Anda di halaman 1dari 23

BAB III

TUGAS KHUSUS

3.1. Judul
Penggunaan ClO2 berdasarkan Inlet Kappa Number dan Brightness pada
Tahap D0 (Delignifikasi Pertama) Proses Bleaching.

3.2. Latar Belakang


Seiring dengan lama waktu penyimpanan, Pulp akan mengalami perubahan
Brightness menjadi kuning. Sebagian pulp kecerahannya stabil bertahun-tahun
akan tetapi ada sebagian brightness yang akan menurun dengan ditunjukkan
perubahan warna menjadi kekuning-kuningan. Lignin yang terkandung dalam
jumlah besar menjadi penyebab perubahan warna pada pulp. Oleh karena itu,
efektivitas penghilangan lignin pada tahap bleaching merupakan faktor yang
sangat menentukan dalam brightness.
Pada tahap bleaching, Tahap D0 merupakan tahap yang paling penting
dalam proses penghilangan lignin. Proses penghilangan lignin ini dilakukan
dengan menggunakan ClO2.. Kadar dan konsentrasi ClO2 merupakan variabel yang
berperan paling penting dalam proses memutihkan pulp. Penambahan ClO2 yang
terlalu rendah akan menyebabkan
warna pulp yang dihasilkan cenderung gelap. Namun jika penambahan ClO2
terlalu banyak, walau warna pulp akan lebih cerah tetapi akan menimbulkan
kerusakan pada pulp.
Dalam pembahasan ini, variabel yang diperhatikan tidak hanya nilai kappa
number tetapi juga brightness yang masuk. Biasanya semakin tinggi nilai kappa
number yang masuk, maka penggunaan ClO2nya semakin banyak agar mencapai
brightness yang sesuai dengan ketentuan. Dengan memperhatikan brightness yang
masuk dapat menstabilkan nilai brightness yang keluar dari tahap DO (minimal
66%)sehingga penggunaan ClO2 dapat lebih terkontrol dan efesien.

61
62

3.3. Tujuan
Adapun tujuan dari tugas khusus ini adalah menentukan penggunaan ClO2
(KgCl/ADT) dan laju alir ClO2(m3/h) berdasarkan inlet kappa number dan
brightness pada tahap Do dalam proses bleaching.

3.4. Manfaat
1. Memberikan informasi kepada industri mengenai penggunaan ClO2
ditinjau dari inlet kappa number dan brightness pada saat proses
bleaching.
2. Menjaga kestabilan brightness pulp pada tahap Do supaya sesuai
ketentuan.
3. Menambah wawasan pengetahuan dan informasi mengenai pengaruh
penambahan ClO2 terhadap kualitas pulp.

3.5. Perumusan Masalah


1. Bagaimana cara yang dilakukan untuk mengontrol penggunaan ClO2 dan
laju alir ClO2 pada tahap D0?
2. Bagaimana cara perhitungan untuk mengetahui penggunaan ClO2dan laju
alir ClO2 secara teoritis dalam pengontrolan penggunaan ClO2?

3.6.Tinjauan Pustaka
3.6.1. Jenis-jenis Proses Pembuatan Pulp

a. Proses Pulp Mekanik


Pada proses ini, kayu dihancurkan menjadi lumpur di dalam rotary grind
mill stone dengan menambahkan air, kemudian ditarik-tarik sambil berjalan di
dalam rotary scrubber sehingga secara fisik akan merusak serat. Hal ini
menyebabkan pulp yang dihasilkan dari proses ini mempunyai kekuatan yang
rendah (mudah sobek). Pada tahun 1970-an, grind stone dimodifikasi sehingga
dapat berputar dengan kecepatan dan tekanan tinggi serta tidak merusak serat,
sehingga pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan yang lebih baik.
63

b. Proses Pulp Thermomekanik


Proses pulp thermomekanik merupakan perbaikan dari proses mekanik
dimana sebelum dilakukan penggilingan, kayu terlebih dahulu dimasak/dikukus
pada temperatur dan tekanan tinggi. Pulp yang dihasilkan telah mempunyai
kekuatan yang lebih baik tapi membutuhkan energi yang lebih banyak.

c. Proses Pulp Semikimia


Salah satu proses semikimia yang dipakai adalah memasak
serpihan/potongan kayu dengan larutan natrium sulfat, bisulfit, sebelum
didefiberasi secara mekanik di dalam penggiling.

d. Proses Pulp Kimia


Pada proses ini lignin dihilangkan sama sekali sehingga serat-serat kayu
mudah dihilangkan oleh larutan pemasak. Proses ini dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu:
1. Proses soda
Proses soda dikenalkan oleh C. Watt dan H. Burges pada tahun 1850. Pada
proses ini sistem pemasakan menggunakan senyawa alkali yaitu natrium
hidroksida (NaOH) sebagai larutan pemasak di kolom bertekanan, dengan
perbandingan 4 : 1 dari jumlah kayu yang digunakan. Kemudian larutan
pemasak bekas dipekatkan dengan proses penguapan (evaporasi).
2. Proses sulfit
Proses sulfit ditemukan oleh Benyamin Tilghman pada tahun 1866,
dimana pembuatan pulp dilakukan di dalam kolom bertekanan menggunakan
larutan kalsium sulfat dan belerang dioksida. Pada tahun 1950-an,
penggunaan kalsium diganti dengan magnesium atau natrium dan ammonium
sulfat yang lebih banyak keuntungannya.
3. Proses sulfat
Proses sulfat ini disebut juga proses pulp kraft. Pada proses ini digunakan
larutan NaOH ditambah bubuk Na2SO4, kemudian direduksi di dalam tungku
pemutih menjadi Na2S yang diperlukan untuk delignifikasi. Pada proses ini
juga digunakan bahan penggumpal seperti klorida sehingga pulp kraft
mempunyai derajat putih yang berkualitas.
64

