Anda di halaman 1dari 13

MONOLOG

Kelompok : Cristopher walken


Tugas tanggal : 2 – September – 2017
Anggota : Genta alima persada
Hafidz septian
 Sejarah monolog

Monolog adalah salah satu piranti (tools) dalam lakon (naskah drama) yang digunakan oleh
penulis untuk menampilkan ekspresi karakter peran. Piranti lain yang biasa digunakan dalam
lakon selain monolog adalah aside dan soliloki. Aside dalam lakon merupakan komentar
pendek tokoh peran yang diekspresikan untuk mengungkapkan pikiran atau perasaan namun
dengan harapan tidak didengar oleh tokoh peran lain, sehingga seolah-olah ucapan atau
komentar itu ditujukan kepada penonton (wikipedia.org). Aside secara harfiah bisa diartikan
sebagai wicara sampingan atau dialog menyamping.

Sementara itu soliloki (sering juga ditulis dengan solilokui) berasal dari bahasa Latin “solo”
yang berarti kepada diri sendiri dan “loquor” yang bermakna saya yang berbicara. Soliloki
digunakan di dalam lakon atau drama ketika tokoh peran atau karakter berbicara kepada dirinya
sendiri mengenai hal yang berkaitan dengan perasaan atau pikiran yang tak terkatakan yang
kemudian ia lontarkan atau ekspresikan seolah ia bagikan kepada penonton (wikipedia.org).
Jadi, soliloki adalah wiacara karakter kepada dirinya sendiri.

Monolog memiliki kompleksitas dan kekhususan tersendiri karena meskipun merupakan


wicara seorang diri, namun wicara ini disampaikan di hadapan orang lain. Monolog berasal
dari bahasa Yunani “monos” yang berarti sendiri dan “logos” yang berarti berbicara. Monolog
diungkapkan oleh seorang tokoh peran secara keras, yang biasanya terkait dengan kondisi
mental atau gagasan terhadap dan kepada orang lain atau penonton. Pada teater Yunani Kuno,
semua wicara disampaikan dalam bentuk monolog yang biasanya diucapkan aktor seorang diri
yang didampingi oleh koor. Namun kebiasaan ini berubah dengan tampilnya 2 orang aktor dan
berkembang lagi menjadi 3 aktor. Artinya dapat ditarik kesimpulan bahwa monolog yang
disampaikan ini sesungguhnya mengandung banyak gagasan selayaknya percakapan 2 atau 3
orang (wikipedia.org). Monolog secara dramatik melibatkan satu karakter berbicara kepada
karakter lain baik dalam bentuk wicara aktif maupun naratif. Secara umum, atau dalam
pendekatan yang lebih modern, monolog dalam lakon bisa kemudian dimaknai sebagai baris
kalimat wicara yang panjang dari seorang tokoh peran (karakter) kepada karakter lain. Secara
sederhana, simpulan dari penjelasan di atas adalah bahwasanya monolog, soliloki, dan aside
merupakan bagian dari naskah lakon (Santosa, 2016).

Dalam khasanah industri teater dan film, monolog menjadi instrumen wajib audisi seorang
aktor. Hal ini terjadi karena kompleksitas yang dimiliki. Karena itu pula monolog menantang
para seniman teater baik penulis maupun aktor untuk menyajikannya dalam bentuk pertunjukan
mandiri. Dari gagasan inilah naskah monolog dikreasikan, namun tetap tidak menggeser makna
awalnya dimana aktor seolah berbicara dengan orang lain tentang segala sesuatu termasuk
membicarakan tokoh lain tanpa berusaha untuk menjadi tokoh yang ia bicarakan itu.

