Anda di halaman 1dari 17

Manajemen Angkutan Sungai Danau dan

Penyeberangan/Aspek perencanaan dalam


pengembangan
Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
< Manajemen Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan

Perencanaan merupakan langkah untuk melihat kedepan, memperkirakan apa yang akan
terjadi sehingga dapat dirumuskan strategi yang akan ditempuh pemerintah ataupun
perusahaan dalam mengembangkan sistem angkutan sungai, danau dan penyeberangan.

Daftar isi
 1 Dasar pelaksanaan perencanaan
 2 Perencanaan ASDP
 3 Kondisi saat ini
 4 Tahap pengumpulan data
o 4.1 Persiapan Survei
o 4.2 Kebutuhan Data
 5 Metode pengumpulan data
 6 Analisis
o 6.1 Analisis Awal
o 6.2 Lingkup Penyusunan Rencana Umum
o 6.3 Kedalaman Alur
o 6.4 Analisis Alur Yang Potensial
o 6.5 Kelebaran Alur
o 6.6 Tikungan Alur
o 6.7 Kecepatan Arus
o 6.8 Kelas Alur
o 6.9 Perkiraan
 7 Identifikasi Solusi
 8 Rencana penganggaran
 9 Pembangunan
 10 Referensi

Dasar pelaksanaan perencanaan


Secara umum perencanaan transportasi harus dikaitkan tata ruang sebagaimana diatur dalam
Undang-undang no 20 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana dikatakan bahwa ruang
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri
Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan
upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman
pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga
keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
Selanjutnya didalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional dikatakan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang
selanjutnya disebut RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang
wilayah negara. Sedangkan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Dan
tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Terkait dengan RTRWN adalah
Rencana Jangka Panjang Kementrian Perhubungan 2005-2025 yang merupakan rencana
indikatif yang berisikan latar belakang, kondisi transportasi nasional tahun 1995-2004, aspek-
aspek fundamental, arah pembangunan transportasi jangka panjang 2005-2025 serta penutup,
digunakan sebagai acuan bagi seluruh unit kerja di lingkungan Kementrian Perhubungan
dalam penyusunan Rencana Strategis, Rencana Kerja serta Rencana Kerja dan Anggaran
Kementrian Perhubungan, yang selanjutnya dituangkan dalam Master Plan Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat dan sirinci lebih lanjut dalam Program kerja Direktorat
LLASDP.

Perencanaan ASDP
Perencanaan transportasi adalah suatu perencanaan kebutuhan prasarana transportasi seperti
jalan, terminal, pelabuhan, pengaturan serta sarana untuk mendukung sistem transportasi
yang efisien, aman dan lancar serta berwawasan lingkungan. Secara sederhana proses
perencanaan mengikuti alur sebagaimana digambarkan berikut ini:

Pengembangan Angkutan Penyeberangan Nasional sebagaimana dirumuskan dalam


Masterplan Perhubungan Darat[1] mengkuti pola berikut :

1. Poros memanjang: meliputi poros Utara, Tengah dan Selatan yang menghubungkan
pulau-pulau arah Timur dan Barat. Untuk mendukung struktur ruang nasional yang
telah ditetapkan dalam RTWN maka pengembangan jaringan penyeberangan dititik
beratkan pada jaringan transportasi penyeberangan lintas Utara dari Sabang sampai
Jayapura melalui Pontianak, Nunukan, Manado, Ternate dan Biak. Jaringan
transportasi lintas tengah dari Palembang ke Jayapura melalui Banjarmasin,Ujung
Pandang, Kendari, Ambon, Sorong dan Biak. Jaringan transportasi penyeberangan
lintas selatan dari Sabang sampai Merauke melalui Jakarta, Bali, Bima, Kupang, Dilli
dan Tual.
2. Penghubung poros: lintas penyeberangan jarak jauh yang menghubungkan pulau-
pulau utama Utara – Selatan. Lintas penyeberangan penghubung poros merupakan
lintas penghubung simpul aktivitas ekonomi yang terdapat sepanjang poros. Lintas
penghubung poros yang diidentifikasikan dapat dikembangkan diantaranya : Surabaya
- Ujung Pandang, Apatuna - Mbai, Bima - Bau-bau
3. Poros internasional: Lintas penyeberangan antara Indonesia dengan negara-negara
tetangga untuk mendukung kerjasama regional dan kutub-kutub pertumbuhan. Untuk
mendukung kerjasama regional dan kutub-kutub pertumbuhan, diidentifikasikan lintas
penyeberangan yang perlu dikembangkan antara Indonesia dengan negara-negara
tetangga yaitu Kupang - Darwin, Medan - Langkawi, Sulawesi Utara - Tawao.

