lagi kembali dengan para pejuang setelah taktiknya diketahui oleh
Belanda.
Tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh namun Cut
Nyak Dien tetap meneruskan perjuanngannya dengan bergerilya dan tidak pernah mau
berdamai dengan Belanda yang disebutnya “Kafir-Kafir”.
Perjuangannya yang berat karena memaksanya beserta pasukannya keluar masuk hutan
menyebabkan keadaan Cut Nyak Dien drop dan menderita sakit Encok.
Karena kasihan dengan keadaan Cut Nyak Dien, para pengawalnya membuat kesepakatan
dengan Belanda asal “Cut Nyak Dien tidak diperlakukan sebagaiorang terhormat dan bukan
sebagai penjahat perang”
Sebagai tawanan, Cut Nyak Dien masih sering kedatangan tamu dan karenanya Belanda
masih menghkawatirkan pengaruh Cut Nyak Dien sehingga membuangnya ke Sumedang.
Cut NYak Dien akhirnya wafat di Pengasingan sebagaipejuang wanita berhati baja dan ibu
bagi rakyat Aceh.
Pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepada Cut Nyak Dien
berdasarkan SK Presiden RI No 106/1964.
5. Martha Christina Tiahahu
Belanda kemudian menugaskan perwira angkatan lautnya untuk pergi ke Nusa Laut untuk
memerangi pejuang-pejuang disana. Perlawanan rakyat Nusa Laut akhirnya dapat dipatahkan
dan Benteng Beverwijk berhasil dikuasai kembali oleh Belanda pada tanggal 10 November
1817.
Christina dan ayahnya akhirnya dapat ditangkap oleh Belanda dan mendapatkan hukuman.
Ayahnya mendapat hukuman mati, sementara Christina dibebaskan oleh Belanda akibat
belum cukup umur / terlalu muda. Paulus mengajak anaknya untuk melihat eksekusi tembak
mati yang dilakukan oleh Belanda terhadap ayahnya, dan Christina melihat itu semua dengan
tegar.
Makam : Banjarmasin.
Pangeran Antasari ebrhasil menyerang dan menguasai kedudukan Belanda di Gunung Jabuk.
Pangeran Antasari jugat menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron. Pejuang-pejuang
Banjar juga berhasil menenggelamkan kapal Onrust beserta pemimpinnya, seperti Laetnan
Van der Velde dan Letnan Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas siasat
Pangeran Antasari dan Tumenggung Suropati.
Pada Tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke
Cianjur, Jawa Barat. Pangeran antasari kemudian mengambil alih pimpinan utama. Ia
diangkat oleh rakyat sebagai Panembahan Amiruddin Khafilatul Mu’min, sehingga kualitas
peperangan menjadi semakin meningkat karena ada unsur agama. Sayang, Pangeran Antasari
akhirnya wafat tanggal 11 Oktober 1862 karena penyakit cacar yang saat itu sedang mewabah
di Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu, ia sedang menyiapkan serangan besar-besaran
terhadap Belanda.
Lahir : Yogyakarta, 11
November 1785
Perjuangan : Tahun 1807 Malim basa mendirikan Benteng di kaki bukit Tajadi
yang kemudian diberi nama Imam Bonjol. Sejak saat itu ia dikenal dengan nama Tuanku
Imam Bonjol. Tuanku Imam Bonjol wafat karena adanya Perang Paderi. Perang Paderi tarjadi
karena pada waktu itu di Minangkabau, sedang terjadi pertentangan yang hebat antara kaum
Paderi (kaum agama) dengan kaum adat tentang kehidupah bebas para kaum adat seperti
berjudi dan mabuk mabukan. Pada awalnya, pertentangan ini hanya melibatkan kaum adat
dan kaum paderi saja. Tapi karena kedudukan kaum adat semakin terdesak, Kaum adat lalu
meminta bantuan kepada Belanda.
Sejak saat itu pulalah, Belanda ikut campur dalam pertentangan di Minangkabau. Lalu
Belanda mulai mendirikan benteng di Batu Sangkar dan di Bukit Tinggi untuk memperkuat
kedudukannya. Tuanku Imam Bonjol memliki banyak pengikut yang membuat Belanda
kewalahan. Apalagi pada saat yang bersamaan, Belanda juga terdesak dengan Perang
Diponegoro sehingga Belanda merasa perlu “berdamai sementara” dengan kaum paderi untuk
mengalihkan kekuatan di Pulau Jawa menghadapi Perang Diponegoro.
Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-markas
Tuanku Imam Bonjol. Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima perang yang handal
sehingga membuat Belanda harus mengerahkan bantuan tambahan dan siasat-siasat licik.
Sehingga untuk menangkapTuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-cara kotor
dengan cara mengajak berunding di seikitar Bukit Gadang dan Tujuh Lurah. Dan disitu
pulalah Tuanku Imam Bonjol ditangkap pada tanggal 25 Oktober 1937.
Tuanku Imam Bonjol lalu ditawan di Bukit Tinggi lalu diasingkan dari Cianjur lalu ke
Ambon dan terakhir di Manado. Tuanku Imam Bonjolakhirnya wafat di Manado pada tanggal
8 November 1864.
Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepadanya berdasarkan SK
Presiden RI No 087/TK/1973.
9. Sisingamangaraja XII
Nama Pahlawan :
Sisingamangaraja XII
– Mei 1883, pos Belanda di Uluan dan Balige diserang oleh pasukan Sisingamaraja.
