Anda di halaman 1dari 87

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kerja Praktik

Politeknik Negeri Bandung (POLBAN) merupakan perguruan tinggi yang


menyelenggarakan pendidikan terapan seperti Program Studi Diploma III Teknik Kimia,
Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung mewajibkan mahasiswa untuk
mempelajari proses-proses kimia, fisika yang berlangsung di industri melalui kegiatan
kerja praktik industri.
PT Indo Bharat Rayon dipilih sebagai tempat pelaksanaan kerja praktik
dikarenakan industri ini menerapkan prinsip-prinsip proses di teknik kimia. Dengan
demikian dapat menerapkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari di Jurusan Teknik Kimia
untuk mempelajari proses produksi.

1.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan kerja praktik yang terletak di Desa Cilangkap, Kecamatan Babakan


Cikao, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat selama satu bulan mulai tanggal 1
Februari 2018 sampai dengan 28 Februari 2018.

1.3 Tujuan Pelaksanaan Kerja Praktik

a) Mengetahui dan memahami proses produksi meliputi bahan baku yang


digunakan, proses yang terlibat, produk yang dihasilkan, dan peralatan
pendukung proses.
b) Mengetahui dan memahami unit utilitas.
c) Mengetahui dan memahami proses pengolahan limbah.
d) Mengetahui situasi organisasi serta interaksi yang terjadi dalam
perusahaan.

1.4 Ruang Lingkup Kerja Praktik

Pelaksanaan kerja praktik melibatkan proses fisika, kimia untuk mengubah bahan
baku menjadi produk yaitu staple fibre rayon. Ruang lingkup kerja praktik adalah
sebagai berikut :

a) Bahan baku dan penolong serta hasil produksi


b) Sistem proses
c) Peralatan proses
d) Utilitas
e) Manajemen Industri
f) Tata letak pabrik
g) Pengelolaan Lingkungan

1.5 Profil Perusahaan

1.5.1 Gambaran Umum

Berdirinya PT IBR dilatar belakangi oleh seorang pengusaha dari India yang
datang ke Indonesia bernama Agrawel dengan tujuan untuk menanamkan modal dari
Birla Group dan bekerjasama dengan pengusaha asal Indonesia bernama Harlan Bekti.
PT IBR didirikan oleh seorang pengusaha asal India yang bernama Mukul
Agrawal, dengan tujuan untuk menanamkan modal dari Birla Group dan bekerja sama
dengan pengusaha asal Indonesia, Harlan Bekti. Selain itu, industri ini dibuat untuk
menyerap tenaga kerja yang ada di Purwakarta dan sekitarnya.
Perusahaan ini didirikan sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)
dengan persetujuan Presiden No. B-22/PRES/6/1980 tanggal 3 Juni 1980 dan dengan
persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 16/PMA/1980 tanggal
24 Juni 1980 dan diaktakan melalui Notaris Fredik Alexander Tumbuan di Jakarta
dengan Akta No. 16 tanggal 5 September 1980.
Persentase saham terdiri dari 80% dari modal pengusaha asing (India) dan sisanya
sebesar 20% dari perusahaan dalam negeri. Perusahaan dikelola oleh Dewan Direksi
dibawah pengawasan Komisaris yang diangkat oleh pemegang saham setiap tahunnya
dalam rapat umum pemegang saham tahunan. Perusahaan ini dibangun dengan modal
sebesar US $500 juta di atas tanah seluas 53 ha, 1/3 bagian dipergunakan untuk
perumahan staf dan karyawan.
PT IBR memproduksi staple fiber rayon dengan kapasitas awal sebesar 45
ton/hari dan saat ini telah diperbesar menjadi 604,319 ton/hari. Selain menghasilkan
rayon sebagai produk utama, perusahaan ini juga menghasilkan Sodium Sulfat (Na2SO4)
sebagai produk samping dan juga larutan asam sulfat (H2SO4) dan cairan karbon
disulfida (CS2) sebagai bahan penunjang proses.
Nama Indo Bharat Rayon mempunyai pengertian, Indo berarti Indonesia
sementara Bharat adalah sebutan lain untuk India, dan Rayon adalah nama lain untuk
serat selulosa. PT IBR memiliki dua department yang berperan penting dalam proses
utama yaitu :

a) Viscose Department
Departemen ini bertugas untuk membuat larutan viscose.

b) Spinning Department
Departemen ini melakukan pengolahan larutan viscose menjadi rayon, mulai dari proses
penggumpalan larutan viscose hingga pengepakan serat rayon.

Selain itu, terdapat pula beberapa departemen yang berperan dalam proses
pendukung, yaitu :

a) Auxiliary Department, bertugas untuk mengolah larutan spinbath.


b) Ancillary Department, bertugas untuk membuat larutan asam sulfat (H2SO4) dan
karbon disulfida (CS2).
c) Effluent Department, yang terdiri dari Water Treatment Plant (WTP) dan Waste
Water Treatment Plant (WWTP) yang bertugas untuk mengolah air dan limbah.
d) Power Plant, bertugas untuk menyediakan uap air dan menyediakan energi.
e) Laboratorium, bertugas untuk memeriksa kadar bahan yang diperlukan di setiap
proses agar sesuai dengan standar.

1.5.2 Latar Belakang dan Perkembangan PT IBR

Pada zaman globalisasi sekarang ini kebutuhan manusia akan sandang terus
meningkat, maka dari itu secara langsung dibutuhkan lebih banyak serat kapas untuk
bahan baku tekstil. Kebutuhan ini tidak sebanding dengan kondisi alam yang tidak
memungkinkan pohon kapas untuk dipanen setiap saat dalam jumlah yang banyak,
karena memerlukan waktu yang lama.
Keadaan ini mendorong diproduksinya serat sintetik (buatan) seperti : nylon,
polyester, dan rayon. Rayon memiliki sifat yang mirip dengan kapas dan mampu
menyerap air lebih dari kapas sehingga memiliki manfaat yang banyak dibandingkan
dengan serat buatan lainnya. Rayon fibre adalah fibre selulosa yang dihasilkan dari
campuran pulp kayu dengan NaOH. Bahan tersebut secara meluas dipakai di perusahaan
tekstil dan perusahaan lain termasuk di dalamnya produk kesehatan seperti kassa steril,
kertas (sanitary napkins) dan lain-lain.
PT IBR adalah pabrik pertama di Indonesia yang memproduksi staple fibre
rayon. Sebelumnya seluruh kebutuhan staple fibre rayon diimpor dari luar negeri dan
setelah mulai berproduksinya industri ini, Indonesia bisa menghemat devisa negara.
Saat ini PT IBR adalah produsen rayon fibre yang kompetitif secara global. Maret
tahun 2002 PT IBR memperoleh sertifikat ISO 14001 untuk Environment Management
System dan sertifikast ISO 9002 untuk Quality Management System.
BAB II

BAHAN BAKU, BAHAN PENUNJANG


DAN HASIL PRODUKSI

2.1 Bahan Baku

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan staple fibre rayon di PT


IBR meliputi dua bagian, yaitu bahan baku utama dan bahan penunjang. Bahan-
bahan yang dibutuhkan selama proses produksi berbeda jenisnya untuk tiap
departemen tetapi produk yang dihasilkan dari satu departemen sangat menunjang
keberhasilan proses di departemen lainnya.

2.1.1 Bahan Baku Utama

a) Pulp

Bahan baku utama untuk pembuatan staple fibre rayon di PT IBR adalah Pulp. Pulp
ini merupakan bubur kayu yang telah dihilangkan pengotornya, sehingga yang
tersisa sebagian besar adalah selulosa. Pulp yang digunakan diimpor dari Kanada
dan Austria.
Berdasarkan kelarutan dalam NaOH 18% dikenal tiga jenis selulosa yang
terkandung dalam pulp, yaitu:
 α-selulosa, memiliki derajat polimerisasi lebih dari 150°C dan tidak larut pada
temperatur 20°C.
 β-selulosa, larut tetapi mengendap bila ditambah asam dan derajat polimerisasi
berkisar antara 10°C sampai 150°C.
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 γ-selulosa, larut dan mengendap bila ditambah alkohol dan memiliki derajat
polimerisasi kurang dari 10°C.
Kandungan terbesar dari pulp adalah α-selulosa yaitu sekitar 92%
sedangkan sisanya berupa hemiselulosa yang terdiri dari β-selulosa dan γ-selulosa.
Spesifikasi teknik dari pulp yang digunakan di PT IBR dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi Pulp


Jenis kandungan Diinginkan Keterangan
α – sellulosa Min 91 %
Air Max 10 %
Yield in 21,5% NaOH Min 93 %
Kelarutan dalam NaOH 18% (S18) Max 7 %
Kelarutan dalam NaOH 10% (S10) Max 12 %
Viskositas 10-25 Cp
Resin dan lemak Max 0,3 %
Kandungan abu total Max 0,25 %
Kandungan asam terlarut Max 200 ppm
Ca dan Mg sebagai CaO Max 250 ppm
Besi sebagai Fe Max 10 ppm
Brightness dengan alat vibro chrom Min 92 %
FFR-1
Brightness whiteness dengan alat FFR- Min 80 %
2
Ph 4-7 -
Dirt count Max 500 Nos/m2
Kappa number Max 2 -
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

Pulp yang digunakan memiliki perbandingan 80% hard wood ( baik AV


nack maupun cloquet maksimum 300 kg/batch, panjang serat 3-4 mm) dan 20% soft
wood (domsjo maksimal 200 kg/batch, panjang serat 1 mm). Secara fisik, pulp jenis
soft wood memiliki tekstur lembut dan seratnya panjang sedangkan hard wood

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

memiliki serat yang keras dan pendek serta mudah dirobek.

b) Natrium Hidroksida (NaOH 18%)

Natrium hidroksida (NaOH) yang digunakan untuk pembuatan staple fiber rayon
dipasok dari PT Asahimas Subentra Chemical sebanyak 200.000 L/hari dengan
konsentrasi 48%. Konsentrasi NaOH yang digunakan pada berbagai proses
berbeda-beda sehingga perlu dilakukan pengolahan awal di unit soda station.
Kaustik yang digunakan adalah sebagai berikut :
 Konsentrasi NaOH untuk proses pencampuran dengan pulp pada Steeping
Lye sehingga menghasilkan alkali selulosa adalah 18 %.
 Konsentrasi NaOH untuk melarutkan gel–gel selulosa xanthat pada Mixer Lye
sehingga menghasilkan larutan viscose adalah 2%. Spesifikasi natrium
hidroksida (NaOH) dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Spesifikasi NaOH

Spesifikasi Diinginkan Keterangan


Specific grafity pada 30°C Min 1,495 g/ml
Sodium hidroksida sebagai NaOH Min 47,5 %
Sodium karbonat sebagai Na2CO3 Max 0,30 %
Besi sebagai Fe Max 10 Ppm
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

2.1.2 Bahan Penunjang

Bahan baku penunjang yang digunakan pada proses pembuatan staple


fibre rayon di PT IBR adalah sebagai berikut :

a) Karbon Disulfida (CS2)

Karbon disulfida (CS2) berfungsi untuk pembuatan selulosa xhantat di Unit


Xhantator. CS2 diperoleh PT Indo Raya Kimia dan dari Spinning Department yaitu
hasil recovery CS2 dengan proses kondensasi kemudian diolah di Ancillary
Department. Kebutuhan CS2 untuk pembuatan larutan viscose mencapai 30.400

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

L/hari. Cairan CS2 yang digunakan memiliki spesifikasi yang dapat dilihat pada
Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Spesifikasi Karbon Disulfida (CS2)

Spesifikasi Diinginkan Keterangan


Specific grafity pada 20°C 1,250-1,265 g/l
Evaporation residu Max 50 Ppm
H2S terlarut Max 5 Ppm
Warna - Cairan tak
berwarna
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

b) Air (H2O)

Air yang digunakan memiliki jenis dan kegunaan yang berbeda. Jenis air yang
digunakan serta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Jenis air yang digunakan di PT IBR

Jenis air Fungsi


Hard water Digunakan untuk proses industri di Viscose dan Spinning
Department dan kebutuhan sehari-hari karyawan
Soft water Digunakan hanya untuk proses industri saja di seluruh departemen
yaitu Viscose, Spinning, Auxiliary, Ancillary, Effluent dan
Laboratorium
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

c) Asam Sulfat (H2SO4)

Asam sulfat merupakan salah satu komposisi dari larutan spinbath yang digunakan
di Spinning Department untuk proses regenerasi larutan viscose. Konsentrasi H2SO4
yang terlalu tinggi menyebabkan kecepatan reaksi tinggi sehingga filamen dari serat
mudah putus (tenacity rendah). Kebutuhan H2SO4

PT Indo Bharat Rayon


untuk seluruh proses di PT IBR dipenuhi oleh suatu unit proses yang disebut acid plant
di Ancillary Department. Sifat fisik dan kimia asam sulfat dapat dilihat pada Tabel
2.5.

Tabel 2.5 Sifat Fisik dan Kimia Asam Sulfat

Property Spesifikasi
Rumus kimia H2SO4
Bentuk Cair
Bau Berkarakter
sedikit
pH <1
Berat jenis ± 1,84 pada 20°C
Titik didih 290-338 °C
Titik leleh ± 10 °C
Temperatur dekomposisi 340 °C
Sumber : Mahkota Indonesia, 2008

d) Zink Sulfat (ZnSO4)

Zink sulfat (ZnSO4) juga merupakan salah satu komposisi dari larutan spintbath yang
berfungsi sebagai inhibitor reaksi antara SO4 dengan Na dari larutan viscose sehingga
reaksi berjalan lambat. Penambahan senyawa ini berpengaruh pada kekuatan tarik
serat. Semakin banyak penggunaan ZnSO4 reaksi semakin lambat dan stretching
(kekuatan tarik) makin tinggi. ZnSO4 yang digunakan oleh PT IBR memiliki
spesifikasi min 98 %. Sifat fisik dan kimia zink sulfat dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Sifat Fisik dan Kimia Zink Sulfat


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Property Spesifikasi
Rumus kimia ZnSO4
Bentuk Cair
Bau Tak berbau
pH 4-6
Berat jenis ± 1,97 g/cm3 pada 20°C
Titik lebur 100 oC
Sumber : Merck, 2006

e) Asam Asetat (CH3COOH)

Asam asetat digunakan untuk menetralkan NaOH yang masih terkandung di dalam
tow (kumpulan filamen) pada proses after treatment di Spinning Department.
Spesifikasi asam asetat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Spesifikasi Asam Asetat

Spesifikasi Diinginkan Keterangan


Acetic Acid as CH3COOH Min 99,5 %
Specific gravity pada 25°C Max 1,03 g/l
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

f) MGR dan GA

MGR berfungsi untuk melembutkan mat (tow yang sudah bebas dari CS2) yang sudah
terbentuk dan GA berfungsi untuk mengurangi gaya elektrostatik fibre. MGR dan GA
yang ditambahkan di zona soft finish after treatment di Spinning Department yaitu
sebesar 360 L dan 200 L untuk setiap batch. Spesifikasi MGR dan GA yang digunakan
pada proses after treatment dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Spesifikasi MGR dan GA

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Kandungan MGR GA Keterangan


Kandungan air 12-16 Max 5 %
pH (larutan 1%) 5-7 5-7 -
Nilai keasaman 18-28 Max 5 mg/g
Angka penyabunan - 65-85 %
Abu Max 7 Max 1 %
Active content Min 75 Min 85 %
Appearance Brownish pasta Light brownish liquid -
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

g) Natrium Hipoklorit (NaOCl)

Natrium hipoklorit berfungsi sebagai pemutih fiber yang ditambahkan di zona


bleaching pada proses after treatment. Natrium hipoklorit ini digunakan hanya untuk
pembutan serat jenis woven. Spesifikasi natrium hipoklorit yang digunakan
ditunjukkan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Spesifikasi Natrium Hipoklorit

Spesifikasi Diinginkan Keterangan


Appearance - Free from contamination
Free NaOH 0,2-1,5 %
Available Chlorine as (Cl2) Min 10 %
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

h) Sulfur (S)

Sulfur yang digunakan berbentuk cair untuk pembuatan H2SO4. Sulfur tersebut
diimpor dari Timur Tengah dan Rusia.

