Anda di halaman 1dari 33

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

DI RSUD KOTA YOGYAKARTA

I. PENGERTIAN

A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS)

PPIRS adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan


serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi rumah sakit (IRS)
pada pasien atau petugas RS dan mengamankan lingkungan rumah sakit dari resiko
transmisi infeksi yang dilaksanakan melalui manajemen resiko, tata laksana klinik
yang bbaik dan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja RS.
B. Infeksi yang terjadi di Rumah Sakit

Hospital associated infection ( HAI’s ) adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit, dimana
pasien tidak ada tanda gejala dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi yang
didapat di rumah sakit, tetapi muncul setelah pulang dan juga infeksi yang terjadi pada
petugas kesehatan yang terjadi di rumah sakit. Suatu infeksi dikatakan didapat dari
rumah sakit bila :
1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda / gejala atau tidak dalam masa inkubasi
tersebut.
2. Infeksi terjadi 2 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit .
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda
dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab
sama tetapi lokasi infeksi berbeda.

Kewaspadaan Standar adalah prinsip kewaspadaan sebagai bagian manajemen resiko


pada pengendalian infeksi RS yang dilaksanakan secara menyeluruh oleh setiap petugas
berdasarkan perhitungan besar resiko transmisi infeksi yang dihadapi pada setiap
pelayanan rawat jalan maupun rawat inap untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung
maupun lingkungan RS. Prinsip kewaspadaan standar meliputi kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian
lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen, kesehatan
karyawan, penempatan pasien, etika batuk, praktik menyuntik yang aman, praktek untuk
lumbal pungsi.

C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis (PPI TB)

Adalah kegiatan yang terintegrasi dengan pengendalian infeksi RS secara umum dan
secara khusus ditujukan untuk mencegah dan mengendalikan resiko penyebaran infeksi
TB di RS (sebagai bagian kewaspadaan isolasi airborne) melalui tata laksana
administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri (APD).
D. Surveilans

Adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus menerus terhadap timbulnya dan
penyebaran IRS pada suatu peristiwa yang menyebabkan meningkat atau menurunkan
risiko tersebut.

E. Dekontaminasi

Adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga
aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama bagi
pengelolaan alat kesehatan bekas pakai atau pengelolaan pencemaran lingkungan,
seperti tumpahan darah/ cairan tubuh atau pengelolaan limbah yang tidak dimusnahkan
dengan cara insenerasi atau pembakaran dengan alat insenerator, tetapi ditimbun
dengan cara kapurisasi.

F. Sterilisasi

Adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari benda/ alat
kesehatan termasuk endespora bakteri melalui cara fisika atau kimia.

G. Desinfeksi

Adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat
kesehatan kecuali endospora bakteri.
H. Penggunaan antibiotika yang rasional

Adalah bila memenuhi kriteria : tepat indikasi, tepat penderita (tidak ada kontra indikasi),
tepat informasi, tepat jenis obat, tepat dosis dan cara pemberian (saat pemberian dan lama
pemberian) serta waspada terhadap efek samping obat (ESO).

I. Pengelolaan linen yang aman

Adalah kegiatan yang bertujuan mencegah kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada
petugas, pasien dan lingkungan, meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan
linen kotor, pemilahan dan teknik pencucian sampai dengan pengangkutan dan distribusi
linen bersih.

J. Pengelolaan lingkungan

Merupakan bagian upaya pengendalian infeksi untuk meminimalkan potensi reservoar


tumbuh dan berkembangbiaknya agen patogen di lingkungan RS sehingga mencegah
transmisi kepada pasien, petugas maupun lingkungan yang lebih luas.

II. TUJUAN

A. Tujuan Umum

Terciptanya lingkungan rumah sakit yang memenuhi standar untuk menjamin pencegahan
IRS dan membantu program pengobatan serta proses penyembuhan pasien, agar dapat
meningkatkan mutu pelayanan berfokus pada keselamatan (pasien, petugas dan
lingkungan) dan efisien.
B. Tujuan Khusus

Dapat melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan baik.


III. KEBIJAKAN

A. Kewaspadaan standar rneliputi kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD),
peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan
penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan, penempatan pasien, etika batuk, praktik
menyuntik yang aman, praktek untuk lumbal punksi. Kewaspadaan standar diterapkan
secara menyeluruh di semua area RS dengan mengukur semua risiko yang dihadapi pada
setiap situasi dan aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPIRS.
B. Praktik kebersihan tangan di RS merupakan kunci dari upaya PPIRS yang
menggambarkan mutu pelayanan yang berfokus pada keselamatan pasien, petugas,
pengunjung dan lingkungan RS. Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktik mencuci
tangan menggunakan sabun biasa/ antiseptik dan air mengalir, atau handrub menggunakan
larutan antiseptik. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di RS oleh setiap anggota
masyarakat RS sesuai panduan kebersihan tangan yang dikembangkan RS berdasarkan
pedoman lnternasional(WHO) maupun pedoman nasional (Kemenkes).

B.1. Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas di RS saat diruang
perawatan pasien berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib dilaksanakan
(standar WHO) dan enam langkah prosedur. Petugas melaksanakan cuci tangan dengan
sabun dan air setelah melaksanakan 5-10 x cuci tangan dengan handrub.
B.2. Penerapan praktik kebersihan tangan di luar area perawatan pasien berpedornan pada
panduan kebersihan tangan yang dikembangkan Komite PPI RS.
B.3. Komite PPI RS melakukan monitoring, evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk
meningkatkan perilaku kebersihan tangan di RS secara efektif dan efisien.
C. Kewaspadaan isolasi merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada
pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara
transmisi kontak, droplet atau airborne. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses
diagnosis, pemisahan penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di RS,
penyediaan paket perlindungan petugas ; tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur
pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan
penggunaan alat pelindung diri.

C.1. RS menyiapkan ruang dengan ventilasi natural yang baik untuk perawatan pasien
infeksi, khususnya infeksi airbone, yang terpisah dari pasien non infeksi dan khususnya
terpisah dari pasien dengan kondisi immunocompromise.
C.2. Pasien infeksi yang penularannya melalui cara kontak ditempatkan di ruang rawat
secara kohorting, diutamakan di ruang rawat infeksi.
C.3. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan
isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak
atau droplet atau airborne atau kombinasinya.
C.4. Transportasi pasien infeksi dari 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin,
dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
D. Pencegahan dan pengendalian infeksi tuberculosis (PPITB)

Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airborne,
dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit
TB, MDR.
D.1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di RS oleh petugas yang terlatih.
D.2 Pasien suspek batuk langsung diberikan masker bedah, diberikan edukasi etika batuk
dan higiene respirasi.
D.3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk diagnosis cepat,mengamankan
alur pelayanan bagi pasien-pengunjung-lingkungan RS,mempersingkat waktu kontak di RS.
D.4. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap infeksi airborne dengan
pengaturan ventilasi natural campuran.
D.5. Tatalaksana perawatan pasien TB, khususnya MDR TB dan TB BTA (+),diterapkan
berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi airborne, khususnya pada aktivitas/ tindakan
medis yang menghasilkan aerosol. Alat pelindung diri : masker bedah untuk pasien –
masker N 95 untuk petugas.
D.6. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan pada surveilans TB
petugas, pemeriksaan rutin prakarya dan berkala, pemberian terapi profilaksis maupun
terapeutik dan pengaturan shift bertugas dilakukan bersama sub Bagian Kepegawaian dan
Unit Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
E. Alat pelindung diri (APD) ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya
oleh Komite PPI RS bersama Unit K3, lnstalasi Farmasi dan Sub Bagian TU dan Rumah
Tangga RS agar mudah dan dapat cepat diakses saat dibutuhkan, efektif dan efisien.

