Anda di halaman 1dari 37

PANDUAN

ASESSMENT PENGENDALIAN RESIKO INFEKSI (ICRA)


RUMAH SAKIT
BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Infection Control Risk Assesment (ICRA) merupakan suatu sistem pengontrolan pengendalian
infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas dalam aplikasi
pengendalian infeksi di lapangan. Dengan ini diharapkan akan didapatkan hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan. Pola tersebut mencakup beberapa penilaian dan aspek yang
penting dalam pengendalian infeksi, seperti kepatuhan cuci tangan, pencegahan
penyebaran infeksi, dan terjadinya resistensi antibiotik dalam penanganan kasus infeksi.
ICRA merupakan suatu proses berkesinambungan yang memiliki fungsi preventif dan
peningkatan mutu pelayanan. Menurut definisi APIC, ICRA merupakan suatu perencanaan
proses kontrol infeksi, memiliki nilai penting dalam menetapkan dasar program dan
pengembangannya, berdasarkan kontinuitas surveilans dan senantiasa melaksanakan
perubahan regulasi jika terdapat perubahan tantangan dilapangan. Pendekatan manajemen
di rumah sakit dilaksanakan berdasarkan metode interdisipliner. Acuan yang dilaksanakan
adalah mengidentifikasi faktor risiko, menilai karakteristik yang meningkatkan risiko infeksi,
menilai karakteristik yang menurunkan risiko infeksi, dan menemukan early warning risiko
terjadinya infeksi
Komite PPI rumah sakit melaksanakan identifikasi faktor risiko infeksi dan
mengimplementasikan strategi penurunan risiko infeksi melalui program Infection Control
Risk Assesment (ICRA). Angka kejadian infeksi terkait pelayanan dan kecenderungan infeksi
terkait pelayanan kesehatan diidentifikasi, dievaluasi dan dianalisa untuk menentukan
tindakan memfokus atau memfokus ulang program PPI. Langkah – langkah yang dilakukan
antara lain:

1
B. TUJUAN
1. Mengidentifikasi area berisiko yang berhubungan dengan infeksi di pelayanan
kesehatan.
2. Mengembangkan program pencegahan HAIs termasuk praktik terbaik berdasarkan bukti.
3. Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan untuk staf menggunakan
pencegahan infeksi saat ini dan mengontrol praktik terbaik.
4. Membuat sistem pengumpulan data dan surveilans.

2
BAB II

RUANG LINGKUP
A. KEGIATAN ICRA
Rumah Sakit dalam melakukan asesmen dan melayani pasien menggunakan banyak proses
yang sederhana maupun yang kompleks, masing – masing terkait dengan tingkat risiko
infeksi untuk pasien dan staf. Maka penting bagi rumah sakit untuk memonitor dan
mereview proses tersebut, dan sesuai kelayakan, mengimplementasi kebijakan, prosedur,
edukasi dan kegiatan lainnya yang diperlukan untuk menurunkan risiko infeksi, antara lain:
Identifikasi terhadap proses pelayanan yang berisiko infeksi. Upaya yang dilakukan untuk
menurunkan risiko infeksi pada seluruh proses pelayanan. Hasil kajian dan rekomendasi
untuk diterbitkannya regulasi, pelatihan untuk staf RS, serta perubahan prosedur dalam
upaya menurunkan risiko infeksi.
Kegiatan ICRA di rumah sakit meliputi:
1. Menjamin pembersihanperalatan dan sterilisasi yang memadai serta manajemen
laundry dan linen yang benar.
2. Pembuangan dan pengelolaan sampah/limbah yang tepat.
3. Pengelolaan jenazah dan kamar jenazah
4. Pembuangan benda tajam dan jarum
5. Pelayanan makanan dan pengendalian mekanik dan permesinan
6. Kriteria risiko akibat dampak renovasi dan pembangunan.
7. Penetapan pemantauan kualitas udara.