Monoplay atau disebut juga sebagai monodrama memiliki sejarah yang panjang dalam
pertunjukan teater. Asalinya di dalam pertunjukan opera, monodrama ini disebut sebagai
melodrama dengan karakter tunggal seperti dalam lakon Pygmalion karya JJ Rousseau yang
ditulis tahun 1762 dan pertama kali dipentaskan tahun 1770. Jadi secara mendasar monoplay
adalah lakon khusus yang dibuat untuk pemeran solo atau tunggal dengan sudut pandang satu
karakter (wikipedia.org). Terminologi monoplay atau monodrama pun diterapkan dalam drama
modern. Namun, dalam beberapa kasus monodrama juga diarahkan untuk menyebut adegan
solo dalam sebuah pementasan. Bahkan banyak karya pantomim tunggal yang disebut sebagai
monodrama atau monoplay. Makna mutakhir dari monodrama adalah representasi dramatik
dari apa yang ada dalam pikiran atau gagasan seseorang. Semua yang disaksikan di atas
panggung merupakan penggambaran kondisi mental si tokoh peran. Dengan demikian,
meskipun sang tokoh bisa bermain atau menampilkan karakter apa saja dalam monoplay
tersebut namun tetap bermuara dari sudut pandang pribadinya. Hal inilah yang membedakan
dari drama secara umum (Santosa, 2016).

Dari penjelasan singkat mengenai monolog dan monoplay tersebut dapat diketahui bahwasanya
monolog lahir dari naskah lakon (dan merupakan bagian darinya) dan monoplay lahir dari
sebuah pertunjukan dengan lakon khusus yang dimainkan oleh satu orang aktor. Dua alir
sejarah ini rupanya bertemu dalam sebuah pementasan teater modern (terutama di Indonesia)
yang menyajikan satu orang aktor di atas pentas dimana pementasan tersebut dapat disebut
sebagai monolog atau monoplay. Faktor pembedanya adalah, monolog diciptakan dengan dasar
sebuah wicara panjang seorang aktor kepada/di hadapan aktor lain (atau kepada penonton)
sementara monoplay memang sengaja diciptakan untuk pementasan seorang aktor.

Sementara itu di sisi lain, yang dipandang dari sudut seni pertunjukan terdapat pementasan
mandiri seorang pemain dan disebut sebagai one person show. Kalau pemainnya laki-laki
disebut one man show, kalau pemainnya perempuan disebut one woman show. Bentuk dari
pertunjukan ini bisa lebih cair. Ia bisa hadir sebagai monolog, monoplay, stand up comedy,
pantomim atau story telling (bercerita/mendongeng). Selama pementasan tersebut hanya
menghadirkan satu performer, maka bisa dikatakan sebagai one person show. Namun dalam
dunia industri teater (bukan di Indonesia), pertunjukan ini sering dilakukan dengan berdasar
pada latar pendanaan dan bukan pada tujuan artistik. Artinya, aktor yang tampil memakai
formula pertunjukan tertentu untuk memperlihatkan bakat atau kemampuannya sehingga
membuat penonton atau pencari bakat tertarik serta memperoleh keuntungan finansial. Situasi
seperti ini menjadikan pertunjukan tersebut (pada akhirnya) terasa klise karena aktor tinggal
mencari tokoh terkenal dan mencoba memotretnya untuk ditampikan di atas panggung
(impersonate). Meskipun banyak pertunjukan dimana latar finansial tidak menjadi motif
utama, namun one person show juga memiliki sisi yang ringkih karena naskahnya
sesungguhnya berkehendak (menyimpan potensi) untuk menjadi lakon drama fullplay. Pada
saat penciptaan biasanya tidak melibatkan penulis sama sekali, dalam artian aktor itu sendirilah
yang menuliskan teks untuk dimainkan.

Tentu saja tidak semua one person show seperti itu karena ada pertunjukan yang memang
melibatkan penulis di dalamnya. Aktor memainkan naskah yang dibuat oleh penulis untuknya
dan pertunjukan tersebut tampil secara brilian. Namun tetap saja terdapat dua permasalahan,
ketika pertunjukan itu benar-benar sukses (secara akting dan ceritanya) maka terminologi one
person show menjadi buyar dan pertunjukan itu tetap saja dikatakan sebagai sebuah pentas
drama. Atau jika pertunjukan itu tidak mau terikat pada kualifikasi lakon drama, maka pilihan
ekspresinya akan menjadi stand up comedy ataupun kabaret dan pemain ikhlas serta gembira
memainkannya tanpa berpura-pura menjadi aktor.

