Pelaksanaan kerja praktik melibatkan proses fisika, kimia untuk mengubah bahan
baku menjadi produk yaitu staple fibre rayon. Ruang lingkup kerja praktik adalah
sebagai berikut :
Berdirinya PT IBR dilatar belakangi oleh seorang pengusaha dari India yang
datang ke Indonesia bernama Agrawel dengan tujuan untuk menanamkan modal dari
Birla Group dan bekerjasama dengan pengusaha asal Indonesia bernama Harlan Bekti.
PT IBR didirikan oleh seorang pengusaha asal India yang bernama Mukul
Agrawal, dengan tujuan untuk menanamkan modal dari Birla Group dan bekerja sama
dengan pengusaha asal Indonesia, Harlan Bekti. Selain itu, industri ini dibuat untuk
menyerap tenaga kerja yang ada di Purwakarta dan sekitarnya.
Perusahaan ini didirikan sebagai perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)
dengan persetujuan Presiden No. B-22/PRES/6/1980 tanggal 3 Juni 1980 dan dengan
persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 16/PMA/1980 tanggal
24 Juni 1980 dan diaktakan melalui Notaris Fredik Alexander Tumbuan di Jakarta
dengan Akta No. 16 tanggal 5 September 1980.
Persentase saham terdiri dari 80% dari modal pengusaha asing (India) dan sisanya
sebesar 20% dari perusahaan dalam negeri. Perusahaan dikelola oleh Dewan Direksi
dibawah pengawasan Komisaris yang diangkat oleh pemegang saham setiap tahunnya
dalam rapat umum pemegang saham tahunan. Perusahaan ini dibangun dengan modal
sebesar US $500 juta di atas tanah seluas 53 ha, 1/3 bagian dipergunakan untuk
perumahan staf dan karyawan.
PT IBR memproduksi staple fiber rayon dengan kapasitas awal sebesar 45
ton/hari dan saat ini telah diperbesar menjadi 604,319 ton/hari. Selain menghasilkan
rayon sebagai produk utama, perusahaan ini juga menghasilkan Sodium Sulfat (Na2SO4)
sebagai produk samping dan juga larutan asam sulfat (H2SO4) dan cairan karbon
disulfida (CS2) sebagai bahan penunjang proses.
Nama Indo Bharat Rayon mempunyai pengertian, Indo berarti Indonesia
sementara Bharat adalah sebutan lain untuk India, dan Rayon adalah nama lain untuk
serat selulosa. PT IBR memiliki dua department yang berperan penting dalam proses
utama yaitu :
a) Viscose Department
Departemen ini bertugas untuk membuat larutan viscose.
b) Spinning Department
Departemen ini melakukan pengolahan larutan viscose menjadi rayon, mulai dari proses
penggumpalan larutan viscose hingga pengepakan serat rayon.
Selain itu, terdapat pula beberapa departemen yang berperan dalam proses
pendukung, yaitu :
Pada zaman globalisasi sekarang ini kebutuhan manusia akan sandang terus
meningkat, maka dari itu secara langsung dibutuhkan lebih banyak serat kapas untuk
bahan baku tekstil. Kebutuhan ini tidak sebanding dengan kondisi alam yang tidak
memungkinkan pohon kapas untuk dipanen setiap saat dalam jumlah yang banyak,
karena memerlukan waktu yang lama.
Keadaan ini mendorong diproduksinya serat sintetik (buatan) seperti : nylon,
polyester, dan rayon. Rayon memiliki sifat yang mirip dengan kapas dan mampu
menyerap air lebih dari kapas sehingga memiliki manfaat yang banyak dibandingkan
dengan serat buatan lainnya. Rayon fibre adalah fibre selulosa yang dihasilkan dari
campuran pulp kayu dengan NaOH. Bahan tersebut secara meluas dipakai di perusahaan
tekstil dan perusahaan lain termasuk di dalamnya produk kesehatan seperti kassa steril,
kertas (sanitary napkins) dan lain-lain.
PT IBR adalah pabrik pertama di Indonesia yang memproduksi staple fibre
rayon. Sebelumnya seluruh kebutuhan staple fibre rayon diimpor dari luar negeri dan
setelah mulai berproduksinya industri ini, Indonesia bisa menghemat devisa negara.
Saat ini PT IBR adalah produsen rayon fibre yang kompetitif secara global. Maret
tahun 2002 PT IBR memperoleh sertifikat ISO 14001 untuk Environment Management
System dan sertifikast ISO 9002 untuk Quality Management System.
BAB II
a) Pulp
Bahan baku utama untuk pembuatan staple fibre rayon di PT IBR adalah Pulp. Pulp
ini merupakan bubur kayu yang telah dihilangkan pengotornya, sehingga yang
tersisa sebagian besar adalah selulosa. Pulp yang digunakan diimpor dari Kanada
dan Austria.
Berdasarkan kelarutan dalam NaOH 18% dikenal tiga jenis selulosa yang
terkandung dalam pulp, yaitu:
α-selulosa, memiliki derajat polimerisasi lebih dari 150°C dan tidak larut pada
temperatur 20°C.
β-selulosa, larut tetapi mengendap bila ditambah asam dan derajat polimerisasi
berkisar antara 10°C sampai 150°C.
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
γ-selulosa, larut dan mengendap bila ditambah alkohol dan memiliki derajat
polimerisasi kurang dari 10°C.
Kandungan terbesar dari pulp adalah α-selulosa yaitu sekitar 92%
sedangkan sisanya berupa hemiselulosa yang terdiri dari β-selulosa dan γ-selulosa.
Spesifikasi teknik dari pulp yang digunakan di PT IBR dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Natrium hidroksida (NaOH) yang digunakan untuk pembuatan staple fiber rayon
dipasok dari PT Asahimas Subentra Chemical sebanyak 200.000 L/hari dengan
konsentrasi 48%. Konsentrasi NaOH yang digunakan pada berbagai proses
berbeda-beda sehingga perlu dilakukan pengolahan awal di unit soda station.
Kaustik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Konsentrasi NaOH untuk proses pencampuran dengan pulp pada Steeping
Lye sehingga menghasilkan alkali selulosa adalah 18 %.
Konsentrasi NaOH untuk melarutkan gel–gel selulosa xanthat pada Mixer Lye
sehingga menghasilkan larutan viscose adalah 2%. Spesifikasi natrium
hidroksida (NaOH) dapat dilihat pada Tabel 2.2.
L/hari. Cairan CS2 yang digunakan memiliki spesifikasi yang dapat dilihat pada
Tabel 2.3.
b) Air (H2O)
Air yang digunakan memiliki jenis dan kegunaan yang berbeda. Jenis air yang
digunakan serta fungsinya dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Asam sulfat merupakan salah satu komposisi dari larutan spinbath yang digunakan
di Spinning Department untuk proses regenerasi larutan viscose. Konsentrasi H2SO4
yang terlalu tinggi menyebabkan kecepatan reaksi tinggi sehingga filamen dari serat
mudah putus (tenacity rendah). Kebutuhan H2SO4
Property Spesifikasi
Rumus kimia H2SO4
Bentuk Cair
Bau Berkarakter
sedikit
pH <1
Berat jenis ± 1,84 pada 20°C
Titik didih 290-338 °C
Titik leleh ± 10 °C
Temperatur dekomposisi 340 °C
Sumber : Mahkota Indonesia, 2008
Zink sulfat (ZnSO4) juga merupakan salah satu komposisi dari larutan spintbath yang
berfungsi sebagai inhibitor reaksi antara SO4 dengan Na dari larutan viscose sehingga
reaksi berjalan lambat. Penambahan senyawa ini berpengaruh pada kekuatan tarik
serat. Semakin banyak penggunaan ZnSO4 reaksi semakin lambat dan stretching
(kekuatan tarik) makin tinggi. ZnSO4 yang digunakan oleh PT IBR memiliki
spesifikasi min 98 %. Sifat fisik dan kimia zink sulfat dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Property Spesifikasi
Rumus kimia ZnSO4
Bentuk Cair
Bau Tak berbau
pH 4-6
Berat jenis ± 1,97 g/cm3 pada 20°C
Titik lebur 100 oC
Sumber : Merck, 2006
Asam asetat digunakan untuk menetralkan NaOH yang masih terkandung di dalam
tow (kumpulan filamen) pada proses after treatment di Spinning Department.