3
BAB III
TATALAKSANA

A. Menjamin Pembersihan Peralatan dan Sterilisasi yang Memadai serta Manajemen Laundry
dan Linen yang benar.
Rumah sakit menurunkan risiko infeksi dengan menjamin pembersihan peralatanan dan
sterilisasi yang memadai serta manajemen laundry dan linen yang benar. Risiko infeksi dapat
diminimalisasi dengan proses – proses pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi yang
benar.misalnya pembersihan dan disinfeksi dari alat endoskopi dan sterilisasi perbekalan
operasi serta peralatanan invasif dan non invasif untuk pelayanan pasien.
Pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi dilakukan di Instalasi Sterilisasi Sentral(ISS) dengan
pengawasan yang tepat. Metode pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi menjaga standar yang
sama dimanapun dilaksanakan di rumah sakit. Juga manajemen laundry dan linen yang tepat
dapat menghasilkan penurunan kontaminasi dari linen bersih dan risiko infeksi bagi staf
akibat laundry dan linen kotor.
Hal – hal yang diterapkan antara lain:
1. Cara pembersihan peralatan dan metode sterilisasi di RS.
2. Pelaksanaan pembersihan peralatan, disinfeksi dan sterilisasi yang dilaksanakan di luar
Unit Sterilisasi.
3. Penyelenggaraan linen dan laundry di RS.
4. Monitoring dan evaluasi terhadap proses pembersihan peralatan disinfeksi dan sterilisasi
di seluruh RS.
Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
1. Peralatan atau barang yang akan dipakai kembali baik yang telah dipakai maupun belum
sewaktu pembedahan harus di precleaning/ prabilas dengan direndam dalam larutan
chlorin 0,5% selama 10 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir, selanjutnya
direndam dalam larutan enzymatic selama 1 menit, kemudian dibersihkan dengan air
mengalir kemudian dibilas dan dikeringkan. Pembersihan dan sterilisasi alat sesuai
dengan tipe peralatan.
2. Peralatan kritikal/critical Items, yaitu peralatan bedah dan barang – barang yang akan
bersentuhan dengan darah atau jaringan steril di bawah kulit, harus disterilisasi untuk
menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk endospora bakterial.