Kondisi saat ini


Indikator kinerja sistem transportasi harus dipantau secara terus menerus agar dapat diketahui
posisi demand dan supply sistem, bila demand sudah semakin dekat dengan supply, maka
semakin kritis keadaan. Informasi yang perlu dikumpulkan diantaranya:

1. Pertumbuhan kebutuhan angkutan, yang dilihat dari data historis bagi pelayanan yang
sudah ada, termasuk juga perlu diketahui faktor musiman, apakah musim tanam,
musim panen, musim hujan, musim kemarau ataupun faktor yang terkai dengan
liburan anak sekolah ataupun pada saat hari-hari besar keagamaan.
2. Tingkat penggunaan prasarana, untuk melihat sejauh mana faktor muat yang ada,
apakah sudah mencapai titik kritis. Titik kritis berada pada kisaran faktor muat antara
0,7 sampai 0,8, bila sudah berada angka tersebut perlu langkah terobosan sehingga
tidak terjadi antrian pada saat puncak arus angkutan.
3. Waktu tunggu merupakan salah satu indikator pelayanan yang penting, waktu tunggu
yang panjang mengindikasikan terjadinya masalah kapasitas dalam penyediaan
pelayanan.
4. Kecepatan pelayanan merupakan indikator lain yang terkait dengan efisiensi sistem
pelayanan.
5. Panjang antrian merupakan indikator lain dari pelayanan angkutan, bila antrian
panjang maka dapat diartikan bahwa waktu tunggu yang panjang.

Tahap pengumpulan data


Pada tahap ini akan dilakukan pergumpulan data, baik data dari sumber sekunder (instansi
terkait) maupun data primer yang diperoleh dari survei di lapangan. Pada dasarnya
pengumoulan data diusahakan semaksimal mungkin dari data sekunder, dimana pelaksanaan
survei primer hanya dilakukan untuk melengkapi dan memperbarui data yang ada.

Persiapan Survei

Persiapan survei ini dilakukan untuk merencanakan secara detil pelaksanaan survei yang
berkaitan dengan :

1. Pemilihan metoda survei


2. Penyiapan formulir survei sesuai derga1 metoda survei yang digura<an
3. Penyiapan sumber daya survei dan penyusunan jadual pelaksanaan survei

Kebutuhan Data

Secara umum data yang dibutuhkan dapat digolongkan dalam 2 (dua) kategori yakni: data
untuk pemodelan transportasi dan data untuk meramalkan pola pengembangan sistem
jaringan transportasi dimasa yang akan datang. Data yang digunakan untuk memodelkan
sistem jarngan transportasi regional yang terdiri dari:

1. Data sosioekonomi, yang meliputi data jumlah dan penyebaran penduduk, tingkat
pendidikan, jumlah dan ponyebaran tenaga kerja. PDRB dan PDRB perkapita, output
(produksi) dari kegiatan ekonomi dan data terkait lainnya yang disusun menurut
Kabupaten/Kota.
2. Data tata ruang yang meliputi data penggunaan lahan per jenis kegiatan , pola
penyebaran lokasi kegiatan, besaran penggunaan ruang dan pola kegiataanya.
3. Data permintaan transportasi, yang merangkum karakteristik perjalanan di daerah
yang akan di studi. Data tersebut meliputi kecepatan, waktu perjalanan, biaya, data
kecelakaan, asal-tujuan perjalanan dan rute pelayanan utama.
4. Data Jaringan transportasi, yang merangkum data mengenai kondisi dan tingkat
pelayanan jaringan transportasi yang berada di dalam daerah studi, baik ruas maupun
simpul pada jaringan jalan yang dioperasikan serta identifikasi kondisi simpul-simpul
transfer antara moda lain dengan jaringan jalan.
5. Data kondisi sungai-sungai, danau dan lintas penyeberangan
6. Data simpul-simpul transportasi

Sedangkan data yang diperlukan untuk meramalkan pola pengembangan sistem transportasi
perairan pedalaman, antara lain terdiri dari:

1. Dokumen perencanaan dan rencana pengembangan atau tata ruang wilayah (RTRW)
baik di level Nasional, Propinsi dan Kota, khususnya besaran-besaran teknis yang
dapat digunakan untuk memprediksikan kebutuhan perjalanan dan kebutuhan sarana
serta prasarana jalan unluk mendukung pelaksanaannya.
2. Dokumen peraturan-peraturan yang terkait,
3. Konsep dan besaran teknis dari sejumlah rencana pengenïbangan sistem jaringan
transportasi dari beberapa sumber studi terdahulu untuk kemudian dikembangkan
lebih lanjut sebagai alternatif skenario.
4. Studi-studi terkait lainnya.

Metode pengumpulan data


Untuk bidang ASDP seperti juga pada bidang lainnya. karena begitu banyaknya data yang
diperlukan untuk berbagai tujuan dan kepentingan maka terdapat pula berbagai jenis kegiatan
survei yang harus dilakukan.

