Perencanaan merupakan langkah untuk melihat kedepan, memperkirakan apa yang akan
terjadi sehingga dapat dirumuskan strategi yang akan ditempuh pemerintah ataupun
perusahaan dalam mengembangkan sistem angkutan sungai, danau dan penyeberangan.
Daftar isi
1 Dasar pelaksanaan perencanaan
2 Perencanaan ASDP
3 Kondisi saat ini
4 Tahap pengumpulan data
o 4.1 Persiapan Survei
o 4.2 Kebutuhan Data
5 Metode pengumpulan data
6 Analisis
o 6.1 Analisis Awal
o 6.2 Lingkup Penyusunan Rencana Umum
o 6.3 Kedalaman Alur
o 6.4 Analisis Alur Yang Potensial
o 6.5 Kelebaran Alur
o 6.6 Tikungan Alur
o 6.7 Kecepatan Arus
o 6.8 Kelas Alur
o 6.9 Perkiraan
7 Identifikasi Solusi
8 Rencana penganggaran
9 Pembangunan
10 Referensi
Perencanaan ASDP
Perencanaan transportasi adalah suatu perencanaan kebutuhan prasarana transportasi seperti
jalan, terminal, pelabuhan, pengaturan serta sarana untuk mendukung sistem transportasi
yang efisien, aman dan lancar serta berwawasan lingkungan. Secara sederhana proses
perencanaan mengikuti alur sebagaimana digambarkan berikut ini:
1. Poros memanjang: meliputi poros Utara, Tengah dan Selatan yang menghubungkan
pulau-pulau arah Timur dan Barat. Untuk mendukung struktur ruang nasional yang
telah ditetapkan dalam RTWN maka pengembangan jaringan penyeberangan dititik
beratkan pada jaringan transportasi penyeberangan lintas Utara dari Sabang sampai
Jayapura melalui Pontianak, Nunukan, Manado, Ternate dan Biak. Jaringan
transportasi lintas tengah dari Palembang ke Jayapura melalui Banjarmasin,Ujung
Pandang, Kendari, Ambon, Sorong dan Biak. Jaringan transportasi penyeberangan
lintas selatan dari Sabang sampai Merauke melalui Jakarta, Bali, Bima, Kupang, Dilli
dan Tual.
2. Penghubung poros: lintas penyeberangan jarak jauh yang menghubungkan pulau-
pulau utama Utara – Selatan. Lintas penyeberangan penghubung poros merupakan
lintas penghubung simpul aktivitas ekonomi yang terdapat sepanjang poros. Lintas
penghubung poros yang diidentifikasikan dapat dikembangkan diantaranya : Surabaya
- Ujung Pandang, Apatuna - Mbai, Bima - Bau-bau
3. Poros internasional: Lintas penyeberangan antara Indonesia dengan negara-negara
tetangga untuk mendukung kerjasama regional dan kutub-kutub pertumbuhan. Untuk
mendukung kerjasama regional dan kutub-kutub pertumbuhan, diidentifikasikan lintas
penyeberangan yang perlu dikembangkan antara Indonesia dengan negara-negara
tetangga yaitu Kupang - Darwin, Medan - Langkawi, Sulawesi Utara - Tawao.
1. Pertumbuhan kebutuhan angkutan, yang dilihat dari data historis bagi pelayanan yang
sudah ada, termasuk juga perlu diketahui faktor musiman, apakah musim tanam,
musim panen, musim hujan, musim kemarau ataupun faktor yang terkai dengan
liburan anak sekolah ataupun pada saat hari-hari besar keagamaan.
2. Tingkat penggunaan prasarana, untuk melihat sejauh mana faktor muat yang ada,
apakah sudah mencapai titik kritis. Titik kritis berada pada kisaran faktor muat antara
0,7 sampai 0,8, bila sudah berada angka tersebut perlu langkah terobosan sehingga
tidak terjadi antrian pada saat puncak arus angkutan.