2.1.3 Bahan Baku Additive

Bahan baku additive adalah bahan baku yang dibutuhkan untuk keperluan
proses produksi dalam jumlah sedikit. Bahan baku additive yang digunakan meliputi
:

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

a) Berol Visco

Berol Visco merupakan bahan kimia yang ditambahkan dalam proses pressing di
slurry press untuk memperkecil molekul dan mengurangi kandungan NaOH pada
alkali selulosa.
b) Mangan Sulfat (MnSO4)

Mangan sulfat (MnSO4) ditambahkan pada proses mixing di slurry mixer sebagai
katalis untuk mempercepat pemutusan rantai molekul (depolimerisasi) dan juga untuk
mempercepat reaksi antara pulp dan soda kaustik agar menghasilkan alkali selulosa.
MnSO4 ditambahkan sebanyak 1800 ml/batch. Spesifikasi yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel Table 2.10.

Tabel 2.10 Spesifikasi Mangan Sulfat (MnSO4)

Spesifikasi Diinginkan Keterangan


Mangan sulfat sebagai MnSO4.H2O 98 %
Kandungan air 0,05 %
Kandungan besi sebagai Fe 0,005 %
Klorida sebagai Cl 0,012 %
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

c) Vanadium Pentaoksida (V2O5)

Vanadium Pentaoksida (V2O5) berfungsi sebagai katalis untuk mengkonversi


SO2 menjadi SO3 pada converter pada saat pembuatan H2SO4. Sifat fisik dan kimia
vanadium pentaoksida dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2.11 Sifat Fisik dan Kimia Vanadium Pentaoksida

Property Spesifikasi
Rumus kimia V2O5
Bentuk Padatan kuning
Berat jenis 3,357 g/cm3
Titik didih 1750 °C
Titik leleh 690 °C
Massa molar 181,9 g/mol
Sumber : Sciencelab, 2005

d) Pasir Kwarsa

Media filter yang digunakan di Auxiliary Department berupa pasir untuk


menyaring kotoran-kotoran seperti tow dan sludge yang terdapat dalam larutan
spinbath agar tidak terbawa ke top tank. Untuk efisiensi dalam filtrasi, dilakukan
backwash setiap dua minggu sekali.

2.2 Hasil Produksi

Hasil produksi PT IBR terdiri dari produk utama, produk samping dan produk
penunjang.

2.2.1 Produk Utama

Produk utama PT IBR adalah staple fibre rayon yang dikemas dalam bentuk
bale dengan berat 250 kg/bale. Mulai tahun 2015 Staple Fibre Rayon yang diproduksi
hanya jenis fiber woven saja yaitu untuk industri tekstil sedangkan non woven untuk
industri medis sudah tidak produksi. Kapasitas produksi staple fibre rayon mencapai
604,319 ton/hari. Berdasarkan kualitasnya, staple fibre rayon yang diproduksi yaitu :
HT (High Tenacity), merupakan fiber yang memiliki kekuatan tarik tinggi. Spesifikasi
jenis rayon yang diproduksi di PT IBR dapat dilihat pada Tabel 2.12.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2.12 Spesifikasi Staple Fibre Rayon

Persyaratan untuk
Kandungan Unit
fiber HT
Denier (1,2-2,5) 6% -
Panjang Staple (32-76) 3% mm
Tenacity (Cond) Min 2,8 g/d
Tenacity (wet) Min 1,3 g/d
Elongation (Cond) 19-23 %
Elongation (wet) 22-25 %
Oil Content 0,22-0,38 %
Equilibrium 13 %
Moisture
Sulfur Max 200 Ppm
Berger whiteness 76-82 %
Semi dull ash 0,70-0,90 %
Dull ash 0,90-1,10 %

Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

2.2.2 Produk Samping

Selain menghasilkan produk utama yaitu berupa staple fibre rayon, perusahaan
ini juga menghasilkan produk samping berupa natrium sulfat (Na2SO4.10H2O) yang
merupakan hasil dari proses regenerasi larutan viscose menjadi selulosa kemudian
dilakukan pengolahan seperti evaporasi, kristalisasi, kalsinasi dan pengeringan
sehingga didapatkan produk samping natrium sulphate anhydrous (Na2SO4).
Kapasitas produksi natrium sulphate anhydrous di Auxiliary Department mencapai 18
ton/jam dan dikemas dalam bentuk karung dengan kapasitas 25 kg/karung, 50
kg/karung dan 1 ton/karung. Spesifikasi natrium sulphate anhydrous yang dihasilkan
oleh PT IBR dapat dilihat pada Tabel 2.13.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 2.13 Spesifikasi Natrium Sulphate Anhydrous (Na2SO4)

Kandungan Persyaratan Unit


yang
Diinginkan
Kemurnian Min 99,5 %
pH dari larutan 10% 5,5-6,5 -
Kandungan air Max 0,1 %
Kelarutan dalam air Max 0,1 %
Kelarutan dalam asam Max 0,05 %
Kandungan zinc Max 250 ppm
Kandungan Fe Max 10 ppm
Cl sebagai NaCl Max 150 ppm
Cad an Mg sebagai CaCO3 Max 100 ppm
Brightness Min 90 %
Ukuran partikel +100 Min 30 %
Ukuran partikel +140 Min 70 %
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

2.2.3 Produk Penunjang

Produk penunjang adalah produk yang dihasilkan untuk menunjang berlangsungnya


proses utama. Produk penunjang dalam pembuatan serat rayon di PT IBR adalah asam sulfat
yang diproduksi di Acid Plant pada Ancillary Department. Kapasitas produksi asam sulfat
adalah sebesar 410 ton/hari dengan kemurnian H2SO4 97–98,5%

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB III
SISTEM PROSES

PT IBR memproduksi staple fibre rayon. Proses pembuatan staple fibre rayon ini
terdiri dari proses utama dan proses penunjang.

3.1 Proses Utama

Proses utama adalah proses yang mengolah bahan baku yaitu pulp kayu dan
NaOH 18% menjadi staple fibre rayon. Proses utama pembuatan fiber PT IBR
melibatkan beberapa rangkaian proses yang berawal dari pembuatan larutan viscose
di Viscose Department, kemudian larutan viscose di regenerasi menjadi filamen dan
diolah menjadi staple fibre rayon di Spinning Department.

3.1.1 Viscose Department

Viscose Department mengolah bahan baku pulp kayu dan kaustik (NaOH)
menjadi larutan viscose. Viscose Department terdiri dari beberapa unit proses yaitu:
1. Soda station

2. Slurry mixer (pulper)

3. Homogenizer

4. Slurry press

5. Maturing drum

6. Silo

7. Simplex room (xanthator)

8. Dissolver room

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

9. Blender

10. Filtrasi (ripening room)

Proses yang berlangsung pada Viscose Department dapat dilihat pada Gambar 3.1
UNIT SODA
NaOH 48%
STATION

NaOH 18% Katalis MnSO4


PULP
SLURRY MIXER

HOMOGENIZER

SLURRY PRESS

MATURING DRUM

SILO

CS2
SIMPLEX/
CHURN
NaOH 2%

DISSOLVER &
BLENDER

FILTRASI

Gambar 3.1 Diagram blok Viscose Department

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

1. Soda Station

Soda station merupakan unit yang berfungsi untuk menyediakan larutan


kaustik (NaOH) dengan konsentrasi yang telah ditentukan dalam pembuatan larutan
viscose. Kaustik diperoleh dari PT Asahimas dengan konsentrasi NaOH 48%.
Sebelum larutan kaustik digunakan untuk proses pembuatan rayon, dilakukan
beberapa pengolahan terlebih dahulu, yaitu pengenceran, penyaringan, dan
pengendapan.
NaOH 48% dipompakan ke storage tank yang berjumlah enam buah. Storage
tank berfungsi sebagai tempat penampung dan persediaan NaOH. Larutan NaOH
48% kemudian dipompakan ke Absorption tank melewati PHE (Plate Heat
Exchanger). Kaustik dilewatkan ke PHE bertujuan untuk menurunkan suhu kaustik.
Pada Absorption tank terjadi proses pengenceran NaOH dengan penambahan
soft water hingga diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 43%. Larutan kemudian
dialirkan ke caustic dissolver untuk dilakukan pengenceran dengan penambahan
soft water sehingga konsentrasi NaOH turun menjadi 33%. Waktu tinggal kaustik
dalam caustic dissolver adalah 72 jam. Larutan NaOH 33% hasil pengenceran
dialirkan ke settler untuk mengendapkan pengotor berupa kandungan logam Fe
yang masih terbawa pada larutan NaOH.

NaOH 33% dari settler kemudian dipompakan ke top tank dan disirkulasikan ke
dalam steep lye tank 1 dan kembali diencerkan dengan penambahan soft water
sehingga konsentrasi NaOH menjadi 18%. Setelah dilakukan pengenceran pada
steep lye tank, NaOH dilairkan kembali ke PLOF tank ( Press Lye Over Flow Tank
) untuk diendapkan kembali selama ± 20 jam. Hal ini bertujuan untuk
mengendapkan sisa sisa kotoran berupa hemisellulosa. Cairan NaOH yang telah
terbebas dari kotoran dan endapan dimurnikan di dalam cricket tank. Larutan NaOH
yang telah murni dengan konsentrasi 18 % kemudian di tampung di dalam lye
charge tank untuk digunakan dalam proses selanjutnya dan bisa digunakan pada
proses pembuatan larutan viscose.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2. Slurry Mixer (pulper)

Unit slurry mixer berfungsi sebagai tempat pencampuran antara pulp dengan
NaOH 18 % sehingga menghasilkan slurry ( alkcell ). Kapasitas unit ini sebesar
7300 L/batch . Pulp yang digunakan dalam proses ini merupakan gabungan dari dua
jenis pulp yaitu hardwood sebanyak 80% dan softwood sebanyak 20%. Proses yang
berlangsung secara batch dengan temperatur operasi sekitar 50,5°C. Tujuan
ditambahkannya NaOH ini untuk melarutkan hemisellulosa yang masih terbawa
agar menyatu dengan slurry.
Selain pencampuran pulp dengan NaOH 18%, dilakukan juga penambahan
MnSO4 yang dimasukkan bersamaan dengan pulp dengan NaOH 18%. Penambahan
MnSO4 sebagai katalis yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara
NaOH dengan pulp sehingga terbentuk slurry (alkali selulosa). Reaksi yang terjadi
antara NaOH dengan pulp adalah sebagai berikut :

(C6H9O4OH)n + nNaOH  (C6H9O4Na)n + nH2O

Selulosa Kaustik alkali selulosa air

3. Homogenizer

Homogenizer berfungsi sebagai tempat pengadukan alkali selulosa yang


masih mengandung gumpalan–gumpalan menjadi larutan yang homogen. Alkali
selulosa dipompakan dari pulper ke dalam homogenizer dengan menggunakan
pompa sentrifugal. Homogenizer dilengkapi impeller yang berfungsi sebagai
pengaduk slurry.

4. Slurry Press

Unit slurry press merupakan tempat pemisahan slurry dari larutan NaOH.
Larutan NaOH yang sudah dipisahkan dari alkcell dikembalikan menuju steep lye
tank untuk digunakan kembali. Alkali selulosa yang terpisah dari larutan NaOH
disebut mat. Mat kemudian masuk ke pre-shredder conveyor yang berfungsi untuk

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

mengalirkan mat dari slurry press ke shredder. Shredder berfungsi untuk


mencabik-cabik mat agar diperoleh butiran–butiran mat yang lebih halus sehingga
menghindari terbentuknya coking.
Larutan NaOH yang telah dipisahkan disaring menggunakan wagner filter
untuk memisahkan alkali selulosa yang masih terdapat di larutan NaOH. Alkali
selulosa yang terpisahkan dialirkan kembali ke homogenizer. Sedangkan Larutan
NaOH di alirkan ke steep lye tank dua di Unit Soda Station untuk diencerkan
menjadi NaOH 2% yang akan dipakai di Unit Simplex (Xanthator).

5. Maturing Drum

Unit maturing drum berfungsi untuk menurunkan derajat polimerisasi alkcell


dari 1000 menjadi sekitar 300. Proses pemeraman di dalam maturing drum
berlangsung selama 2,5 jam. Kecepatan putar maturing drum sebesar 0.4 rpm,
dengan suhu sekitar 40 - 45°C. Pada Maturing drum terjadi depolimerisasi
(penurunan derajat polimerisasi) dan pematangan alkcell. Proses tersebut bertujuan
agar alkcell dapat bereaksi dengan CS2 pada proses pembentukan alkali selullosa
xhantat di dalam unit simplex. Untuk menghentikan derajat polimerisasi alkcell
didinginkan menggunakan cooling device agar suhunya menjadi 30 °C.

6. Silo

Silo merupakan tempat penampungan alkali selulosa. Setiap silo menampung


2,3 ton alkali selulosa. Alkali selulosa yang masuk ke dalam silo diatur oleh feeding
dengan gate yang dapat membuka dan menutup secara otomatis. Selain dilengkapi
alat pengontrol berat, silo juga dilengkapi motor penggerak (screw feeder) yang
berfungsi menggerakkan belt conveyor untuk membawa alkali selulosa menuju
Unit Simplex (Xanthator).

7. Simplex Room (Xanthator)

Simplex room merupakan tempat terjadinya reaksi antara alkali selulosa,


CS2, dan NaOH 2% sehingga menjadi larutan viscose. Proses dalam simplex terdiri
dari 3 tahap, yaitu reaksi antara alkcell dengan CS2, kedua adalah reaksi antara

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Alkali selulosa xanthat dengan NaOH, yang ketiga adalah pembersihan simplex
dari sisa-sisa larutan viscose.
Proses pertama adalah reaksi antara alkcell dengan CS2. Penambahan CS2
dilakukan pada kondisi vakum dengan tekanan -25 inHg dengan temperatur sekitar
31-33°C dengan cara spray. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan karena CS2
memiliki titik didih pada 47°C dan jika terjadi kontak dengan CS 2 dengan udara
maka akan terjadi ledakan. Kondisi vakum tercapai ditandai dengan terjadinya
penurunan tekanan menjadi -25 inHg di dalam simplex sehingga menyebabkan CS2
masuk ke simplex dan akan bereaksi dengan alkcell. Pada saat CS2 masuk ke dalam
simplex, tekanan naik menjadi -6 inHg. Proses dilakukan dengan pengadukan
lambat agar proses berlangsung aman.
Proses selanjutnya dilakukan penambahan NaOH 2% yang bertujuan untuk
melarutkan gel-gel selulosa xanthat sehingga menghasilkan larutan kental berwarna
orange yang disebut larutan viscose. Proses dilakukan dengan pengadukan sedang,
karena larutan viscose sudah mulai terbentuk sehinggga mempermudah proses.
Kemudian terjadi regen atau istilah lainnya adalah habis bereaksinya CS2 dengan
alkali sellulosa.
Proses ketiga adalah pendistribusian Alkali selulosa xanthat ke dalam
dissolver tank. Pada proses ini, alkali selulosa xanthat yang telah terbentuk
didistribusikan ke dalam dissolver tank. Selain itu, sisa-sisa selulosa xanthat yang
menempel pada simplex dilarutkan lagi dengan NaOH 2%. Pengadukan dilakukan
dengan cepat.

