1
STEP 1
DEFINISI KATA SULIT
1. Coated Tongue
Lapisan plak pada lidah yang berarna putih kekuningan yang dapat dikerok
dan tidak sakit. Plak ini berasal dari akumulasi bakteri, sisa makanan, dan
desquamasi sel epitel.
Merupakan lesi yang disebabkan oleh infeksi dari Herpes Simplek Virus
(HSV) Tipe 1. Infeksi HSV Tipe 1 ini biasanya ditandai dengan adanya
ulserasi di rongga mulut khususnya pada daerah gingiva, palatum, dan
mukosa. Lesi ini berupa vesikel-vesikel yang kemudian pecah membentuk
ulser.
3. ulser
ulser merupakan luka terbuka pada mukosa rongga mulut. Ulser berasal dari
vesikel-vesikel yang pecah sehingga pada bagian tengahnya sedikit lebih
cekung.
4. Herpes Labialis
2
STEP 2
RUMUSAN MASALAH
3
STEP 3
JAWABAN RUMUSAN MASALAH
Nyeri sendi yang dirasakan oleh pasien tidak ada hubungannya dengan
Gingivostomatitis Herpetika Primer. Namun kedua hal ini sama-sama
disebabkan karena virus herpes. Nyeri sendi disebabkan oleh karena demam
yang merupakan suatu bentuk perlawanan tubuh terhadap adanya infeksi
virus.
Pendapat lain demam merupakan perubahan setting time dari tubuh
manusia. Sehingga suhu 37° yang sebenarnya untuk tubuh itu normal
dianggap terlalu rendah sehingga tubuh menaikkan suhunya dan terjadilah
demam.
4
3. Apakah ada hubungan antara obat pereda demam yang diberikan oleh orang
tua pasien dengan terjadinya Gingivostomatitis Herpetika Primer ?
Perawatan pada pasien Coated Tongue bisa diberikan obat anti jamur yaitu
nestatin, lidah dikerok menggunakan tongue cleanser.
6
STEP 4
MAPPING
Penatalaksanaan
7
STEP 5
TUJUAN PEMBELAJARAN (LEARNING OBJECTIVE)
PR
8
STEP 7
PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE
10
Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya yang digunakan untuk menginvestigasi adanya
kelainan herpes simpleks tipe 1 adalah dengan pemeriksaan darah
lengkap, tes culture testsand serological. Biopsi jarang dilakukan tapi
apabila dilakukan akan menunjukkan vesikulasi dan atauulserasi
dengan se datia multinuklear yang menunjukkan keratinosit yang
terinfeksi virus. (Lewis, 2015)
1. Penambahan gambaran klinis yang berhubungan dengan
gingivostomatitis herpes simplek, penghitungan darah lengkap
mengungkapkan leucocytosis atau neutropenia yang
berhubungan dengan infeksi virus. (Jayam, et. al.. 2015)
2. Kultus virus herpes simplek. Isolasi dari virus HSV-1 dapat
dilakukan menggunakan teknik kultur sel. Peralatan komersial
disediakan. Swab yang dilakukan secara hati-hati dari lesi dapat
dilakukan dengan upaya yang hati-hati untuk tidak
menimbulkan trauma pada lesi yang sakit. (Jayam, et. al.. 2015)
3. Serology assays-Sebuah tes indirect immunoflorescence
antibody dapat dilakukan. Pewarnaan fluorescent atau antibodi
monoclonal dapat dilakukan. (Jayam, et. al.. 2015)
4. Teknik immunoassay seperti enzim immunoassay (EIA) atau
(ELISA) dapat mendeteksi DNA virus. (Jayam, et. al.. 2015)
5. Deteksi cepat berdasarkan Reaksi Rantai Polimerisasi (PCR)
dapat dilakukan ketika diperlukan (seperti pada pasien
immunocompromised, infeksi yang parah). (Jayam, et. al.. 2015)
6. Nucleic acid probes. (Jayam, et. al.. 2015)
11
Diagnosis banding
Beberapa kondisi rongga mulut pada umumnya terjadi mirip
dengan gingivostomatitis herpetik primer, dapat menjadikan diagnosis
yang salah pada kondisi tersebut. Diagnosis yang tidak tepat dapat
menjadikan rencana perawatan yang juga salah. Kondisi dimana mirip
dengan gingivostomatitis herpetik primer yaitu:
1. Tumbuh gigi. Tumbuh gigi adalah kondisi alami yang umumnya
terjadi selama masa anak-anak. Gejala dari tumbuh gigi mirip
dengan gingivostomatitis herpetik primer seperti
ketidakmampuan untuk makan, demam, iritasi dan lesu. Juga,
bentuk lebih ringan dari gingivostomatitis herpetik primer yang
karena kehadiran antibodi yang didapatkan sejak dalam
kehamilan, menjadikannya diagnosis yang salah. Oleh karena
itu, kesalahan masalah tumbuh gigi dikarenakan tidak adanya
gejala yang klasik dari gingivostomatitis herpetik primer pada
beberapa kasus. (Jayam, et. al.. 2015).