Spesifikasi asam asetat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.7.
f) MGR dan GA
MGR berfungsi untuk melembutkan mat (tow yang sudah bebas dari CS2) yang sudah
terbentuk dan GA berfungsi untuk mengurangi gaya elektrostatik fibre. MGR dan GA
yang ditambahkan di zona soft finish after treatment di Spinning Department yaitu
sebesar 360 L dan 200 L untuk setiap batch. Spesifikasi MGR dan GA yang digunakan
pada proses after treatment dapat dilihat pada Tabel 2.8.
h) Sulfur (S)
Sulfur yang digunakan berbentuk cair untuk pembuatan H2SO4. Sulfur tersebut
diimpor dari Timur Tengah dan Rusia.
Bahan baku additive adalah bahan baku yang dibutuhkan untuk keperluan
proses produksi dalam jumlah sedikit. Bahan baku additive yang digunakan meliputi
:
a) Berol Visco
Berol Visco merupakan bahan kimia yang ditambahkan dalam proses pressing di
slurry press untuk memperkecil molekul dan mengurangi kandungan NaOH pada
alkali selulosa.
b) Mangan Sulfat (MnSO4)
Mangan sulfat (MnSO4) ditambahkan pada proses mixing di slurry mixer sebagai
katalis untuk mempercepat pemutusan rantai molekul (depolimerisasi) dan juga untuk
mempercepat reaksi antara pulp dan soda kaustik agar menghasilkan alkali selulosa.
MnSO4 ditambahkan sebanyak 1800 ml/batch. Spesifikasi yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel Table 2.10.
Property Spesifikasi
Rumus kimia V2O5
Bentuk Padatan kuning
Berat jenis 3,357 g/cm3
Titik didih 1750 °C
Titik leleh 690 °C
Massa molar 181,9 g/mol
Sumber : Sciencelab, 2005
d) Pasir Kwarsa
Hasil produksi PT IBR terdiri dari produk utama, produk samping dan produk
penunjang.
Produk utama PT IBR adalah staple fibre rayon yang dikemas dalam bentuk
bale dengan berat 250 kg/bale. Mulai tahun 2015 Staple Fibre Rayon yang diproduksi
hanya jenis fiber woven saja yaitu untuk industri tekstil sedangkan non woven untuk
industri medis sudah tidak produksi. Kapasitas produksi staple fibre rayon mencapai
604,319 ton/hari. Berdasarkan kualitasnya, staple fibre rayon yang diproduksi yaitu :
HT (High Tenacity), merupakan fiber yang memiliki kekuatan tarik tinggi. Spesifikasi
jenis rayon yang diproduksi di PT IBR dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Persyaratan untuk
Kandungan Unit
fiber HT
Denier (1,2-2,5) 6% -
Panjang Staple (32-76) 3% mm
Tenacity (Cond) Min 2,8 g/d
Tenacity (wet) Min 1,3 g/d
Elongation (Cond) 19-23 %
Elongation (wet) 22-25 %
Oil Content 0,22-0,38 %
Equilibrium 13 %
Moisture
Sulfur Max 200 Ppm
Berger whiteness 76-82 %
Semi dull ash 0,70-0,90 %
Dull ash 0,90-1,10 %
Selain menghasilkan produk utama yaitu berupa staple fibre rayon, perusahaan
ini juga menghasilkan produk samping berupa natrium sulfat (Na2SO4.10H2O) yang
merupakan hasil dari proses regenerasi larutan viscose menjadi selulosa kemudian
dilakukan pengolahan seperti evaporasi, kristalisasi, kalsinasi dan pengeringan
sehingga didapatkan produk samping natrium sulphate anhydrous (Na2SO4).
Kapasitas produksi natrium sulphate anhydrous di Auxiliary Department mencapai 18
ton/jam dan dikemas dalam bentuk karung dengan kapasitas 25 kg/karung, 50
kg/karung dan 1 ton/karung. Spesifikasi natrium sulphate anhydrous yang dihasilkan
oleh PT IBR dapat dilihat pada Tabel 2.13.
BAB III
SISTEM PROSES
PT IBR memproduksi staple fibre rayon. Proses pembuatan staple fibre rayon ini
terdiri dari proses utama dan proses penunjang.
Proses utama adalah proses yang mengolah bahan baku yaitu pulp kayu dan
NaOH 18% menjadi staple fibre rayon. Proses utama pembuatan fiber PT IBR
melibatkan beberapa rangkaian proses yang berawal dari pembuatan larutan viscose
di Viscose Department, kemudian larutan viscose di regenerasi menjadi filamen dan
diolah menjadi staple fibre rayon di Spinning Department.
Viscose Department mengolah bahan baku pulp kayu dan kaustik (NaOH)
menjadi larutan viscose. Viscose Department terdiri dari beberapa unit proses yaitu:
1. Soda station
3. Homogenizer
4. Slurry press
5. Maturing drum
6. Silo
8. Dissolver room
9. Blender
Proses yang berlangsung pada Viscose Department dapat dilihat pada Gambar 3.1
UNIT SODA
NaOH 48%
STATION
HOMOGENIZER
SLURRY PRESS
MATURING DRUM
SILO
CS2
SIMPLEX/
CHURN
NaOH 2%
DISSOLVER &
BLENDER
FILTRASI
1. Soda Station
NaOH 33% dari settler kemudian dipompakan ke top tank dan disirkulasikan ke
dalam steep lye tank 1 dan kembali diencerkan dengan penambahan soft water
sehingga konsentrasi NaOH menjadi 18%. Setelah dilakukan pengenceran pada
steep lye tank, NaOH dilairkan kembali ke PLOF tank ( Press Lye Over Flow Tank
) untuk diendapkan kembali selama ± 20 jam. Hal ini bertujuan untuk
mengendapkan sisa sisa kotoran berupa hemisellulosa. Cairan NaOH yang telah
terbebas dari kotoran dan endapan dimurnikan di dalam cricket tank. Larutan NaOH
yang telah murni dengan konsentrasi 18 % kemudian di tampung di dalam lye
charge tank untuk digunakan dalam proses selanjutnya dan bisa digunakan pada
proses pembuatan larutan viscose.
Unit slurry mixer berfungsi sebagai tempat pencampuran antara pulp dengan
NaOH 18 % sehingga menghasilkan slurry ( alkcell ). Kapasitas unit ini sebesar
7300 L/batch . Pulp yang digunakan dalam proses ini merupakan gabungan dari dua
jenis pulp yaitu hardwood sebanyak 80% dan softwood sebanyak 20%. Proses yang
berlangsung secara batch dengan temperatur operasi sekitar 50,5°C. Tujuan
ditambahkannya NaOH ini untuk melarutkan hemisellulosa yang masih terbawa
agar menyatu dengan slurry.