3. Waktu tunggu merupakan salah satu indikator pelayanan yang penting, waktu tunggu
yang panjang mengindikasikan terjadinya masalah kapasitas dalam penyediaan
pelayanan.
4. Kecepatan pelayanan merupakan indikator lain yang terkait dengan efisiensi sistem
pelayanan.
5. Panjang antrian merupakan indikator lain dari pelayanan angkutan, bila antrian
panjang maka dapat diartikan bahwa waktu tunggu yang panjang.
Persiapan Survei
Persiapan survei ini dilakukan untuk merencanakan secara detil pelaksanaan survei yang
berkaitan dengan :
Kebutuhan Data
Secara umum data yang dibutuhkan dapat digolongkan dalam 2 (dua) kategori yakni: data
untuk pemodelan transportasi dan data untuk meramalkan pola pengembangan sistem
jaringan transportasi dimasa yang akan datang. Data yang digunakan untuk memodelkan
sistem jarngan transportasi regional yang terdiri dari:
1. Data sosioekonomi, yang meliputi data jumlah dan penyebaran penduduk, tingkat
pendidikan, jumlah dan ponyebaran tenaga kerja. PDRB dan PDRB perkapita, output
(produksi) dari kegiatan ekonomi dan data terkait lainnya yang disusun menurut
Kabupaten/Kota.
2. Data tata ruang yang meliputi data penggunaan lahan per jenis kegiatan , pola
penyebaran lokasi kegiatan, besaran penggunaan ruang dan pola kegiataanya.
3. Data permintaan transportasi, yang merangkum karakteristik perjalanan di daerah
yang akan di studi. Data tersebut meliputi kecepatan, waktu perjalanan, biaya, data
kecelakaan, asal-tujuan perjalanan dan rute pelayanan utama.
4. Data Jaringan transportasi, yang merangkum data mengenai kondisi dan tingkat
pelayanan jaringan transportasi yang berada di dalam daerah studi, baik ruas maupun
simpul pada jaringan jalan yang dioperasikan serta identifikasi kondisi simpul-simpul
transfer antara moda lain dengan jaringan jalan.
5. Data kondisi sungai-sungai, danau dan lintas penyeberangan
6. Data simpul-simpul transportasi
Sedangkan data yang diperlukan untuk meramalkan pola pengembangan sistem transportasi
perairan pedalaman, antara lain terdiri dari:
1. Dokumen perencanaan dan rencana pengembangan atau tata ruang wilayah (RTRW)
baik di level Nasional, Propinsi dan Kota, khususnya besaran-besaran teknis yang
dapat digunakan untuk memprediksikan kebutuhan perjalanan dan kebutuhan sarana
serta prasarana jalan unluk mendukung pelaksanaannya.
2. Dokumen peraturan-peraturan yang terkait,
3. Konsep dan besaran teknis dari sejumlah rencana pengenïbangan sistem jaringan
transportasi dari beberapa sumber studi terdahulu untuk kemudian dikembangkan
lebih lanjut sebagai alternatif skenario.