2. Apthous stomatitis-dapat dibedakan dengan adanya lesi hanya
pada mukosa tidak berkeratin. Tidak ada sejarah dari vesikel dan
gejala prodromal. (Jaya, et. al.. 2009)
3. Herpangina, disebabkan oleh virus Coxsackie A. Kondisi ini
dibedakan dari adanya ulser pada palatum lunak dan pilar depan
dari rongga mulut. (Jayam, et. al.. 2015)
4. Chickenpox, dikarenakan oleh Varicella zoster. Adanya dari
ruam vesicular yang pada umumnya ada pada kepala dan badan.
(Jayam, et. al.. 2015)
5. Keracunan logam merkuri kronis. Dikarakteristikkan dengan
adanya inflamasi yang parah dari gusi dan mukosa oral.
Dibedakan dengan adanya tambahan masalah neurological
seperti tremors, paraestesia, dan masalah psikiatrik seperti
pelupa dan gangguan suasana hati. (Jayam, et. al.. 2015)
12
6. Hand, foot and mouth disease- disebabkan virus Coxsackie.
Dibedakan dengan adanya vesikel intraoral dan ekstraoral
disemua bagian tubuh. (Jayam, et. al.. 2015)
7. Stevens-Johnson Syndrome/Erythema multiform. Dibedakan
dengan adanya bothintra dan lesi oral. Selain itu, pada erythema
multiforme tidak dapat dijumpai lesi pada daerah keratinisasi,
dan tidak dijumpai pula adanya lesi target yang merupakan
tanda khas. (Marlina, et. al.. 2012)
8. Impetigo. (Jayam, et. al.. 2015)
9. Stomatitis alergika. Apabila pada hasil anamnesis menunjukkan
bahwa tidak ada riwayat alergi baik pada pasien ataupun
keluarganya makan diagnosisnya bukanlah stomatitis alergika.
Adanya gejala prodormal yang menyertai membedakan penyakit
infeksi virus ini dengan stomatitis alergika. (Kusumastuti. 2016)
13
Diagnosis Herpes Labialis ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan gejalah klinis yang menyertai pasien adanya riwayat pernah
terkena herpes dan berdasarkan gejala prodromal demam, seperti flu
sebelum timbulnya sariawan, rasa menebal pada bibir atas, adanya
pemicu berupa kelelahan fisik, serta berdasarkan gambaran klinis
yang khas, yaitu adanya lesi vesikula di atas bibir yang disebabkan
oleh terjadinya replikasi lokal fusi sel ke sel. Selain itu, juga ditandai
dengan adanya krusta kering merah di atas bibir dan adanya lesi-lesi
intra oral khususnya pada daerah nonkeratinisasi, yaitu rugae palatina.
(Marlina, et. al.. 2013)
Umumnya infeksi Herpes labialis terbagi dalam 4 tahap yang
berlangsung selama 2-3 minggu. Tahap pertama ditandai dengan rasa
tidak nyaman, gatal, dan sensasi terbakar di sekitar bibir atau hidung
selama 1-2 hari. Selain itu, gejala tersebut dapat disertai demam dan
dengan atau tanpa pembengkakan kelenjar getah bening di bagian
leher. Ketika masuk tahap kedua, muncul bintik-bintik berisi cairan
dalam bentuk tunggal atau multiple yang seringkali disertai rasa nyeri.
Tahap ketiga, bintik-bintik tersebut akan pecah dan membentuk luka
yang basah. Cairan yang keluar dalam vesikel akan menular pada
bagian tubuh atau orang lain yang melakukan kontak langsung dengan
bagian yang terluka. Tahap terakhir ditandai dengan luka yang mulai
mengering dan sembuh. Lesi dapat kambuh kembali secara berulang
pada berbagai interval waktu. (Kusumastuti. 2016)
14
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium diperlukan bila terdapat gambaran
klinis yang meragukan. Tes Tzanck (adanya perubahan sitologi sel
epitel dimana terlihat multinucleated giant sel). (Greenberg, et. al..
2008)
Diagnosis Banding
Diagnosis banding Herpes Labialis adalah Stomatitis Aftosa
Rekuren (SAR). Jika tidak dijumpai tanda khas lainnya, dapat
dilakukan pemeriksaan usapan sitologi yang diambil dari dasar lesi
yang baru saja pecah untuk membedakannya dengan lesi SAR.