Selain pencampuran pulp dengan NaOH 18%, dilakukan juga penambahan
MnSO4 yang dimasukkan bersamaan dengan pulp dengan NaOH 18%. Penambahan
MnSO4 sebagai katalis yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara
NaOH dengan pulp sehingga terbentuk slurry (alkali selulosa). Reaksi yang terjadi
antara NaOH dengan pulp adalah sebagai berikut :
3. Homogenizer
4. Slurry Press
Unit slurry press merupakan tempat pemisahan slurry dari larutan NaOH.
Larutan NaOH yang sudah dipisahkan dari alkcell dikembalikan menuju steep lye
tank untuk digunakan kembali. Alkali selulosa yang terpisah dari larutan NaOH
disebut mat. Mat kemudian masuk ke pre-shredder conveyor yang berfungsi untuk
5. Maturing Drum
6. Silo
Alkali selulosa xanthat dengan NaOH, yang ketiga adalah pembersihan simplex
dari sisa-sisa larutan viscose.
Proses pertama adalah reaksi antara alkcell dengan CS2. Penambahan CS2
dilakukan pada kondisi vakum dengan tekanan -25 inHg dengan temperatur sekitar
31-33°C dengan cara spray. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan karena CS2
memiliki titik didih pada 47°C dan jika terjadi kontak dengan CS 2 dengan udara
maka akan terjadi ledakan. Kondisi vakum tercapai ditandai dengan terjadinya
penurunan tekanan menjadi -25 inHg di dalam simplex sehingga menyebabkan CS2
masuk ke simplex dan akan bereaksi dengan alkcell. Pada saat CS2 masuk ke dalam
simplex, tekanan naik menjadi -6 inHg. Proses dilakukan dengan pengadukan
lambat agar proses berlangsung aman.
Proses selanjutnya dilakukan penambahan NaOH 2% yang bertujuan untuk
melarutkan gel-gel selulosa xanthat sehingga menghasilkan larutan kental berwarna
orange yang disebut larutan viscose. Proses dilakukan dengan pengadukan sedang,
karena larutan viscose sudah mulai terbentuk sehinggga mempermudah proses.
Kemudian terjadi regen atau istilah lainnya adalah habis bereaksinya CS2 dengan
alkali sellulosa.
Proses ketiga adalah pendistribusian Alkali selulosa xanthat ke dalam
dissolver tank. Pada proses ini, alkali selulosa xanthat yang telah terbentuk
didistribusikan ke dalam dissolver tank. Selain itu, sisa-sisa selulosa xanthat yang
menempel pada simplex dilarutkan lagi dengan NaOH 2%. Pengadukan dilakukan
dengan cepat.
- Reaksi Alkali selulosa dan larutan CS2 menjadi Alkali selulosa xanthat.
(C6H9ONa)n + nCS2 (C6H9O4OCS2Na)n
Alkali selulosa Alkali selulosa xanthat
8. Dissolver
DOPE ROOM
CUTTER
Ventury Water
NaOH 18% AFTER TREATMENT
NaOCl
CH3COOH
Lar. Soft Finish
DRYING
BALLING PRESS
Unit Dope Room terdiri dari homogenizer dan gear pump. Larutan viscose
dari spinning tank dialirkan menuju homogenizer untuk dihomogenkan. Di
homogenizer, larutan viscose dicampurkan dengan zat additive yaitu stokomin EBT
yang bertujuan untuk menambah kekuatan tarik pada serat dan memberikan
ketahananan serat terhadap bahan kimia. Stokomin EBT ini dipompakan ke
homogenizer melalui injection pump dengan laju 64 L/jam dari Stokomin EBT stock
tank. Larutan yang telah homogen dipompakan ke spinning machine untuk proses
pengolahan selanjutnya.
Pada saat ini PT IBR menghasilkan satu jenis fiber yaitu fiber woven saja.
Zat additive yang ditambahkan pada doop room untuk fiber woven ini
menguunakan zat additive stokomin EBT.
PT IBR mempunyai tujuh buah mesin spinning. Mesin spinning yang beroperasi
hanya lima `(mesin tiga, empat, lima, enam, tujuh). Produk yang dihasilkan di PT
IBR merupakan produk fiber woven yang digunakan untuk industri tekstil sebagai
bahan baku pembuatan benang.
Mesin spinning tiga dioperasikan secara manual sedangkan mesin empat,
lima, enam, tujuh beroperasi secara otomatis. Kapasitas produksi per hari tiap mesin
spinning adalah sebagai berikut:
Mesin spinning tiga menghasilkan staple fibre rayon 90 ton/hari
Larutan yang telah homogen dari homogenizer dipompa oleh gear pump ke
spinning machine. Gear pump mempunyai kapasitas 60 cc. Gear pump memompa
larutan viscose ke candle filter yang berfungsi untuk menyaring zat additive yang
tidak tercampur dengan larutan viscose.. Candle filter dibersihkan lima hari sekali
secara manual.
Larutan yang telah disaring di candle filter di alirkan ke spinneret (jet)
melalui goose neck. Larutan viscose direaksikan dengan larutan spinbath agar
terjadi regenerasi larutan viscose. Regenerasi larutan viscose lah yang menyebabkan
terbentuknya filamen. Larutan spinbath yang berasal dari auxiliary department
memiliki komposisi sebagai berikut :
H2SO4 : 127-133 g/L
yang dihasilkan. Satu mata spinneret mempunyai jumlah lubang yang berbeda.
Jumlah lubang dan ukuran lubang spinneret tiap mesin berbeda, yaitu :
Mesin tiga : 1264 / 60 μm
Filamen yang keluar dari mesin spinning ditarik oleh godet atau guide roller
dan membentuk tow (kumpulan filamen). Tow kemudian diregangkan oleh stretch
roller. Ada enam stretch roller untuk setiap mesin. Kecepatan putar stretch roller
64-66 m/menit.
Selain terjadi proses utama pembentukan filamen, pada proses ini terdapat
reaksi samping yaitu kandungan NaOH pada larutan viscose bereaksi dengan H2SO4
pada larutan spinbath sehingga membentuk natrium sulfat dan air. Reaksi samping
yang terjadi pada regenerasi larutan viscose adalah sebagai
berikut :
Natrium sulfat dan air akan menyebabkan komposisi larutan menjadi turun
karena larutan menjadi lebih encer. Larutan spinbath ini disebut dengan larutan
return spinbath. Return spinbath diolah kembali di Auxillary Department agar
komposisi larutan sesuai dengan yang telah ditentukan dan bisa digunakan untuk
proses regenerasi larutan viscose.
Masalah-masalah yang dapat timbul pada proses regenerasi viscose
diantaranya :
Spinneret mengalami coking.
Lubang cairan spinbath tersumbat.
Ripening Index dan Ball Fall tidak sesuai limit.
Godet mengalami kerusakan.
Derajat keasaman terlalu kecil sehingga proses regenerasi tidak sempurna
Terdapat gelembung udara pada larutan viscose yang menyebabkan filamen mudah
putus.
Spesific gravity terlalu tinggi sehingga turbiditas tinggi.
Mengecek dan mengganti fine cieve spinneret yang tersumbat akibat coking.
Mengganti guide roller yang rusak atau retak.
Mengidentifikasi mesin yang jalannya abnormal atau tidak sesuai
ketentuan.
Mengatur komposisi larutan spinbath agar Ball Fall dan Ripening Index
sesuai limit.
c) Cutter
Tow kemudian dialirkan ke dalam cutter. Cutter dilengkapi dengan tiga atau empat
pisau yang tegak lurus terhadap tow yang masuk, tow kemudian dipotong dengan
ukuran yang disesuaikan dengan permintaan konsumen. Tow yang telah dipotong
disebut staple.
