Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antropologi Kesehatan merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala
sosiobudaya, biobudaya, dan ekologi budaya dari “kesehatan” dan kesakitan yang
dilihat dari segi-segi fisik, jiwa, dan sosial serta perawatannya masing-masing dan
interaksi antara ketiga segi ini dalam kehidupan masyarakat, baik pada tingkat
individual maupun tingkat kelompok sosial keseluruhannya.
Antropologi Kesehatan menjelaskan secara komprehensif dan interpretasi berbagai
macam masalah tentang hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia
dimasa lalu dan masa kini dengan derajat “kesehatan” dan penyakit, tanpa
mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut.
Partisipasi profesional “antropolog” dalam program-program yang bertujuan
memperbaiki derajat “kesehatan” melalui pemahaman yang lebih besar tentang
hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan “kesehatan”, serta melalui perubahan
tingkah laku sehat kearah yang diyakini akan meningkatkan “kesehatan” yang lebih
baik.

B. Tujuan
1. Mengetahui definisi antropologi kesehatan
2. Mengetahui hubungan antara social budaya dan biologi yang merupakan dasar dari
perkembangan antropologi kesehatan
3. Mengetahui perkembangan antropologi kesehatan dari sisi biological pole
4. Mengetahui perkembangan antropologi kesehatan dari sisi sosiocultural pole
5. Mengetahui perbedaan antara perkembangan antropologi kesehatan biological pole
dan sosiocultural pole
6. Mengetahui kegunaan antropologi kesehatan

C. Ruang lingkup
1. Antropologi kesehatan
2. Hubungan antara sosial budaya dan biologi yang merupakan dasar dari
perkembangan antropologi kesehatan

1
3. Perkembangan antropologi kesehatan dari sisi biological pole
4. Perkembangan antropologi kesehatan dari sisi sosiocultural pole
5. Perbedaan antara perkembangan antropologi kesehatan biological pole dan
sosiocultural pole.
6. Kegunaan antropologi kesehatan

2
BAB II
KONSEP TEORI

A. Pengertian Antropologi Kesehatan


Antropologi kesehatan menurut Landy yaitu mengkombinasikan dalam satu disiplin
ilmu pendekatan-pendekatan ilmu biologi, ilmu sosial, dan humaniora dalam menstudi
manusia, dalam proses perkembanganya merupakan perpaduan antara aspek biologi
dan aspek sosio-budaya.
Foster dan Anderson mendefinisikan antropologi kesehatan adalah suatu disiplin
biobudaya yang memperhatikan aspek-aspek biologis dan budaya berkenaan dengan
perilaku manusia, khususnya bagaimana cara kedua aspek ini berinteraksi sehingga
berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit.
Selain itu Mc Elroy dan Townsend juga mendefinisikan antropologi kesehatan
merupakan studi bagaimana faktor-faktor sosial dan lingkungan mempengaruhi
kesehatan dan mengetahui tentang cara-cara alternatif untuk mengerti dan merawat
penyakit.

B. Hubungan Antara Social Budaya dan Biologi yang Merupakan Dasar dari
Perkembangan Antropologi Kesehatan
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat
kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well
being , merupakan resultante dari 4 faktor, yaitu :
1. Environment atau lingkungan
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan
dengan ecological balance
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan

3
masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi
oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka
ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable
– variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Misalnya dalam bidang biologi, antropologi kesehatan menggambarkan teknik dan
penemuan ilmu-ilmu kedokteran dan variasinya, termasuk mikrobiologi, biokimia,
genetik, parasitologi, patologi, nutrisi, dan epidemiologi.
Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan biologi yang
didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap faktor-faktor sosial dan
budaya di masyarakat tertentu.