4. Proses Organosolv
Proses organosolv merupakan proses pulping yang menggunakan bahan
yang lebih mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini,
penguraian lignin terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan eter. Beberapa
senyawa organik yang dapat digunakan antara lain adalah asam asetat, etanol
dan metanol. Proses organosolv tidak menggunakan unsur sulfur sehingga
lebih aman terhadap lingkungan, serta daur ulang lindi hitam dapat dilakukan
dengan mudah. Beberapa proses organosolv yang berkembang pesat pada saat
ini, yaitu:
a. Proses Acetocell yaitu proses yang menggunakan bahan kimia pemasak
berupa asam asetat.
b. Proses Alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pembuatan pulp dengan
bahan baku kimia pemasak yang berupa campuran alkohol dan NaOH.
5. Proses Asetosolv
Proses pemisahan serat dengan menggunakan asam asetat sebagai pelarut
organik seperti asam asetat disebut asetosolv. Kekuatan tarik pulp asetosolv
setara dengan kekuatan tarik pulp kraft. Proses asetosolv dalam pengolahan
pulp memiliki beberapa keunggulan antara lain bebas senyawa sulfur, daur
ulang limbah dapat dilakukan dengan metode penguapan dengan tingkat
kemurnian cukup tinggi, dan nilai hasil daur ulangnya lebih mahal dibanding
dengan hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan lain dari asetosolv adalah
bahwa bahan pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya
proses pembakaran bahan bekas pemasak. Proses asetoslv lebih
menguntungkan karena tidak perlu menggunakan dapur untuk pembakaran
daur ulang black liquor, karena hanya dengan pemisahan secara destilasi saja
sudah bias, sehingga tidak terlalu memakan biaya untuk bahan bakar pada
pembakaran didapur.

e. Proses Kombinasi
Proses kombinasi pada prinsipnya adalah kombinasi dari cara mekanis dan
kimia. Umumnya cara ini dilakukan dengan merendam bahan baku dengan bahan
kimia, kemudian mengolahnya secara mekanis, yaitu memisahkan serat-serat
65

sehingga menjadi pulp. Warna pulp yang dihasilkan lebih pucat. Ada dua macam
proses pembuatan pulp secara semi kimia, yaitu:
1. Proses Sulfit Netral
Proses sulfit netral pada dasarnya ditandai dengan tahapan penggilingan
secara mekanik. Proses semi kimia yang paling penting adalah Proses Natural
Sulfite Semi Chemical (NSSC) yang telah digunakan secara luas di Amerika
Serikat sejak 1926. Dalam 20 tahun terakhir, proses NSSC juga telah
digunakan di Eropa dan di banyak negara lain di seluruh dunia. Proses ini
memanfaatkan cairan pemasak sodium sulfit dengan penambahan sodium
karbonat untuk menetralkan asam-asam organik yang dilepas dari kayu selama
pemasakan.
2. Proses Soda Dingin
Proses soda dingin digunakan untuk kayu keras yang berkerapatan tinggi.
Langkah yang paling penting dalam pembuatan pulp dengan proses soda
dingin yaitu impregnasi dengan lindi alkalis (NaOH) pada temperatur 20-30 oC
hingga terjadi penetrasi yang cepat namun menyeluruh pada serpih-serpih
kayu. Proses ini dilakukan dengan konsentrasi NaOH rendah yaitu antara
0,25-2,5% dan dengan waktu antara 15-120 menit, kemudian dilakukan tahap
penggilingan pada serpih-serpih. Pada tahun 1960-an, produk kraft lebih
banyak dipakai dibanding pulp sulfit, karena telah memiliki sifat-sifat pulp
yang lebih baik dan bahan kimia yang lebih sederhana. Meskipun saat ini
lebih dari 80% pulp kimia yang dihasilkan adalah pulp kraft, tetapi
kelemahan-kelemahan proses ini masih susah untuk diatasi, misalnya: bau dari
gas.