E.1. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/ tindakan medik sehingga
tepat, efektif dan efisien.
E.2. APD habis pakai disediakan melalui lnstalasi Farmasi dan Sub Bag TU dan RT dengan
paket floorstock terstandar,
E.3. APD yang lain disediakan melalui unit K3.
E.4. Tim PPI RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai
bahan Komite PPIRS dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.
F. Surveilans lnfeksi RS (lRS) dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (infection
prevention control nurse) - perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse -
perawat penghubung pengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai
penyakit infeksi target sesuai Pedoman Surveilans IRS Kemenkes dan penyakit infeksi
endemis di RS, Target surveilans yaitu : lnfeksi saluran kemih-lSK terkait kateterisasi, infeksi
luka operasi-lLO, plebitis lRS, dan dekubitus, Ventilator Associated Pneumonia (VAP) &
Hospital Associated Pneumonia (HAP), Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan diare.
F.1. Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Komite PPIRS di
bawah koordinator Dokter Penanggung Jawab PPI(IPCO) untuk tujuan pengendalian,
manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa (KLB).
F.2. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran sesuai program PPl. Sasaran
angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun. ,
F.3. Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh Direktur RS berdasarkan pertimbangan Komite
PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologi kecenderungan angka IRS melalui surveilans,
Kecenderungan kejadian IRS yang terus meningkat signifikan selama 3 bulan berturut-turut
atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan tertentu
diwaspadai sebagai KLB, Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian yang
berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas unit
satuan kerja oleh Komite PPIRS.
F.4. Laporan IRS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur minimal setiap 3 bulan.
G. Pengendalian resistensi antibiotika dilaksanakan RS melalui Panitia Farmasi dan Terapi.

G.1. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan
indikasi (profilaksis atau terapi)
G.2. Panduan pengobatan antibiotika merujuk pada Kebijakan Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di RS di bawah tanggungjawab Sub Komite Farmasi dan Terapi. Peresepan
antibiotika mengacupada formularium RS dan atau DPHO BPJS mempertimbangkan derajat
penyakit, spektrum antibiotika, farmakokinetik, farmakodinamik, keamanan serta harga
terjangkau.
G.3. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektifitas yang baik;
Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek samping minimal;
Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.

G.4. Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek samping
serta tindakan yang diambil.
H. Sterilisasi alat/ instrumen kesehatan pasca pakai di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu
secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan
pembilasan), pengeringan, pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan,
distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses serta kualitas/ mutu hasil
sterilisasi secara terpusat melalui lnstalasi pusat pelayananSterilisasi (CSSD).
H.1. Pemrosesan alat instrumen pasca pakai dipilih berdasarkan kriteria alat, dilakukan
derngan sterilisasi untuk alat kritikal; sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) untuk alat
semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk non kritikal.
H.2. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait criteria memiliki
spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu
disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien. Unit kerja
yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik di RS sesuai
rekomendasi Komite PPI RS adalah lnstalasi Farmasi.
H.3. lnstalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD) bertanggungjawab menyusun panduan
dan prosedur tetap, mengkoordinasikan, serta melakukan monitoring dan evaluasi proses
serta kualitas/ mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI RS.
I. Alat medis habis pakai (AMHP) dapat digunakan sesuai dengan rekomendasi manufactur-
nya. Alat medis sekali pakai dapat digunakan ulang (re-used of single use devices) sesuai
kebijakan RS tentang AMHP reusable.

I.1. AMHP dapat digunakan ulang apabila AMHP dapat diproses secara benar/ tepat
(rasional) dan hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik; fungsi , kualitas
serta aman digunakan bagi pasien.
I.2. Kriteria AMHP yang disterilkan kembali adalah AMHP yang telah digunakan tetapi
secara fisik dan fungsi masih baik, AMHP yang sangat dibutuhkan tetapi sulit diperoleh atau
sangat mahal harganya dan atau AMHP telah kedaluwarsa. Daftar AMHP yang di reuse dan
berapa kali batas maksimal reuse ditentukan oleh RS melalui Panitia Farmasi dan Terapi,
I.3. Mekanisrne pemrosesan AMHP yang di-reuse dan disterilkan kembali dengan
pencatatan dan pengawasan mutu serta batas maksimal reuse diCSSD
J. Pengendalian lingkungan RS meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan
binatang pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan hygiene sanitasi
makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan - udara , lantai, pengelolaan
limbah cair - limbah B3 limbah padat medis - non medis dikelola oleh lnstalasi Kesehatan
Lingkungan dan Sub Bagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga,
berkoordinasi dengan komite PPI RS, sehingga aman bagi lingkungan.

J.1. Pengelolaan limbah padat medis dipisahkan dan dikelola khusus sampai dengan
pemusnahannya sesuai persyaratan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai limbah
infeksius (ditempatkan dalam kantong plastic berwarna kuning berlogo infeksius), limbah
padat tajam (ditempatkan dalam wadah tahan tusuk, tidak tembus basah dan tertutup).
J.2. Pengelolaan limbah padat non medis ditempatkan dalam kantong plastik benwarna
hitam dan pemusnahannya bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup Kota
Yogyakarta.
J.3. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan
desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah Komite
PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.
J.4. Pernbersihan lingkungan ruang perawatan diutamakan dengan metode usap seluruh
permukaan lingkungan menggunakan bahan desinfektan yang efektif,
J.5. Pelaksanaan Panduan PPI RS dan standar prosedur operasional tentang pengendalian
lingkungan, monitoring dan evaluasinya dilaksanakan oleh Instalasi Kesehatan Lingkungan
bersama sub Bagian Rumah Tangga berkoordinasi dengan komite PPI.
J.6. Baku mutu berbagai parameter pengendalian lingkungan dievaluasi periodik dengan
pemeriksaan parameter kimia - biologi surveilan angka dan pola kuman lingkungan
berdasarkan standar Kepmenkes Rl No.416/MenKes/Per/|x1990 tentang persyaratan
Kualitas Air Bersih dan AirMinum, Kepmenkes Rl No. 492lMenKes/sKA/ll/2010 tentang
persyaratan Kualitas Air Minum, Kepmenkes Rl No, l204/Menkes/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan RS.
K. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah untuk mengurangi risiko infeksi pada
pasien, petugas dan lingkungan dilakukan menyeluruh dan sistematis agar mencegah
kontaminasi, di bawah tanggung jawab lnstalasi Laundry berkoordinasi dengan Komite PPI
RS.