4
3. Peralatan semikritikal/semicritical Items, yaitu peralatan atau barang yang hanya
menyentuh selaput lendir atau kulit luar yang terluka, cukup dilakukan Disinfeksi Tingkat
Tinggi (DTT). Disinfeksi tingkat infeksi untuk instrument semi kritikal dengan
menggunakan Ortho–phathalaldehyde, succindialdehyde, glutaraldehyde, dan renalin
100.
4. Peralatan non kritikal/Non Critical Items setelah dipakai pasien harus dibersihkan dan
didisinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lainnya. Disinfeksi tingkat rendah untuk
instrument non kritikal (stetoskope, termometer) dan lingkungan menggunakan alkohol
70%.
5. Proses pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien dan
pengelolaan linen dilaksanakan tersentral kecuali ruang pelayanan pasien dengan
peralatan terbatas dan utilisasi alat tinggi pengelolaan alat dilaksanakan di unit kerja
terkait dengan mengacu pada standar pemrosesan dan pemantauan mutu dibawah
tanggung jawab instalasi ISS sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dibawah
pengawasan IPCN.
6. Pemilahan linen kotor sejak dari unit pemakai, dipisahkan antara linen kotor infeksius dan
linen kotor non infeksius. Linen kotor infeksius dimasukkan dalam kantong/container
bertutup warna kuning sedangkan linen kotor non infeksius dimasukkan
keranjang/container bertutup warna lain dan ditempatkan terpisah dengan linen bersih.
Hindari menyortir linen diruang rawat pasien. Jangan memanipulasi linen terkontaminasi
untuk menghindari terhadap udara, permukaan dan orang. Petugas yang menangani
linen harus menggunakan APD.
1) Pemrosesan linen kotor tersentral di Instalasi Sentral Sterilisasi, disimpan dan
didistribusikan ke unit pemakai.
2) Linen bersih disimpan ditempat yang bersih dan tidak lembab dengan jarak dari
lantai minimal 30 cm, jarak dari dinding 20 cm dan jarak dari plafon 60 cm.
B. Pelayanan makanan dan pengendalian mekanik dan permesinan
Rumah sakit mengurangi risiko infeksi di fasilitas yang terkait dengan kegiatan pelayanan
makanan dan pengendalian mekanik dan pemesinan. Maksud dan tujuannya adalah
Pengontrolan engineering/Engineering control, seperti sistem ventilasi positif, tudung biologis
(biological hoods), dilaboratorium, thermostat pada unit pendingin dan pemanas air yang
dipergunakan untuk sterilisasi peralatan makan dan dapur, adalah contoh pentingnya peran
5
standar lingkungan dan pengendalian dalam berkontribusi untuk sanitasi yang baik dan
mengurangi risiko infeksi di rumah sakit.
Pengontrolan mekanik dan pemesinan serta kriteria risiko akibat dampak renovasi dan
pembangunan dinilai dan dikelola untuk mengurangi risiko infeksi di area rumah sakit dan
mempengaruhi kualitas udara. Pengontrolan dan pemantauan fungsi mekanis dan teknis
(mechanical and angineering) yang terkait dengan pemeliharaan, perbaikan mesin pendingin,
pembangunan fasilitas baru, renovasi gedung, penghancuran/ peruntuhan bangunan dan
sarana prasarana lainnya yang terkait dengan pencegahan dan pengendalian infeksi
menggunakan kriteria risiko berkoordinasi dengan Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah
Sakit (IPSRS)
C. Kriteria risiko akibat dampak renovasi dan pembangunan.
Rumah sakit mengurangi risiko infeksi difasilitas selama demolisi/pembongkaran,
pembangunan dan renovasi. Bila merencanakan pembongkaran, pembangunan, atau
renovasi, rumah sakit menggunakan kriteria yang mengatur dampak dari renovasi atau
pembangunan baru terhadap persyaratan kualitas udara, pencegahan dan pengandalian
infeksi, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi (kedaruratan). Hal –
hal yang perlu diterapkan antara lain:
1. Penetapan kriteria risiko akibat dampak renovasi atau pekerjaan pembangunan
(konstruksi) baru.
2. Pelaksanaan pemantauan kualitas udara akibat dampak renovasi atau pekerjaan
pembangunan, serta kegiatan sebagai upaya PPI
Ruang lingkup penilaian kriteria risiko akibat dampak renovasi atau konstruksi adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan identifikasi tipe proyek
Tahap pertama dalam kegiatan ICRA renovasi dan konstruksi adalah melakukan
identifikasi tipe proyek konstruksi dengan menggunakan table tipe proyek konstruksi.
Tipe proyek konstruksi ditentukan berdasarkan banyaknya debu yang dihasilkan. Potensi
aerosolisasi air, durasi kegiatan konstruksi dan sistem sharing HVAC (Heating Ventilation
Air Conditioning).HVAC (Heating Ventilation Air Conditioning) adalah sistem pemanas,
ventilasi dan pendingin udara disarana pelayanan kesehatan yang dirancang untuk
menjaga suhu udara dan kelembaban dalam ruangan pada tingkat yang nyaman untuk
petugas, pasien dan pengunjung, mengontrol bau, mengeluarkan udara yang tercemar,
6
memfasilitasi penanganan udara untuk melindungi petugas dan pasien dari patoge
airborne, dan meminimalkan risiko transmisi patogen udara dari pasien infeksi. Sistem
HVAC mencakup udara luar inlet, filter, mekanisme modifikasi sistem kelembaban,
pemanas dan pendingin alat, exhaust, diffusers atau kisi – kisi untuk distribusi udara.
Penurunan kerja sistem fasilitas kesehatan HVAC, inefsiensi filter, pemanasan yang tidak
benar dan pemeliharaan yang buruk dapat berkontribusi pada penyebaran infeksi
airborne.
Tabel III.1 Proyek Konstruksi
Tipe A Kegiatan pemeriksaan kenstruksi dengan risiko rendah,
namun tidak terbatas hanya pada:
a. Pemindahan plafon untuk pemeriksaan visual (debu
minimal)
b. Pengecatan (bukan pemlesteran)
c. Merapikan pekerjaan listrik, pemasangan pipa kecil dan
aktifitas lain yang tidak menimbulkan debu atau
mengakses ke langit – langit selain untuk pemeriksaan
visual.
Tipe B Kegiatan non invasif skala kecil, durasi pendek dengan
risiko debu minimal namun tidak hanya terbatas pada:
a. Instalasi kabel untuk telepon atau komputer
b. Mengakses “chase space”
c. Pemotongan dinding atau plafon dimana penyebaran
debu dapat dikontrol.
Tipe C Kegiatan bongkar gedung dan perbaikan gedung yang
menghasilkan debu tingkat tinggi dengan risiko sedang
sampai tinggi, namun tidak terbatas hanya pada:
a. Pemlesteran dinding untuk pengecatan atau
melindungi dinding.
b. Pemindahan untuk pemasangan lantai dan plafon
c. Konstruksi dinding baru
d. Pekerjaan pipa kecil atau pemasangan listrik diatas