4. Studi-studi terkait lainnya.
Adapun secara umum, berdasarkan sifat pergerakan obyek Surveinya. jenis-jenis kegiatan
survei dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Survei ASDP yang bersifat statis/pasif di mana obyek dan subyek survei (surveyor)
pada umumnya tidak melakukan proses pergerakan/perpindahan (masih berada pada
suatu titik pindah dan belum melaksanakan kegiatan pengangkutan) yäng antara lain
terdiri dari :
1. Survei prasarana angkutan, seperti survei alur pelayaran (sungai, kanal/anjir,
danau, waduk maupun selat) maupun terminal (pelabuhan/dermaga) untuk
mencari data menyangkut tentang ketersediaan prasarana ASDP seperti
panjang, dimensi, kondisi perairan, kelengkapan alur (rambu dll), fasilitas
pelabuhan, kondisi iklim/alam dll
2. Survei sarana angkutan (kapal) yang menyangkut tentang ketersediaan sarana
angkut seperti macam-macam kapal, dimensi, jumlah kapal yang ada di suatu
tempat dll
3. Survei muatan (barang, penumpang dan kendaraan) yang menyangkut
besarnya / banyaknya jumlah tingkat permintaan / tingkat produktivitas
angkutan / jumlah muatan yang melalui pelabuhan / dermaga (bongkar- muat
barang, embarkasi-debarkasi penumpang dan turun-naik kendaraan) serta
jenis/karakteristik muatan tersebut (pengepakan, cair/padat, sembako/bukan
dll)
4. Survei asal tujuan, yang menyangkut tentang dari mana dan akan kemana
muatan (penumpang, barang dan kendaraan) diangkut oleh kapal
5. Survei sistem dan prosedur, yang menyangkut peraturan mengenai sarana,
prasarana maupun muatan seperti survei standar kenyamanan alat angkut,
penempatan muatan, kondisi kelaikan, persyaratan kelengkapan, sertifikasi,
tarif, jaringan angkutan/trayek, Lalu lintas muatan di pelabuhan dll
6. Survei organisasi/institusi, yang menyangkut kinerja dan kondisi
keorganisasian dari institusi yang terlibat dalam penyediaan jasa transportasi,
baik institusi pembina, pengelola (pengelola terminal, angkutan dan
pendukung) maupun pengguna jasa, mengenai struktur organisasi, kegiatan
operasional, jumlah pegawai, pendapatan dll
2. Survei ASDP yang bersifat dinamis/aktif, di mana obyek dan subyek survei
(surveyor) pada umumnya melokukan proses pergerakaniperpindahan (berada pada
ruang transportasi/alur pelayaran dan sedang metaksakanakan kegiatan pengangkutan)
yang antara lain :
1. Survei volume lalu lintas, yang menyangkut intensitas/jumlah sarana yang
melaluf suatu titik pada alur dalam suatu jangka/kurun waktu tertentu, seperti
jumlah kapal yang bertalu lalang di Sungai Musi terutama yang melintas di
depan Dermaga Cinde dll
2. Survei kecepatan kapal, yang menyangkut tentang waktu tempuh yang
díbutuhkan kapal untuk menempuh jarak tertentu seperti ecepatan sesaat,
kecepatan rata-rata dll
3. Survei perjalanan kapal, yang menyangkut trayek/rute yang ditempuh, berapa
kali kapal tadf melakukan perjalanari dalam kurun waktu tertentu, tarif, jarak
dan waktu tempuh, jumlah muatan yang dibawa, biaya operasional dll
4. Survei kecelakaan kapal, yang menyangkut tentang kejadian kecelakaan yang
terjadi pada alur pelayaran (tabrakan, tenggelam, jatuhnya penumpang ke
perairan, pencurian/perompakan, kebakaran, pelanggaran peraturan, polusi
lingkungan/tumpahan minyak, dsb) seperti jumlah kecelakaan dalam jangka
waktu tertentu, jenis kecelakaan, jumlah korban, sebab kecelakaan dll
5. Survei persepsi pengguna jasa, yang menyangkut opini dan kepuasan
pengguna jasa terhadap pelayanan jasa transportasi yang dilakukan dll
Kemudian, berdasarkan sifat data yang disurvei, jenis-jenis kegiatan survei dapat dibedakan
sebagai berikut :
Analisis
Tahap ini terdiri dari beberapa bagian, yakni: analisis awal, prediksi permintaan perjalanan,
penyusunan rencana pengembangan jaringan transportasi dan penyusunan rekomendasi.
Berikut disampaikan detail bahasan untuk setiap item yang termasuk dalam tahapan ini.
Analisis Awal
Analisis awal merupakan kegiatan untuk menginterpretasi sejumlah data yang diperoleh dari
survei. Kegiatan ini dilakukan untuk:
1. Memverifikasi kualitas dan jenis data yang diperoleh; sebagai awal untuk
memodelkan sistem jaringan transportasi.