Adapun secara umum, berdasarkan sifat pergerakan obyek Surveinya. jenis-jenis kegiatan
survei dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Survei ASDP yang bersifat statis/pasif di mana obyek dan subyek survei (surveyor)
pada umumnya tidak melakukan proses pergerakan/perpindahan (masih berada pada
suatu titik pindah dan belum melaksanakan kegiatan pengangkutan) yäng antara lain
terdiri dari :
1. Survei prasarana angkutan, seperti survei alur pelayaran (sungai, kanal/anjir,
danau, waduk maupun selat) maupun terminal (pelabuhan/dermaga) untuk
mencari data menyangkut tentang ketersediaan prasarana ASDP seperti
panjang, dimensi, kondisi perairan, kelengkapan alur (rambu dll), fasilitas
pelabuhan, kondisi iklim/alam dll
2. Survei sarana angkutan (kapal) yang menyangkut tentang ketersediaan sarana
angkut seperti macam-macam kapal, dimensi, jumlah kapal yang ada di suatu
tempat dll
3. Survei muatan (barang, penumpang dan kendaraan) yang menyangkut
besarnya / banyaknya jumlah tingkat permintaan / tingkat produktivitas
angkutan / jumlah muatan yang melalui pelabuhan / dermaga (bongkar- muat
barang, embarkasi-debarkasi penumpang dan turun-naik kendaraan) serta
jenis/karakteristik muatan tersebut (pengepakan, cair/padat, sembako/bukan
dll)
4. Survei asal tujuan, yang menyangkut tentang dari mana dan akan kemana
muatan (penumpang, barang dan kendaraan) diangkut oleh kapal
5. Survei sistem dan prosedur, yang menyangkut peraturan mengenai sarana,
prasarana maupun muatan seperti survei standar kenyamanan alat angkut,
penempatan muatan, kondisi kelaikan, persyaratan kelengkapan, sertifikasi,
tarif, jaringan angkutan/trayek, Lalu lintas muatan di pelabuhan dll
6. Survei organisasi/institusi, yang menyangkut kinerja dan kondisi
keorganisasian dari institusi yang terlibat dalam penyediaan jasa transportasi,
baik institusi pembina, pengelola (pengelola terminal, angkutan dan
pendukung) maupun pengguna jasa, mengenai struktur organisasi, kegiatan
operasional, jumlah pegawai, pendapatan dll
2. Survei ASDP yang bersifat dinamis/aktif, di mana obyek dan subyek survei
(surveyor) pada umumnya melokukan proses pergerakaniperpindahan (berada pada
ruang transportasi/alur pelayaran dan sedang metaksakanakan kegiatan pengangkutan)
yang antara lain :
1. Survei volume lalu lintas, yang menyangkut intensitas/jumlah sarana yang
melaluf suatu titik pada alur dalam suatu jangka/kurun waktu tertentu, seperti
jumlah kapal yang bertalu lalang di Sungai Musi terutama yang melintas di
depan Dermaga Cinde dll
2. Survei kecepatan kapal, yang menyangkut tentang waktu tempuh yang
díbutuhkan kapal untuk menempuh jarak tertentu seperti ecepatan sesaat,
kecepatan rata-rata dll
3. Survei perjalanan kapal, yang menyangkut trayek/rute yang ditempuh, berapa
kali kapal tadf melakukan perjalanari dalam kurun waktu tertentu, tarif, jarak
dan waktu tempuh, jumlah muatan yang dibawa, biaya operasional dll
4. Survei kecelakaan kapal, yang menyangkut tentang kejadian kecelakaan yang
terjadi pada alur pelayaran (tabrakan, tenggelam, jatuhnya penumpang ke
perairan, pencurian/perompakan, kebakaran, pelanggaran peraturan, polusi
lingkungan/tumpahan minyak, dsb) seperti jumlah kecelakaan dalam jangka
waktu tertentu, jenis kecelakaan, jumlah korban, sebab kecelakaan dll
5. Survei persepsi pengguna jasa, yang menyangkut opini dan kepuasan
pengguna jasa terhadap pelayanan jasa transportasi yang dilakukan dll
Kemudian, berdasarkan sifat data yang disurvei, jenis-jenis kegiatan survei dapat dibedakan
sebagai berikut :

1. Survei Inventarisasi ASD, di mana surveyor pada umumnya melakukan proses


pengumpulan data mengenai kelengkapan komponen obyek survei (melakukan
inventarisasi) yang antara lain terdiri dari :
1. Survei inventarisasi alur, yaitu mengambil data mengenai komponen-
komponen alur dan kelengkapannya seperti dimensi, arus, debit, rambu dll
2. Survei inventarisasi pelabuhan/dermaga yang menyangkut tentang
ketengkapan fasilitas di wilayah pelabuhan seperti dimensi lapangan parkir,
kolam pelabuhan, dll
3. Survei inventarisasi kapal yang menyangkut tentang jenis, dimensi, ukuran
GRT, sertífikasi kapal, kelengkapan, kelaikan dll
4. Survei inventarisasi awak kapal, yang menyangkut tentang personil di kapal
seperti sertifikasi awak, jumlah, kecakapan, kebangsaan dll
5. Survei inventarisasiinstitusi dll
2. Survei Karakteristik & Kinerja ASDP, di mana surveyor pada umumnya melakukan
proses pengumpulan data mengenai kondisi, sifat maupun unjuk kerja obyek survei
yang antara lain terdiri dari :
1. Survei muatan
2. Survei volume lalu lintas
3. Survei kedatangan & keberangkatan kapal
4. Survei produktivitas angkutan
5. Surveikecepatan sarana
6. Survei tarif
7. Survei trayek

Analisis
Tahap ini terdiri dari beberapa bagian, yakni: analisis awal, prediksi permintaan perjalanan,
penyusunan rencana pengembangan jaringan transportasi dan penyusunan rekomendasi.
Berikut disampaikan detail bahasan untuk setiap item yang termasuk dalam tahapan ini.