f. Proses Pemasakan Kraft


Pada proses ini digunakan proses kraft yang bertujuan untuk memisahkan
serat-serat dalam kayu secara kimia dan melarutkan sebanyak mungkin lignin
pada dinding serat. Selain itu, pemisahan proses kraft mempunyai banyak
keuntungan bila dibandingkan dengan proses lain seperti:
a. Dapat digunakan untuk berbagai jenis kayu
b. Dapat meningkatkan kekuatan pulp
c. Waktu pemasakan cukup pendek
66

d. Pulp yang dihasilkan dapat diputihkan dengan tingkat keputihan


(brightness) yang lebih tinggi
Menurut Agneta Mimms (1993), pada proses kraft bahan kimia aktif yang
digunakan terdiri dari sodium hidroksida (NaOH) dan sodium sulfide (Na 2S)
sebagai bahan kimia pemasak. Proses kraft disebut juga proses sulfat karena
pemakaian Na2SO4 sebagai make up pada proses perolehan kembali bahan kimia
pemasak (chemical recovery) yang menggantikan Na2CO3 pada proses soda. Pada
bahan kimia ini dinyatakan sebagai berat dari bahan kimia dan berat dari kayu, itu
merupakan rasio perkiraan dari lindi terhadap kayu. Konsentrasi bahan kimia dan
bahan kimia sisa terdapat kunci dari variable lindi.
Reaksi yang terjadi adalah :
C6H10O5-CH3 + NaOH C6H10O5Na + CH3OH
(C5H11O5COH)3 + 3 Na2S 3(C5H11O5CSHNa2) + ½ O2
Komponen aktif di dalam lindi pemasakan adalah ion hidroksil dan ion
hidrosulfida, hasil tersebut murni berasal dari NaOH dan Na2S, reaksinya seperti
di bawah ini :
NaOH Na+ + OH-
Na2S 2 Na+ + S-2
S-2 SH-ha + OH-
Pada proses ini bahan- bahan kimia dan cairan pemasak sebagai penetrasi ke
dinding-dinding serat dan melarutkan lignin adalah ion OH- dan HS-.
Reaksi yang terjadi pada proses pemasakan adalah :
Na2S + H2O NaSH + NaOH
NaSH Na + HS-
+

NaOH Na+ + OH-


Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :
Chip + cairan pemasak Pulp (Selulosa) + senyawa alkohol + senyawa asam
+ merkaptan + ekstraktif

Penambahan NaOH berfungsi untuk mendegradasi dan melarutkan lignin


sehingga mudah dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa. Sedangkan Na2S
selain berfungsi untuk mempercepat delignifikasi juga melindungi karbohidrat
dari degradasi sehingga dihasilkan rendemen yang tinggi dari kekuatan fisik yang
67

baik. Ion sulfide murni berasal dari Na2S yang bereaksi dari suatu molekul air,
hasilnya adalah suatu ion hidrosulfida dan satu ion hidroksil. Konsentrasi dan total
charge dari ion SH- dan OH- adalah kunci elemen didalam semua reaksi yang
berlangsung selama prose pulping, baik itu pemutusan lignin dan juga reaksi yang
tidak diharapkan seperti degradasi selulosa. Total OH- yang ada yang berasal dari
kaustik murni dan bagian dari sulfide murni yang disebut efektif alkali (Agneta
Mimms,1993).

3.6.2. Pemutihan (Bleaching)


Bleaching merupakan suatu proses kimia yang dilakukan untuk
menghilangkan sisa lignin dari proses pulping. Untuk menghilangkan sisa lignin
dilakukan proses oksidasi yang diikuti dengan reaksi pemutihan (bleaching)
(Sixta, 2006). Proses pemutihan serat harus menggunakan bahan kimia yang
reaktif untuk melarutkan kandungan lignin yang ada di dalam serat agar diperoleh
derajat kecerahan yang tinggi. Namun demikian, penggunaan bahan kimia harus
selalu dijaga agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan yang berbahaya .
PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper menggunakan proses Elemental
Chlorine Free( ECF), yaitu proses pemutihan dengan menggunakan senyawa klor
dalam bentuk ClO2 juga ditambah peroksida untuk meningkatkan derajat
keputihan jika derajat keputihan tidak tercapai.
Proses pemutihan di PT TelPP memiliki empat tahapan proses yang harus
dilalui, tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap pemutihan (D0), yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk
mengikat kandungan lignin pada pulp. Temperature yang digunakan pada
tahap DO adalah 60 -70oC.
2. Tahap ekstraksi (EOp), yaitu tahap dilakukannya proses ekstraksi lignin yang
menggunakan oksigen (O2), natrium hidroksida (NaOH) dan H2O2 yang
berfungsi untuk mengikat zat-zat organik dan kandungan lignin dalam pulp
serta memperkuat ikatan selulosa. Temperature yang digunakan untuk tahap
EO adalah 60-80oc.
3. Tahap pemutihan Kembali pada tower D1 dan tower D2.
68

Pada tahap D1 – D2 menggunakan chlorine dioksida (ClO2) untuk mengikat


lignin yang masih tersisa di dalam pulp. Temperature yang digunakan untuk
tahap D1-D2 adalah 70-80oc.