7
plafon.
e. Kegiatan pemasangan kabel besar.
f. Kegiatan tipe A, B atau yang tidak terselesaikan dalam
satu shift kerja.
Tipe D Kegiatan pembangunan proyek konstruksi dan
pembongkaran gedung dengan skala besar:
a. Kegiatan yang menuntut pembongkaran gedung
dengan skala besar.
b. Adanya kegiatan pemasangan/pemindahan sistem
perkabelan
c. Konstruksi baru atau pembangunan gedung
2. Melakukan identifikasi kelompok berisiko yang dapat terkena dampak konstruksi.
Selanjutnya identifikasi kelompok pasien berisiko yang terkena dampak konstryksi. Bila
terdapat lebih dari satu kelompok pasien berisiko yang paling tinggi. Pada semua kelas
konstruksi, pasien harus dipindahkan saat pekerjaan dilakukan.
Tabel III.2: Kelompok Pasien Berisiko
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
1. Area 1. Area TPP 1. IGD 1. Area untuk
perkantoran/ 2. Area rawat 2. VK pasien
administrasi jalan 3. Poli Bedah immunocompr
2. Area publik 3. Semua pasien 4. Radiologi omised
yang tidak 5. Perinatal 2. ICU
disebutkan 6. Pediatrik 3. R. Isolasi
pada kelompok 7. Dapur tekana negatif
risiko tinggi dan 8. Laboratorium 4. R. Kemoterapi
sangat tinggi. 5. R. Operasi

3. Menentukan kelas kewaspadaan


Kelas kewaspadaan ditentukan melalui pencocokan kelompok pasien berisiko dengan tipe
proyek konstruksi berdasarkan matriks pencegahan dan pengendalian infeksi.

8
Tabel III.3: Kelas Kewaspadaan
Kelompok Pasien Tipe Proyek Konstruksi
Berisiko Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D
Rendah I II II III/IV
Sedang I II III IV
Tinggi I II III/IV IV
Tinggi Sekali II III/IV III/IV IV

4. Melakukan identifikasi area disekitar kerja dan menilai dampak potensi lainnya.
Pada kelas kewaspadaan III dan IV perlu dilakukan identifikasi daerah area proyek dan
tingkat risiko lokasi tersebut. Identifikasi dampak potensial lain dapat diketahui dengan
mengisi tabel berikut.
Tabel III.4 : Identifikasi area disekitar area kerja dan dampak potensial.
Melakukan indentifikasi area dengan aktifitas khusus, misalnya kamar
mandi pasien, ruang obat – obatan dll.
Melakukan identifikasi masalah yang berkaitan dengan: ventilasi, pipa air,
dan kemungkinan pemadaman listrik akibat konstruksi.
Melakukan identifikasi tindakan pembatasan menggunakan penilaian
sebelumnya.
Apakah jenis pembatas yang digunakan?(misalnya dinding pembatas
solid). Apakah HEPA filter diperlukan? (catat area renovasi/konstruksi
harus diisolasi dari area sekitarnya).

5. Menentukan intervensi PPI berdasarkan kelas kewaspadaan


Penentuan intervensi PPI dilakukan setelah kelas kewaspadaan diketahui. Apabila kelas
kewaspadaan berada pada kelas III dan IV, maka diperlukan perizinan kerja dari komite
pencegahan dan pengendalian infeksi dan dilakukan identifikasi dampak lain di daerah
sekitar area proyek.