Analisis Awal

Analisis awal merupakan kegiatan untuk menginterpretasi sejumlah data yang diperoleh dari
survei. Kegiatan ini dilakukan untuk:

1. Memverifikasi kualitas dan jenis data yang diperoleh; sebagai awal untuk
memodelkan sistem jaringan transportasi.
2. Mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang ada di dalam sistem jaringan
transportasi sungai dan penyeberangan, yang dituangkan dalam bentuk numerik,
uraian ataupun visual/gambar.
3. Membentuk basis data yang operatif untuk digunakan dalam proses pemodelan dan
analisis.
4. Melakukan pre-analisis untuk membentuk konsep pengembangan jaringan
transportasi sungai yang terintegrasi dengan jaringan transportasi lain.

Lingkup Penyusunan Rencana Umum


Penyusunan rencana umum transportasi perairan daratan regional memiliki lingkup kegiatan
dan pertimbangan yang secara menyeluruh menggabungkan beberapa konsep perencanaan
pengembangan wilayah dalam kerangka yang luas. Gambar berikut menunjukkan lingkup
pertimbangan dan rencana yang dicakup dalam studi ini.

Analisis alur yang potensial, menurut Nur Yuwono (1994), didasarkan pada alur yang dapat
dilayari serta alur dengan tingkat permintaan yang baik. Untuk itu terdapat tiga kriteria yang
harus dipenuhí oleh suatu alur, baik sungai ataupun danau, untuk dikategorikan sebagai atur
yang potensial:

1. ukuran fisik perairan/sungai (panjang, Lebar, kedalaman dan belokan sungai)


2. perilaku hidrolik perairan (banjir, pasang surut dan arus sungaí)
3. keberadaan alur tersebut harus berada di lokasi yang ramai untuk dilayani secara
ekonomis ataupun sosial budaya, contoh: daerah industri, pemukiman, pusat kegiatan
ekonomi dan wisata.

Berdasarkan pengalaman di negara maju seperti Belanda, Reinier Wijnstra (1995)


berpendapat hampir sama namun menambahkan beberapa aspek penting terutama untuk
angkutan yaitu :
Pada gambar di atas, yang dimaksud kapal dengan transit yaitu kebutuhan angkutan lanjutan
antara gudang dan dermaga terhadap jarak menggambarkan karakter angkutan perairan
daratan (ASD). Terlihat bahwa untuk dapat bersaing dengan angkutan jalan, maka jarak
tempuh minimal agar lebih menguntungkan adalah pada sekitar jarak 80 km. Jika kapal
barang untuk angkutan peraíran daratan memiliki kecepatan sekitar 7 knot atau sekitar 13
km/jam maka jarak di atas dapat ditempuh selama sekitar 6 jam. Sementara itu, untuk
angkutan penumpang yang menelusuri sungai (tidak hanya menyeberangi sungai secara
keseluruhan) waktu tempuh mínimal adalah sekitar 30 menit atau selama 6,25 menit, jika
kecepatan kapal penumpang rata-rata adalah 25 km/jam atau sekitar 12,5 knot.

Kedalaman Alur

Pada suatu sungai dan juga danau, hal yang pokok untuk diperhatikan adalah kedalaman alur
yang dapat dilayari. Apabila pengaruh fluktuasi muka air sangat besar, baik akibat pasang
surut maupun perubahan musim, maka kedalaman alur (navigable depth) tersebut sebaiknya
dihitung pada muka air rendah atau LWL (low water level).

Pertimbangan pertama adalah rencana pengembangan ruang kegiatan di wilayah yang


bersangkutan. Selanjutnya dari ruang kegiatan yang akan dikembangkan dapat ditetapkan
lokasi simpul transportasi jalan yang penting dan harus terhubungkan oleh jaringan
transportasi. Terakhir dikembangkan rencana jaringan yang menghubungkan antar simpul-
simpul yang dibutuhkan.

Hasil dari kegiatan ini adalah diperolehnya daftar kebutuhan pengembangan jaringan
transportasi, khususnya jaringan transportasi perairan daratan, yang terkeit dengan jaringan
moda transportasi lainnya.

Usulan kebutuhan pengembangan jaringan transportasi ini perlu ikembangkan Lebih lanjut
untuk dapat menyusun program pencapaiannya atau skala prioritasnya. Hal ini sangat penting
dilakukan mengingat dengan keterbatasan sumber daya, kemungkinan besar tidak semua
kebutuhan pengembangan jaringan transportasi dapat terlaksana dalam satu tahun anggaran.