Reaksi yang terjadi dalam simplex adalah sebagai berikut :

- Reaksi Alkali selulosa dan larutan CS2 menjadi Alkali selulosa xanthat.
(C6H9ONa)n + nCS2  (C6H9O4OCS2Na)n
Alkali selulosa Alkali selulosa xanthat

- Reaksi Alkali selulosa xanthat dengan NaOH 2% menjadi larutan viscose.


(C6H9O4OCS2Na)n + 2n NaOH  nNa2COOS + nNaSH + (C6H9O4OH)n
Alkali selulosa xanthat larutan viscose

8. Dissolver

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Dissolver berfungsi untuk menghaluskan larutan viscose. Waktu tinggal di


dissolver adalah 2 jam dengan temperatur 18-20°C. Suhu di dissolver harus dijaga
karena akan berpengaruh terhadap nilai ball fall dan ripening index. Untuk menjaga
suhu, dissolver dilengkapi dengan jacket pendingin yang menggunakan chilled
water sebagai pendingin suhu dan steam sebagai pemanas. Jika temperatur terlalu
tinggi maka larutan viscose akan berubah menjadi solid. Kemudian larutan viscose
masuk ke blender.
9. Blender
Larutan viscose yang keluar dari dissolver kemungkinan masih terdapat
gumpalan-gumpalan akan di homogenkan oleh blender. Larutan viscose yang sudah
homogen kemudian dialirkan ke dalam receiving tank. Sebelum masuk ke receiving
tank, larutan viscose melewati terlebih dahulu alat yang bernama disintegrator yang
merupakan sebuah piringan berfungsi untuk membuat larutan viscose menjadi lebih
halus lagi.
10. Filtrasi (Ripening room)
Larutan viscose dari receiving tank dialirkan ke Unit Filtrasi yang berfungsi
untuk menyiapkan larutan viscose yang bebas udara dan memisahkan gumpalan-
gumpalan atau pengotor yang masih terdapat pada larutan viscose yang berpengaruh
pada pembentukan fiber di Spinning Department.
Pada unit filtrasi ini prinsip kerjanya memanfaatkan beda tekan. Beda tekan
yang digunakan antara 1,5 – 2,3 bar. Larutan viscose mengalami 3 tahap filtrasi.
Pertama larutan viscose masuk kedalam filtrasi tahap pertama dengan ukuran filter
30 mikron. Filtrat dialirkan ke intermediate tank sementara residu dialirkan ke
reject tank. Selanjutnya filtrat masuk ke filtrasi tahap kedua dengan ukuran filter 25
mikron sementara residu masuk langsung ke reject tank. Filtrat dari tahap kedua ini
dimasukkan ke flash deaerator untuk menghilangkan kandungan udara yang
terdapat dalam larutan viscose. Jika larutan viscose mengandung satu saja
gelembung itu akan menyebabkan serat menjadi mudah putus. Setelah larutan
viscose sudah terbebas dari gelembung kemudian masuk ke filtrasi tahap ketiga
yang merupakan filtrasi tahap akhir sebelum larutan viscose di kirim ke spinning
department. Filtrasi tahap ketiga ini mempunyai ukuran filter sebesar 20 mikron.
Larutan viscose yang dihasilkan dari viscose department mempunyai
parameter sebagai berikut :

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

- Ball Fall (BF) viscose : 59 – 71 second


- Ripening Index (RI) : 14,00 – 16,00

3.1.2 Spinning Department


Spinning Department merupakan departemen yang berfungsi mengolah
larutan viscose menjadi staple fibre rayon. Larutan viscose yang diinginkan oleh
Viscose Department mempunyai nilai ball fall (BF) sebesar 59–71 second dan
ripening index (RI) sebesar 14,00–16,00. Ada beberapa unit di Spinning
Department, yaitu Dope Room, Spinning Machine, Cutter, Recovery Through, After
Treatment, Dryer dan Balling Press. Diagram blok Spinning Department dapat
dilihat pada Gambar 3.2.

Larutan Viscose Zat Additive

DOPE ROOM

Larutan Spinbath SPINNING MACHINE

CUTTER

RECOVERY CS2 CS2

 Ventury Water
 NaOH 18% AFTER TREATMENT
 NaOCl
 CH3COOH
 Lar. Soft Finish
DRYING

BALLING PRESS

Gambar 3.2 Diagram Blok Spinning Department

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

a) Unit Dope Room

Unit Dope Room terdiri dari homogenizer dan gear pump. Larutan viscose
dari spinning tank dialirkan menuju homogenizer untuk dihomogenkan. Di
homogenizer, larutan viscose dicampurkan dengan zat additive yaitu stokomin EBT
yang bertujuan untuk menambah kekuatan tarik pada serat dan memberikan
ketahananan serat terhadap bahan kimia. Stokomin EBT ini dipompakan ke
homogenizer melalui injection pump dengan laju 64 L/jam dari Stokomin EBT stock
tank. Larutan yang telah homogen dipompakan ke spinning machine untuk proses
pengolahan selanjutnya.
Pada saat ini PT IBR menghasilkan satu jenis fiber yaitu fiber woven saja.
Zat additive yang ditambahkan pada doop room untuk fiber woven ini
menguunakan zat additive stokomin EBT.

b) Unit Spinning Machine

PT IBR mempunyai tujuh buah mesin spinning. Mesin spinning yang beroperasi
hanya lima `(mesin tiga, empat, lima, enam, tujuh). Produk yang dihasilkan di PT
IBR merupakan produk fiber woven yang digunakan untuk industri tekstil sebagai
bahan baku pembuatan benang.
Mesin spinning tiga dioperasikan secara manual sedangkan mesin empat,
lima, enam, tujuh beroperasi secara otomatis. Kapasitas produksi per hari tiap mesin
spinning adalah sebagai berikut:
 Mesin spinning tiga menghasilkan staple fibre rayon 90 ton/hari

 Mesin spinning empat menghasilkan staple fibre rayon 95 ton/hari

 Mesin spinning lima menghasilkan staple fibre rayon 100 ton/hari

 Mesin spinning enam menghasilkan staple fibre rayon 120 ton/hari

 Mesin spinning tujuh menghasilkan staple fibre rayon 180 ton/hari

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Proses yang tejadi di spinning machine adalah proses regenerasi larutan


viscose dan pemintalan. Reaksi regenerasi larutan viscose adalah sebagai berikut :

2(C6H9O4OCS2Na)n + nH2SO4 → 2(C6H9O4OCS2H)n + nNa2SO4

Larutan viscose asam sulfat filamen natrium sulfat

Larutan yang telah homogen dari homogenizer dipompa oleh gear pump ke
spinning machine. Gear pump mempunyai kapasitas 60 cc. Gear pump memompa
larutan viscose ke candle filter yang berfungsi untuk menyaring zat additive yang
tidak tercampur dengan larutan viscose.. Candle filter dibersihkan lima hari sekali
secara manual.
Larutan yang telah disaring di candle filter di alirkan ke spinneret (jet)
melalui goose neck. Larutan viscose direaksikan dengan larutan spinbath agar
terjadi regenerasi larutan viscose. Regenerasi larutan viscose lah yang menyebabkan
terbentuknya filamen. Larutan spinbath yang berasal dari auxiliary department
memiliki komposisi sebagai berikut :
 H2SO4 : 127-133 g/L

 ZnSO4 : 9.90-11.10 g/L

 Na2SO4 : 339-351 g/L

Larutan spinbath harus dijaga pada temperatur 48-50ºC dengan spesifik


gravity sebesar 1,309 ton/m3.

Ketentuan penambahan asam sulfat pada larutan spinbath adalah sebagai


berikut :
 Jika nilai ball fall di atas limit (Ripening Index di bawah limit) maka kadar
asam yang ditambahkan pada larutan spinbath harus dikurangi agar Ball Fall dan
Ripening Index sesuai limit.
 Jika nilai ball fall di bawah limit (Ripening Index di atas limit) maka kadar
asam yang ditambahkan pada larutan spinbath harus dinaikkan agar Ball Fall
dan Ripening Index sesuai limit.
Spinneret terbuat dari logam mulia atau campuran platina rhodium . Jumlah
lubang yang ada dalam spinneret menentukan jumlah denier atau size dari filamen

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

yang dihasilkan. Satu mata spinneret mempunyai jumlah lubang yang berbeda.
Jumlah lubang dan ukuran lubang spinneret tiap mesin berbeda, yaitu :
 Mesin tiga : 1264 / 60 μm

 Mesin empat : 1900 / 60 μm

 Mesin lima : 1900 / 50 μm

 Mesin enam : 2106 / 50 μm

 Mesin tujuh : 1900 / 50 μm


Larutan viscose dialirkan dari spinneret dengan tekanan 10–11 kg/cm2
dengan laju alir tiap mesin :
 Mesin tiga : 33 m3/jam

 Mesin empat : 36,7 m3/jam

 Mesin lima : 36,4 m3/jam

 Mesin enam : 44,2 m3/jam

 Mesin tujuh : 65 m3/jam

Filamen yang keluar dari mesin spinning ditarik oleh godet atau guide roller
dan membentuk tow (kumpulan filamen). Tow kemudian diregangkan oleh stretch
roller. Ada enam stretch roller untuk setiap mesin. Kecepatan putar stretch roller
64-66 m/menit.
Selain terjadi proses utama pembentukan filamen, pada proses ini terdapat
reaksi samping yaitu kandungan NaOH pada larutan viscose bereaksi dengan H2SO4
pada larutan spinbath sehingga membentuk natrium sulfat dan air. Reaksi samping
yang terjadi pada regenerasi larutan viscose adalah sebagai
berikut :

2NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2H2O

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Natrium sulfat dan air akan menyebabkan komposisi larutan menjadi turun
karena larutan menjadi lebih encer. Larutan spinbath ini disebut dengan larutan
return spinbath. Return spinbath diolah kembali di Auxillary Department agar
komposisi larutan sesuai dengan yang telah ditentukan dan bisa digunakan untuk
proses regenerasi larutan viscose.
Masalah-masalah yang dapat timbul pada proses regenerasi viscose
diantaranya :
 Spinneret mengalami coking.
 Lubang cairan spinbath tersumbat.
 Ripening Index dan Ball Fall tidak sesuai limit.
 Godet mengalami kerusakan.
 Derajat keasaman terlalu kecil sehingga proses regenerasi tidak sempurna
 Terdapat gelembung udara pada larutan viscose yang menyebabkan filamen mudah
putus.
 Spesific gravity terlalu tinggi sehingga turbiditas tinggi.

Cara mengatasi bad spinning :

 Mengecek dan mengganti fine cieve spinneret yang tersumbat akibat coking.
 Mengganti guide roller yang rusak atau retak.
 Mengidentifikasi mesin yang jalannya abnormal atau tidak sesuai
ketentuan.

 Mengatur komposisi larutan spinbath agar Ball Fall dan Ripening Index
sesuai limit.

c) Cutter

Tow kemudian dialirkan ke dalam cutter. Cutter dilengkapi dengan tiga atau empat
pisau yang tegak lurus terhadap tow yang masuk, tow kemudian dipotong dengan
ukuran yang disesuaikan dengan permintaan konsumen. Tow yang telah dipotong
disebut staple.
Ukuran staple bervariasi salah satu contohnya dengan panjang sekitar 32–
44 mm. Untuk mempermudah kerja cutter maka dialirkan funnel water yang

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

merupakan campuran air sirkulasi first wash after treatment yang disebut sumpzone
dan ventury water yang merupakan air dari scrubber dengan suhu sekitar 92ºC. Laju
funnel water sebesar 4–5 kg/cm2.

d) Unit CS2 Recovery Through

Unit CS2 Recovery Through berfungsi menghilangkan kandungan gas CS2 pada
staple. Proses yang terjadi di Unit CS2 Recovery Through dapat dilihat pada Gambar
3.3.
Soft water

Chilled Water
Scrubber 1st 2nd

Seal pot Uap air dan uap CS2


Separator 3rd
Vent

Fibre/Tow CS2 Storage


Tank
CS Recovery Through

Steam

Gambar 3.3 Diagram blok CS2 Recovery

Staple masuk ke recovery through yang dialiri steam dengan tujuan untuk
menguapkan CS2 yang terdapat pada staple dan membantu mendorong staple
masuk ke Unit After Treatment. CS2 ini dikembalikan ke Ancillary Department
untuk proses CS2 Refinery. Reaksi yang terjadi pada Unit CS2 Recovery adalah :

(C6H9O4OCS2H)n → (C6H9O4OH)n + nCS2

steam

Proses pemisahan CS2 yang terkandung dalam staple dilakukan dengan cara
mengalirkan tow yang telah dipotong ke recovery through dengan bantuan funnel
water yang bersuhu sekitar 90ºC. Selanjutnya steam diinjeksi dari bagian bawah
recovery through dengan laju steam sebesar 5,73-6,0 ton/jam. Jika laju steam yang
masuk ke recovery through terlalu kecil, maka kandungan CS2 yang terdapat pada
tidak teruapkan secara sempurna. Tow yang sudah bebas dari CS2 disebut mat.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Uap CS2 beserta uap air kemudian masuk ke scrubber yang dialiri soft water
untuk menghilangkan kandungan belerang. Soft water kemudian dialirkan ke seal
pot yang nantinya ditampung pada ventury water. Sedangkan campuran uap
kemudian dialirkan ke sistem kondensor.
Proses kondensasi uap CS2 terdiri dari tiga buah kondensor yang dipasang
seri. Tujuan dipasang seri adalah untuk menurunkan suhu secara bertahap hingga
mencapai suhu yang diinginkan. Suhu dikendalikan di dalam kondensor
menggunakan soft water. Pada kondensor satu terjadi penurunan suhu dari 96ºC
menjadi 85-90ºC. CS2 selanjutnya dialirkan ke kondensor dua dan suhu turun
menjadi 50ºC. Kondensor dua posisinya tegak lurus dengan kondensor satu dengan
tujuan CS2 yang akan dipisahkan turun ke dalam separator.
Di dalam separator CS2 yang berbentuk uap dan cair dipisahkan. CS2 yang
berbentuk cair masuk ke CS2 storage tank lalu dialirkan ke Ancillary Department
untuk proses refinery. Sedangkan CS2 yang berbentuk uap dialirkan ke kondensor
tiga yang dialiri chilled water untuk mempercepat penurunan suhu hingga suhu
mencapai 20-30ºC. CS2 yang terkondensasi dialirkan ke CS2 storage tank,
sedangkan uap CS2 yang tidak terkondensasi dibuang ke udara melalui vent dengan
kondisi limbah gas yang sudah sesuai standar baku mutu.

e) Unit After Treatment

Staple dari CS2 recovery system disebut mat fibre dengan tebal 15 cm. Mat fibre
dibawa oleh conveyor untuk masuk ke unit after treatment. Ada lima tahap
pencucian di after treatment meliputi first wash, disulph wash, bleach wash, final

wash dan soft finish. Diagram blok unit after treatment dapat dilihat pada Gambar
3.4.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Fibre

Ventury water
First Wash

NaOH 18%
Disulph Wash

NaOCl
Bleach Wash

Soft water &


CH3COOH Final Wash

Soft Finish
(MGR & GA) Soft Finish

Gambar 3.4 Diagram Blok Unit After Treatment

 First wash

Pencucian tahap pertama dilakukan dengan cara mencuci mat fibre dengan air
panas. Air panas berasal dari second wash dengan suhu 70ºC. Pencucian ini
bertujuan untuk menghilangkan cairan spinbath (koagulan berupa asam–asam)
yang terkandung dalam mat. Sisa pencucian first wash ini akan diteruskan ke
collector tank dan diteruskan ke effluent.
 Disulph wash

Proses ini bertujuan untuk menghilangkan sulfur yang masih terkandung dalam
mat fibre. Proses ini berlangsung di desulph bath dengan menambahkan NaOH
18% dari Viscose Department dengan suhu 90ºC diharapkan sulfur bisa bersifat
netral. Penambahan NaOH ini dilakukan sampai kandungan sulfur dalam fiber
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu maksimal 50 ppm atau sampai
konsentrasi larutan sekitar 0,6–1 g/l.
Jika konsentrasi larutan pada desulph bath lebih atau kurang dari limit