C. Perkembangan Antropologi Kesehatan dari Sisi Biological Pole


Biological or physical anthropology, berusaha untuk memahami jasad/fisik
manusia melalui evolusi, kemampuan adaptasi, genetika populasi, dan primatologi
(studi tentang makhuk primate / binatang yang menyerupai manusia).
Sub bidang dari Anthropologi fisik ini mencakup: anthropometrics, forensic
anthropology, osteology, and nutritional anthropology. Ada beberapa ilmu yang
berhubungan dengan antropologi dan saling berkontribusi dalam memberikan
sumbangan untuk perkembangan ilmu lain.
Misalnya dalam bidang biologi, antropologi kesehatan menggambarkan teknik
dan penemuan ilmu-ilmu kedokteran dan variasinya, termasuk mikrobiologi, biokimia,
genetik, parasitologi, patologi, nutrisi, dan epidemiologi.
Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan biologi yang
didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap faktor-faktor sosial dan
budaya di masyarakat tertentu. Contoh: penyakit keturunan albinism di suatu daerah di
Nusa Tenggara Timur ditransmisikan melalui gen resesif karena pernikahan diantara
anggota keluarga.
Secara umum, antropologi kesehatan senantiasa memberikan sumbangan
pada ilmu kesehatan lain sebagai berikut:
1. Memberikan suatu cara untuk memandang masyarakatsecara keseluruhan termasuk
individunya. Dimana cara pandang yang tepat akan mampu untuk memberikan
kontribusi yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat dengan
tetap bertumpu pada akar kepribadian masyarakat yang membangun.Contoh

4
pendekatan sistem, holistik, emik, relativisme yang menjadi dasar pemikiran
antropologi dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah dan
mengembangkan situasi masyarakat menjadi lebih baik.
2. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan
proses sosial budaya bidang kesehatan.
3. Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil penelitian. Baik dalam
merumuskan suatu pendekatan yang tepat maupun membantu analisis dan
interpretasi hasil tentang suatu kondisi yang ada di masyarakat.

Ada beberapa ilmu yang memberikan sumbangan terhadap antropologi kesehatan,


antara lain:
1. Antropologi fisik/biologi/ragawi. Contoh: nutrisi mempengaruhi pertumbuhan,
bentuk tubuh, variasi penyakit. Selain itu juga mempelajari evolusi penyakit
sebagai akibat faktor budaya, migrasi dan urbanisasi.
2. Etnomedisin, awalnya mempelajari tentang pengobatan pada masyarakat primitif
atau yang masih dianggap tradisional, meski dalam perkembangan lebih lanjut
stereotipe ini harus dihindari karena pengobatan tradisional tidak selamanya
terbelakang atau salah.
3. Kepribadian dan budaya, adalah observasi terhadap tingkah laku manusia di
berbagai belahan dunia. Misalnya: perawatan schizophrenia di suatu daerah untuk
mencari penyembuhan yang tepat dapat digunakan untuk mengevaluasi pola
perawatan penyakit yang sama.
4. Kesehatan Masyarakat, dimana beberapa program kesehatan bekerjasama dengan
antropologi untuk menjelaskan hubungan antara kepercayaan dan praktek
kesehatan.

D. Perkembangan Antropologi Kesehatan dari Sisi Sosiocultural Pole


Antropologi kesehatan membantu mempelajari sosio-kultural dari semua
masyarakat yang berhubungan dengan sakit dan sehat sebagai pusat dari budaya,
diantaranya :
1. Penyakit yang berhubungan dengan kepercayaan (misfortunes)
2. Di beberapa masyarakat misfortunes disebabkan oleh kekuatan supranatural
maupun supernatural atau penyihir

5
3. Kelompok healers ditemukan dengan bentuk yang berbeda di setiap kelompok
masyarakat
4. Healers mempunyai peranan sebagai penyembuh
5. Adapun perhatian terhadap suatu keberadaan sakit atau penyakit tidak secara
individual, terutama illness dan sickness pada keluarga ataupun masyarakat.
Jika diumpamakan sebagai kewajiban, maka tugas utama ahli antropologi
kesehatan diantaranya: bagaimana individu di masyarakat mempunyai persepsi dan
bereaksi terhadap ill dan bagaimana tipe pelayanan kesehatan yang akan dipilih, untuk
mengetahui mengenai budaya dan keadaan sosial dilingkungan tempat tinggalnya.