K.1. Jenis linen di RS diklasifikasikan menjadi linen bersih, linen steril, linen kotor infeksius,
linen kotor non infeksius ( linen kotor berat dan linen kotor ringan)
K.2. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
disinfeksi kereta linen, pengepelan/ disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan
tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai potensi risiko selama bekerja.
L. Pengelolaan makanan di lnstalasi Gizi memperhatikan standar sanitasi makanan
minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.

L.1. Semua bahan makanan yang disiapkan hingga sampai dengan disajikan kepada
pasien, pegawai dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan Instalasi Gizi
agar terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan (sesuai persyaratan
hygiene makanan dalam Kepmenkes RI No.1204/SK/X/2004 ; Keputusan Direktorat
Jenderal POM No 03726/B/SK/VII/1989 ; Kepmenkes RI No.715/Menkes/SK/V/2003 tentang
persyaratan hygiene sanitasi jasa boga)
L.2. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih,
terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu penyimpanan
disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
L.3 Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi berupa
monitoring pemeriksaan darah rutin, darah kimia, kultur widal, feses dan urin rutin dan kultur
mikrobiologi swab rektal setahun sekali, dikoordinasikan dan di bawah tanggung jawab Unit
K3 RS dan Sub Bag Kepegawaaian dan Pengembangan SDM.
L.4. Pemeriksaan mikrobiologi lingkungan dilakukan setiap 6 bulan untuk monitoring
evaluasi mutu pembersihan lingkungan.
M. Pendidikan dan pelatihan pencegahan pengendalian infeksi RS direncanakan dan
dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh Bagian SDM dan Pendidikan
melalui Bidang Diklat bekerjasama dengan Komite PPI RS untuk menjamin setiap petugas
yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta didik dan karyawan kontrak) memahami
dan mampu melaksanakan program PPI RS, khususnya kewaspadaan standar dan isolasi.

M.1. Seluruh SDM baru wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi PPI RS.
M.2. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh Bagian SDM
bersama Komite PPIRS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan
program selanjutnya.
N. Kesehatan dan keselarnatan kerja (K3) petugas di RS terkait risiko penularan infeksi
karena merawat pasien maupun identifikasi risiko petugas yang mengidap penyakit menular
dilaksanakan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan Komite PPI RS.

N.1 Pencegahan penularan infeksi pada dan dari petugas dilakukan dengan pengendalian
administratif untuk petugas yang rentan tertular infeksi ataupun berisiko menularkan infeksi
dikoordinasikan Unit K3 RS bersama Komite PPI RS dan Bagian SDM berupa penataan
penempatan SDM, pemberian imunisasi, dan sosialisasi PPI berkala khususnya di tempat
risiko tinggi infeksi.
N.2. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kondisi kesehatan petugas dilakukan dengan
pemeriksaan kesehatan prakarya dan berkala sesuai faktor risiko di tempat kerja,
N.3. Perencanaan, pengadaan dan pengawasan penggunaan alat pelindung diri petugas
dari risiko infeksi yang berupa alat/ bahan tidak habis pakai dikelola Unit K3 RS
berkoordinasi dengan Komite PPI RS.
N.4. Unit K3RS berkoordinasi dengan Komite PPI RS mengembangkan panduan dan
menyusun standar pelaporan dan penanganan kejadian kecelakaan kerja terkait pajanan
infeksi, mensosialisasikan, memonitor pelaksanaan, serta melakukan evaluasi kasus dan
menyusun rekomendasi tindaklanjutnya.
N.5. Surveilans pada petugas dan pelaporannya dilakukan secara teratur,
berkesinambungan, periodik oleh unit K3RS berkoordinasi dengan PPI RS.
O. Setiap renovasi, pemeliharaan, pengembangan maupun pembangunan gedung di
lingkungan RS harus mempertimbangkan keselamatan dari sisi pencegahan dan
pengendalian infeksi RS. Desain konstruksi bangunan diarahkan untuk menjamin
tercapainya kondisi kebersihan, tata udara, pencahayaan dan kebisingan lingkungan yang
mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Rl No1204/Menkes/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan RumahSakit.

O.1. Desain, penataan ruang bangunan dan penggunaannya harus sesuai dengan fungsi,
memenuhi persyaratan serta dikelompokkan berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan
penyakit (kohorting), yaitu :
Zona dengan risiko rendah,: ruang administrasi, ruang perkantoran, ruang pertemuan, ruang
perpustakaan, ruang resepsionis;
Zona dengan risiko sedang : ruang rawat inap bukan penyakit menular, ruang rawat jalan,
instalasi Gizi, IPSRS,
Zona dengan risiko tinggi : Instalasi Gawat Darurat, ruang bersalin, Kamar jenazah, Instalasi
Farmasi, Instalasi HD, Radiologi;
Zona dengan risiko sangat tinggi : Instalasi Rawat Intensif, R.Padma, ruang operasi, ruang
laboratorium, ruang isolasi (airborne).
O.2. Prasarana yang mendukung dapat operasionalnya gedung seperti sistem perlistrikan,
sistem air dan tata udara dijaga untuk dapat berfungsi sesuai dengan zonasi,
O.3. Sistem ventilasi natural (alamiah) didesain dengan memaksimalkan jendela dan tata
ruang, dibantu sistem fan.
O.4. IPSRS berkoordinasi dengan PPIRS menerapkan Panduan keamanan dan
pengurangan dampak risiko dari setiap pembangunan/ perbaikan/ renovasi gedung di
lingkungan RS.
P. Pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi diberikan untuk setiap pasien.