3.6.3. Proses pemutihan pada D0 tower


Pada tahap ini, proses pemutihan menggunakan bahan jenis Elementary
Chlorine Free (ECF), Dimana tidak menggunakan unsur chlor murni tetapi
menggunakan senyawa chlorin dioksida (ClO2). Pada proses chlorinasi terhadap
pulp, gas klorin harus larut dan bereaksi secara menyebar terhaddap serat pulp.
Reaksi klorin dengan lignin berlangsung sangat cepat dimana clorin bereaksi
dengan lignin secara substitusis dan oksidusi. Reaksi-reaksi ini mengeluarkan
lignin, beberapa akan terlarut dalam tahap klorinasi.
Substitusi: : Cl2 + lignin lignin – Cl + HCl
Oksidasin: Cl2 + lignin lignin teroksidasi+ 2HCl
Tahap pemutihan pada D0 tower untuk merusak dan memisahkan struktur
lignin yang masih tersisa dalam pulp. Jumlah lignin dalam pulp dapat dilihat dari
kappa number, semakin tinggi nilai kappa number makan semakin tinggi pula
kandungan lignin dalam pulp tersebut. Derajat kecerahan pada tahap ini adalah 5-
68-70% ISO. Kondisi pemutihan di tahap Do ini adalah:
- Suhu : 70-73oC
- Ph :2,4-2,6
- Waktu reaksi :60 menit
- Brightness :68-70%ISO

Penambahan ClO2 tahap pertama proses bleaching mempunyai banyak


keuntungan yaitu:
1. Pemakaian bahan kimia lebih sedikit.
2. Hasil yang lebih tinggi dan biaya lebih murah
3. Brightness lebih stabil

Proses yang terjadi pada D0 Tower di unit bleaching secara umum dapat
dilihat pada gambar 3.1

D
O
Pulp in (Kappa :5)
S
- Selulosa
T
- Hemisolulosa
69

Pulp in (Kappa :10)

- Selulosa
- Hemisolulosa
- Lignin
- H2O

Limbah cair

 Chloro-lignin
 H2O

Gambar 3.1 Diagram proses D0 Tower di unit Bleaching

3.6.4. Kappa Number


Bilangan Kappa merupakan sebuah parameter yang digunakan untuk
mengetahui kandungan lignin di dalam pulp dan dipakai untuk menentukan
tingkat kematangan atau daya terputihkan pulp (SNI 0494-1989A). Semakin
tinggi bilangan kappa maka semakin tinggi kandungan lignin di dalam pulp
dan semakin tinggi pula bahan kimia yang dibutuhkan untuk pemutihan. Dalam
industri pulp dan kertas nilai kappa yang diharapkan adalah serendah mungkin.
Bilangan kappa pulp rendah menunjukkan bahwa kandungan lignin sisa relatif
rendah, tingkat kematangan pulpnya tinggi dan derajat delignifikasinya tinggi.
Sisa lignin yang tinggi akan memberikan sifat kekakuan pada jalinan serat dan
lembaran yang terbentuk bersifat kasar, sehingga kekuatannya rendah

3.6.5. Brightness
Brightness adalah sifat lembaran pulp untuk memantulkan cahaya yang
diukur pada satu kondisi yang baku, digunakan sebagai indikasi tingkat keputihan.
Keputihan pulp diukur dengan kemampuannya memantulkan cahaya
70

monokromatik dan diperbandingkan dengan standar yang telah diketahui yang


dinyatakan dalam %ISO atau %GE (Sirait, 2003). Tingkat kecerahan (brightness)
pulp tergantung pada jenis dan jumlah bahan kimia pemutih yang digunakan pada
tahap bleaching. Bilangan kappa yang kecil akan diikuti dengan tingkat kecerahan
yang meningkat.

3.7. Pemecahan Masalah


Untuk mengontrol penggunaan ClO2 dan laju alir ClO2 yang terjadi pada
tahap D0 harus mengetahui alur perhitungan penggunaan ClO2 dan laju alir ClO2
secara teoritis (Gambar 3.2) supaya penggunaan ClO2 tidak berlebihan dan laju
alir dapat disesuaikan dengan kapasitas porduksi bleaching serta banyak ClO2
yang digunaakan.
71

Mulai

Konstanta
K3, K4, K5, K6, K7, Brite Dev,
BIAS, Brightness Ref

Input Data

Menghitung Penggunaan
ClO2

Dengan %Cl Dengan Inlet


Equivalent Kappa & Brightness

Tampilkan nilai KgCl/ADT

Menghitung Laju alir


Equivalent

Tampilkan Laju alir

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart perhitungan penggunaan ClO2 dan laju alir ClO2
72

3.7.1. Konstanta yang digunakan


Konstanta yang digunakan ini merupakan suatu ketentuan yang telah
ditetapkan oleh PT TeLPP. Adapun beberapa konstanta yang dignakan untuk
penggunaan ClO2 (Tabel 3.1)
Tabel 3.1 Konstanta untuk Perhitungan

Konstanta Nilai
K3 0,3
Keterangan :
K4 0,01
K3 : kappa faktor
K5 0,015
pada kappa 10.
K6 0,01
K4 : kemiringan
K7 2
dari kappa K8 -0,015 faktor
K5 : Brite Dev 0,0 kecerahan
perubahan Bias 0,01 kappa faktor
dari tes untuk menguji
kappa.
K6 : laba deviasi kecerahan untuk mengatur kappa faktor.
K8 : maksimum kecerahan perubahan kappa dari tes untuk menguji kappa.
Brite Dev : brightness devias/ sebagai pembatas brightness yang
masuk( mencegah fluktasi yang terlalu tinggi/pun rendah)
Bias : meminimalkan perubahan yang terlalu cepat dari input (control value),
supaya hasil outputnya tidak terlalu tinggi/rendah.