2. Mengidentifikasi sejumlah permasalahan yang ada di dalam sistem jaringan
transportasi sungai dan penyeberangan, yang dituangkan dalam bentuk numerik,
uraian ataupun visual/gambar.
3. Membentuk basis data yang operatif untuk digunakan dalam proses pemodelan dan
analisis.
4. Melakukan pre-analisis untuk membentuk konsep pengembangan jaringan
transportasi sungai yang terintegrasi dengan jaringan transportasi lain.
Analisis alur yang potensial, menurut Nur Yuwono (1994), didasarkan pada alur yang dapat
dilayari serta alur dengan tingkat permintaan yang baik. Untuk itu terdapat tiga kriteria yang
harus dipenuhí oleh suatu alur, baik sungai ataupun danau, untuk dikategorikan sebagai atur
yang potensial:
Kedalaman Alur
Pada suatu sungai dan juga danau, hal yang pokok untuk diperhatikan adalah kedalaman alur
yang dapat dilayari. Apabila pengaruh fluktuasi muka air sangat besar, baik akibat pasang
surut maupun perubahan musim, maka kedalaman alur (navigable depth) tersebut sebaiknya
dihitung pada muka air rendah atau LWL (low water level).
Hasil dari kegiatan ini adalah diperolehnya daftar kebutuhan pengembangan jaringan
transportasi, khususnya jaringan transportasi perairan daratan, yang terkeit dengan jaringan
moda transportasi lainnya.
Usulan kebutuhan pengembangan jaringan transportasi ini perlu ikembangkan Lebih lanjut
untuk dapat menyusun program pencapaiannya atau skala prioritasnya. Hal ini sangat penting
dilakukan mengingat dengan keterbatasan sumber daya, kemungkinan besar tidak semua
kebutuhan pengembangan jaringan transportasi dapat terlaksana dalam satu tahun anggaran.
Selain faktor fluktuasi air, hal Lain yang harus diperhatikan dalam penentuan kedalaman atur
adalah sarat air (draft) kapal, squat (pengaruh penurunan muka air di sekitar kapai karena
pergerakannya), trim (perbedaan antara draft haluan dan buritan), pergerakan kapal, massa
jenis air sungai, tingkat kekerasan dan kerataan dasar atur serta keef c(earance (jarak ruang
kosong antara lunas dan dasar kapal). Menurut ESCAP (1989)[2], secara umum kedalaman
alur pelayaran dapat ditentukan sebagaí berikut :
1. Untuk alur normal, di mana terdapat dua lajur Lalu lintas kapal yang berlayar dengan
kecepatan normal serta kapal bermuatan rencana dapat mendahului kapal di depannya
dengan berhati-hati, kedalaman atur sebaiknya minimum sebesar 1,4 kali draft kapal
2. Untuk alur sempit, di mana terdapat dua lajur lalu lintas kapal yang berlayar dengan
berhati-hati serta kapal tak bermuatan dapat mendahului kapal di depannya dengan
berhati-hati, kedalaman alur sebaiknya minimum sebesar 1,3 kali draft kapal.
3. Untuk alur tunggal, di mana terdapat satu lajur Lalu líntas kapal yang berlayar,
kedalaman alur sebaiknya minimum sebesar 1,2 kali draft kapal
Menurut Nur Yuwono (1994)[3], kedalaman alur dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Untuk alur yang relatif tidak berfluktuasi, kedalaman alur sebaiknya minimum
sebesar 1,5 hingga 1,7 kali draft kapal
2. Untuk alur yang berfluktuasi, kedalaman alur sebaiknya minimum sebesar 1,2 hingga
1,5 kali draft kapal
3. Untuk alur yang diketahui tinggi muka air rendahnya, kedalaman alur sebaiknya
minimum sebesar 1,2 kali draft kapal dihitung dari LWL.