P.1. Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru masuk
meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban pembuangan sampah.
P.2. Untuk pasien rawat jalan disampaikan oleh perawat pada Promosi Kesehatan RS
(PKRS) yang dilaksanakan secara teratur berkesinambungan dalam program PKRS
bersama Bagian Hukum dan Pelayanan Pelanggan.
Q. Pendidikan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk pengunjung dilaksanakan pada
PKRS, melalui poster, leaflet atau banner dan berbagai media informasi lain di RS bersama
bagian Hukum dan Pelayanan pelanggan.
R. Penerapan sistem manajemen informasi dalam pengelolaan PPI RS ditujukan untuk
mengoptimalkan sosialisasi dan implementasi standar/ program monitoring dan evaluasi
kinerja, serta penyampaian feedback hasil surveilans PPI RS, dilakukan bersama Instalasi
Teknologi Informasi RS.
S. Pelayanan kamar jenazah ditujukan untuk mencegah penularan infeksi pada petugas
kesehatan dan keluarga. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar
ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular. Alat pelindung diri
lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut dalam
masa penularan. Petugas harus memberikan penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal akibat dengan penyakit menular.
Kegiatan pengendalian infeksi di kamar jenazah dilakukan bersama Instalasi kamar jenazah.
T. Pengelolaan Darah dan Komponen

Pengelolaan darah dan komponen jenazah ditujukan untuk mencegah penularan infeksi
pada petugas kesehatan, pasien dan keluarga. Petugas kesehatan harus menjalankan
kewaspadaan standar ketika menangani darah dan komponennya.
Alat pelindung : Yogyakarta
diri lengkap
harus digunakan
petugas yang
menangani
darah dan
komponennya.
Kegiatan
penanganan
darah dan
komponen di
kamar jenazah
dilakukan
bersama
Instalasi Bank
Darah.
Ditetapkan di
Pada tanggal 14 April 2015
DIREKTUR
ttd
Drg. Hj. RR. TUTY SETYOWATI,
MM
NIP. 19620502 198701 2 001

KEBIJAKAN PENEGAKAN INFEKSI RUMAH SAKIT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) KOTA YOGYAKARTA
DIREKTUR RSUD KOTA :
YOGYAKARTA Menimbang a. bahwa dalam upaya
meningkatkan mutu
pelayanan RSUD Kota
Yogyakarta, maka
diperlukan
penyelenggaraan
Pencegahan Pengendalian
Infeksi yang bermutu
tinggi;
b. bahwa agar pelayanan
Pencegahan Pengendalian
Infeksi di RSUD Kota
Yogyakarta dapat
terlaksana dengan baik,
perlu adanya kebijakan
Direktur RSUD Kota
Yogyakarta sebagai
landasan bagi
penyelenggaraan
Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di
RSUD Kota Yogyakarta;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam butir a
dan b, perlu ditetapkan
dengan Keputusan Direktur
RSUD Kota Yogyakarta.

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor
36 tahun 2004 tentang
Rumah Sakit;
2. Undang-Undang Nomor
44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Dalam
Negeri RI Nomor 61 tahun
2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah;
4. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 269
/Menkes/Per/III/2008
tentang Pencegahan
Pengendalian Infeksi;
5. Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor :
1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor :
1214/Menkes/SK/XI/2007
tanggal 28 November 2007
tentang Peningkatan Kelas
Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Yogyakarta
milik Pemerintah Kota
Yogyakarta;
7. Peraturan Walikota
Yogyakarta Nomor 6 Tahun
2012 tentang Fungsi,
Rincian Tugas dan Tata
Kerja Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Yogyakarta;

Memperhatikan :
1. Buku Panduan
Penyusunan Dokumen
Akreditasi yang disusun
oleh Komisi Akreditasi
Rumah Sakit tahun 2012;
2. Standar Akreditasi
Rumah Sakit, Kerjasama
Ditjen Bina Upaya
Kesehatan Kemenkes RI
dengan Komisi Akreditasi
Rumah Sakit (KARS),
September 2011.

1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2004 tentang Rumah Sakit;


2. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 /Menkes/Per/III/2008 tentang Pencegahan
Pengendalian Infeksi;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1214/Menkes/SK/XI/2007 tanggal 28
November 2007 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Yogyakarta milik Pemerintah Kota Yogyakarta;
7. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2012 tentang Fungsi, Rincian Tugas
dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta;
Memperhatikan :
1. Buku Panduan
Penyusunan Dokumen
Akreditasi yang disusun
oleh Komisi Akreditasi
Rumah Sakit tahun 2012;
2. Standar Akreditasi
Rumah Sakit, Kerjasama
Ditjen Bina Upaya
Kesehatan Kemenkes RI
dengan Komisi Akreditasi
Rumah Sakit (KARS),
September 2011.
KEBIJAKAN
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI
DI RSUD KOTA
YOGYAKARTA
I. PENGERTIAN

A. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit (PPIRS)
adalah kegiatan yang
meliputi perencanaan,
pelaksanaan dan
pengawasan serta
pembinaan dalam upaya
menurunkan angka kejadian
infeksi rumah sakit (IRS)
pada pasien atau petugas
RS dan mengamankan
lingkungan rumah sakit dari
resiko transmisi infeksi yang
dilaksanakan melalui
manajemen resiko, tata
laksana klinik yang baik dan
pelaksanaan kesehatan dan
keselamatan kerja RS.
B. Infeksi yang terjadi di
Rumah Sakit

Hospital associated infection


( HAI’s ) adalah infeksi yang
terjadi di rumah sakit,
dimana pasien tidak ada
tanda gejala dan tidak
dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi yang
didapat di rumah sakit,
tetapi muncul setelah pulang
dan juga infeksi yang terjadi
pada petugas kesehatan
yang terjadi di rumah sakit.
Suatu infeksi dikatakan
didapat dari rumah sakit bila
:
1. Pada saat masuk rumah
sakit tidak ada tanda / gejala
atau tidak dalam masa
inkubasi tersebut.
2. Infeksi terjadi 2 x 24 jam
setelah pasien dirawat di
rumah sakit .
3. Infeksi pada lokasi yang
sama tetapi disebabkan oleh
mikroorganisme yang
berbeda dari
mikroorganisme pada saat
masuk rumah sakit atau
mikroorganisme penyebab
sama tetapi lokasi infeksi
berbeda.

Kewaspadaan Standar
adalah prinsip kewaspadaan
sebagai bagian manajemen
resiko pada pengendalian
infeksi RS yang
dilaksanakan secara
menyeluruh oleh setiap
petugas berdasarkan
perhitungan besar resiko
transmisi infeksi yang
dihadapi pada setiap
pelayanan rawat jalan
maupun rawat inap untuk
melindungi pasien, petugas,
pengunjung maupun
lingkungan RS. Prinsip
kewaspadaan standar
meliputi kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung
diri (APD), peralatan
perawatan pasien,
pengendalian lingkungan,
pemrosesan peralatan
pasien dan
penatalaksanaan linen,
kesehatan karyawan,
penempatan pasien, etika
batuk, praktik menyuntik
yang aman, praktek untuk
lumbal pungsi.
C. Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
Tuberkulosis (PPI TB)

Adalah kegiatan yang


terintegrasi dengan
pengendalian infeksi RS
secara umum dan secara
khusus ditujukan untuk
mencegah dan
mengendalikan resiko
penyebaran infeksi TB di RS
(sebagai bagian
kewaspadaan isolasi
airborne) melalui tata
laksana administratif,
pengendalian lingkungan
dan penggunaan alat
pelindung diri (APD).