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

yang ditetapkan maka akan mempengaruhi nilai berger whiteness dari fiber.
Reaksi kimia yang terjadi pada desulph washing adalah :

2NaOH + H2S → Na2S+2H2O

Na2S + H2S → 2NaSH

Na2S + nS → Na2S(n+1)

6NaOH + 8S → 2Na2S2O3 + Na2S + 3H2S

 Bleach wash

Pada zone bleaching dilakukan proses pemutihan mat dengan menggunakan


larutan pemutih pada temperatur operasi sekitar 50–53ºC. Larutan pemutih yang
digunakan adalah natrium hipoklorit (NaOCl).
Penambahan larutan pemutih dilakukan sampai konsentrasi larutan pada
bleaching bath mencapai 1,6–1,9 g/l. Nilai berger whiteness yang diinginkan
setelah bleach wash adalah sekitar 82–84.
Larutan sisa pencucian dialirkan kembali ke bleach bath circulation
tank secara kontinyu dan dipekatkan lagi dengan penambahan larutan pemutih
sehingga dapat digunakan kembali untuk proses bleaching.
 Final wash

Proses final wash berfungsi untuk membersihkan mat dari pengotor yang masih
terdapat dalam mat dengan menggunakan soft water pada suhu 70ºC. Soft water
yang digunakan berasal dari Ancillary Department. Selain penambahan soft
water juga ditambahkan asam asetat (CH3COOH). Penambahan asam asetat
adalah untuk menetralkan pH mat fibre.
Pada pencucian di final wash pH larutan dijaga 5,8–6,3. Jika pH di
bawah limit maka laju alir penambahan asam asetat dikurangi begitu juga
sebaliknya jika pH di atas limit maka laju alir penambahan asam asetat
diperbesar.
 Soft finish

Pada tahap pencucian soft finish, mat dicuci dengan menggunakan larutan MGR

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

dan GA pada temperatur 55–58ºC. MGR berfungsi melembutkan serat dan GA


berfungsi menghilangkan gaya elektrostatik serat. Gaya elektrostatik dapat
menyebabkan serat saling menempel dan sulit untuk dipisahkan. Konsentrasi
larutan soft finish ini harus dijaga yaitu dengan cara penambahan larutan soft
finish ke dalam soft finish bath circulation tank hingga sesuai dengan nilai oil
pick up (OPU) yang diharapkan yaitu sebesar 0,32–0,36% (tergantung kualitas
yang diinginkan konsumen).

f) Drying

Proses selanjutnya adalah proses pengeringan fibre yang telah dicuci di Unit After
Treatment. Sebelum masuk ke tahap pengeringan, fibre dialirkan ke mesin pencabik
(comber) yang berfungsi untuk menguraikan mat sehingga memperluas permukaan
kontak antara udara dan serat dan lebih mudah untuk dikeringkan.

Proses pengeringan dilakukan di Unit Dryer yang dilengkapi dengan steam


coil sebagai pemanas. Panas pada coil dihisap oleh fan kemudian disirkulasikan
dalam dryer. Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air fiber
sampai rentang standar moisture yang telah ditentukan yaitu berkisar 10-12%.
Unit dryer terdiri dua stage (A dan B), tiap stage mempunyai beberapa zona.
Tiap zona suhu pengeringannya berbeda–beda. Terjadi penurunan suhu ditiap–tiap
zona dari stage A ke stage B. Fiber dipindahkan dari zona A ke zona B dengan
menggunakan conveyor.

g) Balling Press

Setelah melalui proses pengeringan, fiber siap untuk dikemas. Fiber dikemas dalam
bentuk gulungan yang disebut bale dengan berat 250 kg/bale. Kapasitas produksi
staple fiber rayon yang dihasilkan PT IBR ±585 ton/hari. Rentang standar
kandungan air pada fiber yang diinginkan konsumen adalah sebesar 10–12%. Jika
kandungan air pada fiber sudah sesuai maka bale siap disimpan dalam ware house
sedangkan jika kadar air melebihi dari limit maka dikembalikan ke dalam dryer
untuk dikeringkan kembali.
Pengemasan fiber rayon juga dilengkapi dengan informasi penomoran serat

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

yang menunjukkan perbandingan panjang serat dan berat serat. Metoda penomoran
yang dipakai PT IBR adalah metoda penomoran secara Denier (D). Denier
merupakan ukuran yang menunjukkan satuan berat tiap 9000 meter panjang serat.
Contohnya : 1,2D x 38 mm artinya dalam 9000 meter fiber memiliki berat 1,2 gram
sedangkan lebar seratnya adalah 38 mm.

3.2 Proses Penunjang

Departemen untuk proses penunjang di PT IBR, antara lain:

a) Auxiliary Department bertugas untuk mengolah larutan return spinbath hasil


regenerasi larutan viscose di Spinning Department dan memproduksi produk
samping berupa natrium sulphate anhydrous.

b) Ancillary Department bertugas untuk proses penyediaan larutan asam sulfat


dan proses pemurnian CS2.

c) Effluent Department bertugas untuk mengolah air baku dan mengolahan


limbah padat dan cair.

d) Laboratorium bertugas memeriksa kadar bahan yang diperlukan disetiap


proses sesuai standar.

3.2.1 Auxiliary Department

Auxiliary Department merupakan departemen yang mengolah larutan return


spinbath dari Spinning Department dan mengontrol konsentrasi larutan spinbath
agar dapat digunakan kembali atau disebut juga acid recovery. Selain itu Auxiliary
Department juga bertugas utuk mengambil produk samping yaitu sodium sulphate
anhydrous (Na2SO4). Auxiliary Department mempunyai beberapa unit, yaitu :
 Unit spinbath.
 Unit evaporator.
 Unit crystallizer
 Unit calcination.
 Unit dryer.
 Unit bagging.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

a) Unit Spinbath
Unit spinbath bertugas untuk menyediakan larutan spinbath. Komposisi larutan
spinbath adalah H2SO4 130 g/l, ZnSO4 10 g/l, Na2SO4 320 g/l dan H2O. Kondisi
operasi larutan spinbath harus tetap dijaga pada temperatur 48-50ºC dan Spesifik
gravity larutan sebesar 1,309 ton/m3. Temperatur larutan spinbath dapat dijaga
dengan melakukan pengaturan temperatur outlet dari evaporator.
Larutan spinbath yang mengalami penurunan kualitas akibat terbentuknya
Na2SO4 dan H2O hasil reaksi antara H2SO4 dan NaOH yang terjadi di Spinning
Department disebut juga dengan return spinbath.
Return spinbath yang mengadung sodium sulphate dan air. Setiap 1 ton fiber
yang dihasilkan terbentuk air sebanyak 7,4 m3. Kandungan air di spinbath yang
terlalu tinggi menyebabkan volume spinbath meningkat dan menyebabkan larutan
spinbath menjadi encer sehingga menyebabkan spesifik gravity menjadi rendah. Air
tersebut diuapkan dengan menggunakan evaporator. Proses pengolahan larutan
return spinbath agar dapat digunakan kembali menjadi larutan spinbath dapat
dilihat pada Gambar 3.5.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Larutan Spinbath dari Dept.Spinning

Acid Addition Zink Addition

BOTTOM TANK

FILTER FILTER

EVAPORATOR MSFE

TOP TANK

Larutan Spinbath ke Dept.Spinning

Gambar 3.5 Diagram Blok Unit Spinbath

Proses pengolahan return spinbath berawal dari mengalirkan larutan


return spinbath ke strainer yang bertujuan untuk menyaring selulosa yang
terkandung dalam larutan spinbath. Return spinbath kemudian dipompakan ke
dalam bottom tank yang dialiri larutan H2SO4 98%. Hal ini bertujuan untuk
menjaga agar H2SO4 dalam spinbath mempunyai konsentrasi sebesar 70%. Selain
penambahkan asam sulfat, juga ditambahkan ZnSO4. Penambahan ZnSO4
berfungsi sebagai inhibitor untuk memperlambat reaksi netralisasi yang
berlangsung searah dan cepat. Dengan penambahan ZnSO4, filamen yang
terbentuk tidak akan mudah putus karena tidak terbentuknya rongga-rongga udara.
Larutan spinbath dari bottom tank dibagi menjadi dua aliran keluaran.
Sebagian larutan dipompakan ke filter lalu ke Unit Evaporator, larutan
kemudian disirkulasikan ke top tank dan sebagian larutan langsung disirkulasikan
ke dalam top tank. Hal ini dilakukan agar larutan spinbath dalam top tank tidak
terlalu pekat. Filter yang digunakan terdiri dari tiga jenis :
 Sand filter : media penyaring berupa pasir kuarsa.
 Candle filter : media penyaring berupa tabung.
 China filter : media penyaring berupa kain.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Media filtrasi dibersihkan secara bergantian dalam rentang waktu lima hari
sekali dengan backwashing menggunakan air panas dan kaustik dengan komposisi
20% NaOH dan 2% Na2S.
Larutan spinbath dari top tank dialirkan ke spinning machine dan dipakai
untuk proses regenerasi larutan viscose. Larutan spinbath yang mengalami
penurunan kualitas hasil proses regenerasi dialirkan kembali ke bottom tank begitu
seterusnya.

b) Unit Evaporator
PT IBR memiliki 13 unit evaporator. Setiap unit evaporator terdiri dari satu heater, 14
stage vessel dan 11 preheater.
Evaporator merupakan alat pemisah suatu komponen dari campurannya
berdasarkan titik didih. Evaporator ini digunakan untuk memisahkan air dari
larutan return spinbath agar kosentrasi H2SO4 menjadi tinggi dan nilai spesifik
gravity menjadi tinggi pula.

Evaporator yang digunakan PT IBR adalah evaporator jenis multi stage


flash evaporator (MSFE) dengan metoda vakum yang berdasarkan prinsip bahwa
air akan mendidih pada temperatur rendah jika tekanan vessel diturunkan
(vacuum). Proses pem-vacum-an dilakukan dengan vacuum pump dan jet
detector. Proses pemisahan air dari larutan spinbath di unit evaporator dapat
dilihat pada Gambar 3.6.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Larutan Spinbath Dari Bottom

FILTER

HEAD TANK

VESSEL 13

VESSEL 14

A11 SAMPAI A1

SIGRI HEATER

VESSEL 1 - 12

TOP TANK

Gambar 3.6 Diagram Blok Unit Evaporator

Larutan return spinbath dari bottom tank dipompakan ke head tank


menggunakan feed pump. Sebelum masuk ke head tank, return spinbath dialirkan
ke filter untuk menyaring kotoran yang terbawa dalam larutan spinbath.
Larutan spinbath dari head tank diumpankan ke vessel 13 (V13), lalu masuk
ke vessel 14 (V14). Larutan spinbath kemudian disirkulasikan menggunakan
circulation pump ke dalam preheater 11 (A11) sampai preheater 1 (A1). Preheater
ini berjenis shell and tube. Kondensat yang dihasilkan preheater (A11–A1)
ditampung dalam seal pot dan bisa digunakan untuk backwash.
Return spinbath dari preheater A1 kemudian dialirkan ke sigri heater (H1)
yang merupakan heater utama. Tekanan dalam H1 sangat rendah atau low pressure
steam sebesar 1,8 bar. Larutan return spinbath dari H1 dialirkan ke dalam vessel
satu (V1) hingga vessel 12 (V12). Larutan spinbath yang telah terpisahkan dari air
kemudian dipompakan ke top tank untuk diumpankan kembali ke spinning machine
sebagai larutan spinbath.
Aliran dari satu vessel ke vessel lainnya dapat terjadi karena perbedaan
tekanan dan suhu. Tekanan di Vessel 14 ke Vessel satu dan Vessel satu ke Vessel
12 semakin rendah sehingga suhu penguapan air semakin rendah. Perbedaan
kondisi operasi di dalam setiap vessel disebabkan oleh perbedaan diameter orifice
sebagai pengatur kondisi vakum yang terdapat pada setiap vessel dimana diameter

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

orifice Vessel satu ke Vessel 12 akan semakin besar dengan perbedaan diameter 0,5
mm.
Steam condensate dari Vessel satu hingga Vessel 11 digunakan untuk
memanaskan preheater (A1 - A11) sehingga tidak ada heat loss atau panas yang
terbuang. Sedangkan uap yang berasal dari Vessel 12 (V12), Vessel 13 (V13) dan
Vessel 14 dipompakan ke mixing (MK) menggunakan pompa sirkulasi. MK
berfungsi untuk mengatur suhu larutan spinbath yang masuk ke top tank.
Uap air dari mixing, dialirkan ke heater kondensor (HK) yang berfungsi
untuk menjaga kestabilan vakum dalam sistem ±80 mbar. Kondensat dari Mixing
Kondensor dan Heating Kondensor dialirkan ke dalam Mixing Kondensor water
seal pot untuk didinginkan di cooling tower, sedangkan uap yang tidak mengembun
akan dibuang melalui exhauster.
Kemampuan evaporator untuk menguapkan air dalam larutan return
spinbath sangat dipengaruhi oleh efisiensi perpindahan panas di dalam evaporator.
Efisiensi perpindahan panas dapat terganggu oleh adanya endapan sulfur yang
menempel pada dinding shell dan tube di bagian preheater. Endapan sulfur ini
biasanya ditangani dengan cara pencucian menggunakan larutan NaOH 4% pada
suhu 80ºC. Shell and tube kemudian dibilas menggunakan soft water dengan suhu
30ºC. Rentang pencucian dilakukan setiap dua minggu sekali atau jika efisiensi
evaporator turun.

c) Unit Crystalizer

Crystalizer adalah alat pemisah komponen dari larutannya berdasarkan perbedaan


titik beku. Crystalizer berfungsi untuk mengambil Na2SO4 di dalam larutan return
spinbath yang dihasilkan selama proses regenerasi larutan viscose. Pada prinsipnya
Na2SO4 memiliki titik beku pada temperatur 12ºC. Oleh karena itu dilakukan
penurunan suhu larutan spinbath dari 51ºC menjadi 12ºC dengan cara
mengalirkannya ke crystalizer.
Natrium sulfat (Na2SO4) yang diperoleh dari proses kristalisasi masih
mengandung air (Na2SO4.10H2O) yang disebut juga dengan glauber salt sehingga
perlu dilakukan penghilangan kadar air dengan proses kalsinasi. Jenis crystalizer
yang digunakan adalah acid absorbtion.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Larutan return spinbath dari spinning machine dialirkan ke reagen bath


tower. Larutan kemudian dilewatkan ke heat exchanger untuk menurunkan suhu
lalu dialirkan ke Pre Cooler 0 (VK0) yang divakumkan oleh bath 0 (BK0) yang
dikondensasi menggunakan air dari cooling tower. Kondensat dari BK0 ditampung
dalam cooling tower.
Larutan return spinbath kemudian masuk ke dalam vakum kondensor satu
(VK1) pada suhu 38ºC yang divakumkan oleh bath tiga (BK3) pada suhu 36ºC.
Larutan spinbath kemudian masuk ke vakum kondensor dua (VK2) pada suhu
34,2ºC yang divakumkan oleh bath dua (BK2) pada suhu 32,3ºC. Larutan return

spinbath selanjutnya masuk ke vakum kondensor tiga (VK3) pada suhu 29,7ºC
yang divakumkan oleh bath kondensor (BK1) pada suhu 28,4ºC.
Bath kondensor satu, dua dan tiga dikondensasi menggunakan larutan
mother liquor yang berasal dari unit RVF (Rotary Vacuum Filter). Kondensat dari
BK satu, dua dan tiga ditampung di dalam Mother Liquor Tank. Rangkaian alat ini
merupakan precooler yang berfungsi sebagai pendinginan awal. Proses di
crystalizer dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Larutan Spinbath dari Bottom Tank

VK1, VK2, VK3

CRYSTALIZER

MAGMA TANK

RVF

MELTER TANK

Gambar 3.7 Diagram Blok Unit Crystalizer

Larutan return spinbath dari VK3 dialirkan ke vessel satu, dua dan tiga (K1,
K2 dan K3). Tiap vessel memiliki vakum yang berbeda sehingga terjadinya
penurunan suhu larutan return spinbath secara bertahap. Suhu pada K1 turun hingga
15,5ºC. Return spinbath kemudian masuk ke K2 dan suhu turun hingga 14ºC.
Larutan kemudian masuk ke K3 dan suhu turun hingga 10-11ºC. K1 dan K2

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

divakumkan oleh MK2 dan K3 divakumkan oleh MK1. Larutan yang digunakan
untuk kondensasi berupa larutan H2SO4 98% yang bersifat higroskopis.