Salah satu saran terbaik dalam usaha mementaskan one person show (dalam konteks teater dan
keaktoran) bagi akor maupun penulis adalah melakukan riset materi terleblih dahulu dan
menentukan bentuk pentasnya kemudian. Sebagai kasus, seorang aktris bisa saja menampilkan
lakon King Lear secara tunggal – misalnya saja ia berperan sebagai Cordelia tepat pada saat
sebelum meninggal dipelukan ayahnya – ia menceritakan tragedi Lear secara flashback.
Mungkin saja pementasan ini bisa menjadi sebuah one person show yang sangat bagus dan
menakjubkan. Namun ketika hal ini dikembalikan atau dimintakan kepada Shakespere untuk
menuliskan lakon one person show tentang Cordelia pasti lakon tersebut tidak berakhir sebagai
King Lear (Caird, 2010). Artinya, materi awal sebuah lakon one person show itu menjadi modal
utama dan besifat khusus karena memang dituliskan untuk keperluan one person show.

Sekilas penjelasan mengenai monolog, monoplay (monodrama), dan one person show di atas
menyiratkan sejarah lahir degan tujuan artistik yang berbeda-beda. Namun intinya, ketiga
istilah digunakan untuk mewadahi pertunjukan teater yang hanya menampilkan satu aktor di
atas panggung. Pembeda atau titik berat artistik kemudian ada pada bagaimana dan dengan apa
cerita itu akan disampaikan sehingga tepat dikatakan sebagai monolog, monoplay
(monodrama) atau one person show.

Sebenarnya, di Indonesia sendiri sudah sejak lama digaungkan isitlah “sandiwara” sebagai
kounter atas istilah “tonil” yang merupakan produk kolonial. Kata “sandiwara” diciptakan oleh
P.K.G. Mangkunegara VII yang dibentuk dari kata “sandi” yang berarti rahasia dan “wara”
yang berarti pengajaran. Istilah ini kemudian didengungkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai
pengajaran yang dilakukan dengan perlambang (Harymawan, 1986). Istilah “sandiwara”
dengan demikian sangat lentur dan terbuka bagi bentuk pementasan teater. Selama sebuah
pertunjukan mengajarkan, mewartakan, menyampaikan sesuatu (misi) dengan perlambang
(kualifikasi artistik), maka ia bisa dikatakan sebagai sandiwara. Jika istilah ini digunakan maka
kelenturannya akan menggeser berbagai istilah bentuk teater yang telah terskala oleh sejarah,
budaya dan berbagai kepentingan baik itu artistik, industri, maupun profit. Selain itu
“sandiwara” juga memiliki roh yang lebih membumi serta daya perlawanan atas superioritas
kultur Barat yang semakin mengIndonesia. Oleh karena itu, monolog, monoplay (monodrama),
dan one person show dapat saja dengan mudah kita singkirkan dengan istilah “SANDIWARA
TUNGGAL” selama kita berani untuk tidak terbebani atas modernitas Barat yang telah
menubuh itu, sehingga sebuah Festival Monolog kita ganti saja dengan “PASAR
SANDIWARA TUNGGAL”,
 Pemain monolog

1. Charlie chaplin

Chaplin lahir pada tahun 1889 dari orang tua musisi yang berperan meletakkan dasar bagi
karir keartisannya di kemudian hari.

Tak lama setelah kelahirannya, ayahnya menghilang, meninggalkan Chaplin dalam


perawatan ibunya.

Tak berselang lama, ibunya juga harus dikirim ke rumah sakit jiwa sehingga Chaplin
ditampung di panti asuhan.

Pada tahun 1910, Charlie Chaplin tiba di New York dan bertekad untuk menjadi terkenal.