D. Surveilans

Adalah kegiatan
pengamatan sistematis aktif
dan terus menerus terhadap
timbulnya dan penyebaran
IRS pada suatu peristiwa
yang menyebabkan
meningkat atau menurunkan
risiko tersebut.
E. Dekontaminasi

Adalah menghilangkan
mikroorganisme patogen
dan kotoran dari suatu
benda sehingga aman untuk
pengelolaan selanjutnya dan
dilakukan sebagai langkah
pertama bagi pengelolaan
alat kesehatan bekas pakai
atau pengelolaan
pencemaran lingkungan,
seperti tumpahan darah/
cairan tubuh atau
pengelolaan limbah yang
tidak dimusnahkan dengan
cara insenerasi atau
pembakaran dengan alat
insenerator, tetapi ditimbun
dengan cara kapurisasi.
F. Sterilisasi

Adalah suatu proses untuk


menghilangkan seluruh
mikroorganisme dari benda/
alat kesehatan termasuk
endespora bakteri melalui
cara fisika atau kimia.
G. Desinfeksi

Adalah suatu proses untuk


menghilangkan sebagian
atau semua mikroorganisme
dari alat kesehatan kecuali
endospora bakteri.
H. Penggunaan antibiotika
yang rasional

Adalah bila memenuhi


kriteria : tepat indikasi, tepat
penderita (tidak ada kontra
indikasi), tepat informasi,
tepat jenis obat, tepat dosis
dan cara pemberian (saat
pemberian dan lama
pemberian) serta waspada
terhadap efek samping obat
(ESO).
I. Pengelolaan linen yang
aman

Adalah kegiatan yang


bertujuan mencegah
kontaminasi linen kotor atau
infeksius kepada petugas,
pasien dan lingkungan,
meliputi proses
pengumpulan, pemilahan,
pengangkutan linen kotor,
pemilahan dan teknik
pencucian sampai dengan
pengangkutan dan distribusi
linen bersih.
J. Pengelolaan lingkungan

Merupakan bagian upaya


pengendalian infeksi untuk
meminimalkan potensi
reservoar tumbuh dan
berkembangbiaknya agen
patogen di lingkungan RS
sehingga mencegah
transmisi kepada pasien,
petugas maupun lingkungan
yang lebih luas.
II. TUJUAN

A. Tujuan Umum

Terciptanya lingkungan
rumah sakit yang memenuhi
standar untuk menjamin
pencegahan IRS dan
membantu program
pengobatan serta proses
penyembuhan pasien, agar
dapat meningkatkan mutu
pelayanan berfokus pada
keselamatan (pasien,
petugas dan lingkungan)
dan efisien.
B. Tujuan Khusus

Dapat melaksanakan
pencegahan dan
pengendalian infeksi dengan
baik.
III. KEBIJAKAN

A. Kewaspadaan standar
rneliputi kebersihan tangan,
penggunaan alat pelindung
diri (APD), peralatan
perawatan pasien,
pengendalian lingkungan,
pemrosesan peralatan
pasien dan
penatalaksanaan linen,
kesehatan karyawan,
penempatan pasien, etika
batuk, praktik menyuntik
yang aman, praktek untuk
lumbal punksi.
Kewaspadaan standar
diterapkan secara
menyeluruh di semua area
RS dengan mengukur
semua risiko yang dihadapi
pada setiap situasi dan
aktivitas pelayanan sesuai
Panduan PPIRS.
B. Praktik kebersihan
tangan di RS merupakan
kunci dari upaya PPIRS
yang menggambarkan mutu
pelayanan yang berfokus
pada keselamatan pasien,
petugas, pengunjung dan
lingkungan RS. Kebersihan
tangan dilaksanakan melalui
praktik mencuci tangan
menggunakan sabun biasa/
antiseptik dan air mengalir,
atau handrub menggunakan
larutan antiseptik.
Kebersihan tangan wajib
diimplementasikan di RS
oleh setiap anggota
masyarakat RS sesuai
panduan kebersihan tangan
yang dikembangkan RS
berdasarkan pedoman
lnternasional(WHO) maupun
pedoman nasional
(Kemenkes).

B.1. Penerapan praktik


kebersihan tangan oleh
seluruh petugas di RS saat
diruang perawatan pasien
berpedoman pada lima saat
kebersihan tangan wajib
dilaksanakan (standar
WHO) dan enam langkah
prosedur. Petugas
melaksanakan cuci tangan
dengan sabun dan air
setelah melaksanakan 5-10
x cuci tangan dengan
handrub.
B.2. Penerapan praktik
kebersihan tangan di luar
area perawatan pasien
berpedornan pada panduan
kebersihan tangan yang
dikembangkan Komite PPI
RS.
B.3. Komite PPI RS
melakukan monitoring,
evaluasi dan memberikan
rekomendasi untuk
meningkatkan perilaku
kebersihan tangan di RS
secara efektif dan efisien.
C. Kewaspadaan isolasi
merupakan tambahan
kewaspadaan standar
diterapkan pada pasien
rawat inap yang suspek atau
telah ditentukan jenis
infeksinya, berdasarkan
cara transmisi kontak,
droplet atau airborne.
Tatalaksana administratif
meliputi percepatan akses
diagnosis, pemisahan
penempatan pasien,
mempersingkat waktu
pelayanan di RS,
penyediaan paket
perlindungan petugas ;
tatalaksana lingkungan
meliputi penataan alur
pasien, penataan sistem
ventilasi (natural maupun
mekanikal) tatalaksana
penyediaan dan
penggunaan alat pelindung
diri.

C.1. RS menyiapkan ruang


dengan ventilasi natural
yang baik untuk perawatan
pasien infeksi, khususnya
infeksi airbone, yang
terpisah dari pasien non
infeksi dan khususnya
terpisah dari pasien dengan
kondisi immunocompromise.
C.2. Pasien infeksi yang
penularannya melalui cara
kontak ditempatkan di ruang
rawat secara kohorting,
diutamakan di ruang rawat
infeksi.
C.3. Tatalaksana perawatan
pasien infeksi diterapkan
berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai
cara transmisi spesifiknya.
Petugas menerapkan prinsip
kewaspadaan kontak atau
droplet atau airborne atau
kombinasinya.
C.4. Transportasi pasien
infeksi dari 1 unit ke unit lain
harus dibatasi seminimal
mungkin, dan bila terpaksa
harus memperhatikan
prinsip kewaspadaan isolasi.
D. Pencegahan dan
pengendalian infeksi
tuberculosis (PPITB)