Tabel III.5: intervensi PPI berdasarkan kelas kewaspadaan.


9
Kelas Selama Proyek Konstruksi Setelah Proyek Konstruksi
1. Lakukan pekerjaan konstruksi 1. Pembersihan lingkungan
dengan metode debu minimal kerja
I 2. Segera mengganti plafon yang
digunakan untuk pemeriksaan
visual.
1. Menyediakan sarana aktif untuk
mencegah penyebaran debu 1. Bersihkan permukaan
keudara kerja dengan pembersih/
2. Memberikan kabut air pada disinfektan
permukaan kerja untuk 2. Letakkan limbah
mengendalikan debu saat konstruksi dalam wadah
memotong. yang bertutup rapat
3. Menyegel pintu yang terpakai sebelum dibuang.
II dengan lakban 3. Lakukan pengepelan
4. Menutup ventilasi udara. basah dan atau vakum
5. Letakkan dust mat (keset debu) dengan HEPA filter
di pintu masuk dan keluar area sebelum meninggalkan
kerja. area kerja.
6. Menutup sistem HVAC (heating, 4. Setelah pekerjaan selesai,
ventilation air conditioning) rapikan kembali dengan
diarea dimana pekerjaan sistem HEPA.
sedang dilakukan.
Kelas Selama Proyek Konstruksi Setelah Proyek Konstruksi
III 1. Mengisolasi sistem HVAC diarea 1. Pembatas area kerja
kerja untuk mencegah harus tetap dipasang
kontaminasi sistem saluran sampai proyek selesai
2. Siapkan pembatas area kerja diperiksa oleh Komite K3,
atau terapkan metode kontrol KPPI dan dilakukan
kubus (menutup area kerja pembersihan oleh
dengan plastik dan menyegel petugas kebersihan.
dengan vakum HEPA untuk 2. Lakukan pembongkaran
10
bahan – bahan pembatas
menyedot debu keluar)
area kerja dengan hati –
sebelum konstruksi dimulai.
hati untuk meminimalkan
3. Menjaga tekanan udara negatif
penyebaran kotoran dan
dalam tempat kerja dengan
puing – puing konstruksi.
menggunakan unit penyaringan
3. Vakum area kerja dengan
udara HEPA.
penyaring HEPA
4. Letakkan limbah konstruksi
4. Lakukan pengepelan
dalam wadah yang tertutup
basah dengan pembersih/
rapat sebelum dibuang
disinfektan
5. Tutup wadah atau gerobak
5. Setelah pekerjaan selesai,
transportasi limbah
rapikan sistem HVAC.
1. Mengisolasi sistem HVAC diarea 1. Pembatas area kerja
kerja untuk mencegah harus tetap dipasang
kontaminasi sistem saluran sampai proyek selesai
2. Siapkan pembatas area kerja diperiksa oleh Komite K3,
atau terapkan metode kontrol KPPI dan dilakukan
kubus (menutup area kerja pembersihan oleh
dengan plastik dan menyegel petugas kebersihan.
dengan vakum HEPA untuk 2. Lakukan pembongkaran
menyedot debu keluar) bahan – bahan pembatas
sebelum konstruksi dimulai. area kerja dengan hati –
3. Menjaga tekanan udara negatif hati untuk meminimalkan
dalam tempat kerja dengan penyebaran kotoran dan
menggunakan unit penyaringan puing – puing konstruksi.
udara HEPA. 3. Letakkan limbah
4. Menyegel lubang pipa dan konstruksi dalam wadah
saluran. yang tertutup rapat
5. Membuat anteroom dan sebelum dibuang
mewajibkan semua personel 4. Tutup wadah atau
untuk melewati ruangan ini gerobak transportasi
sehingga mereka dapat disedot
11
menggunakan vacum cleaner
HEPA sebelum meninggalkan
limbah.
tempat kerja atau sebelum
5. Vakum area kerja dengan
pakaian kerja yang dilepas
penyaring HEPA
setiap kali mereka
6. Lakukan pengepelan
meninggalkan tempat kerja.
basah dengan pembersih/
6. Semua personil memasuki
disinfektan
tempat kerja diwajibkan untuk
7. Setelah pekerjaan selesai,
memakai penutup sepatu.
rapikan sistem HVAC.
Sepatu harus diganti setiap kali
keluar dari area kerja.