3.7.2. Pengumpulan data-data yang diperlukan


Data yang diperlukan diperoleh dari hasil analisa laboratorium PT TeLPP
yang kemudian dikirim ke Distribute Control System(DCS). Analisa dilakukan
untuk mengetahui data nilai produksi bleaching, inlet kappa dan brightness pada
tahap D0 Tower.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di DCS dan lapangan pada alat
D0 Tower, didapatkan data selama bulan Agustus 2020 (Tabel 3.2)

Tabel 3.2 Data-Data dari DCS pada Bulan Agustus 2020


73

Kappa
Data Brightness In Produksi (Adt/Day) Produksi (Bdt/hr) ClO2(g/l)
In
1 37,7 6,9 1489,7 55,864 9,3
2 39,7 6,9 1503,2 56,370 9,4
3 40,2 7,4 1467,3 55,024 9,3
4 41,3 7,8 1396,7 52,376 9,4
5 45,0 8,7 1201,2 45,045 9,0
6 48,2 8,2 1157,5 43,406 9,5
7 47,5 8,6 1218,2 45,683 9,4
8 43,3 8,1 1381,4 51,803 9,4
9 45,1 8 1358,3 50,936 9,1
10 39,4 8,1 1288,5 48,319 9,1
11 41,9 8,1 1355,0 50,813 9,3
12 40,1 7,6 1359,1 50,966 9,4
13 43,1 7,4 1437,8 53,918 9,4
14 41,1 7,6 1412,1 52,954 9,3
15 41,9 6,8 1406,6 52,748 9,2

3.7.3. Sistematika Perhitungan dan Hasil Perhitungan


1. Menghitung kgCl/ADT dengan %Cl Equivalent
a. Menghitung Kappa
Kappa = K3 + K4 (Kappa In – 10) x (1-K7).........................(TeLPP 2020)
b. Menghitung Bias
Bias = MEDIAN(-0,02+ nilai bias yang diinginkan+0,04).....(TeLPP 2020)
c. Menghitung Brite
Brite : MEDIAN(K8+K6+Brite Dev+K5) ...........................(TeLPP 2020)
d. Menghitung Total
Total = Kappa+Bias+Brite.....................................................(TeLPP 2020)
e. Menghitung %Cl equivalent
- Untuk Kappa 7 dan 8 = MAX(2,5+MIN(4+Total x Kappa
In)...................................................................................(TeLPP 2020)
- Untuk Kappa 9-16 = MIN(4+Totalx Kappa In).....................(TeLPP 2020)
f. Menghitung kgCl/ADT
kgCl =%Cl equivalent x 10................................................(TeLPP 2020)

2. Menghitung kgCl/ADT dengan Inlet Kappa dan Brightness


74

a. Menghitung Kappa
Kappa = K3 + K4 X (Kappa In-10) x (1-K7) ).....................(TeLPP 2020)
b. Menghitung BIAS
BIAS = MEDIAN(0,02+ nilai bias yang diinginkan+0,04)..(TeLPP 2020)
c. Menghitung Brite
Brite =MEDIAN((Brightness ref-Brightnessin)x K6+K5+K8))
..................................................................................................(TeLPP 2020)
d. Menghitung Applied
Applied = Brite + Bias + Kappa)..........................................(TeLPP 2020)
e. Menghitung kgCl/ADT
kgCl/ADT = Applied x Psuedo Kappa x 10)..........................(TeLPP 2020)

3. Menghitung Laju Alir


(%Cl Equivalent dan Inlet Kappa Number & Brightness)
Laju Alir = nilai kgCl/ADT x RV2 x 1,11 / 2,63 x RV) )............(TeLPP 2020)

3.8. Hasil Perhitungan dan Pembahasan


3.8.1. Hasil Perhitungan
Berdasarkan hasil perhitungan dari data pengamatan yang diperoleh secara
aktual terdapat lima belas data, didapatkan hasil perhitungan penggunaan ClO2
dengan %Cl Equivalent (Tabel 3.3), hasil perhitungan penggunaan ClO2 dengan
Inlet Kappa Number & Brightness ( Tabel 3.4) dan hasil perhitungan laju dari
penggunaan ClO2 (Tabel 3.5 dan Tabel 3.6) pada tahap D0 dalam proses bleaching
di PT TeLPP.
75

Tabel 3.3. Menghitung ClO2 (KgCl/ADT ) dengan %Cl Equivalent


Kapp
Data Kappa In Bias Brite Total % Cl Equiv KgCl/Adt
a
1 6,9 0,331 0,01 0 0,341 2,50 25,00
2 6,9 0,331 0,01 0 0,341 2,50 25,00
3 7,4 0,326 0,01 0 0,336 2,50 25,00
4 7,8 0,322 0,01 0 0,332 2,59 25,90
5 8,7 0,313 0,01 0 0,323 2,81 28,10
6 8,2 0,318 0,01 0 0,328 2,69 26,90
7 8,6 0,314 0,01 0 0,324 2,79 27,86
8 8,1 0,319 0,01 0 0,329 2,67 26,65
9 8 0,320 0,01 0 0,330 2,64 26,40
10 8,1 0,319 0,01 0 0,329 2,67 26,65
11 8,1 0,319 0,01 0 0,329 2,65 26,65
12 7,6 0,324 0,01 0 0,334 2,54 25,38
13 7,4 0,326 0,01 0 0,336 2,50 25,00
14 7,6 0,324 0,01 0 0,334 2,54 25,38
15 6,8 0,332 0,01 0 0,342 2,50 25,00
Rata- Rata Penggunaan ClO2 26,06