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya ballooning degeneration
serta multinucleated giant cell pada herpes labialis sedang pada SAR
tidak. Usapan sitologi ini juga dapat diuji dengan menggunakan
antigen VHS. Selain itu, juga dapat dilakukan kultur untuk
membedakannya dengan lesi virus lainnya, khususnya infeksi
varicella zoster. (Marlina, et. al.. 2013)
15
LO 2 Penatalaksanaan Gingivostomatitis Herpetika Primer
16
Purnama jaya pada tahun 2009 juga menyebutkan bahwa perawatan untuk
Gingivostomatitis Herpetika Primer dilakukan dalam 3 kali kunjungan, yaitu:
1. Kunjungan pertama
Melakukan anamnesis
Melakukan pemeriksaan ekstra oral pada pasien, terdapat
pembengkakan kelenjar submandibular atau tidak
Melakukan pemeriksaan intraoral
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, dokter gigi
menegakkan diagnosis sementara
Di klinik, lesi diulasi dengan povidone iodine 10% setelah itu
diulasi dengan triamsinolone acetonid 0,1%. Pasien diberi resep
Chlorhexidine obat kumur 3X sehari, multivitamin syrup 1X1
sendok teh dan dianjurkan minum susu yang mengandung tinggi
protein dan tinggi kalori. Pasien disarankan untuk kontrol 5 hari
lagi.
2. Kunjungan kedua
Melakukan anamnesis
Melakukan pemeriksaan ekstraoral dan intraoral
Kemudian lesi pada rongga mulut dibersihkan dengan povidone
iodine 10% dan diulasi dengan triamsinolone acetonid 0,1%.
Terapi Chlorhexidine obat kumur 3X sehari, multivitamin syrup
1X1 sendok teh tetap dilanjutkan. Pasien disarankan untuk
kontrol seminggu kemudian.
3. Kunjungan ketiga
Melakukan anamnesis pada pasien, apakah kondisi pasien sudah
membaik atau belum
Melakukan pemeriksaan ekstraoral apakah masih ada kelainan
atau tidak
Melakukan pemeriksaan intraoral, biasanya sudah tidak
ditemukan ulser baik di gingival rahang bawah kanan, gingiva
rahang atas kanan maupun pada lidah.
17
Menurut Jayam 2015 Untuk merehidrasi tubuh pasien, dapat diberikan
campuran segelas air dengan satu setengah sendok teh. Penggunaan acyclovir
dapat mengganggu sintesis DNA dan menghambat replikasi virus. Dapat
diberikan acyclovir15 mg/kg BB 5 kali sehari selama tujuh hari. Dapat
menggunakan acyclovir suspensi 200 mg/5 mL untuk anak-anak, acyclovir lotion
5%. Akan tetapi acyclovir juga memiliki efek samping, yaitu dapat menyebabkan
anoreksia, nausea, vomiting dan diarhhoea, hipersensitivitas dan nefrotoksisitas.
Pengobatan untuk gejala lain yang menyertai dapat menggunakan acetaminophen
10-15 mg/kg BB setiap 4 jam atau menggunakan ibuprofen 10 mg/kg BB setiap 6
jam. Menjaga kebersihan rongga mulut. Jika seseorang kesulitan dalam
pembersihan mekanis, maka dapat menggunakan sikat gigi berbulu lembut serta
melakukan kumur menggunakan air hangat dan garam untuk membantu control
plak. Penggunaan obat kumur pada anak sebaiknya dihindarkan karena dapat
menyebabkan iritasi dan kemungkinan tertelan. Menjaga nutrisi yang masuk ke
dalam tubuh. Makanan dengan tekstur halus dan jus buah dianjurkan untuk pasien
gingivostomatitis herpetika primer. Jus buah dianjurkan akan teteapi hindari untuk
buah-buah yang mengandung asam serta makanan yang pedas dan asam karena
dapat menyebebkan iritasi sehingga mengakibatkan ulser.
Terapi topikal untuk pengobatan dari infeksi HSV pada rongga mulut
(Stoopler, et. al.. 2013)
18
Persiapan Infeksi HSV Viscous lidokain 2%-10
lidokain topikal primer ml dikumur sesuai yang
(Viscous lidokain dibutuhkan untuk
Infeksi HSV
2%, lidokain gel penyembuhan rasa sakit.
rekuren
2%)
Lidokain gel 2%
Infeksi Recurent
diaplikasikan selapis
Intraoral
pada area yang terkena
Herpes (RIH)
untuk penyembuhan rasa
sakit.
19
Medikasi antiviral sistemik untuk pengobatan infeksi virus herpes simpleks
di rongga mulut. (Stoopler, et. al.. 2013)
Indikasi Terapi
Pengobatan untuk Recurrent Oral acyclovir 400 mg tiga kali sehari selama
Herpes Labialis (RHL) pada 5-7 hari
pasien immunocompetent.