Analisis Alur Yang Potensial

Selain faktor fluktuasi air, hal Lain yang harus diperhatikan dalam penentuan kedalaman atur
adalah sarat air (draft) kapal, squat (pengaruh penurunan muka air di sekitar kapai karena
pergerakannya), trim (perbedaan antara draft haluan dan buritan), pergerakan kapal, massa
jenis air sungai, tingkat kekerasan dan kerataan dasar atur serta keef c(earance (jarak ruang
kosong antara lunas dan dasar kapal). Menurut ESCAP (1989)[2], secara umum kedalaman
alur pelayaran dapat ditentukan sebagaí berikut :

1. Untuk alur normal, di mana terdapat dua lajur Lalu lintas kapal yang berlayar dengan
kecepatan normal serta kapal bermuatan rencana dapat mendahului kapal di depannya
dengan berhati-hati, kedalaman atur sebaiknya minimum sebesar 1,4 kali draft kapal
2. Untuk alur sempit, di mana terdapat dua lajur lalu lintas kapal yang berlayar dengan
berhati-hati serta kapal tak bermuatan dapat mendahului kapal di depannya dengan
berhati-hati, kedalaman alur sebaiknya minimum sebesar 1,3 kali draft kapal.
3. Untuk alur tunggal, di mana terdapat satu lajur Lalu líntas kapal yang berlayar,
kedalaman alur sebaiknya minimum sebesar 1,2 kali draft kapal
Menurut Nur Yuwono (1994)[3], kedalaman alur dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Untuk alur yang relatif tidak berfluktuasi, kedalaman alur sebaiknya minimum
sebesar 1,5 hingga 1,7 kali draft kapal
2. Untuk alur yang berfluktuasi, kedalaman alur sebaiknya minimum sebesar 1,2 hingga
1,5 kali draft kapal
3. Untuk alur yang diketahui tinggi muka air rendahnya, kedalaman alur sebaiknya
minimum sebesar 1,2 kali draft kapal dihitung dari LWL.

Sementara itu, berdasarkan efisiensi daya dorong kapal atau blockage ratio, kedalaman alur
sebaiknya minimum sebesar 1,5 kali draft kapal Adapun berdasarkan kemudahan dalam
pengendalian kapal kedalaman alur sebaiknya minimum sebesar 1,6 hingga 2,4 kali draft
kapal.

Dalam hal ini akan dipergunakan kedalaman mínimum atur sebesar 1,5 draft (h,jn = 1,5 × d)
mengingat nilai ini cukup mewakili kondisi dari berbagai ketentuan di atas. Di samping itu,
nilai ini dirasa sudah mencukupi di mana besar keel clearance adalah sebesar 0,5 kali draft
kapal. Hal ini bukan hanya untuk sungaf namun juga danau. Besarnya draft kapal sebaiknya
diambil dari ukuran kapal yang dominan melintas atau setidaknya kapal terbesar.

Kelebaran Alur

Pada umumnya, kelebaran sungaf untuk keperluan navigasi telah cukup memadai. Meskipun
demikian, karena sungai memiliki penampang melintang (cross section) yang berbeda-beda
di sepanjang sungai maka kelebaran sungai pun akan bervariasi. Selain faktor fluktuasi air,
hal Lain yang harus diperhatikan dalam penentuan kedalaman atur adatah kecepatan kapal,
angín melintang, arus melintang, arus membujur, gelombang akibat alam, visibilitas terhadap
SBNP, permukaan dasar alur, tingkat bahaya muatan, kemampuan manuver kapal, jenis
perkuatan tebing dan intensitas kepadatan Lalu lintas kapal.

Menurut ESCAP (1989), secara umum kedalaman alur pelayaran dapat ditentukan sebagai
berikut :

1. Untuk alur normal, di mana terdapat dua lajur lalu lintas kapal yang berlayar dengan
kecepatan normal serta kapal bermuatan rencana dapat mendahului kapal di depannya
dengan berhati-hati, kelebaran alur sebaiknya minimum sebesar 4 kali lebar kapal
2. Untuk alur sempit, di mana terdapat dua lajur lalu lintas kapal yang berlayar dengan
berhati-hati serta kapal tak bermuatan dapat mendahului kapal di depannya dengan
berhati-hati, kelebaran alur sebaiknya minimum sebesar 3 kall lebar kapal
3. Untuk alur tunggal, di mana terdapat satu Lajur lalu lintas kapal yang berlayar,
kelebaran alur sebaiknya minimum sebesar 2 kali lebar kapal.

Menurut Nur Yuwono (1994), kelebaran alur dapat ditentukan sebagai berikut :

1. Untuk alur di mana kapal yang melintas relatif seragam, kelebaran alur sebaiknya
minimum adalah 5,2 hingga 8,2 kali lebar kapal.
2. Untuk alur di mana kapal yang melintas relatif tidak seragam, kelebaran alur
sebaiknya minimum adalah 3,5 kali lebar kapal. Dalam hal ini akan dipergunakan
kedalaman minimum alur sebesar 3,5 kali lebar (we = 3,5 x B) kapal yang dominan
melintas mengingat nilai ini cukup mewakili kondisi dari berbagai ketentuan di atas.

Hal ini hanya berlaku untuk sungai dan kanal karena aspek kelebaran pada danau umumnya
tidak dipersoalkan.

Tikungan Alur

Pada sungai alami, biasanya akan dijumpai banyak meander atau tikungan sungai. Jíka
tikungan itu terialu tajam maka akan menyulitkan manuver kapal di tikungan, mempercepat
aliran arus dan mengurangi jarak pandang. Ketajaman tikungan sungai ditentukan dari
besarnya nilaf radius atau jari-jari tikungan.