Tabel 3.4 Menghitung Penggunaan ClO2 (KgCl2/ADT) dengan Inlet Kappa dan Brightness

Kappa Psuedo Br Br
Data Kappa Brite Bias Applied KgCl/Adt
In Kappa In Ref
1 6,9 6,95 37,7 66 0,331 0,015 0,01 0,356 24,74
2 6,9 6,95 39,7 66 0,331 0,015 0,01 0,356 24,74
3 7,4 7,45 40,2 66 0,326 0,015 0,01 0,351 26,15
4 7,8 7,85 41,3 66 0,322 0,015 0,01 0,347 27,24
5 8,7 8,75 45,0 66 0,313 0,015 0,01 0,338 29,58
6 8,2 8,25 48,2 66 0,318 0,015 0,01 0,343 28,30
7 8,6 8,65 47,5 66 0,314 0,015 0,01 0,339 29,32
8 8,1 8,15 43,3 66 0,319 0,015 0,01 0,344 28,04
9 8 8,05 45,1 66 0,320 0,015 0,01 0,345 27,77
10 8,1 8,15 39,4 66 0,319 0,015 0,01 0,344 28,04
11 8,1 8,15 41,9 66 0,319 0,015 0,01 0,344 28,04
12 7,6 7,65 40,1 66 0,324 0,015 0,01 0,349 26,70
13 7,4 7,45 43,1 66 0,326 0,015 0,01 0,351 26,15
14 7,6 7,65 41,1 66 0,324 0,015 0,01 0,349 26,70
15 6,8 6,85 41,9 66 0,332 0,015 0,01 0,357 24,45
Rata- Rata Penggunaan ClO2 27,06
76

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Laju Penggunaa ClO2 (%Cl Equivalent)


Data KgCl/Adt RV1 RV2 Flow(M3/h)
1 25,00 9,3 55,86 63,31
2 25,00 9,4 56,37 63,28
3 25,00 9,3 55,02 62,32
4 25,90 9,4 52,38 60,79
5 28,10 9,0 45,05 59,47
6 26,90 9,5 43,41 52,05
7 27,86 9,4 45,68 56,90
8 26,65 9,4 51,80 62,32
9 26,40 9,1 50,94 62,25
10 26,65 9,1 48,32 59,94
11 26,65 9,3 50,18 61,02
12 25,38 9,4 50,97 58,40
13 25,00 9,4 53,92 60,31
14 25,38 9,3 52,95 60,90
15 25,00 9,2 52,75 60,83

Taabel 3.6 Hasil Perhitungan Laju Penggunaan ClO2


(Inlet Kappa dan Brightness)
Data KgCl/ADT RV1 RV2 Flow(m3/h)
1 24,74 9,3 55,86 62,73
2 24,74 9,4 56,37 62,62
3 26,15 9,3 55,02 65,18
4 27,24 9,4 52,38 63,94
5 29,58 9,0 45,05 58,59
6 28,30 9,5 43,41 54,76
7 29,32 9,4 45,68 59,88
8 28,04 9,4 51,80 65,56
9 27,77 9,1 50,94 62,49
10 28,04 9,1 48,32 63,06
11 28,04 9,3 50,18 61,20
12 26,70 9,4 50,97 61,42
13 26,15 9,4 53,92 63,08
14 26,70 9,3 52,95 64,05
15 24,46 9,2 52,75 62,50
77

3.8.2. Pembahasan
Bleaching merupakan proses yang sangat penting dalam proses pembuatan
pulp karena tahap ini dapat menentukan kualitas pulp yang dihasilkan, tahapan ini
bertujuan untuk menghilangkan sisa lignin pada pulp menggunakan bahan kimia
agar dapat mencerahkan pulp dan memutihkan pulp. Pada tahap D0 zat kimia yang
digunakan adalah ClO2. ClO2 merupakan bahan kimia pemutihan yang paling
sering digunakan sekarang, karena penggunaan klor (Cl) berbahaya bagi
lingkungan dan makhluk hidup . Tahap Delignifikasi merupakan proses degredasi
senyawa lignin dalam pulp dan senyawa ekstraktif lainnya dengan senyawa kimia
terjadi secara maksimal oleh karena itu pemakaian bahan kimia ClO2 sangat
berpengaruh..
Faktor lain yang berpengaruh penting terhadap proses bleaching adalah
kandungan lignin pada pulp yang masuk ke tahap Do. Penentuan jumlah
kandungan lignin, biasanya dilakukan di laboratorium yang disebut kappa
number. Metode ini sangat diperlukan untuk menentukan jumlah ClO 2 yang
dibutuhkan dalam pulp ( Manual Book Bleaching Pt.TeLPP). Selain itu,
Brightness pada tahap sebelumnya memiliki nilai yang berbeda sehingga nilai
nilai tersebut juga berpengaruh terhadap nilai brightness yang dihasilkan pada
tahap ini.
Pada tugas khusus ini dilakukan perhitungan penggunaan ClO2
berdasarkan nilai inlet kappa number dan nilai inlet brightness. Akan tetapi,
sebelumnya dilakukan perhitungan penggunaan ClO2 (%Cl equivalent) sebagai
pembandingnya. Tujuannya agar memperoleh penggunaan ClO2 dan laju alir ClO2
yang tepat tidak hanya berdasarkan nilai inlet kappa number tetapi juga
memperhatikan nilai brightness inlet juga. Berikut grafik hasil perhitungan ClO2
(%Cl equivalent) ditampilkan pada Gambar 3.3
78