D. Identifikasi Area Berisiko Sehubungan dengan Infeksi


Assesmen dilakukan untuk menentukan potensi ancaman terjadi infeksi sehubungan dengan
peralatan medis, pengobatan, lokasi, dan populasi pasien sakit, prosedur, petugas, dan
lingkungan.
Langkah – langkah menyusun assesmen resiko, antara lain.:
1. Membuat daftar potensial resiko/masalah di setiap unit
Beberapa Potensial resiko internal antara lain:
a. Sehubungan dengan pasien
Misalnya jenis pasien, yaitu wanita dan anak – anak, perawatan akuta orang dewasa,
populasi khusus: perilaku sehat, perawatan lama, rehabilitasi.
b. Sehubungan dengan petugas.
1) Perilaku menjaga kesehatan
2) Pemahaman penularan penyakit dan pencegahan
3) Tingkat kepatuhan terhadap pencegahan infeksi teknik, misalnya alat pelindung
diri, teknik isolasi.
4) Kebersihan tangan
5) Cedera benda tajam
6) Kurangnya etika batuk
c. Sehubungan dengan prosedur:
1) Prosedur pencegahan infeksi terkini(kateter urine, CVC, Ventilator)
12
2) Penanganan infeksi dengankateter (urine, CVC, Ventilator)
3) Pemantauan pelaksanaan prosedur dan kebijakan PPI