E. Beda Antara Perkembangan Antropologi Kesehatan Biological Pole dan


Sosiocultural Pole
Menurut Foster/Anderson, Antropologi Kesehatan mengkaji masalah-masalah
kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub
sosial budaya.
Pokok perhatian kutub biologi :
a. Pertumbuhan dan perkembangan manusia
b. Peranan penyakit dalam evolusi manusia
c. Paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba)
d. Pokok perhatian kutub sosial-budaya :
1) Sistem medis tradisional (etnomedisin)
2) Masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka
3) Tingkah laku sakit
4) Hubungan antara dokter pasien
5) Dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehatan barat kepada
masyarakat tradisional.

F. Kegunaan Antropologi Kesehatan


Antropologi mempunyai pandangan tentang pentingnya pendekatan budaya.
Budaya merupakan pedoman individual sebagai anggota masyarakat dan bagaimana
cara memandang dunia, bagaimana mengungkapkan emosionalnya, dan bagaimana
berhubungan dengan orang lain, kekuatan supernatural atau Tuhan serta lingkungan
alamnya. Budaya itu sendiri diturunkan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya

6
dengan cara menggunakan simbol, bahasa, seni, dan ritual yang dilakukan dalam
perwujudn kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, latar belakang budaya mempunyai
pengaruh yang penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia (kepercayaan,
perilaku, persepsi, emosi, bahasa, agama, ritual, struktur keluarga, diet, pakaian, sikap
terhadap sakit, dll). Selanjutnya, hal-hal tersebut tentunya akan mempengaruhi status
kesehatan masyarakat dan pola pelayanan kesehatan yang asa di masyarakat tersebut.
Secara umum, antropologi kesehatan senantiasa memberikan sumbangan pada
ilmu kesehatan lain sebagai berikut :
1. Memberikan suatu cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk
individunya. Dimana cara pandang yang tepat akan mampu untuk memberikan
kontribusi yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat dengan
tetap bertumpu pada akar kepribadian masyarakat yang membangun.
2. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan
proses sosial budaya bidang kesehatan. Memang tidak secara tepat meramalkan
perilaku individu dan masyarakatnya, tetapi secara tepat bisa memberikan
kemungkinan luasnya pilihan yang akan dilakukan bila masyarakat berada pada
situasi yang baru.
3. Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil penelitian. Baik dalam
merumuskan suatu pendekatan yang tepat maupun membantu analisis dan
iterpretasi hasil tentang suatu kondisi yang ada di masyarakat.

G. Ruang Lingkup Dan Peranan Antropologi Kesehatan


Penyakit muncul tidak bersamaan dengan saat munculnya manusia, tetapi
sebagaimana dikemukakan oleh Sigerit (Landy 1977), penyakit adalah bagian dari
kehidupan yang ada di bawah kondisi yang berubah-ubah.
Menurut Foster dan Anderson kesehatan berhubungan dengan perilaku. Perilaku
manusia cenderung bersifat adaptif. Terdapat hubungan antara penyakit, obat-obatan,
dan kebudayaan.
1. Batasan Dan Ruang Lingkup
Buku berjudul anthropology in Medicine menurut Foster dan Anderson belum
melahirkan disiplin baru dan hanya merupakan lapangan perhatian dari antropologi
terapan. Munculnya istilah Medicine Anthropology dari tulisan Scotch dan Paul

7
dalam artikel tentang pengobatan dan kesehatan masyarakat. Atas dasar ini
kemudian di Amerika lahirlah antropologi kesehatan.
Ahli-ahli antropologi tertarik untuk mempelajari faktor-faktor biologis, dan
sosio-budaya yang mempengaruhi kesehatan dan munculnya penyakit pada masa
sekarang dan sepanjang sejarah kehidupan manusia dipengaruhi oleh keinginan
untuk memahami perilaku sehat manusia dalam manifestasi yang luas dan
berkaitan segi praktis.
2. Akar Antropologi Kesehatan
Tipe kajian antropologi budaya yang menjadi akar antropologi kesehatan:
a. Kajian tentang obat primitif, tukang sihir, dan majik
b. Kajian tentang kepribadian dan kesehatan di berbagai seting budaya
c. Keterlibatan ahli-ahli antropologi dalam program-program kesehatan
internasional dan perubahan komunitas yang terencana
d. Antropologi ekologi
e. Teori evolusioner