Larutan return spinbath yang keluar dari K3 kemudian dipompakan


menggunakan Salt Pump ke dalam Magma Tank yang berfungsi sebagai tempat
penampungan sebelum dialirkan ke Rotary Vacum Filter (RVF) sehingga kristal
Na2SO4.10H2O terpisahkan dari mother liquor. Kristal Na2SO4.10H2O kemudian
masuk ke dalam melter dan masuk ke unit calcination sedangkan mother liquor
ditampung di dalam seal pot dan dialirkan ke dalam BK1.
PT IBR mempunyai tujuh unit crystalizer dengan rincian sebagai berikut :
 Crystalizer satu, dua, empat, umpannya dari mesin spinning tiga dan tujuh.
 Crystalizer tiga, umpannya dari mesin spinning empat.
 Crystalizer lima, umpannya dari mesin spinning tiga.
 Crystalizer enam, umpannya dari mesin spinning lima.
 Crystalizer tujuh, umpannya dari mesin spinning enam.

Sedangkan Rotary Vacum Filter (RVF) berjumlah sepuluh, dengan rincian:


 RVF satu sampai empat, umpannya dari crystalizer satu sampai lima.
 RVF lima sampai sepuluh, umpannya dari crystalizer enam dan tujuh.

d) Unit Calcination

Calcination merupakan proses lanjutan dari crystalization untuk memisahkan air


yang masih terkandung dalam glaubert salt yaitu sebesar 10% sehingga diperoleh
Na2SO4 dengan kadar air 0,05%.
Prinsip kalsinasi pada dasarnya sama dengan evaporator dimana air di
dalam glauber salt akan diuapkan karena kandungan air tinggi yaitu 60% air dan
40% sodium. Sistem penguapan menggunakan alat kalsinasi yang disebut dengan
VDK, sebanyak tiga unit yang dipasang secara seri. pH glauber salt didalam melter
tank dijaga dengan cara penambahan kaustik 26% yang berfungsi untuk
menetralkan sisa H2SO4 yang masih terbawa. Glauber salt kemudian dialirkan ke
dalam Triple Effect Evaporator (VDK1, VDK2,dan VDK3). Kondisi operasi
masing-masing VDK dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Tabel 3.1 Kondisi Operasi Tiap VDK


Triple Effect Evaporator Kondisi Operasi
Suhu(ºC) Tekanan(mmHg)
VDK1 95 100
VDK2 75-85 500-600
VDK3 60-65 800-900
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

Glauber salt di dalam VDK disirkulasikan ke dalam Heat Exchanger (HE).


HE1 dipanaskan steam dengan tekanan 1,8-2 bar dengan laju 1-5 ton/jam.
Sedangkan HE2, dan HE3 dipanaskan dengan uap yang keluar dari VDK1 dan
VDK2, sedangkan outlet dari VDK3 ditampung di melter tank yang selanjutnya
dipompakan menuju settler yang berfungsi untuk menampung dan mengumpan
kristal Na2SO4. Kristal Na2SO4 yang keluar dari VDK3 disebut Neutral Feed Liquor
(NFL).
NFL kemudian difiltrasi di Top Feed Filter (TFF) dan ditambahkan larutan
hypoclorit yang berfungsi sebagai zat pemutih. Nilai whiteness yang diinginkan
untuk kristal Na2SO4 yaitu 88-90%. Sodium Pada TFF akan tersaring dan dialirkan
ke dryer dan mother liquor akan dikembalikan ke melter. Proses pada unit kalsinasi
dapat dilihat pada Gambar 3.8.

GLAUBER SALT (Na2SO4.10H2O)

SETTLER TANK

TRIPLE EFFECT
EVAPORATOR

MELTER TANK

SETTLER TANK

TFF (TOP FEED


FILTER)

Gambar 3.8 Diagram Blok Unit Kalsinasi

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

e) Unit Dryer

Kristal sodium sulfat yang telah terpisah dari mother liquor masih mengandung air
5% sehingga memerlukan pengeringan untuk menghilangkan kandungan air. Proses
pengeringan dilakukan dengan cara mengalirkan kristal sodium sulfat basah ke
dalam pipa dryer bersamaan dengan udara panas yang dialirkan dari bagian bawah
dryer sehingga terjadi kontak antara sodium sulfat dan udara panas di sepanjang
pipa.
Selama proses pengontakkan tersebut terjadi penguapan air. Udara yang
digunakan adalah udara luar yang dihisap oleh blower. Udara luar dihembuskan dan
dipanaskan dengan High Pressure Steam (HPS) di dalam Heat Exchanger. Udara
panas dengan suhu 120°C ditarik oleh exhaust fan dari atas dengan laju tertentu
sehingga kristal natrium sulfat basah terbawa akibat adanya tekanan dari udara
panas di dalam pipa.

Aliran udara yang keluar dari dryer dimasukkan ke dalam cyclone untuk
memisahkan kristal hasil pengeringan dengan memanfaatkan gaya sentrifugal. Di
dalam cyclone kristal akan turun ke bawah sedangkan gasnya keluar melewati
exhaust fan. Suhu udara keluar dari dryer adalah 90ºC dengan kandungan air dalam
kristal Na2SO4 sebesar 0,01% atau disebut juga dengan sodium sulphate anhydrous.
Produk akhir Na2SO4 harus memenuhi beberapa kriteria di bawah ini:
 Kemurnian : min.99,5%
 pH kristal : 5,6-6,5
 moisture : max 0,10%
 Berger (kilat) : 88 -82%

f) Bagging

Sodium sulphate anhydrous yang telah dikeringkan di dryer kemudian ditampung


di silo dan dikemas menggunakan karung dengan bagging machine yang bekerja
secara otomatis. Sodium sulphate anhydrous yang dihasilkan bisa dijadikan bahan
baku industri detergen.
PT IBR memproduksi Na2SO4 sebanyak 432 ton/hari yang dikemas dalam
karung. Kapasitas karung bervariasi yaitu 25 kg/karung, 50 kg/karung dan 1

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

ton/karung. Sebelum dilakukan packaging harus di cek terlebih dahulu berger


whiteness dan pH natrium sulphate.

3.2.2 Ancillary Department

Ancilary Department merupakan departemen yang bertugas menghasilkan


asam sulfat untuk Auxiliary Department, Spinning Department dan untuk
memurnikan CS2. Ancillary Departmen mempunyai tiga plant yaitu : Acid Plant,
Wet Sulphuric Acid (WSA) Plant, dan CS2 Refinery.
a) Acid Plant

Acid plant merupakan plant yang berfungsi untuk menghasilkan asam sulfat. PT
IBR mempunyai tiga acid plant dengan kapasitas produksi yang berbeda. Kapasitas
produksi masing-masing plant dari acid plant adalah sebagai berikut :

 Acid plant satu : 140 ton/hari


 Acid plant dua : 120 ton/hari
 Acid plant tiga : 150 ton/hari

Pada Acid plant terdapat unit-unit pendukung proses yaitu furnace, converter,
drying tower, interfast adsorption tower, dan final adsorption tower.

Proses yang berlangsung di acid plant

Bahan baku pembuatan H2SO4 adalah sulfur cair dan udara kering. Udara yang
digunakan berasal dari udara lingkungan (ambient). Udara masuk melewati blower
dan dihembuskan ke drying tower yang berisi packing yang terbuat dari keramik.
Diagram alir proses acid plant dapat dilihat pada Lampiran B.16.

Proses pengeringan udara dilakukan dengan cara mengontakkan udara


dengan H2SO4 98% karena H2SO4 mempunyai sifat higroskopis sehingga bisa
menyerap uap air yang terkandung dalam udara. Penggunaan udara kering ini
bertujuan untuk mencegah korosi pada converter dan pipa–pipa serta mencegah
kerusakan katalis yang disebabkan oleh air yang merupakan racun bagi katalis.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 11

Pada furnace terjadi proses pembakaran sulfur oleh udara kering pada
suhu 900°C. Reaksi yang terjadi pada furnace adalah sebagai berikut :
S(l) + O2  SO2(g)

Selanjutnya SO2 yang terbentuk dari proses pembakaran dialirkan ke


converter. Unit converter ini di dalamnya terdapat katalis vanadium pentaoksida
(V2O5). Katalis berfungsi mempercepat reaksi oksidasi SO2. Reaksi yang terjadi
di unit converter sebagai berikut :

SO2(g) + 1/2O2(g)  SO3(g)

Temperatur yang keluar dari bed satu akan naik dari 440°C menjadi
600°C. Gas SO3 dan gas – gas yang belum bereaksi akan dimasukkan ke dalam
bed dua, sehingga di dalam bed dua terjadi pembentukan SO3 dari reaktan yang
belum bereaksi tersebut. Sebelum masuk ke bed dua maka temperatur gas
diturunkan dari 600°C di Waste Heat Boiler II (WHB II). Suhu SO3 yang masuk
ke bed dua turun menjadi 430°C dan suhu keluaran sebesar 510°C.

Gas SO3 dari bed dua kemudian dialirkan ke heat exchanger. SO3 masuk
ke bagian tube side dan soft water masuk ke bagian shell sehingga SO3
mengalami penurunan suhu menjadi 430oC. Setelah terjadi perpindahan panas di
heat exchanger, SO3 kemudian masuk ke bed tiga dan suhu keluaran dari bed
tiga adalah sebesar 460oC.

Gas SO3 masuk ke CHE (cooling heat exchanger) dan tube side cold heat
exchanger kemudian dialirkan ke ekonomiser IPAT (inter past adsorption
tower). Suhu keluaran dari ekonomiser sebesar 170oC. Gas SO3 yang mengalami
penurunan suhu kemudian dialirkan ke IPAT (inter past adsorption tower) lalu
dikontakkan dengan H2SO4 98,5% sehingga terbentuk oleum (H2S2O7). Oleum
kemudian dialirkan ke circulation tank. Pada circulation tank ditambahkan air
sehingga terbentuk H2SO4. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

SO3 + H2SO4 
H2S2O7 H2S2O7 + H2O

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 12

 2H2SO4

Konsentrasi H2SO4 pada acid circulation tank diatur sesuai dengan


konsentrasi yang diinginkan yaitu sebesar 97% dengan penambahan dilute acid
dan air. SO3 yang belum terikat dengan H2SO4 dialirkan ke candle mist
eliminator. Gas-gas pengotor dalam candle mist eliminator ditangkap oleh acid
besi yang terdapat di dalamnya. SO3 dari candle mist eliminator dialirkan
kembali ke heat exchanger.

SO3 kemudian dipompakan ke converter bed empat. SO3 yang keluar dari
bed empat (bed lima pada plant satu) dialirkan ke Final Absorption Tower
Economizer untuk dikontakkan kembali dengan acid. Gas SO3 yang tidak kontak
dengan acid kemudian dialirkan ke scrubbing tower yang di dalamnya terdapat
air yang disemprotkan untuk menangkap SO3. SO3 yang masih belum terikat
dibuang melalui chimney.

b) Wet Sulphuric Acid (WSA) Plant

Plant ini berfungsi untuk mengolah gas buang (CS2 dan H2S) dari Spinning
Department untuk dikonversi menjadi H2SO4. Diagram alir proses wet sulphuric
acid plant dapat dilihat pada Lampiran B.17. Proses pengelolaan limbah gas
diawali dari pencucian lean gas (CS2 dan H2S) yaitu limbah gas yang berasal dari
Spinning Department. Proses pencucian ini dilakukan di ventury washer dengan
menggunakan air.
Sepertiga bagian dari lean gas hasil pencucian dan udara dari blower
dialirkan ke combuster untuk proses pembakaran dengan suhu 850°C dan
menghasilkan gas SO2. Pada combuster ditambahkan natural gas yang berfungsi
untuk mempercepat proses pembakaran dan ditambahkan sulfur untuk
mempertahankan suhu SO2 yang masuk ke converter. Reaksi yang terjadi di
combuster adalah :
CS2 + 3O2  2SO2 +
CO2 H2S + 3/2O2 
SO2 + H2O
Dua per tiga lean gas masuk ke mixing chamber untuk kemudian
dicampurkan dengan SO2 dari combuster. Suhu pada mixing chamber yaitu

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 13

380oC. Gas SO2 dari Mixing Chamber masuk ke converter yang terdiri dari tiga
bed, yaitu:

 Bed satu  terjadi pembakaran SO2 dengan penambahan katalis VK


WSA
yang berfungsi membantu proses pembentukan SO2.

 Bed dua  terjadi pengubahan SO2 menjadi SO3 dengan penambahan


katalis VK 38. Proses ini merupakan reaksi eksoterm sehingga sebelum
masuk Bed tiga SO3 dilewatkan terlebih dahulu pada Interbed Cooler.
 Bed tiga → terdapat katalis VK 38. Setelah dari Bed tiga SO3
dilewatkan terlebih dahulu pada Process Gas Cooler.

Suhu SO2 yang masuk bed satu adalah sebesar 380oC dan suhu gas SO2
yang keluar dari bed satu adalah 420oC. Gas SO2 kemudian langsung masuk ke
bed dua dengan suhu keluaran dari bed dua adalah sekitar 500oC. Reaksi yang
terjadi di bed satu dan bed dua adalah sebagai berikut :
SO2 + 1/2O2  SO3

SO3 dari bed dua, dialirkan ke interbed gas cooler untuk didinginkan
karena reaksi yang terjadi di bed dua bersifat eksoterm. Outlet dari interbed gas
cooler menghasilkan steam, steam ini dimanfaat kembali untuk power plant. SO3
yang telah didinginkan di interbed gas cooler dialirkan ke bed tiga. Suhu
keluaran dari bed tiga adalah 440oC lalu masuk ke process gas cooler sehingga
suhu turun jadi 270°C dan dialirkan ke condensor dengan suhu 200oC. Reaksi
yang terjadi di bed tiga adalah :
SO3 + H2O  H2SO4

Pengambilan SO3 dilakukan melalui proses kondensasi pada WSA .


Proses kondensasi dilakukan dengan menghembuskan udara oleh blower. Dari
proses kondensasi ini terbentuk H2SO4 (dari SO3 dan H2O yang terkondensasi).
H2SO4 cair yang terbentuk kemudian ditampung dalam acid vessel dan
selanjutnya mengalami proses pendinginan di acid cooler. Hasil akhirnya
diperoleh H2SO4 97%.