29.00

28.00
f(x) = 0.23 x + 24.24
27.00
R² = 0.91
KgCl/ADT

26.00

25.00

24.00

23.00
6.8 6.9 6.9 7.4 7.4 7.6 7.6 7.8 8 8.1 8.1 8.1 8.2 8.6 8.7
Kappa In

Gambar 3.3 Hubungan antara Kappa Number dan Penggunaan ClO2 (%Cl
equivalent)

Pada grafik diatas, didapatkan nilai R squared (Linieritas) sebesar 0,9083.


Angka tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kappa number, maka
jumlah ClO2 yang dibutuhkan untuk mengikat lignin pada pulp tersebut semakin
banyak dan begitupun sebaliknya jika nilai kappa number rendah, maka
penggunaan ClO2 yang dibutuhkan tidak terlalu banyak. Sedangkan grafik
hubungan antara Kappa Number dan Penggunaan ClO2 berdasarkan inlet kappa
dan brightness ditampilkan pada Gambar 3.4
79

30.00
29.50
29.00 f(x) = 0.35 x + 24.26
28.50 R² = 0.96
28.00
27.50
27.00
KgCl/ADT

26.50
26.00
25.50
25.00
24.50
24.00
23.50
23.00
6.8 6.9 6.9 7.4 7.4 7.6 7.6 7.8 8 8.1 8.1 8.1 8.2 8.6 8.7
Kappa Number

Gambar 3.4 Hubungan antara Kappa Number dan Penggunaan ClO2 (inlet kappa
dan brightness)
Pada Gambar 3.4 terlihat bahwa perbandingan nilai kappa number
dengan laju alir ClO2 berdasarkan inlet kappa numnber dan brightness lebih linier
dibandingkan dengan grafik pada Gambar 3.3. Pada Gambar 3.4 mempunyai nilai
R(linieritas) sebesar 0,9585 dan pada Gambar 3.3 sebesar 0.9082. Hal ini
dikarenakan untuk perhitungan ClO2 dengan menggunakan inlet kappa number
dan brightness mengikut sertakan inlet brightness yang juga mempengaruhi hasil
perhitungan penggunaan ClO2. Karena setiap brightness yang masuk pada tahap
D0 tidak semua nilainya seragam sehingga nilainya juga mempengarui
penggunaan ClO2 yang harus diperhatikan.
Kemudian dilakukan perhitungan laju alir ClO2 untuk mengetahui
kecepatan laju alir ClO2 pada tahap D0. Hasil perhitungan laju alir ClO2
diperhatikan dari banyaknya produksi pulp pada bagian bleaching dan banyaknya
penggunaan ClO2 pada tahap D0.
80

70.00
60.00 f(x) = 0.54 x + 34.36
R² = 0.62
50.00
Laju Alir (m3/h)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
43.00 45.00 47.00 49.00 51.00 53.00 55.00 57.00
Produksi Bleach (BDT/hr)

Gambar 3.5 Hubungan antara Produksi Bleaching dan Laju Alir ClO2

Berdasarkan grafik 3.5 produksi bleaching cukup mempengaruhi laju alir


ClO2 terlihat dari nilai R sebesar 0,6176. Jika dalam proses menghasilkan produksi
bleaching yang tinggi, maka kecepatan laju alir juga akan meningkat dengan
sendirinya mengikuti perubahan yang terjadi pada produksi bleaching dan
penggunaan ClO2.
Jika pulp tidak mendapat ClO2 yang cukup, maka pulp akan sukar
diputihkan untuk mendapatkan brightness yang sesuai standar dan pada saat yang
sama kita juga harus memperhatikan kekuatan pulp. Oleh karena itu pengendalian
yang teliti selama tahap D0 adalah hal yang menentukan keberhasilan daari
seluruh proses pemutihan (Manual Book Bleaching PT TeLPP). Selain itu juga
perlu diperhatikan untuk kecepatan laju alir, supaya ClO2 dengan pulp dapat
bereaksi secara maksimal untuk mencapai nilai brightness sesuai keinginan.