Ukuran staple bervariasi salah satu contohnya dengan panjang sekitar 32–
44 mm. Untuk mempermudah kerja cutter maka dialirkan funnel water yang
merupakan campuran air sirkulasi first wash after treatment yang disebut sumpzone
dan ventury water yang merupakan air dari scrubber dengan suhu sekitar 92ºC. Laju
funnel water sebesar 4–5 kg/cm2.
Unit CS2 Recovery Through berfungsi menghilangkan kandungan gas CS2 pada
staple. Proses yang terjadi di Unit CS2 Recovery Through dapat dilihat pada Gambar
3.3.
Soft water
Chilled Water
Scrubber 1st 2nd
Steam
Staple masuk ke recovery through yang dialiri steam dengan tujuan untuk
menguapkan CS2 yang terdapat pada staple dan membantu mendorong staple
masuk ke Unit After Treatment. CS2 ini dikembalikan ke Ancillary Department
untuk proses CS2 Refinery. Reaksi yang terjadi pada Unit CS2 Recovery adalah :
steam
Proses pemisahan CS2 yang terkandung dalam staple dilakukan dengan cara
mengalirkan tow yang telah dipotong ke recovery through dengan bantuan funnel
water yang bersuhu sekitar 90ºC. Selanjutnya steam diinjeksi dari bagian bawah
recovery through dengan laju steam sebesar 5,73-6,0 ton/jam. Jika laju steam yang
masuk ke recovery through terlalu kecil, maka kandungan CS2 yang terdapat pada
tidak teruapkan secara sempurna. Tow yang sudah bebas dari CS2 disebut mat.
Uap CS2 beserta uap air kemudian masuk ke scrubber yang dialiri soft water
untuk menghilangkan kandungan belerang. Soft water kemudian dialirkan ke seal
pot yang nantinya ditampung pada ventury water. Sedangkan campuran uap
kemudian dialirkan ke sistem kondensor.
Proses kondensasi uap CS2 terdiri dari tiga buah kondensor yang dipasang
seri. Tujuan dipasang seri adalah untuk menurunkan suhu secara bertahap hingga
mencapai suhu yang diinginkan. Suhu dikendalikan di dalam kondensor
menggunakan soft water. Pada kondensor satu terjadi penurunan suhu dari 96ºC
menjadi 85-90ºC. CS2 selanjutnya dialirkan ke kondensor dua dan suhu turun
menjadi 50ºC. Kondensor dua posisinya tegak lurus dengan kondensor satu dengan
tujuan CS2 yang akan dipisahkan turun ke dalam separator.
Di dalam separator CS2 yang berbentuk uap dan cair dipisahkan. CS2 yang
berbentuk cair masuk ke CS2 storage tank lalu dialirkan ke Ancillary Department
untuk proses refinery. Sedangkan CS2 yang berbentuk uap dialirkan ke kondensor
tiga yang dialiri chilled water untuk mempercepat penurunan suhu hingga suhu
mencapai 20-30ºC. CS2 yang terkondensasi dialirkan ke CS2 storage tank,
sedangkan uap CS2 yang tidak terkondensasi dibuang ke udara melalui vent dengan
kondisi limbah gas yang sudah sesuai standar baku mutu.
Staple dari CS2 recovery system disebut mat fibre dengan tebal 15 cm. Mat fibre
dibawa oleh conveyor untuk masuk ke unit after treatment. Ada lima tahap
pencucian di after treatment meliputi first wash, disulph wash, bleach wash, final
wash dan soft finish. Diagram blok unit after treatment dapat dilihat pada Gambar
3.4.
Fibre
Ventury water
First Wash
NaOH 18%
Disulph Wash
NaOCl
Bleach Wash
Soft Finish
(MGR & GA) Soft Finish
First wash
Pencucian tahap pertama dilakukan dengan cara mencuci mat fibre dengan air
panas. Air panas berasal dari second wash dengan suhu 70ºC. Pencucian ini
bertujuan untuk menghilangkan cairan spinbath (koagulan berupa asam–asam)
yang terkandung dalam mat. Sisa pencucian first wash ini akan diteruskan ke
collector tank dan diteruskan ke effluent.
Disulph wash
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan sulfur yang masih terkandung dalam
mat fibre. Proses ini berlangsung di desulph bath dengan menambahkan NaOH
18% dari Viscose Department dengan suhu 90ºC diharapkan sulfur bisa bersifat
netral. Penambahan NaOH ini dilakukan sampai kandungan sulfur dalam fiber
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu maksimal 50 ppm atau sampai
konsentrasi larutan sekitar 0,6–1 g/l.
Jika konsentrasi larutan pada desulph bath lebih atau kurang dari limit
yang ditetapkan maka akan mempengaruhi nilai berger whiteness dari fiber.
Reaksi kimia yang terjadi pada desulph washing adalah :
Na2S + nS → Na2S(n+1)
Bleach wash
Proses final wash berfungsi untuk membersihkan mat dari pengotor yang masih
terdapat dalam mat dengan menggunakan soft water pada suhu 70ºC. Soft water
yang digunakan berasal dari Ancillary Department. Selain penambahan soft
water juga ditambahkan asam asetat (CH3COOH). Penambahan asam asetat
adalah untuk menetralkan pH mat fibre.
Pada pencucian di final wash pH larutan dijaga 5,8–6,3. Jika pH di
bawah limit maka laju alir penambahan asam asetat dikurangi begitu juga
sebaliknya jika pH di atas limit maka laju alir penambahan asam asetat
diperbesar.
Soft finish
Pada tahap pencucian soft finish, mat dicuci dengan menggunakan larutan MGR
f) Drying
Proses selanjutnya adalah proses pengeringan fibre yang telah dicuci di Unit After
Treatment. Sebelum masuk ke tahap pengeringan, fibre dialirkan ke mesin pencabik
(comber) yang berfungsi untuk menguraikan mat sehingga memperluas permukaan
kontak antara udara dan serat dan lebih mudah untuk dikeringkan.
g) Balling Press
Setelah melalui proses pengeringan, fiber siap untuk dikemas. Fiber dikemas dalam
bentuk gulungan yang disebut bale dengan berat 250 kg/bale. Kapasitas produksi
staple fiber rayon yang dihasilkan PT IBR ±585 ton/hari. Rentang standar
kandungan air pada fiber yang diinginkan konsumen adalah sebesar 10–12%. Jika
kandungan air pada fiber sudah sesuai maka bale siap disimpan dalam ware house
sedangkan jika kadar air melebihi dari limit maka dikembalikan ke dalam dryer
untuk dikeringkan kembali.
Pengemasan fiber rayon juga dilengkapi dengan informasi penomoran serat
yang menunjukkan perbandingan panjang serat dan berat serat. Metoda penomoran
yang dipakai PT IBR adalah metoda penomoran secara Denier (D). Denier
merupakan ukuran yang menunjukkan satuan berat tiap 9000 meter panjang serat.
Contohnya : 1,2D x 38 mm artinya dalam 9000 meter fiber memiliki berat 1,2 gram
sedangkan lebar seratnya adalah 38 mm.
a) Unit Spinbath
Unit spinbath bertugas untuk menyediakan larutan spinbath. Komposisi larutan
spinbath adalah H2SO4 130 g/l, ZnSO4 10 g/l, Na2SO4 320 g/l dan H2O. Kondisi
operasi larutan spinbath harus tetap dijaga pada temperatur 48-50ºC dan Spesifik
gravity larutan sebesar 1,309 ton/m3. Temperatur larutan spinbath dapat dijaga
dengan melakukan pengaturan temperatur outlet dari evaporator.