Menurut ESCAP (1989)[4], secara umum tikungan alur pelayaran dapat ditentukan sebagai
berikut :

1. Untuk atur normal, jari-jari tikungan alur sebaiknya minimum sebesar 6 kali lebar
kapal.
2. Untuk alur sempit, jari-jari tikungan alur sebaiknya minimum sebesar 5 kali lebar
kapal.
3. Untuk alur tunggal, jari-jari tikungan alur sebaiknya minimum sebesar 4 kall lebar
kapal.
Untuk dapat dikategorikan Layak, tentunya sebaiknya digunaka alur normal di melintas
(Rmin = 6 x B), Hal ini hanya berlaku untuk sungai karena danau tidak memiliki tikungan.

Kecepatan Arus

Arus sungai akan bertambah lambat apabila bergerak ke hilir (muara sungai). Semakin besar
kecepatan arus maka akan makin berbahaya karena mengurangi kemampuan pengendalian
kapal. Menurut PIANC, secara umum arus sungai dapat dibedakan sebagai berikut:

 Arus lambat yaitu apabila lebih kecil dari 0,77 m/s


 Arus sedang yaitu apabila sebesar 0,77 m/s hingga 1,54 m/s
 Arus kuat/deras yaitu apabila lebih besar dari 1,54 m/s

Untuk dapat dikategorikan layak, tentunya sebaiknya adalah arus sedang atau tambat, yaitu
maksimal sebesar 1,54 m/s.

Kelas Alur

Menurut ESCAP (1984)[5], suatu alur berdasarkan kemampuannya untuk dapat dilayari oleh
kapal dengan kapasitas muatan tertentu dapat dikategorikan menjadi 10 kelompok yaitu :

Tabel 4.1. Penentuan Kelas Alur

Kategori Alur Kapasitas Angkut Kapal Yang Mampu Melewati


Tidak dapat dilayari Di bawah 1 ton
Alur Kelas 1 Antara 1 hingga 16 ton
Alur Kelas 2 Antara 16 hingga 50 ton
Alur Kelas 3 Antara 50 hingga 100 ton
Alur Kelas 4 Antara 100 hingga 250 ton
Alur Kelas I Antara 250 hingga 400 ton
Alur Kelas II Antara 400 hingga 650 ton
Alur Kelas III Antara 650 hingga 1.000 ton
Alur Kelas IV Antara 1.000 hingga 1.500 ton
Alur Kelas V Di atas 1500 ton

Besarnya kapasitas muat kapal dapat ditentukan dengan rumus berikut :


Keterangan :

V = volume displasmen yaitu banyaknya air yang dipindahkan karena adanya


tambung kapal yang masuk ke air (m3)
L = panjangkapal(m)
B = lebar kapal (m)
d = draft atau tinggi sarat air kapal (m)
p = massa jenis air (t/ m3)
Cb = 0,80 s/d 0,90 untuk kapal ASD
LWT = massa kapal dalam kondísí kosong (ton)

Perkiraan

Untuk mendapatkan gambaran permasalahan antara demand dengan supply, perlu diramalkan
berapa besarnya demand dimasa mendatang, agar dapat diketahui kapan perlu melakukan
investasi terhadap sarana angkutannya ataupun terhadap perluasan/peningkatan kapasitas
prasarana pelabuhan.

Dalam membuat perkiraan masih harus dipertimbangkan pengaruh musim, hari raya, liburan
anak sekolah yang bisanya terjadi peningkatan permintaan yang signifikan.

Identifikasi Solusi
Bila demand sudah mencapai 80 persen dari kapasitas sistem, maka sudah harus
mempertimbangkan penambahan kapasitas yang dapat dilakukan dengan beberapa alternatip
solusi:

1. Memperpanjang waktu operasi, bila hal itu memungkinkan. Seperti dalam hal
pelabuhan masih beroperasi 8 jam sehari bisa diperpanjang menjadi 12 jam atau lebih
lama lagi 24 jam,
2. Meningkatkan efisiensi pelabuhan dengan mempercepat waktu bongkar muat,
menyiapkan fasilitas pengisian/bungker bahan bakar di dermaga.
3. Menambah besar ukuran kapal yang dapat ditempuh antara lain dengan menggunakan
jumlah lantai/geladak yang lebih banyak, atau kapal yang lebih panjang/lebar ataupun
kombinasinya.
4. Menambah jumlah kapal.
5. Menambah jumlah dermaga atau jumlah pelabuhan ataupun langkah yang lebih maju
yang tentunya lebih mahal dengan membangun jembatan.

Langkah selanjutnya adalah menganalisis solusi yang paling baik, yang bisa memberikan
manfaat yang paling besar.

Rencana penganggaran
Setelah alternatip solusi ditetapkan maka langkah selanjutnya menetapkan sumber anggaran
untuk peningkatan kapasitas, apakah dengan sumber anggaran pemerintah (pusat atau daerah)
atau dengan pendekatan Kemitraan Pemerintah dengan Swasta (KPS) yang lebih dikenal
dengan istilah Public Private Partnership (PPP). Seperti yang pernah diusulkan untuk
alternatif Merak – Bakauheni pada lintasan Ketapang – Margagiri. Khusus untuk peningkatan
kapasitas sarana angkutan dapat dibebankan kepada operator angkutan. Penganggaran yang
untuk kawasan perintis umumnya dilakukan pemerintah, ataupun disubsidi oleh pemerintah.