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 14

c) CS2 Refinery Plant

CS2 Refinery berfungsi untuk memurnikan CS2 berasal dari Spinning


Department. Pengotor yang ada di dalamnya adalah H2S. Kualitas CS2 crude
memiliki kandungan H2S 40 ppm dan total solid 130 ppm. Sedangkan kualitas
CS2 yang diperlukan untuk proses pembuatan fiber adalah kandungan H2S
kurang dari 5 ppm dan total solid kurang dari 50 ppm. Kapasitas CS2 yang
dimurnikan di CS2 refinery plant ini adalah sebesar 90 ton/hari. Diagram alir
proses wet sulphuric acid plant dapat dilihat pada Lampiran B.18.
CS2 crude dari Spinning Department diumpankan ke dalam still satu
(distilasi 1) yang dialirkan steam dengan sistem tertutup menggunakan coil
dengan tekanan 2,5 bar dan suhu 120-130oC. Pemanasan di still satu adalah
sampai suhu 46oC. Fraksi ringan berupa uap yang terbentuk dikondensasikan di
Condensor satu. melalui dua pass, sebagian kondensat dialirkan ke tail gas
condensor yang tujuannya untuk meperbaiki kualitas CS2 yaitu dengan cara
memisahkan CS2 dari gas pengotor (H2S). Pengotor dialirkan ke roun seal dan
scrubber untuk menangkap CS2 yang tidak terkondensasi dan memisahkan H2S
yang tidak terkondensasi. Pemisahan ini menghasilkan clean gas yang dibuang
melewati stack ke udara lingkungan, sedangkan CS2 yang sudah dipisahkan di
tail gas condensor dialirkan kembali ke still satu sebagai reflux.

Sebagian kondensat dari Condensor satu diambil sebagai produk dan


disimpan di refine storage tank. Aliran bawah dari still satu dialirkan ke still dua
dan dipanaskan sampai suhu 49oC. Fraksi uap dikondensasikan di kondensor dan
kondensat diambil sebagai produk dan sebagian lagi dikembalikan sebagai
reflux. Aliran bawah dari still dua ini dialirkan ke sulfur separator.

Separator berfungsi untuk memisahkan sulfur dengan fraksi ringan (uap).


Fraksi berat sulfur kemudian dikeluarkan dan dikembalikan ke still dua untuk
dicairkan dan dimurnikan. Sedangkan fraksi uap akan terkondensasi di
condenser dan gas yang tidak terkondensasi masuk ke tail gas. Gas kemudian
dialirkan ke roun seal dan scrubber. H2S yang tidak terkondensasi akan
ditampung di gas holder. Pada gas holder terjadi pembakaran H2S sehingga
gas yang dibuang ke lingkungan adalah gas yang tidak berbahaya.
Air baku yang digunakan pada condensor satu adalah chilled water

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 15

dengan suhu 8-9oC yang diperoleh dari Viscose Department. Air baku yang
digunakan pada condensor adalah cooling water.

3.2.3 Laboratorium

Departemen laboratorium merupakan suatu departemen independen yang


bertugas mengontrol kualitas bahan baku, proses produksi, dan produk baik
staple fibre rayon sebagai produk utama dan natrium sulfat anhidrous sebagai
produk samping. Selain itu departemen laboratorium berperan sebagai pusat
informasi ke setiap departemen sehingga masing-masing departemen dapat
melakukan aksi untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Laboratorium PT IBR
terdiri dari laboratorium sebagai berikut :
1) Laboratorium Kimia
 Analisa bahan baku, meliputi : pulp, NaOH dan H2SO4.
 Analisa proses meliputi : viscose department, spinning department,
auxiliary department, ancillary department, effluent and water
treatment department.

2) Laboratorium Tekstil
 Analisa whiteness fiber
 Analisa strength fiber
 Analisa elastisitas fiber
 Analisa denier
 Analisa kandungan air fiber

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 16

BAB IV
PERALATAN PROSES

Peralatan proses merupakan hal yang terpenting dalam suatu proses produksi karena
peralatan proses menjadi tempat berlangsungnya proses, baik proses kimia, proses fisika
maupun keduanya.

Dalam pengoperasian peralatan proses memiliki sistem pengendali yang bersifat


manual, semi manual, dan ada yang otomatis. Peralatan proses yang digunakan adalah
sebagai berikut :

4.1 Viscose Department

Spesifikasi peralatan proses Viscose Department adalah sebagai berikut :

1. Pulp Feeder

Tabel 4.1 Spesifikasi Alat Pulp Feeder

Parameter Spesifikasi

Jenis Belt conveyor

Material Mild Steel

Jumlah Viscose Department 1 (buah) 5

Jumlah Viscose Department 2 (buah) 4

Kapasitas (kg pulp/batch) 500

Fungsi : membawa dan memasukkan pulp melalui belt

conveyor ke slurry mixer

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 17

2. Slurry Mixer

Tabel 4.2 Spesifikasi Alat Slurry Mixer


Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah Viscose Department 1 (buah) 5

Jumlah Viscose Department 2 (buah) 4

Kondisi Operasi

Suhu (oC) 50.5

Tekanan (atm) 1

Waktu tinggal (menit) 4-7

Fungsi : tempat terjadinya reaksi antara pulp dengan larutan NaOH 18%

3. Homogenizer

Tabel 4.3 Spesifikasi Alat Homogenizer


Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah Viscose Department 1 (buah) 5

Jumlah Viscose Department 2 (buah) 2

Fungsi : menampung alkali selulosa dan menghomogenkan

4. Slurry Press

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 18

Tabel 4.4 Spesifikasi Alat Slurry Press

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah Viscose Department 1 (buah) 18

Jumlah Viscose Department 2 (buah) 10

Kondisi Operasi

Suhu (oC) 52

Fungsi : memisahkan alkali selulosa dengan NaOH

5. Maturing Drum
Tabel 4.5 Spesifikasi Alat Maturing Drum

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah Viscose Department 1 (buah) 4

Jumlah Viscose Department 2 (buah) 5

Kondisi Operasi

Suhu (oC) 40-45

Waktu tinggal (jam) 2.5

Fungsi : tempat menurunkan derajat polimerisasi alkali selulosa

6. Silo

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 19

Tabel 4.6 Spesifikasi Alat Silo

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah Viscose Department 1 (buah) 18

Jumlah Viscose Department 2 (buah) 3

Kapasitas (ton alkcell) 2.3

Fungsi : tempat menampung alkali selulosa

7. Simplex Room (xanthator)


Tabel 4.7 Spesifikasi Alat Simplex Room (xanthator)

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah Viscose Department 1 (buah) 4

Jumlah Viscose Department 2 (buah) 5

Kondisi Operasi

Suhu (oC) 31-33

Tekanan (inHG) -25

Waktu tinggal (menit) 45

Fungsi : tempat bereaksinya alkali selulosa, CS2 dan NaOH


2% untuk menghasilkan larutan viscose

8. Dissolver

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 20

Tabel 4.8 Spesifikasi Alat Dissolver

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah Viscose Department 1 (buah) 18

Jumlah Viscose Department 2 (buah) 4

Kondisi Operasi

Suhu (oC) 18-23

Tekanan (inHG) -25

Waktu tinggal VD 1 (menit) 120

Waktu tinggal VD 2 (menit) 90

Fungsi : menghomogenkan larutan viscose yang masih


menggumpal dan menghaluskan gel-gel gumpalan
dengan cara pengadukan

9. Blender Tank
Tabel 4.9 Spesifikasi Alat Blender Tank

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 3

Kondisi Operasi

Suhu (oC) 25-27

Fungsi : menghaluskan dan menghomogenisasikan larutan viscose

10. Filter

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 21

Tabel 4.10 Spesifikasi Alat Filter

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Dimensi Alat

First filter (mikron) 0.3

Second filter (mikron) 0.25

Third filter (mikron) 0.2

Fungsi : tempat memisahkan gumpalan-gumpalan yang masih terdapat


pada larutan viscose

4.2 Spinning Department

1. Spinning Machine
Tabel 4.11 Spesifikasi Alat Spinning Machine

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 7

Kondisi Operasi

Suhu (oC) 50-52

Tekanan (kg/cm2) 10-11

Fungsi : tempat mereaksikan larutan viscose dengan larutan spinbath


yang akan membentuk filament

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 22

2. Spinneret
Tabel 4.12 Spesifikasi Alat Spinneret

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah lubang

Third machine (µm)


1264/60
Forth machine (µm)
1900/60
Fifth machine (µm) 1900/60

Sixth machine (µm) 2106/50

Seventh machine (µm) 1900/50

Laju alir mesin

Third machine (m3/jam) 34.7

Forth machine (m3/jam) 36.7

Fifth machine (m3/jam) 36.4

44.2
Sixth machine (m3/jam)
65
Seventh machine (m3/jam)

Fungsi : lubang tempat keluarnya larutan viscose

3. Stretch Roller
Tabel 4.13 Spesifikasi Alat Strecth Roller

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 6

Kondisi Operasi

Kecepatan putar (m/menit) 74.2

Fungsi : tempat meregangkan tow yang telah terbentuk pada

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 23

Spinning machine

4. Cutting Machine
Tabel 4.14 Spesifikasi Alat Cutting Machine

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 2

Kondisi Operasi

Waktu operasi (jam) 12

Fungsi : tempat memotong tow menjadi staple

5. Recovery Through (CS2)


Tabel 4.15 Spesifikasi Alat Recovery Through (CS2)

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperature (oC) 90

Tekanan (bar) 1.8-2

Fungsi : memisahkan CS2 yang ada di dalam staple fibre rayon


dengan cara dikondensasikan di dalam kondensor

6. Bak After Treatment

Pada after treatment terdiri atas beberapa tahap proses, yaitu :

a. First washing

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 24

Fungsi : menghilangkan cairan spinbath yang terkandung


dalam mat
b. Desulfurising
Tabel 4.16 Spesifikasi Alat Desulfurising

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

90
Temperature (oC)
NaOH 0.01-
Media desulfurising
0.12%

Fungsi : menghilangkan sulfur yang masih terbawa didalam proses

c. Bleaching

Tabel 4.17 Spesifikasi Alat Bleaching

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperature (oC) 50-53

Fungsi : memutihkan mat dengan menggunakan NaOCl 13%

d. Final wash

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 25

Tabel 4.18 Spesifikasi Alat Final Wash

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperature (oC) 50

Media pencuci Soft water

Fungsi : membersihkan pengotor-pengotor yang masih terdapat pada mat

e. Soft finish

Fungsi : melembutkan serat, menghilangkan gaya


elektrostatis dan juga menghilangkan ion logam
Media pencuci : honol MGR dan GA

7. Dryer
Tabel 4.19 Spesifikasi Alat Dryer

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperature (oC) 213.4

Tekanan (kg/cm2) 14.7

Fungsi : mengurangi kadar air pada serat hingga 9-13%

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 26

4.3 Auxiliary Department

1. Spinbath
Tabel 4.20 Spesifikasi Alat Spinbath

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperature (oC) 52-54

Fungsi : menampung larutan spinbath dari bottom tank

2. Sigri Heater
Tabel 4.21 Spesifikasi Alat Sigri Heater

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperature (oC) 91

Fungsi : sebagai steam utama pada evaporator

3. Mixing condenser

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 27

Tabel 4.22 Spesifikasi Alat Mixing Condenser

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 1

Kondisi Operasi

Temperatur (oC) 45

Fungsi : memvakumkan vessel crystalizer dan menampung


uap dari k1, k2, dan k3

4. Heater condenser
Tabel 4.23 Spesifikasi Alat Heater Condenser

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 8

Kondisi Operasi

Temperatur inlet (oC) 30-32

Temperatur outlet (oC) 42

Fungsi : menampung uap air yang tidak terkondensasikan dan

menjaga kestabilan vakum sistem

5. Crystalizer
Tabel 4.24 Spesifikasi Alat Crystalizer

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 7

Kondisi Operasi

Temperatur K1 (oC) 16

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 28

Temperatur K2 (oC) 13

Temperatur K3 (oC) 10

Fungsi : mengambil Na2SO4 dalam larutan spinbath

6. Rotary vacuum filter


Tabel 4.25 Spesifikasi Alat Rotary Vacuum Filter

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Tekanan (mmHG) 200

Fungsi : untuk memisahkan glauber salt dan mother liquor

dari larutan spinbath

7. Melting tank
Tabel 4.26 Spesifikasi Alat Melting Tank

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

pH 5-6

Kondisi Operasi

Temperatur (oC) 50

Fungsi : untuk mencairkan dan menetralkan glauber salt

yang dilengkapi dengan pengaduk

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 29

8. Calcinator
Tabel 4.27 Spesifikasi Alat Calcinator

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperatur (oC) 50

Fungsi : memisahkan air yang masih terkandung di dalam


glauber salt
9. Silo
Tabel 4.28 Spesifikasi Alat Silo

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kapasitas (ton/h) 70

Fungsi : menampung dan menimbang kristal Na2SO4 yang telah kering

10. Bagging
Tabel 4.29 Spesifikasi Alat Bagging

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kapasitas (ton/h) 18

Fungsi : mengepak natirum sulfat

4.4 Ancillary Department

1. Horizontal Furnace
Tabel 4.30 Spesifikasi Alat Horizontal Furnace

Parameter Spesifikasi

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 30

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperatur (oC) 900

Fungsi : tempat reaksi oksidasi antara sulfur dan oksigen berlangsung

2. Converter
Tabel 4.31 Spesifikasi Alat Converter

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperatur Converter bed 1 in (oC) 440

Temperatur Converter bed 1 out (oC) 430

Temperatur Converter bed 2 in (oC) 430

Temperatur Converter bed 2 out (oC) 410

Temperatur Converter bed 3 in (oC) 410

Temperatur Converter bed 3 out (oC) 460

Temperatur Converter bed 4 in (oC) 420

Temperatur Converter bed 4 out (oC) 440

Temperatur Converter bed 5 in (oC) 440

Temperatur Converter bed 5 out (oC) 450

Fungsi : tempat konversi SO2 menjadi SO3 dengan menggunakan


Bantuan katalis V2O5

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 31

3. SO3 Cooler (CHE)


Tabel 4.32 Spesifikasi Alat SO3 Cooler (CHE)

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Kondisi Operasi

Temperatur (oC) 170

Fungsi : untuk menurunkan suhu SO3 (berupa shell and tube)

4.5 Effluent Department


4.5.1 Water Treatment Plant

1. Clarifloculator

 Fungsi : tempat terbentuknya flok-flok setelah penambahan


PAC sehingga kotoran dapat mengendap
 Jumlah : 6 buah

2. Suction pond

 Fungsi : tempat penyimpanan air baku yang berasal dari

Clarifloculator

3. Suction tank

 Fungsi : tempat penyimpanan air baku yang berasal dari

Clarifloculator

4. Sand filter

 Fungsi : untuk menyaring kotoran yang terkandung dalam

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 32

larutan spinbath seperti tow dan sludge


5. Softener

 Fungsi : untuk menghilangkan kandungan mineral-mineral


yang ada pada air baku
6. Soft water tank

 Fungsi : tempat penyimpanan soft water hasil dari proses

softening

7. Hard water tank

 Fungsi : tempat penyimpanan hard water hasil olahan air


baku tanpa melalui proses softening

4.5.2 Waste Water Treatment Plant

1. Grift chamber
Tabel 4.33 Spesifikasi Alat Grift Chamber

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 21

Dimensi alat 51 x 21 x 3 m

 Fungsi : untuk menyaring kotoran-kotoran kasar dan halus


yang terkandung dalam limbah cair
2. Equalisation tank
Tabel 4.34 Spesifikasi Alat SO3 Equalisation Tank

Parameter Spesifikasi

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 33

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 1

Dimensi alat 11 x 4 m

 Fungsi : menetralkan pH limbah cair dengan penambahan


kapur

3. Bar screen

 Fungsi : untuk menyaring kotoran yang masih terbawa oleh


aliran overflow dari equalisation tank sebelum masuk
ke primary clarifier
4. Primary clarifier
T Tabel 4.35 Spesifikasi Alat Primary Clarifier