Impiannya menjadi kenyataan saat dia menandatangai kontrak dengan studio utama era film
bisu dan mendapatkan penghasilan yang layak.

Selain dikenal karena keahliannya di layar, Charlie Chaplin juga merupakan pengusaha yang
cerdik.

Pada tahun 1919, dia mendirikan United Artists dengan beberapa bintang terkenal lainnya.
Tujuan dari perkumpulan ini adalah untuk menjamin kelancaran profesi artis dan agar mereka
mendapatkan hak-hak yang seharusnya.

Chaplin juga dikenal sebagai salah satu aktor pertama yang memasarkan dirinya sekaligus
persona filmnya yang dikenal sebagai “The Tramp.”
Chaplin menjadi begitu terkenal sehingga semua film yang menyertakan namanya akan
banyak ditonton orang.

The Tramp mungkin diciptakan secara kebetulan dan berhasil menjadi simbol abadi dalam
film abad ke-20.

Sebagai Tramp, Charlie Chaplin tampak berkumis, mengenakan pakaian longgar dan lusuh,
memakai derby hat dan sepatu khas, serta membawa tongkat bambu fleksibel.

Dalam era film bisu, performa The Tramp terutama didukung oleh gerak tubuh jenaka.
Ketika Charlie Chaplin mulai tampil dalam film-film dengan suara, dia menambahkan musik
dan bernyanyi pada penampilannya.

Rumor menyatakan bahwa gerak Mickey Mouse, ikon film kartun Amerika, dimodelkan pada
gerakan The Tramp.

Beberapa film Chaplin yang terkenal meliputi The Kid (1921), Modern Times (1936), dan
The Great Dictator (1940).

Meskipun karyanya sering sentimental dan nampak jenaka, beberapa karya Chaplin
sebenarnya cukup politis.

The Great Dictator, misalnya, memparodikan Hitler dan Mussolini sekaligus mengkritik
Amerika Serikat yang tidak terlibat dalam pergolakan di Eropa yang semakin memanas.

Meskipun Chaplin tidak pernah secara positif terlibat dengan Partai Komunis, dia dikaitkan
dengan sejumlah aktivis terkemuka Komunis Amerika.

Hal ini menyebabkan dia dikucilkan di era 1930-an hingga 1940-an atas sponsor House
Unamerican Activities Committee.

Ketika Chaplin meninggalkan Amerika Serikat untuk mengunjungi Eropa pada tahun 1952,
berbagai upaya dilakukan untuk mencabut visa masuk kembalinya.

Chaplin memilih untuk tidak kembali ke Amerika Serikat untuk kemudian menetap di Eropa.

Pada tahun 1975 dia mendapatkan gelar kebangsawanan dari Kerajaan Inggris sehingga
namanya menjadi menjadi Sir Charles Spencer Chaplin.

Ketika Chaplin berkunjung kembali ke Amerika pada tahun 1972, dia menerima sejumlah
penghargaan sebagai pengakuan atas kontribusinya pada sejarah film dan Hollywood.

Chaplin meninggal pada tahun 1977 karena sebab alami


2. The Three Stooges

The Three Stooges adalah kelompok lawak dan vaudeville Amerika Serikat yang aktif dari
awal hingga pertengahan abad 20. Mereka dikenal dengan gaya komedi slapstik yang brutal
dan ekstrem dalam serial film pendek yang mereka bintangi di Columbia Pictures antara 1934
hingga 1959.

Pada awalnya, grup ini terdiri atas Moses Harold Horwitz (“Moe Howard”); sang kakak,
Samuel Horwitz (“Shemp Howard”); dan teman mereka Louis Fineberg (“Larry Fine”)
sebagai bagian dari pertunjukan komedi yang dipimpin oleh Ted Healy. Shemp kemudian
keluar dari tim pada 1932 dan digantikan oleh adik bungsunya, Jerome Horwitz (“Curly
Howard”). Pada 1934, Moe, Larry dan Curly keluar dari pertunjukan vaudeville Healy dan
menandatangi kontrak untuk membintangi serial film pendek di Columbia Pictures dan mulai
menamakan diri mereka “The Three Stooges”. Serial komedi tersebut bertahan hingga akhir
tahun 1959.