Pembangunan
Setelah ditetapkan penganggaran maka langkah selanjutnya adalah pemograman untuk
pembangunan pelabuhan/kapal baru atau peningkatan kapasitas. Pada lintas-lintas yang
komersil pembangunan dermaga dapat dikerjasamakan dengan Pemerintah Daerah, PT ASDP
ataupun dengan Swasta.

February 13, 2013 by edris1988

ANGKUTAN SUNGAI, DANAU


DAN PENYEBERANGAN
Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan sebagai jembatan “mengapung” yang berfungsi
menghubungkan jaringan transportasi darat yang terputus; kegiatan angkutan feri yang
mengangkut penumpang dan kargo melalui sungai dan perairan; mempunyai rute yang tetap
dan jadwal regular, serta bangunan kapal ferry yang berbentuk khusus.
Angkutan sungai, danau dan penyeberangan diperlukan sebagai sarana meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, memberikan aksebilitas yang lebih baik sehingga dapat
mengakomodasi peningkatan kebutuhan mobilitas penduduk melalui jaringan transportasi
darat yang terputus di perairan antar-pulau, sepanjang daerah aliran sungai dan danau, serta
berfungsi melayani transportasi yang menjangkau daerah terpencil dan daerah pedalaman.
A. Permasalahan
1) Masih terbatasnya sarana yang tersedia.
2) Masih kurangnya keterpaduan pembangunan jaringan transportasi SDP dengan rencana
pengembangan wilayah, serta lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam
system pengembangan prasarana dan sarana ASDP.
3) Belum optimalnya peran serta swasta dalam penyelenggaraan ASDP, baik dalam investasi
pembangunan, operasi dan pemeliharaan, serta penyelenggaraan angkutan perintis.
B. Sasaran
Sasaran pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan yang ingin dicapai adalah
:
1) Meningkatnya jumlah prasarana dermaga untuk meningkatkan jumlah lintas
penyeberangan baru yang siap operasi maupun meningkatnya kapasitas lintas penyeberangan
(Ketapang-Gilimanuk dan Kamal-Surabaya) yang padat.
2) Meningkatnya kelaikan dan jumlah sarana ASDP.
3) Meningkatnya keselamatan ASDP.
4) Meningkatnya kelancaran dan jumlah penumpang kendaraan dan penumpang yang
diangkut, terutama meningkatnya kelancaran perpindahan antarmoda di dermaga
penyeberangan; serta meningkatkan pelayanan angkutan perintis.
5) Meningkatnya peran serta swasta dalam pembangunan dan pengelolaan ASDP.

C. Arah Kebijakan
Mewujudkan sasaran tersebut, pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan
dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan :
1) Meningkatkan keselamatan dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana serta pengelolaan
ASDP.
2) Meningkatkan kelancaran dan kapasitas pelayanan di lintas yang telah jenuh, seperti
Ketapang-Gilimanuk, dan Surabaya-Kamal.
3) Mendorong peran serta swasta dalam penyelenggaraan ASDP.
Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan tersebut di atas, maka langkah-langkah yang akan
dilaksanakan dijabarkan ke dalam program pembangunan prioritas, disertai kegiatan-kegiatan
pokok yang akan dijalankan.

PROGRAM PRIORITAS
Program Pembangunan, Pemeliharaan dan Perbaikan Prasarana dan Fasilitas ASDP. Program
ini bertujuan meningkatkan mutu pelayanan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada :
1) Pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan prasarana dermaga penyeberangan.
2) Pengembangan sarana dan aksebilitas pelayanan ASDP di wilayah kepulauan melalui
pendekatan pembangunan transportasi wilayah.

ASDP
UJUNG – KAMAL
Jumlah Kapal 18 Unit,
Kondisi normal dioperasikan 12 unit (180 trip). Kapasitas per trip 286 pnp, 24 R4, 32 R2
(hari);
Kondisi sangat padat 320 trip, 91.520 pnp, 10.240 R2, 7.680 R4 (hari);
Dermaga di pelabuhan Ujung : 1 hidrolik, 2 semi hidrolik dan 1 beton.
Dermaga di pelabuhan Kamal : 1 hidrolik, 1 semi hidrolik, 1 ponton dan 1 beton.
JANGKAR – KALIANGET
Jumlah Kapal 1 Unit,Kapasitas per trip 205 pnp,8 Kend. Campuran (hari)

KETAPANG – GILIMANUK
Jumlah Kapal 24 Unit, 14 Unit Ro-Ro, dan 8 Unit LCT;
Kapasitas Jumlah penumpang : 51.636 pnp/hari
Dermaga di pelabuhan Ketapang : 2 MB, 1 Ponton, dan 3 LCM;
Dermaga di pelabuhan Gilimanuk : 2 MB, 1 Ponton, dan 2 LCM;