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 2

Dimensi alat 40 x 3.4 m

 Fungsi : untuk mengendapkan aliran overflow limbah yang


berasal dari equalisation tank

5. Sludge thickener
Tabel 4.36 Spesifikasi Alat Sludge Thickener

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 2

Dimensi alat 28 x 3 m

 Fungsi : untuk menetralkan aliran underflow dari primary

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 34

clarifier sehingga kandungan air dalam limbah


berkurang

6. Aeration tank
Tabel 4.37 Spesifikasi Alat Aeration Tank

Parameter Spesifikasi

Material Mild Steel

Jumlah (buah) 1

Dimensi alat 28 x 3 m

 Fungsi : untuk mendegradasi zat-zat organik maupun


anorganik yang terkandung dalam limbah dengan
bantuan mikroorganisme aerob

7. Belt press

 Fungsi : mengurangi kadar air dalam sludge

 Jumlah : 2 buah

4.6 Daftar Gambar

Gambar 4.1 Pulper

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 35

Gambar 4.2 Homogenizer tank

Gambar 4.3 Maturing drum

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 36

Gambar 4.3 Silo

Laporan Kerja Praktek PT Indo Bharat Rayon


BAB V
UTILITAS

5.1 Air Baku


Unit yang bertugas menyediakan air untuk keperluan proses dan kebutuhan
sahari-hari karyawan yang tinggal di mess. Air yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut berasal dari Sungai Citarum dengan memenuhi spesifikasi
sebagai berikut :
 pH : 7 – 7,5
 Turbiditas : < 20 NTU
 Suspended Solid (SS) : berbanding lurus dengan turbiditas
 Konduktivitas : tidak terlalu berpengaruh
 Kesadahan : < 1000 ppm

Air baku yang telah diolah di Unit Water Treatment dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu :
a) Hard Water
Hard water adalah air hasil pengolahan air baku yang tidak mengalami proses
softening. Air ini digunakan untuk keperluan rumah tangga, mess karyawan, dan
proses di Viscose Department dan Spinning. Air ini harus memenuhi spesifikasi
sebagai berikut :
 pH : 7 – 7,5
 Turbiditas : < 3 NTU
 Gas khlorin (Cl2) : < 0,5 ppm
 Kesadahan : < 1000 ppm
b) Soft Water
Soft water adalah air hasil pengolahan air baku yang mengalami proses softening.
Air ini digunakan untuk keperluan proses di departemen Viscose, Spinning,
Auxiliary, dan Ancillary. Air ini harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut :
 pH : 7 – 7,5
 Turbiditas : < 1 NTU
 Kesadahan : < 5 ppm
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Proses Water Treatment


Proses pengolahan pada water treatment plant dapat dilihat pada Gambar 5.1.

AIR SUNGAI CITARUM

RIVER PUMP
PAC POLIMER

CLARIFLOCULATOR

SUCTION POND SUCTION TANK

SAND FILTER SAND FILTER

SOFTENER
DEMIN HARD WATER
PLANT TANK
Gambar 5.1 Diagram Blok Water Treatment Plant
SOFT WATER
TANK untuk
Air sungai Citarum dipompakan ke dalam clarifloculator
mengendapkan kotoran sebelumnya melewati screen terlebih dahulu untuk
menyaring kotoran – kotoran yang besar seperti sampah.
PT IBR mempunyai 5 clarifloculator dengan kapasitas yang berbeda.
Kapasitas dari masing-masing clarifloculator adalah sebagai berikut:
 Clarifloculator satu : 1000 m3
 Clarifloculator dua : 1000 m3
 Clarifloculator tiga : 500 m3
 Clarifloculator empat : 500 m3
 Clarifloculator lima : 500 m3

Pada clarifloculator dilakukan penambahan koagulan berupa Poly


Alumunium Chloride (PAC) yang berfungsi untuk membentuk flok-flok dari
partikel tersuspensi sehingga partikel tersuspensi itu dapat terendapkan. Selain PAC
ditambahkan juga polimer jenis anion yang berfungsi sebagai flokulan. Flok-flok
yang terbentuk akan mengalir ke bagian tengah clarifloculator dan mengendap
pada bagian clarifier. Penambahan PAC dan polimer ini tergantung dari kondisi air
di sungai Citarum itu sendiri. Jika air sungai dalam kondisi cukup jernih maka

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

cukup ditambahkan PAC saja namun apabila air sungai dalam kondisi sangat kotor
maka harus ditambahkan PAC dan polimer.
Overflow dari clarifloculator dialirkan ke suction tank dan suction pond
sementara endapan dibuang ke lagoon. Suction pond berfungsi untuk menampung
air bersih dalam jumlah besar sementara suction tank jauh lebih kecil kapasitasnya.
Air dari suction pond dan suction tank sebagian dipompakan ke dalam sand filter
untuk dilakukan penyaringan partikel-partikel yang belum terendapkan. Media
filter dari sand filter ini berupa pasir silika dan polypropilen.
Air dari sand filter kemudian dialirkan ke hard water tank dan dilakukan
penambahan gas khlorin (Cl2) yang berfungsi sebagai desinfektan. Sementara
sebagian air dari suction pond dan suction tank dialirkan ke sand filter untuk
dijadikan soft water. Air kemudian dialirkan ke softener yang merupakan resin
penukar ion yang berfungsi untuk menurunkan tingkat kesadahan air (kandungan
ion Ca2+ dan Mg2+). Proses softening dilakukan dalam unggun resin penukar kation
dengan menggunakan sodium zeolit (Na2OAl2SO3). Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Ca2 + Na2R  CaR + 2Na+
Mg2 + Na2R  MgR + 2Na+
Setelah lama digunakan resin akan jenuh. Untuk mengetahui tingkat
kejenuhan resin, maka outlet dari softener diperiksa setiap jam pada resin tersebut
dan perlu dilakukan regenerasi. Regeneran yang digunakan adalah NaCl 10%.
Waktu regenerasi selama 20 – 25 jam. Reaksi yang terjadi pada proses regenerasi
adalah sebagai berikut :
CaR + 2NaCl  CaCl2 + Na2R
MgR + 2NaCl  MgCl2 + Na2R
Air yang keluar dari proses regenerasi dialirkan ke effluent treatment
sedangkan air yang ditampung pada suction pond digunakan langsung untuk demin
plant di departemen boiler dan sebagian dialirkan ke sand filter untuk diolah
menjadi soft water dan hard water. Parameter yang harus diperhatikan dalam
pengolahan air baku menjadi soft water dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Parameter soft water

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Parameter soft water Satuan mg/L


Kandungan Fe < 0,2
Kandungan Cl < 10
Kandungan SiO2 < 25
Kandungan SO4 < 20
Suspended solid < 60
COD < 20
BOD < 10
Sumber : Technical Specification PT IBR, 2016

5.2 Air Pendingin dan Chiller


Chiller merupakan suatu bejana yang terdiri dari evaporator dan kondensor.
Unit ini berfungsi menyediakan air pendingin untuk keperluan proses. Chilled
water digunakan oleh jaket pada maturing drum, jaket simplex, jaket dissolver,
pendingin heat exchanger, air pencuci untuk pendinginan di ripening room, CS2
recovery di spinning, dan AHU (Air Handling Unit) untuk pendingin ruangan.
Prinsip kerja chiller
Pada saat air dijatuhkan pada dinding luar pipa pemindah panas, maka air
ini akan menguap pada temperatur 5°C karena vessel bertekanan 5-6 mmHg dan
pengambilan panas penguapan dari air yang mengalir di pipa pemindah panas
(cairan itu disebut refrigeran). Saat uap refrigeran ini diserap secara perlahan oleh
suatu absorban, vessel dijaga tetap dalam kondisi vakum. Sebaliknya air dengan
temperatur 10 - 11°C yang mengalir dalam pipa menjadi dingin dengan temperatur
5 - 6°C karena panas yang setara dengan panas penguapan diambil oleh cairan
refrigeran.
PT IBR memiliki 10 buah chiller dimana 6 buah menggunakan absorban
gas freon, 3 buah menggunakan absorban LiBr, dan 1 buah menggunakan absorban
ammonia.
Absorban yang telah banyak menyerap refrigeran konsentrasinya menjadi
rendah dan daya absorbsinya menjadi turun oleh karena itu diperlukan usaha untuk
memperkaya absorban kembali ke tingkat konsentrasi awal melalu cara sebagai
berikut :

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 Untuk absorban gas freon, absorban didinginkan dengan raw water (27°C) di
dalam kondensor sehingga uap refrigeran mencair dan dapat digunakan kembali
sebagai refrigeran.
 Untuk absorban larutan LiBr perlu dipanaskan menggunakan gas burner
sehingga refrigeran dalam absorban menguap dan uapnya didinginkan dengan
raw water (27°C) di dalam kondensor sehingga temperatur raw water naik
menjadi 31 - 33°C. Kemudian refrigeran dijatuhkan kembali ke dalam vessel.
LiBr yang telah menyerap uap refrigeran konsentrasinya turun menjadi 58%,
tetapi setelah dipanaskan dan dipisahkan dari refrigeran konsentrasinya menjadi
64%.

5.3 Power Plant


5.3.1 Boiler Department
Boiler Department berfungsi sebagai penghasil steam yang sangat
dibutuhkan agar proses produksi tetap berlangsung. Steam yang dihasilkan ada dua
jenis yaitu :
 Low Pressure Steam (LP steam), merupakan steam bertekanan rendah.
Tekanannya sekitar 2,6 bar dengan temperatur steam 250°C.
 High Pressure Steam (HP steam), merupakan steam bertekanan tinggi.
Tekanannya sekitar 15,6 bar dengan temperatur steam 135°C.

Bahan bakar boiler berasal dari batu bara dan bisa juga berasal dari minyak
bakar (residu). Ada dua jenis boiler yang digunakan di PT IBR, yaitu:
a) Water Tube Boiler
Pada water tube boiler, air mengalir di dalam tube sedangkan flue gas dialirkan
melalui shell. Air yang telah mengalami pemanasan mengalir melalui tube.
b) Fire Tube Boiler
Pada fire Tube Boiler, air mengalir di dalam shell sedangkan gas panas mengalir di
dalam tube. Jenis steam yang dihasilkan pada fire tube boiler adalah steam jenuh
atau steam bertekanan rendah.

5.3.2 Listrik
Power Plant memanfaatkan steam dari boiler untuk menggerakan turbin

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

yang menghasilkan energi listrik akibat perputaran turbin tersebut (perubahan


energi mekanik menjadi energi listrik). Besarnya konsumsi energi listrik di PT IBR
sebesar 500000 KW ( 100000 KW dari PLN dan 400000 KW dari power plant).
Kebutuhan listrik yang dhasilkan dari power plant tergantung dari kebutuhan proses
yang ada di masing-masing departemen. Listrik dari power plant digunakan untuk
proses industri, sedangkan untuk kebutuhan sehari–hari karyawan yang tinggal di
mess dan kebutuhan kantor dari PLN.

5.3.3 Bahan Bakar


Boiler dengan bahan bakar menggunakan batu bara lebih efisien
dibandingkan menggunakan residu (oil furnace), dilihat dari besar panas yang
dihasilkan yaitu dapat menghasilkan panas steam mencapai 920oC untuk boiler
menggunakan bahan bakar batu bara, sedangkan boiler yang menggunakan bahan
bakar residu hanya menghasilkan steam dengan panas sekitar 300oC.

BAB VI
MANAJEMEN DAN ORGANISASI PERUSAHAAN

6.1 Manajemen Perusahaan


Birla Management Center memiliki langkah-langkah spesifik yang
dilakukan untuk mencapai tujuan dari system yang diterapkan. Langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut :
a) Partisipasi manajemen berdasarkan konsultasi melalui :
 Badan pengurus manajemen
 Badan pengurus pemasaran
 Badan pengendalian mutu
b) Program pengetahuan secara menyeluruh
c) Program perkembangan keahlian
d) Sistem penyempurnaan
e) Pengutusan dan pemantauan
f) Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDA)

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

6.2 Struktur Organisasi Perusahaan


Struktur organisasi perusahaan adalah suatu kerangka kerja semua aktivitas
perusahaan dan merupakan pedoman posisi kerja setiap karyawan untuk mencapai
tujuan dari perusahaan. Struktur organisasi PT IBR dapat dilihat pada Lampiran E.

PT Indo Bharat Rayon


6.3 Ketenagakerjaan
Tenaga kerja pada PT IBR terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah
tenaga kerja keseluruhan sekitar 1390 orang yang terdiri dari :
a) Tenaga kerja tingkat SD berjumlah 140 orang
b) Tenaga kerja SLTP/sederajat berjumlah 115orang
c) Tenaga kerja SLTA/sederajat berjumlah 789 orang
d) Tenaga kerja D1 berjumlah 95 orang
e) Tenaga kerja D2 berjumlah 23 orang
f) Tenaga kerja D3 berjumlah 92 orang
g) Tenaga kerja S1 berjumlah 139 orang
h) Tenaga kerja S2 berjumlah 8 orang

6.4 Peraturan Tenaga Kerja


6.4.1 Waktu kerja
Setiap pekerja bertugas sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan menurut aturan
perusahaan, pembagian waktu kerja dibagi menjadi waktu kerja biasa (general shift) dan
waktu kerja bergilir (shift). Waktu kerja adalah sebagai berikut:
 waktu kerja biasa (general shift)
Senin – Jum’at : 08.30 – 16.45 WIB
Sabtu : 08.30 – 12.15 WIB
Istirahat makan siang : 12.00 – 13.00 WIB
 waktu kerja bergilir (shift)
Shift pagi : 08.30 – 16.30 WIB
Shift siang : 16.30 – 00.30 WIB
Shift malam : 00.30 – 08.30 WIB
Setiap pekerja mendapatkan libur satu hari dalam seminggu. Waktu istirahat
dilakukan secara bergantian, waktunya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam yang
diatur oleh supervisor pada masing-masing bagian sehingga proses produksi tetap berjalan.

6.4.2 Sistem Upah


Sistem pengupahan adalah sistem bulanan yang terdiri dari upah pokok, upah
lembur, dan upah tunjangan. Kehadiran mempengaruhi besarnya upah yang diterima,
perhitungan kehadiran dari tanggal 23 (bulan yang lalu) hingga tanggal 24 (bulan
93
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

berikutnya). Tenaga kerja yang memiliki surat keterangan sakit dari dokter akan tetap
mendapatkan upah pokok sedangkan tenaga kerja yang absen tanpa pemberitahuan
dikenakan potongan upah.

6.4.3 Upah Lembur Bulanan


Perusahaan memberikan upah lembur untuk pekerja yang bersedia bekerja di luar
jam kerja (over time). Upah yang diberikan untuk kerja lembur diatur sesuai dengan SK
Menteri Tenaga Kerja RI No.72/Men/1984.
Perhitungan upah lembur :
 Hari kerja biasa :
Satu jam pertama = jumlah jam lembur x 150% x upah
173
Jam kedua dan seterusnya = jumlah jam lembur x 200% x upah
173
 Hari libur mingguan/libur resmi :
Tujuh jam pertama = jumlah jam lembur x 200% x upah
173
Satu jam berikutnya = jumlah jam lembur x 300% x upah
173

6.4.4 Kesejahteraan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan, PT IBR memberikan
fasilitas-fasilitas yaitu sebagai berikut :

a) Transportasi

Perusahaan menyediakan bus antar jemput sebagai sarana transportasi bagi karyawan
sesuai rute yang telah ditentukan oleh perusahaan.
b) Perumahan
PT IBR menyediakan mess untuk karyawan baik yang di luar maupun di dalam industri.
Jika tidak memungkinkan maka diganti dengan tunjangan perumahan.
c) Tempat peribadatan
Perusahaan menyediakan tempat peribadatan dan memperingati hari besar setiap agama
yang di anut pegawai PT IBR
d) Fasilitas kesehatan
PT Indo Bharat Rayon
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Perusahaan menyediakan Poliklinik bagi pegawai dan keluarganya. Perusahaan juga


menunjuk Rumah Sakit Bayu Asih Purwakarta dan Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung untuk jaminan pemeliharaan kesehatan dan tindakan medis lainnya.
Seluruh karyawan PT IBR ikut serta dalam program JAMSOSTEK. Program
ini meliputi :
 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), seperti memberikan kompensasi dan perawatan
bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan
 Jaminan Hari Tua (JHT), besarnya jaminan ini 5,7% dari upah sebulan dengan
komposisi 3,7% ditanggung oleh pengusaha dan 2% ditanggung oleh tenaga kerja
 Jaminan Kematian (JK), dibayarkan pada ahli waris.
e) Pakaian kerja, sepatu dan peralatan safety
Pakaian seragam dan sepatu diberikan perusahaan setiap tahunnya untuk dipakai pada
waktu menjalankan tugas. Pakaian seragam berupa dua setel pakaian, helmet, satu
pasang sepatu dan satu pasang pakaian bengkel untuk bagian mekanik.
f) Makanan
Para pegawai PT IBR mendapatkan makanan dan minuman satu kali yang diberikan pada
saat istirahat di kantin, namun untuk pegawai yang mendapatkan shift malam akan
mendapatkan makanan, minuman dan makanan ringan sesuai dengan menu yang diatur
oleh perusahaan.
g) Koperasi Karyawan
Koperasi karyawan ini menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga sebagai wujud
partisipasi aktif perusahaan dalam mendukung kesejahteraan karyawan.