Selama karier mereka sebagai Three Stooges, telah terjadi beberapa kali pergantian personil
dalam tim. Shemp Howard kembali bergabung pada 1946 menggantikan Curly yang fisiknya
dilumpuhkan oleh serangan stroke. Shemp bertahan di tim hingga ia wafat pada 1955 akibat
serangan jantung dan digantikan oleh komedian Joe Besser setahun kemudian. Joe Besser
kemudian keluar dan digantikan oleh komedian burlesque Joe DeRita (“Curly-Joe DeRita”)
pada 1958. Grup ini mendapatkan kembali popularitas mereka pada tahun 1960an hingga
Larry Fine terserang stroke pada 1970 yang sekaligus mengakhiri perjalanan panjang karier
mereka.

Daftar isi

 1 Sejarah
o 1.1 Karier Awal: Ted Healy and His Stooges (1921-1934)
o 1.2 Tahun-tahun Emas: Moe, Larry dan Curly (1934-1946)
o 1.3 Kembalinya Susunan Awal: Moe, Larry dan Shemp (1946-1955)
 2 Filmografi
 3 Pranala luar
Sejarah
Karier Awal: Ted Healy and His Stooges (1921-1934)

Three Stooges bermula dari sebuah pertunjukan komedi vaudeville bernama Ted Healy and
His Stooges dari New York. Pertunjukan itu dipimpin oleh seorang komedian bernama Lee
Nash, yang mempunyai nama panggung Ted Healy. Ia membentuk pertunjukan tersebut
bersama teman masa kecilnya yang merupakan seorang aktor dan figuran dari Brooklyn, New
York nernama Moses Harold Horwitz.

Harold Horwitz (1897-1975) adalah anak keempat dari pasangan Yahudi Lithuania, Solomon
Horwitz dan Jennie Gorovitz, yang pindah dari Rusia ke Amerika. Solomon dan Jennie
meng-Inggris-kan nama keluarga mereka dari “Horwitz” menjadi “Howard” dan Harold pun
mengganti namanya menjadi “Harry Howard”. Selama masa mudanya, Harry adalah seorang
yang sangat menggemari dunia akting dan teater dan terobsesi untuk dapat menjadi seorang
aktor atau penampil. Pada 1921, ia bergabung dengan pertunjukan komedi Ted Healy sebagai
seorang “stooge” (pembantu; asisten; heckler; pengganggu).

Sementara itu, kakak Harry, Samuel Horwitz (1895-1955), yang lebih dikenal sebagai Shemp
Howard, mengikuti jejak sang adik pada 1923 sebagai seorang stooge. Pada tahun 1925, Ted
merekrut seorang komedian-violinis, Louis Fineberg (1902-1975), yang memiliki nama
panggung Larry Fine, sebagai stooge-nya yang ketiga dan menciptakan trio stooge untuk
pertama kalinya.

Setelah sukses di panggung vaudeville, Broadway, serta membintangi sebuah film untuk Fox
Films Corporation (sekarang 20th Century Fox) berjudul Soup to Nuts (1930), Shemp
memutuskan keluar dari tim akibat muak dengan Ted yang semena-mena dan memiliki
masalah kecanduan alkohol akut. Harry, yang sekarang dipanggil Moe Howard dari nama
depannya “Moses”, merekomendasikan adik bungsunya, Jerome Howard (1903-1952)
(dipanggil “Jerry”) sebagai pengganti Shemp pada Ted. Jerry kemudian mencukur habis
rambutnya dan menamakan dirinya sendiri sebagai Curly Howard. Ted Healy, Howard
Bersaudara dan Larry Fine membintangi serial film pendek di MGM antara 1933 hingga
1934. Setelah kontrak mereka berakhir, Howard, Fine dan Howard memutuskan untuk
berpisah dari Healy untuk membentuk grup mereka sendiri.