3.9. Kesimpulan dan Saran


3.9.1. Kesimpulan
1. Penggunaan ClO2 berdasarkan inlet kappa number dan brightness lebih
besar dan sesuai daripada penggunaan ClO2 berdasarkan %Cl equivalent.
Karenakan pada perhitungan ClO2 (inlet kappa number dan brightness)
tidak hanya menggunakan data inlet kappa number, tetapi juga
81

menggunakan data inlet brightness yang juga mempengaruhi


penggunaan ClO2..
2. Semakin besar nilai kappa number maka semakin besar pula
penggunaan ClO2
3. Semakin kecil nilai inlet Brightness maka semakin besar pula
penggunaan ClO2.
4. Semakin besar produksi bleaching, semakin besar pula laju alir ClO2
yang digunakan. Untuk menghitung kecepatan laju alir ClO2 perlu
diperhatikan penggunaan ClO2 dan produksi bleaching supaya ClO2 pulp
dapat berekasi secara maksimal untuk mencapai nilai brightness sesuai
ketentuan.

3.9.2. Saran
1. Sebelum mengunakan ClO2 hendaknya melakukan perhitungan
penggunaan ClO2 secara teoritis dan mengontolnya pada DCS Room,
agar nilai brightness yang diinginkan tercapai dan tidak menggunakan
ClO2 secara berlebihan.
2. Data- data yang digunakan harus akurat, dan perhitungan harus teliti
agar mendapatkan hasil yang tepat.

BAB IV
PENUTUP

PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper (PT.TeLPP) merupakan salah satu


industri penghasil pulp berkualitas di indonesia. PT.TeLPP awalnya berstatus
kerjasama antara Indonesia dan Jepang, akan tetapi pada saat ini PT.TeLPP sudah
menjadi milik Jepang, karena saham PT.TeL 100% milik Marubeni Cooperation
(perusahaan Jepang). Pabrik ini menggunakan bahan baku Acasia Mangium dan
Eucalyptus Pellita yang disupply dari PT Hutan Musi Persada (MHP), PT Koring
Tiga Hutan (KTH) Kalimantan Tengah, dan PT WAM Musi Banyuasin. Kapasitas
produk yang dihasilkan yaitu 1.430 ton pulp per hari atau 450.000 ton pulp per
tahun.
82

PT Tanjungenim Pulp and Paper berlokasi di kabupaten Muara Enim dan


memiliki luas kawasan industri 1.250 Ha. Terdapat 5 area kerja utama di PT
Tanjungenim Lestari Pulp and Paper, yaitu area penyimpanan bahan baku, area
fiber line, area penyipanan bahan kimia, area pulp and macine, dan area power
and recovery boiler.
Proses produksi yang terdapat pada PT Tanjungenim Lestari Pulp and
Paper antara lain:
1. Penyiapan Bahan Baku (Wood yard and Chip Yard Preparation)
2. Pembentukan Serpih Kayu (Chipping),
3. Pemasakan (Cooking),
4. Pencucian dan Penyaringan (Washing and Screening),
5. Pemutihan (Bleaching),
6. Pengeringan dan Pembentukan Lembaran Pulp (Pulp Drying and
Finishing).
Selain itu pada PT Tanjungenim Lestari juga terdapat unit pendukung
yaitu: Utilitas, Chemical Plant, Recovery Boiler, Recausticizing & Lime Kiln
Plant, dan Power Boiler Plant sebagai sumber energi untuk kawasan pabrik. Pada
unit utilitas meliputi penyediaan kebutuhan air, kebutuhan listrik dan kebutuhan
uap (steam). Sedangkan pada unit pengolahan limbah dibagi menjadi dua macam
pengolahan yaitu pengolahan limbah yang dibuang dan pengolahan menggunakan
konsep 4R (reduce, reuse, recycling, and recovery). Pengolahan limbah yang
dibuang meliputi pengolahan limbah cair berupa unit pengolahan limbah cair,
pengolahan limbah padat berupa landfill system dan pengendalian pencemaran
udara menggunakan electrostaticprecipitator, dust collector, dan cyclone serta
NCG(non-condensible gas) treatment.
Pada laporan ini tugas khusus yang diambil yaitu “Penggunaan ClO2 dan
berdasarkan Inlet Kappa Number dan Brightness pada Tahap Do (Delignifikasi
Pertama) Proses Bleaching”.
Untuk mengontrol penggunaan ClO2 dan laju alir ClO2 pada tahap Do harus
mengetahui cara perhitungan penggunaan ClO2 dan laju alir ClO2 secera teoritis.
Dari hasil perhitungan penggunaan ClO2 pertama (Cl equivalent) dan kedua (inlet
kappa number dan brightness), terdapat perbedaan hasil. Dimana hasil
83

penggunaan ClO2 yang dihitung dengan cara kedua mendapatkan hasil yang lebih
besar, hal ini dikarenakan pada perhitungan kedua tidak hanya menggunakan data
kappa number inlet, tetapi juga menggunakan data brightness inlet yang juga
menyebabkan penggunaan ClO2 lebih besar..
Semakin besar produksi bleaching, semakin besar laju alir ClO2 yang
digunakan. Maka untuk dapat menghitung kecepatan laju alir ClO2 perlu
diperhatikan penggunaan ClO2 dan produksi bleaching supaya ClO2 pulp dapat
berekasi secara maksimal untuk mencapai nilai brightness sesuai ketentuan.

Anda mungkin juga menyukai