Larutan spinbath yang mengalami penurunan kualitas akibat terbentuknya
Na2SO4 dan H2O hasil reaksi antara H2SO4 dan NaOH yang terjadi di Spinning
Department disebut juga dengan return spinbath.
Return spinbath yang mengadung sodium sulphate dan air. Setiap 1 ton fiber
yang dihasilkan terbentuk air sebanyak 7,4 m3. Kandungan air di spinbath yang
terlalu tinggi menyebabkan volume spinbath meningkat dan menyebabkan larutan
spinbath menjadi encer sehingga menyebabkan spesifik gravity menjadi rendah. Air
tersebut diuapkan dengan menggunakan evaporator. Proses pengolahan larutan
return spinbath agar dapat digunakan kembali menjadi larutan spinbath dapat
dilihat pada Gambar 3.5.
BOTTOM TANK
FILTER FILTER
EVAPORATOR MSFE
TOP TANK
Media filtrasi dibersihkan secara bergantian dalam rentang waktu lima hari
sekali dengan backwashing menggunakan air panas dan kaustik dengan komposisi
20% NaOH dan 2% Na2S.
Larutan spinbath dari top tank dialirkan ke spinning machine dan dipakai
untuk proses regenerasi larutan viscose. Larutan spinbath yang mengalami
penurunan kualitas hasil proses regenerasi dialirkan kembali ke bottom tank begitu
seterusnya.
b) Unit Evaporator
PT IBR memiliki 13 unit evaporator. Setiap unit evaporator terdiri dari satu heater, 14
stage vessel dan 11 preheater.
Evaporator merupakan alat pemisah suatu komponen dari campurannya
berdasarkan titik didih. Evaporator ini digunakan untuk memisahkan air dari
larutan return spinbath agar kosentrasi H2SO4 menjadi tinggi dan nilai spesifik
gravity menjadi tinggi pula.
FILTER
HEAD TANK
VESSEL 13
VESSEL 14
A11 SAMPAI A1
SIGRI HEATER
VESSEL 1 - 12
TOP TANK
orifice Vessel satu ke Vessel 12 akan semakin besar dengan perbedaan diameter 0,5
mm.
Steam condensate dari Vessel satu hingga Vessel 11 digunakan untuk
memanaskan preheater (A1 - A11) sehingga tidak ada heat loss atau panas yang
terbuang. Sedangkan uap yang berasal dari Vessel 12 (V12), Vessel 13 (V13) dan
Vessel 14 dipompakan ke mixing (MK) menggunakan pompa sirkulasi. MK
berfungsi untuk mengatur suhu larutan spinbath yang masuk ke top tank.
Uap air dari mixing, dialirkan ke heater kondensor (HK) yang berfungsi
untuk menjaga kestabilan vakum dalam sistem ±80 mbar. Kondensat dari Mixing
Kondensor dan Heating Kondensor dialirkan ke dalam Mixing Kondensor water
seal pot untuk didinginkan di cooling tower, sedangkan uap yang tidak mengembun
akan dibuang melalui exhauster.
Kemampuan evaporator untuk menguapkan air dalam larutan return
spinbath sangat dipengaruhi oleh efisiensi perpindahan panas di dalam evaporator.
Efisiensi perpindahan panas dapat terganggu oleh adanya endapan sulfur yang
menempel pada dinding shell dan tube di bagian preheater. Endapan sulfur ini
biasanya ditangani dengan cara pencucian menggunakan larutan NaOH 4% pada
suhu 80ºC. Shell and tube kemudian dibilas menggunakan soft water dengan suhu
30ºC. Rentang pencucian dilakukan setiap dua minggu sekali atau jika efisiensi
evaporator turun.
c) Unit Crystalizer
spinbath selanjutnya masuk ke vakum kondensor tiga (VK3) pada suhu 29,7ºC
yang divakumkan oleh bath kondensor (BK1) pada suhu 28,4ºC.
Bath kondensor satu, dua dan tiga dikondensasi menggunakan larutan
mother liquor yang berasal dari unit RVF (Rotary Vacuum Filter). Kondensat dari
BK satu, dua dan tiga ditampung di dalam Mother Liquor Tank. Rangkaian alat ini
merupakan precooler yang berfungsi sebagai pendinginan awal. Proses di
crystalizer dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Larutan Spinbath dari Bottom Tank
CRYSTALIZER
MAGMA TANK
RVF
MELTER TANK
Larutan return spinbath dari VK3 dialirkan ke vessel satu, dua dan tiga (K1,
K2 dan K3). Tiap vessel memiliki vakum yang berbeda sehingga terjadinya
penurunan suhu larutan return spinbath secara bertahap. Suhu pada K1 turun hingga
15,5ºC. Return spinbath kemudian masuk ke K2 dan suhu turun hingga 14ºC.
Larutan kemudian masuk ke K3 dan suhu turun hingga 10-11ºC. K1 dan K2
divakumkan oleh MK2 dan K3 divakumkan oleh MK1. Larutan yang digunakan
untuk kondensasi berupa larutan H2SO4 98% yang bersifat higroskopis.
d) Unit Calcination
SETTLER TANK
TRIPLE EFFECT
EVAPORATOR
MELTER TANK
SETTLER TANK
e) Unit Dryer
Kristal sodium sulfat yang telah terpisah dari mother liquor masih mengandung air
5% sehingga memerlukan pengeringan untuk menghilangkan kandungan air. Proses
pengeringan dilakukan dengan cara mengalirkan kristal sodium sulfat basah ke
dalam pipa dryer bersamaan dengan udara panas yang dialirkan dari bagian bawah
dryer sehingga terjadi kontak antara sodium sulfat dan udara panas di sepanjang
pipa.
Selama proses pengontakkan tersebut terjadi penguapan air. Udara yang
digunakan adalah udara luar yang dihisap oleh blower. Udara luar dihembuskan dan
dipanaskan dengan High Pressure Steam (HPS) di dalam Heat Exchanger. Udara
panas dengan suhu 120°C ditarik oleh exhaust fan dari atas dengan laju tertentu
sehingga kristal natrium sulfat basah terbawa akibat adanya tekanan dari udara
panas di dalam pipa.
Aliran udara yang keluar dari dryer dimasukkan ke dalam cyclone untuk
memisahkan kristal hasil pengeringan dengan memanfaatkan gaya sentrifugal. Di
dalam cyclone kristal akan turun ke bawah sedangkan gasnya keluar melewati
exhaust fan. Suhu udara keluar dari dryer adalah 90ºC dengan kandungan air dalam
kristal Na2SO4 sebesar 0,01% atau disebut juga dengan sodium sulphate anhydrous.
Produk akhir Na2SO4 harus memenuhi beberapa kriteria di bawah ini:
Kemurnian : min.99,5%
pH kristal : 5,6-6,5
moisture : max 0,10%
Berger (kilat) : 88 -82%
f) Bagging
Acid plant merupakan plant yang berfungsi untuk menghasilkan asam sulfat. PT
IBR mempunyai tiga acid plant dengan kapasitas produksi yang berbeda. Kapasitas
produksi masing-masing plant dari acid plant adalah sebagai berikut :
Pada Acid plant terdapat unit-unit pendukung proses yaitu furnace, converter,
drying tower, interfast adsorption tower, dan final adsorption tower.
Bahan baku pembuatan H2SO4 adalah sulfur cair dan udara kering. Udara yang
digunakan berasal dari udara lingkungan (ambient). Udara masuk melewati blower
dan dihembuskan ke drying tower yang berisi packing yang terbuat dari keramik.
Diagram alir proses acid plant dapat dilihat pada Lampiran B.16.