Oral valacyclovir 500 mg hingga 2000 mg dua
kali sehari selama satu hari
Profilaksis dari RHL pada Oral acyclovir 400 mg dua hingga tiga kali
pasien immunocompetent sehari
Pengobatan dari rekuren Oral acyclovir 400 mg tiga kali sehari dalam
infeksi HSV pada pasien 10 hari atau lebih panjang sesuai kebutuhan
immunocompromised
Oral vacacyclovir 500-1000 mg dua kali sehari
selama 10 hari atau lebih panjang sesuai
kebutuhan
20
LO 3 Pencegahan Infeksi Sekunder HSV Tipe 1
21
LO 4 Penatalaksanaan Herpes Labialis
22
dan biasanya dikombinasikan dengan obat antivirus secara sistemik agar
efektivitas lebih baik (Stoopler, et. al.. 2013).
Perawatan preventif ditujukan untuk mengurangi resiko episode rekurensi
infeksi HSV-1. Pasien harus mengetahui dari faktor-faktor yang dapat memicu
terjadinya sekurensi, misalnya sengatan sinar matahari. Untuk melindungi bibir
dari sinar matahari dapat menggunakan pelembab bibir dengan kandungan sun
protection factor (Stoopler, et. al.. 2013).
Obat antivirus yang diberikan secara topical berfungsi untuk mempercepat
penyebuhan lesi yang disebabkan oleh infeksi HSV-1, khususnya diberikan pada
saat fase prodromal. Obat antivirus yang direkomendasikan untuk perawatan
infeksio HSV-1 adalah krim acyclovir 5%, krim pencyclovir 1%, krim docosanol
10% (Stoopler, et. al.. 2013).
Terapi topikal untuk perawatan infeksi oral HSV (Stoopler, et. al.. 2013)
23
PR Hubungan Nyeri Sendi dengan Gingivostomatitis Herpetika Primer
24
sistem imun tubuh host (Vassilopoulos, et. al.. 2008). Beberapa virus memiliki
urutan asam amino yang juga ditemukan pada antigen jaringan host. Kemiripan
yang dimiliki virus ini menyebabkan respon pertahanan tubuh terhadap tubuh host
sendiri (Baratawidjaja, et. al.. 2013).
Imunopatogenesis infeksi HSV primer dan sekunder mempunyai
icosahedral nucleocapsid dikelilingi oleh envelope dengan banyak spike kecil
berisi glikoprotein virus. Perlekatan dengan sel pejamu terjadi dalam 2 tahap,
awalnya spike virion melekat pada heparan sulfat dalam matriks ekstraseluler
kemudian spike yang lan berikatan dengan permukaan sel , terjadi penetrasi.
Protein virus berinteraksi dengan DNA sel pejamu dan meningkatkan proliferasi
sel pejamu, integrasi asam nukleat virus (enzim integrase ) dan replikasi virus
dengan cara sintesis polimerase DNA. Virus menggunakan konstituen sel pejamu
untuk memperbanyak diri dan mengakibatkan lisis dan nekrosis sel pejamu.
Secara histologis tampak fokus intraepitel yang terdiri dari edema interseluler dan
intraseuler. Dalam sel terinfeksi yang menggelembung tersebut viral inclusions
asidofilik intranuklear. Sel nekrosis dan cairan edem tersebut secara klinik tampak
sebagai vesikel. Lesi yang mungkin muncul adalah gingivostomatitis herpetika
primer berupa erupsi vesikuloulseratif yang disertai demam, arthralgia, malaise,
sakit kepala dan limfadenopati servikal. (Margaretha, 2009)
25
Daftar Pustaka
Greenberg, et. al. 2008. Burket’s Oral Medicine Eleventh Edition. United States:
BC Decker Inc
Stoopler, E. T., & Balasubramanlam, R. 2013. Topical and Systemic Therapies for
Oral and Perioral Herpes Simplex Virus Infections. California Dental
Association Journal. Vol. 41(4): 259-262.
Mohan, Ravi Prakash Sasankoti dkk. 2013. Case Report: Acute Primary Herpetic
Gingivostomatitis. BMJ Case Rep Published online.
26
Margaretha, Nita. 2009. Pencegahan Reaktivasi Infeksi Virus Herpes Simpleks
pada Pasien Kompromis Imun. jakarta: jurnal kedokteran gigi universitas
Indonesia.
Robert dkk. 2009. how to manage recurrent orofacial herpes simplex virus-1
lessions. the pharmaceutical journal
Dewanti, IDA Ratna. 2012. Buku Ajar Respon Imun Rongga Mulut. jember:
universitas jember
Baratawidjaja, Karnen Garna., Iris Rengganis. 2013. Imunologi Dasar Edisi ke 10.
Depok: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
27