d. Sehubungan dengan peralatan/device


Pembersihan, disinfeksi, dan proses sterilisasi peralatan.
e. Sehubungan dengan lingkungan
1) Kontaminasi water treatment HD
2) Kontaminasi air bersih
3) Infeksi dari proses sterilisasi yang tidak adekuat.
4) Infeksi dari sistem ventilasi (udara)
5) Permasalahan dengan cleaning/disinfeksi
6) Kontaminasi/infeksi dari lingkungan farmasi.
7) Infeksi sehubungan dengan renovasi dan kosntruksi bangunan
f. Sehubungan dengan pengobatan
1) MRSA
2) MDRO
3) ESBL/Gram negative bacteria
4) VRE
5) Lain - lain
g. Aktifitas Isolation
1) Kurangnya standart precautions
2) Kurangnya airborne pracautions
3) Kurangnya droplet pracutions
4) Kurangnya contact precautions
2. Menetapkan 3 (tiga) nilai untuk setiap resiko:
a. Probability
Yaitu seberapa sering kemungkinan potensial resiko/masalah tersebut terjadi, ada
beberapa skor untuk penilaian yaitu:
5 = Expect it/sering (1x/minggu)
4 = Likely /hampir sering (>1 x/tahun)
3 = Maybe /mungkin (1x/ 1 – 2 tahun)
2 = Rare /jarang ( 1x/> 2 – 5 tahun)
13
1 = Never/sangat jarang ( 1x/> 5 tahun)
b. Risk/Impact
Dampak langsung yang ditimbulkan dari masalah/potensi resiko, skor untuk risk
impact dibagi atas:
5 = Catastropic Loos (Life/Limb/Function/Financial), yaitu
Resiko yang dapat berdampak pada kematian,kecacatan,
kehilangan finansial.
4 = Serious Loss ( Function/Financial/Legal), yaitu resiko yang
berdampak pada kehilangan yang serius dari fungsi, dan
gangguan finansial.
3 = Prolonged Length of Stay/memperlama hari perawatan
2 = Moderate Clinical/Financial, yaitu resiko yang sifanya sedang
1 = Minimal Clinical Financial, resiko yang minim/kecil
c. Current System/Preparedness
Yaitu ada kesiapan dari sistem/kebijakan yang ada, skor dibagi atas:
5 = None, tidak ada kebijakan dan prosedur saat ini
4 = Poor, Tida ada kebijakan dan implementasi dari rencana.
3 = Fair, Status Training
2 = Good, Tersedianya back up sisitem
1 = Solid, Ada kebijakan, Komite dan sumber daya.
3. Menilai/memberi skor pada setiap masalah/potensial risiko dengan mengalikan antara
skor dikolom probability, Risk/Impact, dan Corrent System/Preparedness.
4. Menyusun dan mengurutkan prioritas masalah dari skor yang paling tinggi sampai yang
paling rendah.
5. Membuat dan menyusun tindak lanjut penyelesaian masalah/ICRA – Action Plan dengan
memberikan deskripsi mengenai tujuan, strategi, evaluasi, dan analisis dari masing –
masing prioritas masalah.
6. Komite PPI melaporkan hasil Risk Assesment dan tindak lanjutnya kepada Direktur dan
difeedback kan kepada seluruh unit/Instalasi.
E. PENETAPAN PEMANTAUAN DAN KUALITAS UDARA
1. Prosedur Pengukuran Lingkungan Fisik
a. Pengukuran Suhu
14
1) Lokasi pengukuran
a) Kamar Operasi (OK)
b) Kamar Bersalin (VK)
c) Ruang pemulihan/perawatan pasien
d) Ruang Observasi
e) Ruang Perawatan Bayi (Matahari)
f) Ruang ICU
2) Titik pengukuran
Jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing – masing ruangan.
3) Waktu Pengukuran
Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari, khusus ruang operasi dan ICU harus
diperiksa pada saat sebelum dipergunakan.
4) Cara pengukuran
a) Nama alat: Thermometer
b) Persiapan alat:
(1) Siapkan alat, lakukan kalibrasi dan uji fungsi
(2) Baca petunjuk penggunaan alat sebelum alat dioperasikan.
c) Pengoperasian alat
(1) Letak alat:
(a) Letakkan alat pada dinding ruang atau dapat menggunakan tripot.
(b) Hindarkan alat dari panas sinar matahari langsung.
(2) Lama pengukuran: pengukuran dilakukan sampai menunjukkan angka
yang stabil.
5) Cara Pembacaan:
Pembacaan hasil pengukuran dilakukan secara langsung.
b. Pengukuran kelembaban
1) Lokasi pengukuran
a) Kamar Operasi (OK)
b) Kamar Bersalin (VK)
c) Ruang pemulihan/perawatan pasien
d) Ruang Observasi
e) Ruang Perawatan Bayi (Matahari)
15
f) Ruang ICU
2) Titik pengukuran
Jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing – masing ruangan.
3) Waktu pengukuran
Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari
4) Cara pengukuran
a) Nama alat: Hygrometer
b) Persiapan alat:
Siapkan alat dan baca petunjuk penggunaan alat sebelum alat dioperasikan.
c) Pengoperasian alat
(1) Letak alat:
(a) Letakkan alat pada dinding ruang atau dapat menggunakan tripot.
(b) Hindarkan alat dari panas sinar matahari langsung.
(2) Lama pengukuran: pengukuran dilakukan sampai menunjukkan angka
yang stabil.
5) Cara Pembacaan:
Pembacaan hasil pengukuran dilakukan secara langsung
c. Pengukuran pencahayaan
1) Lokasi pengukuran
a) Ruang Perawatan Pasien
b) Kamar Operasi (OK)
c) Ruang Anestesi dan ruang pemulihan
d) Laboratorium
e) Ruang X-Ray
f) Koridor
g) Tangga
h) Kantor/Lobi
i) Ruang alat/Gudang
j) Ruang Farmasi
k) Dapur
l) Ruang Cuci
m)Toilet
16
2) Titik pengukuran
Jumlah titik pengukuran minimal 10% dari jumlah masing – masing ruangan.
3) Waktu Pengukuran
a) Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari, kecuali untuk koridor dilakukan
pada malam hari.
b) Pada ruang perawatan, pengukuran dilakukan baik pada saat pasien sedang
tidur maupun tidak tidur.
4) Cara pengukuran
a) Nama alat: Lightmeter
b) Persiapan alat:
Siapkan alat dan bacalah petunjuk penggunaan alat sebelum alat
dioperasikan.