H. Ruang Lingkup Kajian Antropologi Kesehatan


Menurut foster dan Anderson lapangan kajian antropologi kesehatan dibagi menjadi
dua:
1. Kutub biologis, perhatinya pada pertumbuhan dan perkembangan fisik
manusia, peranan penyakit dalam evolusi manusia, adaptasi biologis terhadap
perubahan lingkungan alam, dan pola penyakit di kalangan manusia purba.
2. Kutub sosio-budaya perhatiannya pada sistem kesehatan tradisional yang
mencakup aspek-aspek etiologis, terapi, ide, dan praktik pencegahan penyakit,
serta peranan praktisi medis tradisional, masalah perawatan kesehatan biomedik,
perilaku kesehatan, peranan pasien, perilaku sakit, interaksi dokter dengan pasien,
dan masalah inovasi kesehatan.

8
BAB III
PEMBAHASAN

A. Ide
Pada zaman sekarang banyak sekali orang yang kekurangan gizi atau mengalami
gizi buruk. Masalah ini sangat meresahkan sekali, karena asupan gizi itu penting sekali
bagi kelangsungan hidup manusia. Dengan gizi yang baik, manusia dapat hidup sehat
karena dengan mengkonsumsi gizi yang baik dapat mencegah penyakit, meningkatkan
daya tahan tubuh sehingga bisa terhindar dari berbagai penyakit.
Kekurangan gizi ini bisa diakibatkan oleh panen yang gagal, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi itu sendiri, dan bisa juga diakibatkan oleh
kebiasaan-kebiasaan atau pantangan-pantangan yang dianut atau dipercaya oleh suatu
masyarakat, dimana tidak boleh memakan atau mengkonsumsi suatu makanan yang
justru mengandung banyak gizi.
Dengan adanya masalah ini memotivasi penulis untuk menyusun tentang
“Hubungan Antara Antropologi Dengan Gizi”, untuk mengetahui secara lebih
mendalam kebiasaan-kebiasaan suatu masyarakat dalam hal makanan. Hal ini
diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidaknya dapat memberikan
pengetahuan kepada kita tentang masalah kekurangan gizi ini supaya kita dapat
memperbaiki tentang masalah gizi ini, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan
orang banyak.

B. Pemikiran
Ilmu gizi merupakan salah satu ilmu terapan yang berkaitan dengan berbagai ilmu
dasar seperti ilmu kimia, biokimia, biologi, fisiologi, pathologi, ilmu pangan, dan lain-
lain. Lahirnya ilmu gizi diawali dengan penemuan tentang hal yang berkaitan dengan
penggunaan energi makanan meliputi proses pernapasan, oksidasi, dan kalorimetri.
Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab Ghidza, yang berarti “makanan”. Di satu sisi
ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia.
Menurut Almatsier (2004 : 3) zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh
untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses jaringan. Dengan demikian, apabila kita
memilih makanan sehari-hari kita harus memilih dengan baik karena makanan yang

9
baik dapat memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.
Jadi apabila kita memilih makanan, kita harus memilih makanan yang mengandung zat
gizi yang berfungsi seperti yang dikatakan Anderson (2006 : 8). Beliau menyatakan
bahwa :
1. Memberi energi : zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat,
lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan
tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
2. Pertumbuhan dan pemelihara jaringan tubuh : protein, mineral, dan air adalah
bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel
baru, memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak.
3. Mengatur proses tubuh : protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk
mengatur proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel, bertindak
sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi
sebagai pangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang
dapat masuk ke dalam tubuh.
Setelah mengetahui betapa pentingnya gizi bagi kesehatan atau fungsi tubuh kita,
maka kita harus senantiasa menjaga agar jangan sampai kita ini kekurangan ataupun
kelebihan gizi, karena akan berbahaya. Menurut Almatsier (2004 : 9) bahwa gangguan
gizi disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Faktor primer adalah bila susunan
makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh
kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan,
ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi
semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah
makanan dikonsumsi.
Dari empat bilyun manusia di dunia, ratusan juta orang menderita gizi buruk dan
kekurangan gizi. Angka yang tepat tidak ada, tidak ada sensus mengenai kelaparan dan
perbedaan antara gizi cukup dan gizi kurang merupakan jalur yang lebar, bukan suatu
garis yang jelas. Apapun tolok ukur kita, kelaparan (dan sering mati kelaparan)
merupakan hambatan yang paling besar bagi perbaikan kesehatan di sebagian terbesar
negara-negara di dunia. Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi, menyebabkan banyak penyakit kronis, dan menyebabkan orang tidak mungkin
melakukan kerja keras. Kekurangan gizi ini selain dari ketidakmampuan negara-negra