Tahun-tahun Emas: Moe, Larry dan Curly (1934-1946)

Pada tahun 1934, Howard, Fine dan Howard menandatangani kontrak di Columbia Pictures
untuk membintangi serial film komedi pendek dan menamai diri mereka sebagai “The Three
Stooges”. Mereka kemudian mulai menyempurnakan karakter masing-masing: Moe, sebagai
stooge pemimpin yang sangat mudah naik pitam; Curly, si stooge bungsu yang lugu, enerjik
dan kekanak-kanakan; dan Larry, si stooge tengah yang lebih pendiam dan rasional namun
tidak terlalu cerdas.

Pada tahun-tahun awal ketiganya di Columbia Pictures, serial komedi mereka terbukti sangat
populer dan kontrak para Stooges terus menerus diperpanjang oleh Harry Cohn, presiden
Columbia saat itu, hingga lebih dari 23 tahun oleh studio. Namun, para Stooges yang tidak
menyadari sebesar apa popularitas yang mereka dapatkan, bekerja tanpa lelah pada Columbia
tanpa pernah meminta atau mendapat kenaikan gaji sementara studio terus meraup
keuntungan dari film-film mereka. Para Stooges diharuskan merilis lebih dari 8 film pendek
setiap tahunnya dalam periode 40 minggu, sementara minggu-minggu yang tersisa dapat
digunakan untuk mempromosikan pertunjukan panggung live mereka atau berkumpul
bersama keluarga. Dengan total 190 film pendek, serial komedi pendek Three Stooges adalah
yang terpanjang dan terbanyak sepanjang sejarah Hollywood.

Antara pertengahan 1930an hingga awal 1940an, para Stooges berhasil meraih pencapaian
puncak karier mereka. Film-film pendek para Stooges selama era itu dianggap sebagai karya
mereka yang klasik. Hoi Polloi (1935) menampilkan seorang profesor berusaha mengubah
trio tukang sampah yang tidak berbudaya menjadi bagian dari kelas elit. Three Little Beers
(1935) yang menampilkan Moe, Larry & Curly sebagai trio pegawai pabrik bir membuat
kekacauan di kejuaraan golf. Disorder in the Court (1936) menampilkan para Stooges
sebagai saksi di persidangan. You Nazty Spy! (1940) menampilkan para Stooges
memparodikan diktator Adolf Hitler dan menjadi film Amerika pertama yang menampilkan
tentang rezim Nazi di Jerman. A Plumbing We Will Go (1940) menampilkan para Stooges
sebagai tukang ledeng yang hampir menghancurkan sebuah rumah dan dianggap sebagai
komedi terbaik mereka yang pernah dibuat.

Anggota yang paling populer di antara ketiganya adalah Curly. Curly yang tidak pernah
berpengalaman akting atau sebagai penampil sebelumnya, memiliki bakat komedi natural.
Kelemahannya dalam mengingat naskah, memaksa Curly untuk berimprovisasi ketika tampil
atau syuting yang secara jelas menampilkan kemampuan briliannya. Dengan penampilan
fisiknya yang tambun, gaya yang enerjik, ekpresi dan perilaku yang kekanak-kanakan, dan
kata-kata improvisasi khasnya (“N’yuk, n’yuk, n’yuk”; “Woob, woob, woob!”; “N’gyahh-
ahhh-ahhh!”), Curly menjadi stooge favorit bagi kebanyakan penggemar Three Stooges saat
ini.

Namun, akibat perceraiannya dengan sang istri pada 1940, dalam kehidupan nyata, Curly
berusaha menutupi depresinya dengan makan dan mabuk secara tak terkendali ketika tidak
berada di lokasi syuting. Berat badannya seketika meningkat pesat dan tekanan darahnya
melonjak tajam. Dalam dua belas film pendek terakhirnya bersama Moe & Larry, kesehatan
Curly tampak jelas menurun dan ia harus berjuang walau hanya untuk menyelesaikan syuting
satu adegan saja. Dalam syuting hari terakhir untuk film pendek mereka, Half-Wits Holiday,
pada 6 Mei 1946, Curly mengalami serangan stroke di lokasi dan memaksanya untuk pensiun
sejenak demi memulihkan kesehatan. Ketika ia pensiun, Curly bersama Moe dan Larry telah
membintangi 97 film komedi pendek untuk Columbia Pictures.