Merupakan bagian tidak


terpisahkan dari PPIRS,
khususnya kewaspadaan
infeksi airborne,
dimaksudkan untuk lebih
memprioritaskan
kewaspadaan terhadap
risiko transmisi penyakit TB,
MDR.
D.1. Skrining batuk
dilakukan saat pasien
datang di RS oleh petugas
yang terlatih.
D.2 Pasien suspek batuk
langsung diberikan masker
bedah, diberikan edukasi
etika batuk dan higiene
respirasi.
D.3. Akses pelayanan
pasien suspek TB
dikhususkan untuk
diagnosis
cepat,mengamankan alur
pelayanan bagi pasien-
pengunjung-lingkungan
RS,mempersingkat waktu
kontak di RS.
D.4. Pasien rawat inap TB
BTA (+) ditempatkan di
ruang rawat inap infeksi
airborne dengan pengaturan
ventilasi natural campuran.
D.5. Tatalaksana perawatan
pasien TB, khususnya MDR
TB dan TB BTA
(+),diterapkan berdasarkan
prinsip kewaspadaan isolasi
airborne, khususnya pada
aktivitas/ tindakan medis
yang menghasilkan aerosol.
Alat pelindung diri : masker
bedah untuk pasien –
masker N 95 untuk petugas.
D.6. Paket kesehatan kerja
meliputi pemantauan
kesehatan dan pada
surveilans TB petugas,
pemeriksaan rutin prakarya
dan berkala, pemberian
terapi profilaksis maupun
terapeutik dan pengaturan
shift bertugas dilakukan
bersama sub Bagian
Kepegawaian dan Unit
Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3).
E. Alat pelindung diri (APD)
ditata perencanaan,
penyediaan, penggunaan
dan evaluasinya oleh
Komite PPI RS bersama
Unit K3, lnstalasi Farmasi
dan Sub Bagian TU dan
Rumah Tangga RS agar
mudah dan dapat cepat
diakses saat dibutuhkan,
efektif dan efisien.

E.1. APD digunakan


berdasarkan prinsip
kewaspadaan standar dan
isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko
spesifik pada setiap aktivitas
pelayanan/ tindakan medik
sehingga tepat, efektif dan
efisien.
E.2. APD habis pakai
disediakan melalui lnstalasi
Farmasi dan Sub Bag TU
dan RT dengan paket
floorstock terstandar,
E.3. APD yang lain
disediakan melalui unit K3.
E.4. Tim PPI RS melakukan
monitoring dan audit
ketepatan penggunaan APD
sebagai bahan Komite
PPIRS dalam evaluasi dan
rekomendasi peningkatan
efektivitasnya.
F. Surveilans lnfeksi RS
(lRS) dilakukan secara
sistematik aktif oleh IPCN
(infection prevention control
nurse) - perawat pengendali
infeksi purna waktu) dan
IPCLN (link nurse - perawat
penghubung pengendali
infeksi) untuk
menggambarkan tingkat
kejadian berbagai penyakit
infeksi target sesuai
Pedoman Surveilans IRS
Kemenkes dan penyakit
infeksi endemis di RS,
Target surveilans yaitu :
lnfeksi saluran kemih-lSK
terkait kateterisasi, infeksi
luka operasi-lLO, plebitis
lRS, dan dekubitus,
Ventilator Associated
Pneumonia (VAP) &
Hospital Associated
Pneumonia (HAP), Infeksi
Aliran Darah Primer (IADP)
dan diare.

F.1. Analisis, evaluasi dan


rekomendasi tindak lanjut
data infeksi dilakukan
Komite PPIRS di bawah
koordinator Dokter
Penanggung Jawab
PPI(IPCO) untuk tujuan
pengendalian, manajemen
risiko dan kewaspadaan
terhadap kejadian luar biasa
(KLB).
F.2. Pengendalian angka
IRS menggunakan target
sasaran sesuai program
PPl. Sasaran angka IRS
dievaluasi setiap 3 tahun. ,
F.3. Kejadian luar biasa IRS
ditetapkan oleh Direktur RS
berdasarkan pertimbangan
Komite PPI RS pada hasil
evaluasi epidemiologi
kecenderungan angka IRS
melalui surveilans,
Kecenderungan kejadian
IRS yang terus meningkat
signifikan selama 3 bulan
berturut-turut atau
peningkatan signifikan
angka kejadian pada suatu
waktu pengamatan tertentu
diwaspadai sebagai KLB,
Pencegahan dan
pengendalian risiko
penyebaran kejadian yang
berpotensi menjadi KLB
dilakukan segera secara
sinergi melalui kerjasama
lintas unit satuan kerja oleh
Komite PPIRS.
F.4. Laporan IRS
disampaikan Komite PPI RS
kepada Direktur minimal
setiap 3 bulan.
G. Pengendalian resistensi
antibiotika dilaksanakan RS
melalui Panitia Farmasi dan
Terapi.

G.1. Pemilihan terapi


antibiotik secara rasional
kepada pasien didasarkan
tujuan dan indikasi
(profilaksis atau terapi)
G.2. Panduan pengobatan
antibiotika merujuk pada
Kebijakan Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di RS di
bawah tanggungjawab Sub
Komite Farmasi dan Terapi.
Peresepan antibiotika
mengacupada formularium
RS dan atau DPHO BPJS
mempertimbangkan derajat
penyakit, spektrum
antibiotika, farmakokinetik,
farmakodinamik, keamanan
serta harga terjangkau.
G.3. Ketepatan pemberian
antibiotika agar aman bagi
pasien meliputi :
Tepat indikasi, obat
benar-benar dibutuhkan;
Tepat pemilihan obat
dengan perbandingan biaya
efektifitas yang baik;
Tepat pasien, tidak ada
kontra indikasi, efek
samping minimal;
Tepat dosis, tepat cara
pemberian, tepat durasi
pemakaian;
Tepat informasi, kepada
pasien dan keluarganya.

G.4. Pasien wajib diberi


informasi tentang
pengobatan yang diberikan
dan efek samping serta
tindakan yang diambil.
H. Sterilisasi alat/ instrumen
kesehatan pasca pakai di
RS dilakukan dengan 2 cara
yaitu secara fisika atau
kimia, melalui tahapan
pencucian (termasuk
perendaman dan
pembilasan), pengeringan,
pengemasan, labeling,
indikatorisasi, sterilisasi,
penyimpanan, distribusi
diikuti dengan pemantauan
dan evaluasi proses serta
kualitas/ mutu hasil
sterilisasi secara terpusat
melalui lnstalasi pusat
pelayananSterilisasi
(CSSD).

H.1. Pemrosesan alat


instrumen pasca pakai
dipilih berdasarkan kriteria
alat, dilakukan derngan
sterilisasi untuk alat kritikal;
sterilisasi atau disinfeksi
tingkat tinggi (DTT) untuk
alat semi kritikal, disinfeksi
tingkat rendah untuk non
kritikal.
H.2. Kriteria pemilihan
desinfektan didasari telaah
secara cermat terkait criteria
memiliki spektrum luas
dengan daya bunuh kuman
yang tinggi dengan
toksisitas rendah, waktu
disinfeksi singkat, stabil
dalam penyimpanan, tidak
merusak bahan dan efisien.
Unit kerja yang bertanggung
jawab terhadap penyediaan
desinfektan dan antiseptik di
RS sesuai rekomendasi
Komite PPI RS adalah
lnstalasi Farmasi.
H.3. lnstalasi Pusat
Pelayanan Sterilisasi
(CSSD) bertanggungjawab
menyusun panduan dan
prosedur tetap,
mengkoordinasikan, serta
melakukan monitoring dan
evaluasi proses serta
kualitas/ mutu hasil
sterilisasi dengan
persetujuan Komite PPI RS.
I. Alat medis habis pakai
(AMHP) dapat digunakan
sesuai dengan rekomendasi
manufactur-nya. Alat medis
sekali pakai dapat
digunakan ulang (re-used of
single use devices) sesuai
kebijakan RS tentang AMHP
reusable.