10
non industri untuk menghasilkan cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk mereka yang berkembang, juga muncul karena kepercayaan-kepercayaan
keliru yang terdapat di mana-mana, mengenai hubungan antara makanan dan
kesehatan, dan juga tergantung pada kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan
dan upacara-upacara, yang mencegah orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan
yang tersedia bagi mereka.
Anderson (2006 : 311) menyatakan karena pengakuan bahwa masalah gizi di
seluruh dunia didasarkan atas bentuk-bentuk budaya maupun karena kurang
berhasilnya pertanian, maka semua organisasi pengembangan internasional maupun
nasional yang utama menaruh perhatian tidak semata-mata pada pertambahan produksi
makanan, melainkan juga pada kebiasaan makanan tradisional yang berubah, untuk
mencapa keuntungan maksimal dari gizi yang diperoleh dari makanan yang tersedia.
Karena kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang
menyeluruh, maka program-program pendidikan gizi yang efektif yang mungin menuju
kepada perbaikan kebiasaan makan harus didasarkan atas pengertian tentang makanan
sebagai suatu pranata sosial yang memenuhi banyak fungsi. Studi mengenai makanan
dalam konteks budayanya yang menunjuk kepada masalah-masalah yang praktis ini,
jelas merupakan suatu peranan para ahli antropologi yang sejak pertama dalam
penelitian lapangannya telah mengumpulkan keterangan tentang praktek-praktek
makan dan kepercayaan tentang makanan dari penduduk yang mereka observasi.
Dalam buku karya Anderson (2006 : 312), Norge Jerome menyatakan bahwa
“Antropologi Gizi” meliputi disiplin ilmu tentang gizi dan antropologi. Bidang itu
memperhatikan gejala-gejala antropologi yang mengganggu status gizi dari manusia.
Dengan demikian, evolusi manusia, sejarah dan kebudayaan, dan adaptasinya kepada
variabel gizi yang berubah-ubah dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam
menggambarkan bahan-bahan yang merupakan titik perhatian dalam antropologi gizi.
Menurut Anderson (2006 : 312) ada dua aspek penting dari antropologi gizi :
a) Sifat sosial, budaya, dan psikologis dari makanan (yaitu peranan-peranan sosial
budaya dari makanan yang berbeda dengan peranan-peranan gizinya).
b) Cara-cara dimana dimensi-dimensi sosial budaya dan psikologi dari makanan
berkaitan dengan masalah gizi yang cukup, terutama dalam masyarakat-
masyarakat tradisional.