Kembalinya Susunan Awal: Moe, Larry dan Shemp (1946-1955)

Selama pemulihan kesehatan Curly, Moe meminta Shemp untuk menjadi pengganti
sementara adik bungsu mereka. Shemp saat itu telah memiliki karier akting solo yang sukses,
awalnya ragu dengan tawaran itu, tetapi setelah pertimbangan yang cukup matang, Shemp
pun bergabung kembali dengan Moe dan Larry hanya dalam kapasitas pengganti sementara
Curly. Namun, Curly tidak pernah pulih dan seiring kesehatannya yang merosot, Curly pun
wafat pada 18 Januari 1952.

Walau Shemp adalah yang tertua di antara yang lain, tetapi ia juga menggantikan kedudukan
Curly sebagai bagian hierarki terendah di tim yang menjadi bulan-bulanan aksi kekerasan
slapstik Moe. Meski begitu, Shemp memiliki karakter yang jauh berbeda dari Curly karena
telah sekian lama menjadi veteran di dunia akting. Berkebalikan dengan gaya Curly yang
enerjik dan kekanakan, Shemp lebih besar mulut dan berperilaku santai. Shemp yang
merupakan komedian professional, berpengalaman dan berbakat lucu mampu mengimbangi
kharisma dan energi Curly yang hilang dari tim pada 1946.

Film pendek Stooges pada era itu menunjukkan Shemp dapat menjadi dirinya sendiri dan
memberikan warna baru bagi komedi Three Stooges. Brideless Groom (1947) menceritakan
Shemp yang mendapatkan warisan dari sang paman dan hanya bisa mendapatkan uang
tersebut jika ia bisa menikah sebelum pukul 6 sore. Squareheads of the Round Table (1948)
menampilkan para Stooges sebagai penyanyi jalanan di Inggris abad Pertengahan. Who Done
It? (1949) menampilkan ketiganya sebagai trio detektif swasta yang menyelidiki kasus
hilangnya seorang milyuner. Three Dark Horses (1951) merupakan satu-satunya komedi
politik yang pernah mereka buat yang menampilkan para Stooges sebagai anggota konvensi
pemilihan kandidat Presiden Amerika Serikat.

Pada era Shemp pulalah, Three Stooges untuk pertama kalinya menapakkan kaki ke media
hiburan baru di Amerika: Televisi. Moe, Larry dan Shemp menjadi bintang tamu di berbagai
acara variety show terkenal saat itu seperti Texaco Star Theater, The Ed Wynn Show, The
Colgate Comedy Hour, dan The Frank Sinatra Show. Moe, Larry dan Shemp juga membuat
sebuah episode pilot untuk acara TV mereka sendiri berjudul Jerks of All Trades pada 1949.

Setelah tahun 1951, kualitas film Three Stooges perlahan mulai menurun akibat penyusutan
staf divisi film pendek Columbia Pictures yang membuat sutradara Edward Bernds, penulis
Elwood Ullman dan produser Hugh McCollum dipecat. Ketiganya memberikan kontribusi
besar dalam menghasilkan film Three Stooges yang berkualitas seperti Brideless Groom atau
Who Done It?. Untuk mengurangi pengeluaran dalam produksi, waktu syuting Three Stooges
pun dikurangi hingga hanya menjadi satu hari dan adegan dari film lama diambil untuk
digabung dengan adegan baru sehingga film pendek baru. Metode ini terus berlanjut dan
makin intensif hingga serial berhenti.