Pada furnace terjadi proses pembakaran sulfur oleh udara kering pada
suhu 900°C. Reaksi yang terjadi pada furnace adalah sebagai berikut :
S(l) + O2 SO2(g)
Temperatur yang keluar dari bed satu akan naik dari 440°C menjadi
600°C. Gas SO3 dan gas – gas yang belum bereaksi akan dimasukkan ke dalam
bed dua, sehingga di dalam bed dua terjadi pembentukan SO3 dari reaktan yang
belum bereaksi tersebut. Sebelum masuk ke bed dua maka temperatur gas
diturunkan dari 600°C di Waste Heat Boiler II (WHB II). Suhu SO3 yang masuk
ke bed dua turun menjadi 430°C dan suhu keluaran sebesar 510°C.
Gas SO3 dari bed dua kemudian dialirkan ke heat exchanger. SO3 masuk
ke bagian tube side dan soft water masuk ke bagian shell sehingga SO3
mengalami penurunan suhu menjadi 430oC. Setelah terjadi perpindahan panas di
heat exchanger, SO3 kemudian masuk ke bed tiga dan suhu keluaran dari bed
tiga adalah sebesar 460oC.
Gas SO3 masuk ke CHE (cooling heat exchanger) dan tube side cold heat
exchanger kemudian dialirkan ke ekonomiser IPAT (inter past adsorption
tower). Suhu keluaran dari ekonomiser sebesar 170oC. Gas SO3 yang mengalami
penurunan suhu kemudian dialirkan ke IPAT (inter past adsorption tower) lalu
dikontakkan dengan H2SO4 98,5% sehingga terbentuk oleum (H2S2O7). Oleum
kemudian dialirkan ke circulation tank. Pada circulation tank ditambahkan air
sehingga terbentuk H2SO4. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
SO3 + H2SO4
H2S2O7 H2S2O7 + H2O
2H2SO4
SO3 kemudian dipompakan ke converter bed empat. SO3 yang keluar dari
bed empat (bed lima pada plant satu) dialirkan ke Final Absorption Tower
Economizer untuk dikontakkan kembali dengan acid. Gas SO3 yang tidak kontak
dengan acid kemudian dialirkan ke scrubbing tower yang di dalamnya terdapat
air yang disemprotkan untuk menangkap SO3. SO3 yang masih belum terikat
dibuang melalui chimney.
Plant ini berfungsi untuk mengolah gas buang (CS2 dan H2S) dari Spinning
Department untuk dikonversi menjadi H2SO4. Diagram alir proses wet sulphuric
acid plant dapat dilihat pada Lampiran B.17. Proses pengelolaan limbah gas
diawali dari pencucian lean gas (CS2 dan H2S) yaitu limbah gas yang berasal dari
Spinning Department. Proses pencucian ini dilakukan di ventury washer dengan
menggunakan air.
Sepertiga bagian dari lean gas hasil pencucian dan udara dari blower
dialirkan ke combuster untuk proses pembakaran dengan suhu 850°C dan
menghasilkan gas SO2. Pada combuster ditambahkan natural gas yang berfungsi
untuk mempercepat proses pembakaran dan ditambahkan sulfur untuk
mempertahankan suhu SO2 yang masuk ke converter. Reaksi yang terjadi di
combuster adalah :
CS2 + 3O2 2SO2 +
CO2 H2S + 3/2O2
SO2 + H2O
Dua per tiga lean gas masuk ke mixing chamber untuk kemudian
dicampurkan dengan SO2 dari combuster. Suhu pada mixing chamber yaitu
380oC. Gas SO2 dari Mixing Chamber masuk ke converter yang terdiri dari tiga
bed, yaitu:
Suhu SO2 yang masuk bed satu adalah sebesar 380oC dan suhu gas SO2
yang keluar dari bed satu adalah 420oC. Gas SO2 kemudian langsung masuk ke
bed dua dengan suhu keluaran dari bed dua adalah sekitar 500oC. Reaksi yang
terjadi di bed satu dan bed dua adalah sebagai berikut :
SO2 + 1/2O2 SO3
SO3 dari bed dua, dialirkan ke interbed gas cooler untuk didinginkan
karena reaksi yang terjadi di bed dua bersifat eksoterm. Outlet dari interbed gas
cooler menghasilkan steam, steam ini dimanfaat kembali untuk power plant. SO3
yang telah didinginkan di interbed gas cooler dialirkan ke bed tiga. Suhu
keluaran dari bed tiga adalah 440oC lalu masuk ke process gas cooler sehingga
suhu turun jadi 270°C dan dialirkan ke condensor dengan suhu 200oC. Reaksi
yang terjadi di bed tiga adalah :
SO3 + H2O H2SO4
dengan suhu 8-9oC yang diperoleh dari Viscose Department. Air baku yang
digunakan pada condensor adalah cooling water.
3.2.3 Laboratorium
2) Laboratorium Tekstil
Analisa whiteness fiber
Analisa strength fiber
Analisa elastisitas fiber
Analisa denier
Analisa kandungan air fiber
BAB IV
PERALATAN PROSES
Peralatan proses merupakan hal yang terpenting dalam suatu proses produksi karena
peralatan proses menjadi tempat berlangsungnya proses, baik proses kimia, proses fisika
maupun keduanya.
1. Pulp Feeder
Parameter Spesifikasi
2. Slurry Mixer
Kondisi Operasi
Tekanan (atm) 1
Fungsi : tempat terjadinya reaksi antara pulp dengan larutan NaOH 18%
3. Homogenizer
4. Slurry Press
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
Suhu (oC) 52
5. Maturing Drum
Tabel 4.5 Spesifikasi Alat Maturing Drum
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
6. Silo
Parameter Spesifikasi
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
8. Dissolver
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
9. Blender Tank
Tabel 4.9 Spesifikasi Alat Blender Tank
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 3
Kondisi Operasi
10. Filter
Parameter Spesifikasi
Dimensi Alat
1. Spinning Machine
Tabel 4.11 Spesifikasi Alat Spinning Machine
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 7
Kondisi Operasi
2. Spinneret
Tabel 4.12 Spesifikasi Alat Spinneret
Parameter Spesifikasi
Jumlah lubang
44.2
Sixth machine (m3/jam)
65
Seventh machine (m3/jam)
3. Stretch Roller
Tabel 4.13 Spesifikasi Alat Strecth Roller
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 6
Kondisi Operasi
Spinning machine
4. Cutting Machine
Tabel 4.14 Spesifikasi Alat Cutting Machine
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 2
Kondisi Operasi
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
Temperature (oC) 90
a. First washing
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
90
Temperature (oC)
NaOH 0.01-
Media desulfurising
0.12%
c. Bleaching
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
d. Final wash
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
Temperature (oC) 50
e. Soft finish
7. Dryer
Tabel 4.19 Spesifikasi Alat Dryer
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
1. Spinbath
Tabel 4.20 Spesifikasi Alat Spinbath
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
2. Sigri Heater
Tabel 4.21 Spesifikasi Alat Sigri Heater
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
Temperature (oC) 91
3. Mixing condenser
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 1
Kondisi Operasi
Temperatur (oC) 45
4. Heater condenser
Tabel 4.23 Spesifikasi Alat Heater Condenser
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 8
Kondisi Operasi
5. Crystalizer
Tabel 4.24 Spesifikasi Alat Crystalizer
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 7
Kondisi Operasi
Temperatur K1 (oC) 16
Temperatur K2 (oC) 13
Temperatur K3 (oC) 10
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
7. Melting tank
Tabel 4.26 Spesifikasi Alat Melting Tank
Parameter Spesifikasi
pH 5-6
Kondisi Operasi
Temperatur (oC) 50
8. Calcinator
Tabel 4.27 Spesifikasi Alat Calcinator
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
Temperatur (oC) 50
Parameter Spesifikasi
Kapasitas (ton/h) 70
10. Bagging
Tabel 4.29 Spesifikasi Alat Bagging
Parameter Spesifikasi
Kapasitas (ton/h) 18
1. Horizontal Furnace
Tabel 4.30 Spesifikasi Alat Horizontal Furnace
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
2. Converter
Tabel 4.31 Spesifikasi Alat Converter
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
Parameter Spesifikasi
Kondisi Operasi
1. Clarifloculator
2. Suction pond
Clarifloculator
3. Suction tank
Clarifloculator
4. Sand filter
softening
1. Grift chamber
Tabel 4.33 Spesifikasi Alat Grift Chamber
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 21
Dimensi alat 51 x 21 x 3 m
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 1
Dimensi alat 11 x 4 m
3. Bar screen
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 2
5. Sludge thickener
Tabel 4.36 Spesifikasi Alat Sludge Thickener
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 2
Dimensi alat 28 x 3 m
6. Aeration tank
Tabel 4.37 Spesifikasi Alat Aeration Tank
Parameter Spesifikasi
Jumlah (buah) 1
Dimensi alat 28 x 3 m
7. Belt press
Jumlah : 2 buah
Air baku yang telah diolah di Unit Water Treatment dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu :
a) Hard Water
Hard water adalah air hasil pengolahan air baku yang tidak mengalami proses
softening. Air ini digunakan untuk keperluan rumah tangga, mess karyawan, dan
proses di Viscose Department dan Spinning. Air ini harus memenuhi spesifikasi
sebagai berikut :
pH : 7 – 7,5
Turbiditas : < 3 NTU
Gas khlorin (Cl2) : < 0,5 ppm
Kesadahan : < 1000 ppm
b) Soft Water
Soft water adalah air hasil pengolahan air baku yang mengalami proses softening.