RENCANA PENGOPERASIAN BUS AIR


1. Di SMA terdapat aliran sungai yang belum termanfaatkan untuk mendukung trasnportasi.
Di Jaman kerajaan, kali Brantas sudah alur pelayaran, bahkan sampai ke Kediri.
2. Kemacetan dan tingkat kecelakaan lalu lintas angkutan jalan raya di sepanjang tepi aliran
kali Surabaya cukup tinggi.
3. Pengembangan prasarana jalan sangat terbatas bahkan cenderung stagnan, sementara
perkembangan jumlah kendaraan sangat tinggi.
4. Wisata air (sungai) belum tergarap secara optimal. Pernah dirintis pengoperasian perahu
wisata di kali mas, tetapi belum ditindaklanjuti dengan program pengembangan yang
berorientasi jelas.
5. Program penataan/revitalisasi Kali Mas oleh PT Pelindo III, sehingga ke depan dapat
dilalui oleh bus air.
6. Keinginan masyarakat sekitar Kalimas untuk mengoptimalkan Kalimas.
7. Berkembangnya kota Surabaya ke arah barat (Gresik), sehingga bangkitan perjalanan
Gresik-Surabaya meningkat.
8. Jakarta sudah, kapan Surabaya ?

MAKSUD DAN TUJUAN


1. Sebagai salah satu solusi alternatif mengurangi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas jalan.
2. Sebagai alternatif pilihan moda yang aman, nyaman, efisien dan ramah lingkungan.
3. Sebagai media pendukung pemekaran kawasan.
4. Memanfaatkan potensi alam (sungai).
5. Meningkatkan mobilitas penduduk.
6. Menunjang sector pariwisata.
7. Mendukung program kali bersih.
8. Meningkatkan perekonomian masyarakat.

KEUNGGULAN KOMPARATIF
1.Polusi rendah
2. Terhindar dari kemcetan
3. Pengaturan/manajemen operasional dan pengusahaan serta pengendaliannya relatif lebih
mudah dibanding angkutan jalan.
4. Prospek kembali modal (ROI) cukup baik asal dikelola dengan professional.
5. Relative hemat energy.
6. Efisien (daya angkut besar dan hemat pemanfaatan ruang)
7. Usia pemakaian relative panjang

SPESIFIKASI TEKNIS (hasil studi ITS)


SARANA BUS AIR
Kapal : tipe speed boat
Kapasitas angkut : 18 orang
Length over all : 7 m
Length water line : 6.1 m
Breadth max : 2 m
Breadth (mld) : 1.8 m
Draft : 0.5 m
Main engine : 50 hp
Speed : 20 knot

PRASARANA
Konstruksi dermaga : jetty/open air dengan struktur beton bertulang atau floating berth.
Konstruksi halte : kayu sederhana, dua susun/betangga.

SISTEM OPERASI
– Jarak tempuh / Rrute = 17,8 KM
– Waktu Tempuh + 70 menit
– Pola operasi disesuaikan dengan karakteristik demand
– Sistem crosing/zigzag, dua bus dari dermaga Driyorejo menuju dermaga Joyoboyo dan dua
bus dari terminal Joyoboyo menuju dermaga Driyorejo.

RENCANA RUTE BUS AIR


Selanjutnya (jika operasional rute I sukses)
RUTE II : JOYOBOYO-MONKASEL Jarak + 4,0 KM Terdapat 3 jembatan (BAT,
Keputran, Kayoon)
RUTE III : MONKASEL – TANJUNG PERAK (PELABUHAN) Jarak + 5,98 KM Terdapat
13 jembatan (Pemuda< delta plaza, gub Suryo, Simpang dukuh, Gentengkali, Peneleh, Pasar
Besar, Semut Kali, Stasiun Semut, Merah, Benteng, Petekan) dan 1 Viaduct(St.Semut).

KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI :


1. Banyaknya bangunan fisik di sepanjang aliran sungai dam / pintu air, maupun di tepian
sungai
2. Terdapat perbedaan tinggi muka air pada pintu-pintu air (pintu air gunung sari &
wonokromo)
3. Rendahnya jembatan di sepanjang sungai sehingga tidak bisa dilalui oleh kapal (bus air)
4. Besarnya perubahan ketinggian muka air akibat banjir atau pasang air laut
5. Banyak sampah
6. Factor social budaya masyarakat yang belum familiar dengan angkutan sungai
7. Konektifitas dengan moda transportasi lain dan pusat kegiatan ekonomi

SOLUSI
1. Bentuk institusi yang akan mengoprasikan Menejemen operasional yang digunakan
2. Formula bagi hasil antara pihak-pihak yang terlibat (pemerintah pusat, propinsi dan
kab/kota)
3. Keterpaduan dengan mode transportasi yang lain
4. Kemungkinan pemanfaatan bus air untuk angkutan barang
5. Mengatasi kendala teknis antara lain :
a. Meninggikan jembatan, sehingga bisa dilalui oleh kapal (bus air)
b. Membuat kajian teknis untuk mengatasi perbedaan tinggi muka air.
c.Membangun instilasi pengangkat kapal

Anda mungkin juga menyukai