Wafat : Meulaboh, 11
Februari 1899
Belanda sempat berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun 1883. Satu tahun
kemudian (tahun 1884) pecah kembali perang di antara keduanya. Pada tahun 1893, Teuku
Umar kemudian mencari strategi bagaimana dirinya dapat memperoleh senjata dari pihak
musuh (Belanda). Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek (kaki tangan) Belanda.
Istrinya, Cut Nyak Dien pernah sempat bingung, malu, dan marah atas keputusan suaminya
itu.
Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara
untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas militer. Atas
keterlibatan tersebut, pada 1 Januari 1894, Teuku Umar sempat dianugerahi gelar Johan
Pahlawan dan diizinkan untuk membentuk legium pasukan sendiri yang berjumlah 250
tentara dengan senjata lengkap.
Saat bergabung dengan Belanda, Teuku Umar sebenarnya pernah menundukkan pos-pos
pertahanan Aceh. Peperangan tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura. Sebab,
sebelumnya Teuku Umar telah memberitahukan terlebih dahulu kepada para pejuang Aceh.
Sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17
orang panglima dan 120 orang prajurit, termasuk seorang Pangleot sebagai tangan kanannya
akhirnya dikabulkan oleh Gubernur Deykerhorf yang menggantikan Gubernur Ban Teijn.
Pada tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar kemudian keluar dari dinas militer Belanda dengan
membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan
uang 18.000 dollar.
Dengan kekuatan yang semakin bertambah, Teuku Umar bersama 15 orang berbalik kembali
membela rakyat Aceh. Siasat dan strategi perang yang amat lihai tersebut dimaksudkan untuk
mengelabuhi kekuatan Belanda pada saat itu yang amat kuat dan sangat sukar ditaklukkan.
Pada saat itu, perjuangan Teuku Umar mendapat dukungan dari Teuku Panglima Polem
Muhammad Daud yang bersama 400 orang ikut menghadapi serangan Belanda. Dalam
pertempuran tersebut, sebanyak 25 orang tewas dan 190 orang luka-luka di pihak Belanda.
Gubernur Deykerhorf merasa tersakiti dengan siasat yang dilakukan Teuku Umar. Van
Heutsz diperintahkan agar mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk menangkap
Teuku Umar. Serangan secara mendadak ke daerah Melaboh menyebabkan Teuku Umar
tertembak dan gugur dalam medan perang, yaitu di Kampung Mugo, pedalaman Meulaboh
pada tanggal 11 Februari 1899.
Sinopsis Novel
(Awanda Alifia)
Penerbit :Bukune
Sinopsis Novel :
Suatu hari Dika (Raditya Dika) datang ke rumah Ina (Anjani Dina), cinta
pertamanya sewaktu SMA, membawa seribu origami burung bangau di tangan kanannya, dan
undangan pernikahan Ina di tangan kirinya.Besok, Ina akan menikah. Kedatangan Dika
diterima oleh Bapak Ina (Tio Pakusadewo) yang curiga kedatangan Dika untuk kasus cinta
lama yang belum selesai dan berpikir bahwa Dika ingin menggagalkan pernikahan anaknya.
Dika menceritakan maksud sebenarnya, yang jauh dari tuduhan Bapak Ina.
Seiring dengan Dika bercerita, kita melihat masa lalu Dika (Christoffer Nelwan), dia
berteman akrab dengan Bertus (Julian Liberty). Pada masa ini, Dika SMA jatuh cinta diam-
diam kepada Ina. Baik Dika dan Bertus sama-sama sadar, untuk mendapatkan cewek di
sekolah, mereka harus populer. Dika dan Bertus sudah sering memecahkan masalah di
sekolahnya, pada suatu ketika Dika dan Bertus bertemu Cindy dan akhirnya mereka bertiga
membuat grup detektif. Bertus menyebut grup ini dengan Tiga Sekawan.
Suatu ketika ada suatu kasus yang tidak bisa mereka pecahkan, kasusnya adalah grafiti
di tembok sekolah. Mereka berfikir kalau grafiti itu dituju untuk mengancam kepala sekolah.
Waktu terus berlalu hingga mereka lulus sekolah, dan setelah bertahun-tahun mereka
menjalani hidup, Dika pun penasaran akan grafiti itu setelah Dika menelit lagi ternyata
gambar yang ada di grafiti itu bukanlah gambar iblis, melainkan gambar marmut yang mirip
dengan gambar di handuk yang Dika terima dari Cindy. Dika juga ingat kalau yang
memberitahukan tentang kasus itu pertama kali ialah Cindy, Dika juga membaca petunjuk
yang ada pada grafiti itu ialah “untuk dibaca oleh dua orang” Lalu Dika membacanya
bersama Bertus dan membacanya juga per-dua kalimat.
Lalu Dika sudah menyimpulkan bahwa kalimat dalam grafiti itu adalah mengenai surat
cinta yang dibuat oleh Cindy. Dika dan Cindy pun bertemu di acara pernikahan Ina dan Dika
menjelaskan yang dia ketahui semua tentang grafiti itu, dan Cindy pun tersipu malu lalu Dika
mengeluarkan handuk yang diberikan oleh Cindy dengan gambar
“Cinta itu kayak marmut lucu warna merah jambu yang berlari di sebuah roda seakan dia
udah berjalan jauh padahal dia nggak kemana-mana. Nggak tahu kapan harus berhenti.”