Air ini digunakan untuk keperluan proses di departemen Viscose, Spinning,
Auxiliary, dan Ancillary. Air ini harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut :
pH : 7 – 7,5
Turbiditas : < 1 NTU
Kesadahan : < 5 ppm
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
RIVER PUMP
PAC POLIMER
CLARIFLOCULATOR
SOFTENER
DEMIN HARD WATER
PLANT TANK
Gambar 5.1 Diagram Blok Water Treatment Plant
SOFT WATER
TANK untuk
Air sungai Citarum dipompakan ke dalam clarifloculator
mengendapkan kotoran sebelumnya melewati screen terlebih dahulu untuk
menyaring kotoran – kotoran yang besar seperti sampah.
PT IBR mempunyai 5 clarifloculator dengan kapasitas yang berbeda.
Kapasitas dari masing-masing clarifloculator adalah sebagai berikut:
Clarifloculator satu : 1000 m3
Clarifloculator dua : 1000 m3
Clarifloculator tiga : 500 m3
Clarifloculator empat : 500 m3
Clarifloculator lima : 500 m3
cukup ditambahkan PAC saja namun apabila air sungai dalam kondisi sangat kotor
maka harus ditambahkan PAC dan polimer.
Overflow dari clarifloculator dialirkan ke suction tank dan suction pond
sementara endapan dibuang ke lagoon. Suction pond berfungsi untuk menampung
air bersih dalam jumlah besar sementara suction tank jauh lebih kecil kapasitasnya.
Air dari suction pond dan suction tank sebagian dipompakan ke dalam sand filter
untuk dilakukan penyaringan partikel-partikel yang belum terendapkan. Media
filter dari sand filter ini berupa pasir silika dan polypropilen.
Air dari sand filter kemudian dialirkan ke hard water tank dan dilakukan
penambahan gas khlorin (Cl2) yang berfungsi sebagai desinfektan. Sementara
sebagian air dari suction pond dan suction tank dialirkan ke sand filter untuk
dijadikan soft water. Air kemudian dialirkan ke softener yang merupakan resin
penukar ion yang berfungsi untuk menurunkan tingkat kesadahan air (kandungan
ion Ca2+ dan Mg2+). Proses softening dilakukan dalam unggun resin penukar kation
dengan menggunakan sodium zeolit (Na2OAl2SO3). Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Ca2 + Na2R CaR + 2Na+
Mg2 + Na2R MgR + 2Na+
Setelah lama digunakan resin akan jenuh. Untuk mengetahui tingkat
kejenuhan resin, maka outlet dari softener diperiksa setiap jam pada resin tersebut
dan perlu dilakukan regenerasi. Regeneran yang digunakan adalah NaCl 10%.
Waktu regenerasi selama 20 – 25 jam. Reaksi yang terjadi pada proses regenerasi
adalah sebagai berikut :
CaR + 2NaCl CaCl2 + Na2R
MgR + 2NaCl MgCl2 + Na2R
Air yang keluar dari proses regenerasi dialirkan ke effluent treatment
sedangkan air yang ditampung pada suction pond digunakan langsung untuk demin
plant di departemen boiler dan sebagian dialirkan ke sand filter untuk diolah
menjadi soft water dan hard water. Parameter yang harus diperhatikan dalam
pengolahan air baku menjadi soft water dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Untuk absorban gas freon, absorban didinginkan dengan raw water (27°C) di
dalam kondensor sehingga uap refrigeran mencair dan dapat digunakan kembali
sebagai refrigeran.
Untuk absorban larutan LiBr perlu dipanaskan menggunakan gas burner
sehingga refrigeran dalam absorban menguap dan uapnya didinginkan dengan
raw water (27°C) di dalam kondensor sehingga temperatur raw water naik
menjadi 31 - 33°C. Kemudian refrigeran dijatuhkan kembali ke dalam vessel.
LiBr yang telah menyerap uap refrigeran konsentrasinya turun menjadi 58%,
tetapi setelah dipanaskan dan dipisahkan dari refrigeran konsentrasinya menjadi
64%.
Bahan bakar boiler berasal dari batu bara dan bisa juga berasal dari minyak
bakar (residu). Ada dua jenis boiler yang digunakan di PT IBR, yaitu:
a) Water Tube Boiler
Pada water tube boiler, air mengalir di dalam tube sedangkan flue gas dialirkan
melalui shell. Air yang telah mengalami pemanasan mengalir melalui tube.
b) Fire Tube Boiler
Pada fire Tube Boiler, air mengalir di dalam shell sedangkan gas panas mengalir di
dalam tube. Jenis steam yang dihasilkan pada fire tube boiler adalah steam jenuh
atau steam bertekanan rendah.
5.3.2 Listrik
Power Plant memanfaatkan steam dari boiler untuk menggerakan turbin
BAB VI
MANAJEMEN DAN ORGANISASI PERUSAHAAN
berikutnya). Tenaga kerja yang memiliki surat keterangan sakit dari dokter akan tetap
mendapatkan upah pokok sedangkan tenaga kerja yang absen tanpa pemberitahuan
dikenakan potongan upah.
a) Transportasi
Perusahaan menyediakan bus antar jemput sebagai sarana transportasi bagi karyawan
sesuai rute yang telah ditentukan oleh perusahaan.
b) Perumahan
PT IBR menyediakan mess untuk karyawan baik yang di luar maupun di dalam industri.