Sementara itu, berdasarkan efisiensi daya dorong kapal atau blockage ratio, kedalaman alur
sebaiknya minimum sebesar 1,5 kali draft kapal Adapun berdasarkan kemudahan dalam
pengendalian kapal kedalaman alur sebaiknya minimum sebesar 1,6 hingga 2,4 kali draft
kapal.
Dalam hal ini akan dipergunakan kedalaman mínimum atur sebesar 1,5 draft (h,jn = 1,5 × d)
mengingat nilai ini cukup mewakili kondisi dari berbagai ketentuan di atas. Di samping itu,
nilai ini dirasa sudah mencukupi di mana besar keel clearance adalah sebesar 0,5 kali draft
kapal. Hal ini bukan hanya untuk sungaf namun juga danau. Besarnya draft kapal sebaiknya
diambil dari ukuran kapal yang dominan melintas atau setidaknya kapal terbesar.
Kelebaran Alur
Pada umumnya, kelebaran sungaf untuk keperluan navigasi telah cukup memadai. Meskipun
demikian, karena sungai memiliki penampang melintang (cross section) yang berbeda-beda
di sepanjang sungai maka kelebaran sungai pun akan bervariasi. Selain faktor fluktuasi air,
hal Lain yang harus diperhatikan dalam penentuan kedalaman atur adatah kecepatan kapal,
angín melintang, arus melintang, arus membujur, gelombang akibat alam, visibilitas terhadap
SBNP, permukaan dasar alur, tingkat bahaya muatan, kemampuan manuver kapal, jenis
perkuatan tebing dan intensitas kepadatan Lalu lintas kapal.
Menurut ESCAP (1989), secara umum kedalaman alur pelayaran dapat ditentukan sebagai
berikut :
1. Untuk alur normal, di mana terdapat dua lajur lalu lintas kapal yang berlayar dengan
kecepatan normal serta kapal bermuatan rencana dapat mendahului kapal di depannya
dengan berhati-hati, kelebaran alur sebaiknya minimum sebesar 4 kali lebar kapal
2. Untuk alur sempit, di mana terdapat dua lajur lalu lintas kapal yang berlayar dengan
berhati-hati serta kapal tak bermuatan dapat mendahului kapal di depannya dengan
berhati-hati, kelebaran alur sebaiknya minimum sebesar 3 kall lebar kapal
3. Untuk alur tunggal, di mana terdapat satu Lajur lalu lintas kapal yang berlayar,
kelebaran alur sebaiknya minimum sebesar 2 kali lebar kapal.
Menurut Nur Yuwono (1994), kelebaran alur dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Untuk alur di mana kapal yang melintas relatif seragam, kelebaran alur sebaiknya
minimum adalah 5,2 hingga 8,2 kali lebar kapal.
2. Untuk alur di mana kapal yang melintas relatif tidak seragam, kelebaran alur
sebaiknya minimum adalah 3,5 kali lebar kapal. Dalam hal ini akan dipergunakan
kedalaman minimum alur sebesar 3,5 kali lebar (we = 3,5 x B) kapal yang dominan
melintas mengingat nilai ini cukup mewakili kondisi dari berbagai ketentuan di atas.
Hal ini hanya berlaku untuk sungai dan kanal karena aspek kelebaran pada danau umumnya
tidak dipersoalkan.
Tikungan Alur
Pada sungai alami, biasanya akan dijumpai banyak meander atau tikungan sungai. Jíka
tikungan itu terialu tajam maka akan menyulitkan manuver kapal di tikungan, mempercepat
aliran arus dan mengurangi jarak pandang. Ketajaman tikungan sungai ditentukan dari
besarnya nilaf radius atau jari-jari tikungan.
Menurut ESCAP (1989)[4], secara umum tikungan alur pelayaran dapat ditentukan sebagai
berikut :
1. Untuk atur normal, jari-jari tikungan alur sebaiknya minimum sebesar 6 kali lebar
kapal.
2. Untuk alur sempit, jari-jari tikungan alur sebaiknya minimum sebesar 5 kali lebar
kapal.