6.4.5 Disiplin Kerja dan Tata Tertib Perusahaan


Tata tertib yang berlaku di PT IBR harus ditaati oleh seluruh pekerja. Tata tertib
tersebut antara lain :
a) Mencatat setiap kehadiran dengan menggunakan kartu yang disediakan perusahaan.
b) Seluruh pekerja harus sudah berada di tempat kerja lima menit sebelum kerja
dimulai.
c) Pekerja shift dapat meninggalkan tempat kerja setelah pekerja shift berikutnya
datang.
d) Pekerja wajib mentaati perintah atasannya dalam hal penempatan lokasi kerja di
departemen yang bersangkutan.

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

e) Pekerja tidak diperkenakan makan atau minum di tempat-tempat yang diperkirakan


berbahaya bagi pekerja atau bagi perusahaan.
f) Pekerja tidak dapat pulang sebelum waktunya kecuali mendapat izin dari atasannya.
g) Pekerja harus mengenakan pakaian seragam selama waktu kerja.
h) Pekerja tidak boleh memakai barang milik perusahaan tanpa persetujuan tertulis
dari atasan.
i) Pekerja tidak boleh melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya kecuali dengan izin.
j) Dilarang minum-minuman keras dan judi selama jam kerja.
k) Dilarang membawa senjata tajam, senjata api, peledak, dan narkotika.
l) Dilarang melakukan perbuatan asusila di lingkungan perusahaan.
m) Pekerja yang libur/cuti dilarang masuk pabrik tanpa izin.
n) Dilarang melakukan kegiatan politik yang melawan pemerintah.

6.4.6 Pelanggaran dan Sanksi-Sanksi


Setiap pekerja yang melanggar peraturan akan diberikan sanksi berupa :
a) Sanksi lisan
Sanksi ini disampaikan langsung oleh atasan kepada pekerja yang bersifat mendidik.
b) Sanksi tulisan
Sanksi ini meliputi peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Pekerja yang
mendapatkan peringatan pertama sebanyak tiga kali berturut-turut maka yang
bersangkutan akan mendapatkan peringatan yang kedua. Jika dalam waktu
berlakunya peringatan yang terakhir dan yang bersangkutan masih melakukan
pelanggaran, maka akan diberikan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
6.5 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT IBR menyediakan perlengkapan untuk melindungi diri sesuai dengan jenis dan
sifat pekerjaannya berdasarkan UU No. 1 tahun 1970. Peralatan standar yang digunakan
untuk keselamatan kerja antara lain :
a) Helm pengaman
b) Safety shoes
c) Pelindung mata
d) Ear plug (untuk pelindung telinga)
e) Masker untuk melindungi pernapasan

Hal-hal yang menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja dijelaskan sebagai

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

berikut :
a) Karyawan dan pengusaha wajib menaati semua peraturan dan tata tertib yang
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja sesuai UU No. 1 tahun 1970,
termasuk pengecekan kesehatan oleh dokter perusahaan setahun sekali (general
check up).
b) Melatih karyawan menghadapi bahaya kebakaran dengan memakai alat pemadam
kebakaran
c) Tempat kerja harus dijaga dan dipelihara kebersihannya.
d) Perusahaan menyediakan perlengkapan pemadan kebakaran.
e) Pengusaha dan serikat kerja membentuk Panitia Pembina Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (P2K3).

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB VII
TATA LETAK PABRIK

Tata letak pabrik meliputi seluruh posisi bangunan pabrik dan merupakan pendukung
keberhasilan perusahaan karena berkaitan dengan produktivitas produksi dan kenyamanan
dalam bekerja. Maka dari itu ada beberapa aspek yang harus diperhatikan seperti lokasi
dan tata letaknya.
7.1 Lokasi
PT IBR terletak di Desa Cilangkap, Curug, Jalan Industri, Kecamatan Purwakarta,
Jawa Barat. Daerah ini terletak sekitar 100 km dari Jakarta. Kode pos 41101 PO. BOX No.
9 Telepon (0264) 202041.
7.2 Tata Letak Pabrik
7.2.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di PT IBR meliputi kantor administrasi, area pengolahan dari
bahan baku hingga menjadi produk dan perumahan / mess pegawai.
a) Kantor Administrasi
Kantor administrasi merupakan salah satu tempat yang ada di PT IBR yang menjadi tempat
untuk penyimpanan arsip-arsip dan juga sebagai kantor dari pimpinan-pimpinan perusahan
yang bertanggung jawab terhadap perusahaan dan segala yang berhubungan dengan
administrasi dan manajemen perusahaan.
b) Area Pengolahan
Area pengolahan terdiri dari beberapa daerah yaitu area untuk Viscose Department, Spinning
Department, Auxiliary Department, Ancillary Department, Power Plant, Effluent
Department, Pengolahan limbah dan gudang bahan baku.
c) Perumahan / mess pegawai
PT IBR menyediakan perumahan atau mess sebagai tempat tinggal yang dibutuhkan oleh para
karyawan yang berlokasi dikawasan pabrik tersebut.
7.2.2 Luas Area Bangunan
Luas area PT IBR terdiri dari luas lahan terbuka dan luas lahan tertutup, luas area
tersebut yaitu :
a) Lahan terbuka
 Area lapangan olah raga luasnya 2.000 m3
 Area taman dan open land luasnya 152.294 m3

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

b) Lahan tertutup
 Area pabrik dan kantor luasnya 106.570 m3
 Area gudang luasnya 11.862 m3
 Area pelataran tempat penyimpanan bahan baku produksi luasnya 10.000 m3
 Area perumahan mess pegawai luasnya 85.587 m3
 Area jalan/saluran luasnya 28.000 m3
 Area Waste Water Treatment (WWT) luasnya 26.786,85 m3
 TPA lumpur WWT luasnya 20.000 m3
 Bangunan bengkel luasnya 1.067 m3
 Tempat parkir luasnya 5.000 m3
 Bangunan lain luasnya 7.120 m3.

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

BAB VIII
PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Pengelolaan lingkungan di PT IBR meliputi pengelolaan limbah padat, cair dan gas.
Limbah cair dan padat yang dihasilkan tiap–tiap Departemen dialirkan ke saluran
pengeluaran (effluent), selanjutnya limbah cair dan padat diolah di waste water treatment
plant (WWTP). Sedangkan untuk pengolahan limbah gas dilakukan di Ancillary
Department.
8.1 Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah cair meliputi pengolahan secara fisik, kimia dan biologi.
Limbah cair yang dihasilkan dari tiap-tiap departemen dikeluarkan melalui saluran
pengeluaran masing-masing untuk diolah di waste water treatment plant (WWTP). Untuk
menjaga kesehatan penduduk yang tinggal di sekitar pabrik yang masih menggunakan air
sungai Citarum untuk kebutuhan sehari-harinya maka dari itu limbah cair ini harus
dilakukan pengolahan. Limbah cair yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
 Limbah cair yang bersifat asam
Limbah ini berasal dari Spinning Department yaitu pada unit After Treatment dan Auxiliary
Department yaitu dari unit Evaporator.
 Limbah cair yang bersifat alkali
Limbah ini berasal dari Viscose Department yaitu pada unit Soda station dan Slurry press.
 Limbah cair yang mengandung zat organik
Kandungan zat organik berupa suspended solid yang diperoleh dari Viscose Department dan
berupa serat dari Spinning Department.
 Limbah cair yang bersifat netral
Limbah cair jenis ini berasal dari air bekas pendingin, air dari steam kondensat, sand filter dan
softener. Limbah ini biasanya langsung dibuang ke lingkungan karena sudah memenuhi
baku mutu lingkungan.
Proses pengolahan limbah cair
Limbah cair yang berasal dari unit after treatment akan dialirkan ke flash mixer untuk
dilakukan proses pengadukan dan penetralan menggunakan larutan kapur (Ca(OH)2)
sementara pengolahan limbah dari sumpzone dilakukan terpisah karena mengandung
limbah B3 yaitu logam Zn. Sumpzone merupakan limbah cair yang memiliki kadar asam
tinggi yang berasal dari spinning department khususnya pada unit sebelum after treatment.

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Reaksi yang terjadi pada proses penetralan adalah sebagai berikut :


H2SO4 + Ca(OH)2  CaSO4 + 2H2O
ZnSO4 + Ca(OH)2  CaSO4 + Zn(OH)2
CaSO4 dan Zn(OH)2 akan diendapkan pada zinc clarifier dengan pH 8 - 9,5.
Kemudian Overflow dari zinc clarifier ini dialirkan ke equalization tank dan ditambahkan
larutan kapur lagi hingga mencapai pH 6,5 – 7,5. Sedangkan underflownya masuk ke
sludge thickener satu dan dua.
Sedangkan limbah cair yang mempunyai pH 3 - 5 dialirkan ke Grit Chamber untuk
diendapkan secara gravitasi. Proses pengolahannya tetap ditambahkan kapur terlebih
dahulu sampai pH 6. Limbah kemudian dialirkan ke grit chumber satu dan grit chumber
dua. Grit chumber satu dan dua beroperasi secara bergantian. Grit chumber berfungsi untuk
mengendapkan partikel–partikel yang berukuran besar yang terdapat pada limbah cair.
Tahap selanjutnya adalah pengolahan di equalization tank yaitu dengan
mencampurkan limbah cair dari grit chamber dan limbah cair dari sumpzone. Equalization
tank ini dilengkapi dengan agitator sebagai pengaduk. Pengadukan bertujuan untuk
meredam fluktuasi karakterisktik air limbah dan menjaga air limbah tetap homogen.
Kemudian limbah cair dialirkan ke primery clarifier yang merupakan bak pengendapan
dengan proses sedimentasi. Overflow dari primery clarifier ini berupa cairan yang sudah
terpisahkan dari endapannya dialirkan ke aeration tank untuk menurunkan nilai COD dan
BOD. Sedangkan endapan dari primery clarifier di alirkan ke sludge thickener untuk
menampung sludge. Sludge kemudian dialirkan ke belt press sehingga air di dalam limbah
padat semakin berkurang. Sludge kemudian dimasukkan ke dalam sludge solidification dan
ditambahkan dengan kapur dan fly ash dengan tujuan untuk mengurangi bau, mempercepat
proses pengeringan dan juga agar sludge cepat memadat dan selanjutnya ditimbun di
landfill.
Tahap pengolahan selanjutnya adalah pengolahan secara biologi di aeration tank.
Pengolahan ini dilakukan untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik oleh
mikroorganisme aerob yang berasal dari kotoran sapi sehingga terjadi penurunan kadar
BOD dan COD-nya. Nutrien untuk bakteri adalah urea dan TSP yang ditambahkan
sebelum masuk ke aeration tank. Aeration tank ini dilengkapi dengan fix surface aerator
yang berfungsi menyuplai oksigen ke dalam sistem. Ada beberapa parameter yang harus
diatur di aeration tank. Untuk mengetahui parameter yang perlu diatur maka dilakukan
pemeriksaan pada inlet aeration tank yang meliputi :

PT Indo Bharat Rayon


POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 pH
 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
 COD (Chemical Oxygen Demand)
 DO (Dissolved Oxygen)
 SS (Suspended Solid)
 TDS (Total Dissolved Solid)
 MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid)
 SV (Sludge Volume)

Outlet dari aeration tank ini dialirkan ke secondary clarifier dengan tujuan
mengendapkan pengotor yang masih terbawa. Overflow dari secondary clarifier
ditambahkan klorin aktif untuk membunuh bakteri sebelum air dialirkan ke Sungai
Citarum. Karakteristik air yang dibuang ke Sungai Citarum sudah sesuai dengan baku mutu
yang ditetapkan oleh Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) nomor 5 tahun
2014 untuk industri rayon. Karakteristik air adalah sebagai berikut :
 pH :6-9
 COD : < 150 ppm
 BOD : < 60 ppm
 S2- : < 0,3 ppm
 Zinc : < 5 ppm
 Suspended solid (SS) : < 200 ppm

Sementara sludge dari secondary clarifier dialirkan ke sludge thickner sehingga


terjadi pencampuran semua sludge kemudian diolah dan ditimbun di landfill.
8.2 Pengolahan Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan PT IBR berupa gas CS2, sulfur, H2S dari Spinning
department dan gas dari hasil pembakaran batu bara. Pengolahan limbah gas meliputi :
a) Gas CS2 yang dihasilkan dari proses regenarasi larutan Viscose di Spinning Department
diolah dengan cara recovery yang dilakukan dengan kondensasi, gas CS2 yang sudah
terkondensasi dan terpisah dari pengotornya ditampung di CS2 storage tank. CS2
kemudian di alirkan ke Ancillary Department untuk dimurnikan di unit CS2 Refinery.
CS2 yang sudah dimurnikan ini akan dipakai lagi untuk proses pembuatan larutan
viscose pada Unit simplex di Viscose Department.
b) Gas H2S, sulfur, CS2 dari cairan spinbath di bottom tank, top tank dan mesin spinning
ditarik oleh exhaust fan dan dialirkan ke chimney (cerobong asap).
PT Indo Bharat Rayon
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

c) Gas H2S yang dihasilkan pada proses pemurnian CS2 diolah menjadi sulfur. H2S yang
terpisahkan dari CS2 dialirkan ke gas holder, dimana di gas holder terjadi pembakaran
H2S. Reaksi yang terjadi :
Reaksi oksidasi yang terjadi :
H2S + O2  H2O + SO2
Reaksi reduksi yang terjadi :
2H2S + SO2  3S + 2H2O
Reaksi secara keseluruhan :
2H2S + O2  2S + 2H2O
Sulfur yang terbentuk merupakan sulfur cair yang kemudian mengalami pendinginan
menggunakan media pendingin air hingga membentuk sulfur padat. Sulfur ini akan dipakai
lagi di acid plant untuk pembuatan H2SO4.
8.3 Pengelolaan Limbah Padat
PT IBR menghasilkan limbah padat berupa drum bekas, kawat, bekas kemasan
bahan baku pulp, produk spinning fault, larutan viscose yang kekentalan, tow, limbah padat
dari belt press, dan lain-lain. Limbah-limbah padat tersebut kecuali limbah padat dari belt
press didaur ulang oleh pihak ketiga seperti masyarakat sekitar menjadi barang lain
contohnya produk spinning fault dan tow yang bisa diolah menjadi isian jok dan lain-lain.

PT Indo Bharat Rayon

Anda mungkin juga menyukai