Jika tidak memungkinkan maka diganti dengan tunjangan perumahan.
c) Tempat peribadatan
Perusahaan menyediakan tempat peribadatan dan memperingati hari besar setiap agama
yang di anut pegawai PT IBR
d) Fasilitas kesehatan
PT Indo Bharat Rayon
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
berikut :
a) Karyawan dan pengusaha wajib menaati semua peraturan dan tata tertib yang
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja sesuai UU No. 1 tahun 1970,
termasuk pengecekan kesehatan oleh dokter perusahaan setahun sekali (general
check up).
b) Melatih karyawan menghadapi bahaya kebakaran dengan memakai alat pemadam
kebakaran
c) Tempat kerja harus dijaga dan dipelihara kebersihannya.
d) Perusahaan menyediakan perlengkapan pemadan kebakaran.
e) Pengusaha dan serikat kerja membentuk Panitia Pembina Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (P2K3).
BAB VII
TATA LETAK PABRIK
Tata letak pabrik meliputi seluruh posisi bangunan pabrik dan merupakan pendukung
keberhasilan perusahaan karena berkaitan dengan produktivitas produksi dan kenyamanan
dalam bekerja. Maka dari itu ada beberapa aspek yang harus diperhatikan seperti lokasi
dan tata letaknya.
7.1 Lokasi
PT IBR terletak di Desa Cilangkap, Curug, Jalan Industri, Kecamatan Purwakarta,
Jawa Barat. Daerah ini terletak sekitar 100 km dari Jakarta. Kode pos 41101 PO. BOX No.
9 Telepon (0264) 202041.
7.2 Tata Letak Pabrik
7.2.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di PT IBR meliputi kantor administrasi, area pengolahan dari
bahan baku hingga menjadi produk dan perumahan / mess pegawai.
a) Kantor Administrasi
Kantor administrasi merupakan salah satu tempat yang ada di PT IBR yang menjadi tempat
untuk penyimpanan arsip-arsip dan juga sebagai kantor dari pimpinan-pimpinan perusahan
yang bertanggung jawab terhadap perusahaan dan segala yang berhubungan dengan
administrasi dan manajemen perusahaan.
b) Area Pengolahan
Area pengolahan terdiri dari beberapa daerah yaitu area untuk Viscose Department, Spinning
Department, Auxiliary Department, Ancillary Department, Power Plant, Effluent
Department, Pengolahan limbah dan gudang bahan baku.
c) Perumahan / mess pegawai
PT IBR menyediakan perumahan atau mess sebagai tempat tinggal yang dibutuhkan oleh para
karyawan yang berlokasi dikawasan pabrik tersebut.
7.2.2 Luas Area Bangunan
Luas area PT IBR terdiri dari luas lahan terbuka dan luas lahan tertutup, luas area
tersebut yaitu :
a) Lahan terbuka
Area lapangan olah raga luasnya 2.000 m3
Area taman dan open land luasnya 152.294 m3
b) Lahan tertutup
Area pabrik dan kantor luasnya 106.570 m3
Area gudang luasnya 11.862 m3
Area pelataran tempat penyimpanan bahan baku produksi luasnya 10.000 m3
Area perumahan mess pegawai luasnya 85.587 m3
Area jalan/saluran luasnya 28.000 m3
Area Waste Water Treatment (WWT) luasnya 26.786,85 m3
TPA lumpur WWT luasnya 20.000 m3
Bangunan bengkel luasnya 1.067 m3
Tempat parkir luasnya 5.000 m3
Bangunan lain luasnya 7.120 m3.
BAB VIII
PENGELOLAAN LINGKUNGAN
Pengelolaan lingkungan di PT IBR meliputi pengelolaan limbah padat, cair dan gas.
Limbah cair dan padat yang dihasilkan tiap–tiap Departemen dialirkan ke saluran
pengeluaran (effluent), selanjutnya limbah cair dan padat diolah di waste water treatment
plant (WWTP). Sedangkan untuk pengolahan limbah gas dilakukan di Ancillary
Department.
8.1 Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah cair meliputi pengolahan secara fisik, kimia dan biologi.
Limbah cair yang dihasilkan dari tiap-tiap departemen dikeluarkan melalui saluran
pengeluaran masing-masing untuk diolah di waste water treatment plant (WWTP). Untuk
menjaga kesehatan penduduk yang tinggal di sekitar pabrik yang masih menggunakan air
sungai Citarum untuk kebutuhan sehari-harinya maka dari itu limbah cair ini harus
dilakukan pengolahan. Limbah cair yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Limbah cair yang bersifat asam
Limbah ini berasal dari Spinning Department yaitu pada unit After Treatment dan Auxiliary
Department yaitu dari unit Evaporator.
Limbah cair yang bersifat alkali
Limbah ini berasal dari Viscose Department yaitu pada unit Soda station dan Slurry press.
Limbah cair yang mengandung zat organik
Kandungan zat organik berupa suspended solid yang diperoleh dari Viscose Department dan
berupa serat dari Spinning Department.
Limbah cair yang bersifat netral
Limbah cair jenis ini berasal dari air bekas pendingin, air dari steam kondensat, sand filter dan
softener. Limbah ini biasanya langsung dibuang ke lingkungan karena sudah memenuhi
baku mutu lingkungan.
Proses pengolahan limbah cair
Limbah cair yang berasal dari unit after treatment akan dialirkan ke flash mixer untuk
dilakukan proses pengadukan dan penetralan menggunakan larutan kapur (Ca(OH)2)
sementara pengolahan limbah dari sumpzone dilakukan terpisah karena mengandung
limbah B3 yaitu logam Zn. Sumpzone merupakan limbah cair yang memiliki kadar asam
tinggi yang berasal dari spinning department khususnya pada unit sebelum after treatment.
pH
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
COD (Chemical Oxygen Demand)
DO (Dissolved Oxygen)
SS (Suspended Solid)
TDS (Total Dissolved Solid)
MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid)
SV (Sludge Volume)
Outlet dari aeration tank ini dialirkan ke secondary clarifier dengan tujuan
mengendapkan pengotor yang masih terbawa. Overflow dari secondary clarifier
ditambahkan klorin aktif untuk membunuh bakteri sebelum air dialirkan ke Sungai
Citarum. Karakteristik air yang dibuang ke Sungai Citarum sudah sesuai dengan baku mutu
yang ditetapkan oleh Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) nomor 5 tahun
2014 untuk industri rayon. Karakteristik air adalah sebagai berikut :
pH :6-9
COD : < 150 ppm
BOD : < 60 ppm
S2- : < 0,3 ppm
Zinc : < 5 ppm
Suspended solid (SS) : < 200 ppm
c) Gas H2S yang dihasilkan pada proses pemurnian CS2 diolah menjadi sulfur. H2S yang
terpisahkan dari CS2 dialirkan ke gas holder, dimana di gas holder terjadi pembakaran
H2S. Reaksi yang terjadi :
Reaksi oksidasi yang terjadi :
H2S + O2 H2O + SO2
Reaksi reduksi yang terjadi :
2H2S + SO2 3S + 2H2O
Reaksi secara keseluruhan :
2H2S + O2 2S + 2H2O
Sulfur yang terbentuk merupakan sulfur cair yang kemudian mengalami pendinginan
menggunakan media pendingin air hingga membentuk sulfur padat. Sulfur ini akan dipakai
lagi di acid plant untuk pembuatan H2SO4.
8.3 Pengelolaan Limbah Padat
PT IBR menghasilkan limbah padat berupa drum bekas, kawat, bekas kemasan
bahan baku pulp, produk spinning fault, larutan viscose yang kekentalan, tow, limbah padat
dari belt press, dan lain-lain. Limbah-limbah padat tersebut kecuali limbah padat dari belt
press didaur ulang oleh pihak ketiga seperti masyarakat sekitar menjadi barang lain
contohnya produk spinning fault dan tow yang bisa diolah menjadi isian jok dan lain-lain.