3. Untuk alur tunggal, jari-jari tikungan alur sebaiknya minimum sebesar 4 kall lebar
kapal.
Untuk dapat dikategorikan Layak, tentunya sebaiknya digunaka alur normal di melintas
(Rmin = 6 x B), Hal ini hanya berlaku untuk sungai karena danau tidak memiliki tikungan.
Kecepatan Arus
Arus sungai akan bertambah lambat apabila bergerak ke hilir (muara sungai). Semakin besar
kecepatan arus maka akan makin berbahaya karena mengurangi kemampuan pengendalian
kapal. Menurut PIANC, secara umum arus sungai dapat dibedakan sebagai berikut:
Untuk dapat dikategorikan layak, tentunya sebaiknya adalah arus sedang atau tambat, yaitu
maksimal sebesar 1,54 m/s.
Kelas Alur
Menurut ESCAP (1984)[5], suatu alur berdasarkan kemampuannya untuk dapat dilayari oleh
kapal dengan kapasitas muatan tertentu dapat dikategorikan menjadi 10 kelompok yaitu :
Perkiraan
Untuk mendapatkan gambaran permasalahan antara demand dengan supply, perlu diramalkan
berapa besarnya demand dimasa mendatang, agar dapat diketahui kapan perlu melakukan
investasi terhadap sarana angkutannya ataupun terhadap perluasan/peningkatan kapasitas
prasarana pelabuhan.
Dalam membuat perkiraan masih harus dipertimbangkan pengaruh musim, hari raya, liburan
anak sekolah yang bisanya terjadi peningkatan permintaan yang signifikan.
Identifikasi Solusi
Bila demand sudah mencapai 80 persen dari kapasitas sistem, maka sudah harus
mempertimbangkan penambahan kapasitas yang dapat dilakukan dengan beberapa alternatip
solusi:
1. Memperpanjang waktu operasi, bila hal itu memungkinkan. Seperti dalam hal
pelabuhan masih beroperasi 8 jam sehari bisa diperpanjang menjadi 12 jam atau lebih
lama lagi 24 jam,
2. Meningkatkan efisiensi pelabuhan dengan mempercepat waktu bongkar muat,
menyiapkan fasilitas pengisian/bungker bahan bakar di dermaga.
3. Menambah besar ukuran kapal yang dapat ditempuh antara lain dengan menggunakan
jumlah lantai/geladak yang lebih banyak, atau kapal yang lebih panjang/lebar ataupun
kombinasinya.
4. Menambah jumlah kapal.
5. Menambah jumlah dermaga atau jumlah pelabuhan ataupun langkah yang lebih maju
yang tentunya lebih mahal dengan membangun jembatan.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis solusi yang paling baik, yang bisa memberikan
manfaat yang paling besar.
Rencana penganggaran
Setelah alternatip solusi ditetapkan maka langkah selanjutnya menetapkan sumber anggaran
untuk peningkatan kapasitas, apakah dengan sumber anggaran pemerintah (pusat atau daerah)
atau dengan pendekatan Kemitraan Pemerintah dengan Swasta (KPS) yang lebih dikenal
dengan istilah Public Private Partnership (PPP). Seperti yang pernah diusulkan untuk
alternatif Merak – Bakauheni pada lintasan Ketapang – Margagiri. Khusus untuk peningkatan
kapasitas sarana angkutan dapat dibebankan kepada operator angkutan. Penganggaran yang
untuk kawasan perintis umumnya dilakukan pemerintah, ataupun disubsidi oleh pemerintah.
Pembangunan
Setelah ditetapkan penganggaran maka langkah selanjutnya adalah pemograman untuk
pembangunan pelabuhan/kapal baru atau peningkatan kapasitas. Pada lintas-lintas yang
komersil pembangunan dermaga dapat dikerjasamakan dengan Pemerintah Daerah, PT ASDP
ataupun dengan Swasta.