Pada 22 November 1955, Shemp Howard wafat setelah mengalami serangan jantung
mendadak saat berada dalam taksi menuju kerumahnya selepas menonton pertandingan tinju.
Untuk menyelesaikan produksi empat film pendek yang belum direalisasikan sesuai kontrak,
sutradara Jules White mendaur ulang adegan lama Shemp ketika masih hidup dan
menggabungkannya dengan adegan baru menggunakan sorot belakang dari stuntman Joe
Palma sebagai “Shemp Palsu”
 Contoh teks monolog

Demokrasi

Saya begitu mencintai demokrasi. Tapi saya cuman wong cilik, tak ada tampang seperti

pejuang, apalagi pahlawan gagah berani.

Saya tak mungkin masuk koran, wajah saya juga tak banyak dikenal orang. Perjuangan

saya hanya sebatas RT 01 tempat saya tinggal.

Demokrasi di tempat kecil ini begitu indah. Semua warga memaknai dan mengamalkan

demokrasi tanpa ada paksaan darimanapun.

Saat ada yang anti demokrasi di wilayah kecil nan indah ini, dengan gejolak semangat

perdamaian para warga akan meminta saya menyelesaikannya. Ya, mereka

menghormati saya sebagai pimpinan hasil demokrasi mereka.

Jika saya mampu, saya bisa mengerahkan mereka bila ada yang megusik demokrasi.

Tapi toh buat apa? Di sini, di RT 01, demokrasi sudah berjalan begitu indah. Semua

membela demokrasi dengan kompak dan dengan kesadaran sendiri.

Seandainya, semua wilayah negaraku seperti ini. Oh, sungguh indahnya.


Ibu Tercinta
Rasa ini selalu sama untukmu Ibu, semua cinta serta ketulusan. Hal-hal yang tidak akan
pernah tampak sederhana bagiku, tetapi engkau tulus dan menganggap bahwa semua
sesederhana yang kau lihat.

Senja merona yang berada di ujung barat selalu menjadi milik kita, untuk bisa menggenapkan
waktu menuju malam penuh harmoni. Bukankah begitu bu? Seperti itulah kau untukku, kau
senja yang hanya untukku.

Yang selalu menjadi kebahagiaanku. Fajar yang ada di ujung timur juga selalu jadi milik kita
kan Ibu? Untuk menerbitkan sinar setelah gelapnya malam yang diselimuti kabut kedamaian.

Selalu itu yang engkau katakan padaku, bahwa selalu ada harapan untuk semua aspek dalam
kehidupan ini. Engkaulah yang menerbitkan sinar saat duniaku gelap.

Fajar itu selalu memberikan kehangatan, seperti hangatnya secangkir kopi di pagi hari, kau
ingat kan itu bu? Kita selalu menikmati kebersamaan dengan tawa, menyeruput kopi itu
sampai tetes terakhir. Mengapa demikian Ibu?

Mengapa semua itu terasa indah saat bersamamu? Kau tahu Ibu, bahwa ini lebih suka duduk
di sampingmu dan menceritakan semua hak tentang apapun itu. Bagiku, hal ini lebih
menenangkan daripada aku mendengarkan alunan musik instrument favoritku.

Sudah kuduga dari dulu, bahwa engkau bukan wanita biasa. Lihatlah aku sekarang bu, aku
yang setiap harinya selalu bersamamu, sampai detik pun masih mengagumimu. Berapa kata
yang hendak kugunakan untuk mengungkapkan semua rasa kagumku terhadapmu? Seribu?
Satu juta? Itu semua tidak akan pernah.

IBu, anakmu ini ingin sekali menjadi yang terbaik di hidupmu. Ibu, anakmu ini ingin sekali
menjadi yang engkau banggakan. IBu, aku anakmu ini ingin sekali ada disampingmu untuk
selamanya. I Love Ibu
Salah Siapa?
Pagi sekali sebelum mentari bersinar aku sudah sampai di sekolah. Sampainya di kelas,
gembok masihpun mengunci pintu kelas yang tertup rapat. Akhirnya aku duduk di gazebo
yang berada di depan kelas.

Anda mungkin juga menyukai