I.1. AMHP dapat digunakan


ulang apabila AMHP dapat
diproses secara benar/ tepat
(rasional) dan hasil
sterilisasi masih efektif dan
efisien baik secara fisik;
fungsi , kualitas serta aman
digunakan bagi pasien.
I.2. Kriteria AMHP yang
disterilkan kembali adalah
AMHP yang telah digunakan
tetapi secara fisik dan fungsi
masih baik, AMHP yang
sangat dibutuhkan tetapi
sulit diperoleh atau sangat
mahal harganya dan atau
AMHP telah kedaluwarsa.
Daftar AMHP yang di reuse
dan berapa kali batas
maksimal reuse ditentukan
oleh RS melalui Panitia
Farmasi dan Terapi,
I.3. Mekanisrne pemrosesan
AMHP yang di-reuse dan
disterilkan kembali dengan
pencatatan dan
pengawasan mutu serta
batas maksimal reuse
diCSSD
J. Pengendalian lingkungan
RS meliputi penyehatan air,
pengendalian serangga dan
binatang pengganggu,
penyehatan ruang dan
bangunan, pemantauan
hygiene sanitasi makanan,
pemantauan penyehatan
linen, disinfeksi permukaan -
udara , lantai, pengelolaan
limbah cair - limbah B3
limbah padat medis - non
medis dikelola oleh lnstalasi
Kesehatan Lingkungan dan
Sub Bagian Rumah Tangga
bekerjasama dengan pihak
ketiga, berkoordinasi
dengan komite PPI RS,
sehingga aman bagi
lingkungan.

J.1. Pengelolaan limbah


padat medis dipisahkan dan
dikelola khusus sampai
dengan pemusnahannya
sesuai persyaratan
Kementerian Lingkungan
Hidup sebagai limbah
infeksius (ditempatkan
dalam kantong plastic
berwarna kuning berlogo
infeksius), limbah padat
tajam (ditempatkan dalam
wadah tahan tusuk, tidak
tembus basah dan tertutup).
J.2. Pengelolaan limbah
padat non medis
ditempatkan dalam kantong
plastik benwarna hitam dan
pemusnahannya
bekerjasama dengan Badan
Lingkungan Hidup Kota
Yogyakarta.
J.3. Prinsip metode
pembersihan ruang
perawatan dan lingkungan,
pemilihan bahan
desinfektan, cara penyiapan
dan penggunaannya
dilaksanakan berdasarkan
telaah Komite PPI RS untuk
mencapai efektivitas yang
tinggi.
J.4. Pernbersihan
lingkungan ruang perawatan
diutamakan dengan metode
usap seluruh permukaan
lingkungan menggunakan
bahan desinfektan yang
efektif,
J.5. Pelaksanaan Panduan
PPI RS dan standar
prosedur operasional
tentang pengendalian
lingkungan, monitoring dan
evaluasinya dilaksanakan
oleh Instalasi Kesehatan
Lingkungan bersama sub
Bagian Rumah Tangga
berkoordinasi dengan
komite PPI.
J.6. Baku mutu berbagai
parameter pengendalian
lingkungan dievaluasi
periodik dengan
pemeriksaan parameter
kimia - biologi surveilan
angka dan pola kuman
lingkungan berdasarkan
standar Kepmenkes Rl
No.416/MenKes/Per/|x1990
tentang persyaratan Kualitas
Air Bersih dan AirMinum,
Kepmenkes Rl No.
492lMenKes/sKA/ll/2010
tentang persyaratan Kualitas
Air Minum, Kepmenkes Rl
No, l204/Menkes/X/2004
tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan RS.
K. Pengelolaan linen kotor
dan bersih secara terpisah
untuk mengurangi risiko
infeksi pada pasien, petugas
dan lingkungan dilakukan
menyeluruh dan sistematis
agar mencegah
kontaminasi, di bawah
tanggung jawab lnstalasi
Laundry berkoordinasi
dengan Komite PPI RS.

K.1. Jenis linen di RS


diklasifikasikan menjadi
linen bersih, linen steril,
linen kotor infeksius, linen
kotor non infeksius ( linen
kotor berat dan linen kotor
ringan)
K.2. Pencegahan
kontaminasi lingkungan
maupun pada petugas
dilakukan dengan disinfeksi
kereta linen, pengepelan/
disinfeksi lantai,
implementasi praktik
kebersihan tangan,
penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) sesuai potensi
risiko selama bekerja.
L. Pengelolaan makanan di
lnstalasi Gizi
memperhatikan standar
sanitasi makanan minuman,
alat, lingkungan produksi
dan higiene perorangan
penjamah makanan.

L.1. Semua bahan makanan


yang disiapkan hingga
sampai dengan disajikan
kepada pasien, pegawai
dikelola sesuai pedoman
dan standar prosedur
pelayanan Instalasi Gizi
agar terhindar dari
pencemaran dan penularan
infeksi melalui makanan
(sesuai persyaratan hygiene
makanan dalam Kepmenkes
RI No.1204/SK/X/2004 ;
Keputusan Direktorat
Jenderal POM No
03726/B/SK/VII/1989 ;
Kepmenkes RI
No.715/Menkes/SK/V/2003
tentang persyaratan hygiene
sanitasi jasa boga)
L.2. Penyimpanan bahan
makanan harus selalu
terpelihara dan dalam
keadaan bersih, terlindung
dari debu, bahan kimia
berbahaya dan hewan lain
serta suhu penyimpanan
disesuaikan dengan jenis
bahan makanan.
L.3 Penjamah makanan
yang kontak langsung
dengan makanan mulai dari
proses penyiapan bahan
sampai dengan
penyajiannya dilakukan
surveilans higiene pribadi
berupa monitoring
pemeriksaan darah rutin,
darah kimia, kultur widal,
feses dan urin rutin dan
kultur mikrobiologi swab
rektal setahun sekali,
dikoordinasikan dan di
bawah tanggung jawab Unit
K3 RS dan Sub Bag
Kepegawaaian dan
Pengembangan SDM.
L.4. Pemeriksaan
mikrobiologi lingkungan
dilakukan setiap 6 bulan
untuk monitoring evaluasi
mutu pembersihan
lingkungan.

M. Pendidikan dan pelatihan


pencegahan pengendalian
infeksi RS direncanakan dan
dilaksanakan secara
periodik dan
berkesinambungan oleh
Bagian SDM dan
Pendidikan melalui Bidang
Diklat bekerjasama dengan
Komite PPI RS untuk
menjamin setiap petugas
yang berada dan bekerja di
RS (termasuk peserta didik
dan karyawan kontrak)
memahami dan mampu
melaksanakan program PPI
RS, khususnya
kewaspadaan standar dan
isolasi.