11
Menurut Anderson (2006 : 313) menyatakan bahwa para ahli antropologi
memandang kebiasaan makan sebagai suatu kompleks kegiatan masak-memasak,
masalah kesukaran dan ketidaksukaran, kearifan rakyat, kepercayaan-kepercayaan,
pantangan-pantangan, dan takhayul-takhayul yang berkaitan dengan produksi,
persiapan, dan konsumsi makanan. Pendeknya, sebagai suatu kategori budaya yang
penting, ahli-ahli antropologi melihat makanan mempengaruhi dan berkaitan dengan
banyak kategori budaya lainnya.
Setelah mengetahui betapa kuatnya kepercayaan-kepercayaan kita atau suatu
masyarakat mengenai apa yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan
makanan, sehingga terbukti sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan
makanan tradisional mereka demi kepentingan gizi yang baik. Karena pantangan agama,
takhayul, kepercayaan tentang kesehatan, dan suatu peristiwa yang kebetulan dalam
sejarah ada bahan-bahan yang bergizi baik yang tidak boleh dimakan, mereka
diklasifikasikan sebagai “bukan makanan”. Dengan kata lain, penting untuk
membedakan antara nutrimen dengan makanan. Anderson (2006 : 313) menyatakan
bahwa nutrimen adalah suatu konsep biokimia, suatu zat yang mampu untuk
memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang menelannya. Makanan adalah suatu
konsep budaya, suaty pernyataan yang sesungguhnya mengatakan “zat ini sesuai bagi
kebutuhan gizi kita.”
Dalam kebudayaan bukan hanya makanan saja yang dibatasi atau diatur, akan tetapi
konsep tentang makanan, kapan dimakannya, terdiri dri apa dan etiket makan. Di antara
masyarakat yang cukup makanan, kebudayaan mereka mendikte, kapan mereka merasa
lapar dan apa, serta berapa banyak mereka harus makan agar memuaskan rasa lapar.
Jadi dengan demikian, nafsu makan lapar adalah suatu gejala yang berhubungan namun
berbeda. Anderson (2006 : 315) menyatakan nafsu makan, dan apa yang diperlukan
untuk memuaskan adalah suatu konsep budaya yang dapat sangat berbeda antara suatu
kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Sebaliknya, lapar menggambarkan suatu
kekurangan gizi yang dasar dan merupakan suatu konsep fisiologis.
Makanan selain penting bagi kelangsungan hidup kita, juga penting bagi pergaulan
sosial. Anderson (2006 : 317) menyatakan tentang simbolik dari makanan :
a. Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Barangkali di setiap masyarakat, menawarkan makanan (dan kadang-kadang
minuman) adalah menawarkan kasih sayang, perhatian, dan persahabatan.

12
Menerima makanan yang ditawarkan adalah mengakui dan menerima perasaan yang
diungkapkan dan untuk membalasnya.
b. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan kelompok
Makanan sering dihargai sebagai lambang-lambang identitas suatu bangsa atau
nasional. Namun tidak semua makanan mempunyai nilai lambang seperti ini,
makanan yang mempunyai dampak yang besar adalah makanan yang berasal atau
dianggap berasal dari kelompok itu sendiri dan bkan yang biasanya dimakan di
banyak negara yang berlainan atau juga dimakan oleh banyak suku bangsa.
c. Makanan dan stress
Makanan memberi rasa ketenteraman dalam keadaan-keadaan yang menyebabkan
stres. Burgess dan Dean menyatakan bahwa sikap-sikap terhadap makanan sering
mencerminkan persepsi tentang bahaya maupun perasaan stres. Menurut mereka,
suatu cara untuk mengatasi stres ini dari dalam, sehubungan dengan ancaman
terhadap jiwa atau terhadap keamanan emosional adalah melebih-lebihkan bahaya
dari luar, cara lainnya adalah mempersalahkan ancaman dari dalam akibat pengaruh-
pengaruh luar.
d. Simbolisme makanan dalam bahasa
Pada tingkatan yang berbeda, bahasa mencerminkan hubungan-hubungan
psikologis yang sangat dalam di antara makanan, persepsi kepribadian, dan keadaan
emosional. Dalam bahasa Inggris, yang pada ukuran tertentu mungkin tidak
tertandingi oleh bahasa lain, kata-kata sifat dasar yang biasa digunakan untuk
menggambarkan kualitas-kualitas makanan digunakan juga untuk menggambarkan
kualitas-kualitas manusia.
Setelah mengetahui betapa rumit masalah yang berhubungan dengan gizi ini
ataupun makanan karena berkaitan dengan kebudayaan masyarakat yang berbeda-beda,
maka salah satu cara adalah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat
tentang apa yang sering belum dipelajari oleh masyarakat rumpun maupun masyarakat
pedesaan adalah hubungan antara makanan dan kesehatan serta antara makanan yang
baik dengan kehamilan, juga kebutuhan-kebutuhan akan makanan khusus bagi anak
setelah penyapihan. Anderson (2006 : 323) menyatakan bahwa dalam perencanaan
kesehatan, masalahnya tidak terbatas pada pencarian cara-cara untuk menyelesaikan
lebih banyak bahan makanan, melainkan harus pula dicarikan cara-cara untuk
memastikan bahwa bahan-bahan makanan yang tersedia digunakan secara efektif.