C. Arah Kebijakan
Mewujudkan sasaran tersebut, pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan
dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan :
1) Meningkatkan keselamatan dan kualitas pelayanan prasarana dan sarana serta pengelolaan
ASDP.
2) Meningkatkan kelancaran dan kapasitas pelayanan di lintas yang telah jenuh, seperti
Ketapang-Gilimanuk, dan Surabaya-Kamal.
3) Mendorong peran serta swasta dalam penyelenggaraan ASDP.
Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan tersebut di atas, maka langkah-langkah yang akan
dilaksanakan dijabarkan ke dalam program pembangunan prioritas, disertai kegiatan-kegiatan
pokok yang akan dijalankan.
PROGRAM PRIORITAS
Program Pembangunan, Pemeliharaan dan Perbaikan Prasarana dan Fasilitas ASDP. Program
ini bertujuan meningkatkan mutu pelayanan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan dititikberatkan, antara lain, pada :
1) Pembangunan, pemeliharaan dan perbaikan prasarana dermaga penyeberangan.
2) Pengembangan sarana dan aksebilitas pelayanan ASDP di wilayah kepulauan melalui
pendekatan pembangunan transportasi wilayah.
ASDP
UJUNG – KAMAL
Jumlah Kapal 18 Unit,
Kondisi normal dioperasikan 12 unit (180 trip). Kapasitas per trip 286 pnp, 24 R4, 32 R2
(hari);
Kondisi sangat padat 320 trip, 91.520 pnp, 10.240 R2, 7.680 R4 (hari);
Dermaga di pelabuhan Ujung : 1 hidrolik, 2 semi hidrolik dan 1 beton.
Dermaga di pelabuhan Kamal : 1 hidrolik, 1 semi hidrolik, 1 ponton dan 1 beton.
JANGKAR – KALIANGET
Jumlah Kapal 1 Unit,Kapasitas per trip 205 pnp,8 Kend. Campuran (hari)
KETAPANG – GILIMANUK
Jumlah Kapal 24 Unit, 14 Unit Ro-Ro, dan 8 Unit LCT;
Kapasitas Jumlah penumpang : 51.636 pnp/hari
Dermaga di pelabuhan Ketapang : 2 MB, 1 Ponton, dan 3 LCM;
Dermaga di pelabuhan Gilimanuk : 2 MB, 1 Ponton, dan 2 LCM;
KEUNGGULAN KOMPARATIF
1.Polusi rendah
2. Terhindar dari kemcetan
3. Pengaturan/manajemen operasional dan pengusahaan serta pengendaliannya relatif lebih
mudah dibanding angkutan jalan.
4. Prospek kembali modal (ROI) cukup baik asal dikelola dengan professional.
5. Relative hemat energy.
6. Efisien (daya angkut besar dan hemat pemanfaatan ruang)
7. Usia pemakaian relative panjang
PRASARANA
Konstruksi dermaga : jetty/open air dengan struktur beton bertulang atau floating berth.
Konstruksi halte : kayu sederhana, dua susun/betangga.
SISTEM OPERASI
– Jarak tempuh / Rrute = 17,8 KM
– Waktu Tempuh + 70 menit
– Pola operasi disesuaikan dengan karakteristik demand
– Sistem crosing/zigzag, dua bus dari dermaga Driyorejo menuju dermaga Joyoboyo dan dua
bus dari terminal Joyoboyo menuju dermaga Driyorejo.
SOLUSI
1. Bentuk institusi yang akan mengoprasikan Menejemen operasional yang digunakan
2. Formula bagi hasil antara pihak-pihak yang terlibat (pemerintah pusat, propinsi dan
kab/kota)
3. Keterpaduan dengan mode transportasi yang lain
4. Kemungkinan pemanfaatan bus air untuk angkutan barang
5. Mengatasi kendala teknis antara lain :
a. Meninggikan jembatan, sehingga bisa dilalui oleh kapal (bus air)
b. Membuat kajian teknis untuk mengatasi perbedaan tinggi muka air.
c.Membangun instilasi pengangkat kapal