M.1. Seluruh SDM baru


wajib mengikuti program
orientasi, termasuk materi
PPI RS.
M.2. Monitoring dan
evaluasi hasil pendidikan
dan pelatihan dilakukan oleh
Bagian SDM bersama
Komite PPIRS sesuai
ketentuan yang berlaku
sebagai dasar perencanaan
program selanjutnya.
N. Kesehatan dan
keselarnatan kerja (K3)
petugas di RS terkait risiko
penularan infeksi karena
merawat pasien maupun
identifikasi risiko petugas
yang mengidap penyakit
menular dilaksanakan oleh
Unit K3RS berkoordinasi
dengan Komite PPI RS.

N.1 Pencegahan penularan


infeksi pada dan dari
petugas dilakukan dengan
pengendalian administratif
untuk petugas yang rentan
tertular infeksi ataupun
berisiko menularkan infeksi
dikoordinasikan Unit K3 RS
bersama Komite PPI RS
dan Bagian SDM berupa
penataan penempatan
SDM, pemberian imunisasi,
dan sosialisasi PPI berkala
khususnya di tempat risiko
tinggi infeksi.
N.2. Perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi
kondisi kesehatan petugas
dilakukan dengan
pemeriksaan kesehatan
prakarya dan berkala sesuai
faktor risiko di tempat kerja,
N.3. Perencanaan,
pengadaan dan
pengawasan penggunaan
alat pelindung diri petugas
dari risiko infeksi yang
berupa alat/ bahan tidak
habis pakai dikelola Unit K3
RS berkoordinasi dengan
Komite PPI RS.
N.4. Unit K3RS
berkoordinasi dengan
Komite PPI RS
mengembangkan panduan
dan menyusun standar
pelaporan dan penanganan
kejadian kecelakaan kerja
terkait pajanan infeksi,
mensosialisasikan,
memonitor pelaksanaan,
serta melakukan evaluasi
kasus dan menyusun
rekomendasi
tindaklanjutnya.
N.5. Surveilans pada
petugas dan pelaporannya
dilakukan secara teratur,
berkesinambungan, periodik
oleh unit K3RS
berkoordinasi dengan PPI
RS.
O. Setiap renovasi,
pemeliharaan,
pengembangan maupun
pembangunan gedung di
lingkungan RS harus
mempertimbangkan
keselamatan dari sisi
pencegahan dan
pengendalian infeksi RS.
Desain konstruksi bangunan
diarahkan untuk menjamin
tercapainya kondisi
kebersihan, tata udara,
pencahayaan dan
kebisingan lingkungan yang
mengacu pada Keputusan
Menteri Kesehatan Rl
No1204/Menkes/X/2004
tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan
RumahSakit.

O.1. Desain, penataan


ruang bangunan dan
penggunaannya harus
sesuai dengan fungsi,
memenuhi persyaratan serta
dikelompokkan berdasarkan
tingkat risiko terjadinya
penularan penyakit
(kohorting), yaitu :
Zona dengan risiko rendah,:
ruang administrasi, ruang
perkantoran, ruang
pertemuan, ruang
perpustakaan, ruang
resepsionis;
Zona dengan risiko sedang :
ruang rawat inap bukan
penyakit menular, ruang
rawat jalan, instalasi Gizi,
IPSRS,
Zona dengan risiko tinggi :
Instalasi Gawat Darurat,
ruang bersalin, Kamar
jenazah, Instalasi Farmasi,
Instalasi HD, Radiologi;
Zona dengan risiko sangat
tinggi : Instalasi Rawat
Intensif, R.Padma, ruang
operasi, ruang laboratorium,
ruang isolasi (airborne).
O.2. Prasarana yang
mendukung dapat
operasionalnya gedung
seperti sistem perlistrikan,
sistem air dan tata udara
dijaga untuk dapat berfungsi
sesuai dengan zonasi,
O.3. Sistem ventilasi natural
(alamiah) didesain dengan
memaksimalkan jendela dan
tata ruang, dibantu sistem
fan.
O.4. IPSRS berkoordinasi
dengan PPIRS menerapkan
Panduan keamanan dan
pengurangan dampak risiko
dari setiap pembangunan/
perbaikan/ renovasi gedung
di lingkungan RS.
P. Pendidikan pencegahan
dan pengendalian infeksi
diberikan untuk setiap
pasien.

P.1. Untuk pasien rawat


inap disampaikan oleh
perawat saat orientasi
pasien baru masuk meliputi
kebersihan tangan, etika
batuk dan ketertiban
pembuangan sampah.
P.2. Untuk pasien rawat
jalan disampaikan oleh
perawat pada Promosi
Kesehatan RS (PKRS) yang
dilaksanakan secara teratur
berkesinambungan dalam
program PKRS bersama
Bagian Hukum dan
Pelayanan Pelanggan.
Q. Pendidikan pencegahan
dan pengendalian infeksi
untuk pengunjung
dilaksanakan pada PKRS,
melalui poster, leaflet atau
banner dan berbagai media
informasi lain di RS
bersama bagian Hukum dan
Pelayanan pelanggan.
R. Penerapan sistem
manajemen informasi dalam
pengelolaan PPI RS
ditujukan untuk
mengoptimalkan sosialisasi
dan implementasi standar/
program monitoring dan
evaluasi kinerja, serta
penyampaian feedback hasil
surveilans PPI RS,
dilakukan bersama Instalasi
Teknologi Informasi RS.
S. Pelayanan kamar
jenazah ditujukan untuk
mencegah penularan infeksi
pada petugas kesehatan
dan keluarga. Petugas
kesehatan harus
menjalankan kewaspadaan
standar ketika menangani
pasien yang meninggal
akibat penyakit menular.
Alat pelindung diri lengkap
harus digunakan petugas
yang menangani jenazah
jika pasien tersebut dalam
masa penularan. Petugas
harus memberikan
penjelasan kepada pihak
keluarga tentang
penanganan khusus bagi
jenazah yang meninggal
akibat dengan penyakit
menular. Kegiatan
pengendalian infeksi di
kamar jenazah dilakukan
bersama Instalasi kamar
jenazah.
T. Pengelolaan Darah dan
Komponen

Pengelolaan darah dan


komponen jenazah ditujukan
untuk mencegah penularan
infeksi pada petugas
kesehatan, pasien dan
keluarga. Petugas
kesehatan harus
menjalankan kewaspadaan
standar ketika menangani
darah dan komponennya.
Alat pelindung : Yogyakarta
diri lengkap
harus digunakan
petugas yang
menangani
darah dan
komponennya.
Kegiatan
penanganan
darah dan
komponen di
kamar jenazah
dilakukan
bersama
Instalasi Bank
Darah.
Ditetapkan di
Pada tanggal 14 April 2015
DIREKTUR
ttd
Drg. Hj. RR. TUTY SETYOWATI,
MM
NIP. 19620502 198701 2 001

Anda mungkin juga menyukai