13
Kesenjangan yang besar dalam pemahaman tentang bagaimana makanan itu digunakan
dengan sebaik-baiknya. Barangkali yang terpenting dari kesenjangan itu adalah
kegagalan yang berulangkali terjadi untuk mengenal hubungan yang pasti antara
makanan dan kesehatan. Susunan makanan yang cukup cenderung ditafsirkan dalam
rangka kuantitas, bukan kualitasnya mengenai makanan yang pokok, yang cukup, bukan
pula dari keseimbangannya dalam hal berbagai makanan. Kesenjangan besar yang
kedua dalam kearifan makanan tradisional pada masyarakat rumpun dan masyarakat
petani adalah seringnya kegagalan mereka untuk mengenali bahwa anak-anak
mempunyai kebutuhan-kebutuhan gizi khusus, baik sebelum maupun sesudah
penyapihan.
Setelah mengetahui keterkaitan atau hubungan antara gizi atau makanan dengan
antropologi atau kebudayaan, bagi kita yang menaruh perhatian pada usaha
memperbaiki tingkatan gizi dari masyarakat yang menderita kurang gizi, jelaslah bahwa
analisis klinis dari kekurangan gizi baru merupakan langkah awal. Kemajuan akan
sedikit sekali tercapai, kecuali apabila petugas penyuluhan juga memahami fungsi-
fungsi sosial dari makanan, arti simbolik, dan kepercayaan yang terkait dengannya.
Pengetahuan mengenai kepercayaan lokal tersebut dapat dipakai dalam perencanaan
perbaikan gizi. Dalam buku Anderson (2006 : 330) Cassel telah menunjukkan netapa
pengidentifikasian makanan-makanan sehat dalam makanan kuno orang Zulu dapat
membangkitkan perhatian mereka terhadap makanan dan dengan motivasi nasionalistik
bersedia menerima banyak perubahan-perubahan demi peningkatan gizi mereka.
Kemiskinan dan kekurangan akan gizi yang memadai pada tingkatan tertentu membatasi
kemungkinan untuk memperbaiki gizi jutaan penduduk yang menderita kurang pangan.
Sebaliknya, sungguh mengecewakan untuk melihat bahwa betapa seringnya praktek-
praktek budaya menimbulkan kekurangan kebutuhan dasar. Kesadaran akan praktek-
praktek demikian dan pengetahuan tentang “hambatan-hambatan” yang harus diatasi
untuk dapat merubah mereka adalah sangat penting untuk membantu masyarakat
memaksimalkan sumber-sumber pangan yang tersedia bagi mereka. Di sinilah
antropologi memberikan sumbangan besar kepada ilmu gizi dalam lapangan penelitian
dan pengajaran.

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara
manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya
suatu masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia,
social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.
Antropologi kesehatan memiliki beberapa kegunaan, salah satunya yaitu
memberikan suatu cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk
individunya.
Hubungan antara antropologi dengan gizi itu sangat erat sekali, karena banyak
sekali orang yang kekurangan gizi yang bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi,
akan tetapi diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka yang melarang
memakan makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi. Hal ini menimbulkan
sesuatu yang sangat mengecewakan. Di satu sisi terdapat masyarakat yang kekurangan
gizi karena mereka tidak bisa mendapatkannya karena masalah ekonomi, di sisi lain
terdapat masyarakat yang kekurangan gizi akibat kebudayaan mereka tidak
mengizinkan atau melarang mereka memakan makanan tersebut yang seharusnya
dipergunakan dengan sebaik-baiknya karena makanan tersebut sangat bermanfaat bagi
mereka.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis berharap pembaca lebih mendapatkan
pengetahuan tentang hubungan antara antropologi dengan gizi, sehingga pembaca
dapat mengetahui tentang pentingnya gizi dan pengaruh antropologi terhadap gizi suatu
masyarakat, sehingga pembaca mendapatkan pengetahuan tentang cara-cara
meningkatkan derajat kesehatan. Akhirnya, semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Anderson, Foster. (2006). Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.
FKM UI. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
http://keperawatansemester1.blogspot.com/2011/04/perkembangan-antropologi-
kesehatan.html
http://siskadewi1993.blog.com/perkembangan-antropologi-kesehatan/

16

Anda mungkin juga menyukai