c) Pengoperasian alat
(1) Letak alat:
a) Ruang Perawatan pasien:
Letakkan alat khusus di atas tempat tidur yang terjauh dari sumber
cahaya (lampu)
b) Ruang Operasi: letakkan alat di atas meja operasi
c) Ruang lainnya: letakkan alat dimana terdapat kegiatan.
(2) Lama pengukuran:
Pengukuran dilakukan sampai menunjukkan angka yang stabil.
5) Cara Pembacaan:
Pembacaan alat dilakukan secara langsung. Bila satuan alat dalam Foot Candel,
maka perlu dikonversi pada Lux dimana 1 luc = 10 FC
d. Pengukuran Debu Total (Tsp/ Total Suspended Particulate)
1) Lokasi pengukuran
a) Ruang Perawatan Pasien
b) Bengkel
c) Ruang Cuci
d) Ruang Tunggu
e) Ruang Operasi
17
f) Ruang ICU
2) Titik pengukuran
a) Minimal 10% dari jumlah masing – masing ruangan.
b) Jumlah titik pengukuran sekurang – kurangnya 1 untuk tiap jenis ruangan
3) Waktu pengukuran
Waktu pengukuran dilakukan pada siang hari (10.00 – 13.00 WIB)
4) Cara pengukuran
a) Nama alat: Low Volume Air Sample (LVS)
b) Persiapan alat:
(1) Kalibrasi: dilakukan uji fungsi alat
(2) Persiapkan kertas filter dengan cara sebagai berikut:
(a) Ambil kertas filter dari kemasannya.
(b) Kertas filter yang akan dipakai diperiksa dahulu dari kemungkinan
adanya lubang/kerusakan.
(c) Panaskan di dalam oven pada temperatur 100°C selama ± 60 menit.
(d) Keluarkan kertas filter dari dalam oven kemudian masukkan ke
dalam desicator (± 10 menit).
(e) Setelah dingin keluarkan dari desicator dan segera lakukan
penimbangan, catat berat kertas filter (berat awal)
(f) Kertas filter disimpan pada amplop/map, setelah itu siap digunakan.
c) Pengoperasian:
(1) Letak alat:
Letakkan alat pada ruangan dengan menggunakan meja atau tripot.
(2) Pelaksanaan pengukuran:
(a) Siapkan alat
(b) Letakkan kertas filter yang telah ditimbang pada filter holder
(c) Hidupkan alat sampai waktu yang telah ditentukan.
(d) Atur flow meter dengan kecepatan aliran udara.
(e) Setelah selesai pengukuran, ambil kertas filter, lipat dan masukkan
dalam amplop
(3) Lama pengukuran:

18
Flowmeter diatur sesuai kecepatan aliran udara yang diinginkan, amati
setiap 15 menit dan catat.

5) Metode Analisis:
a) Panaskan kertas filter hasil sampel dalam oven dengan suhu 100°C selama
±60 menit
b) Dinginkan di dalam desicator ± 10 menit
c) Lakukan penimbangan dan catat beratnya (berat akhir)
d) Lakukan perhitungan

Cara menghitung kadar debu total dengan menggunakan rumus:

Kadar Debu = Berat akhir filter – berat awal filter = ....... mg/m³
Qxt

Keterangan:
Q = rata – rata volume udara yang terhisap (liter/menit)
t = waktu sampel (menit)

e. Prosedur Pengukuran Kebisingan


1) Lokasi pengukuran
a) Ruang Perawatan Pasien
b) Kamar Operasi (OK)
c) Ruang Radiologi
d) Laboratorium
e) Ruang Isolasi
f) Poliklinik /poli Gigi
g) IPS
h) Dapur
i) Ruang Cuci
j) Ruang Boiler
k) Ruang Tunggu
2) Titik pengukuran
Pada masing – masing ruangan minimal 10% dari jumlah ruangan.
19
3) Waktu Pengukuran
Pengukuran dapat dilakukan pada waktu kerja, kecuali pada ruang perawatan
dan isolasi dilakukan di luar jam kunjungan.
4) Cara pengukuran
a) Nama alat: Sound Level Meter
b) Persiapan alat:
(1) Lakukan uji fungsi alat
(2) Lakukan kalibrasi alat
c) Pengoperasian alat
(1) Letak alat:
Posisikan alat ditengah ruangan dengan ketinggian ± 1,5 meter
(2) Lama pengukuran:
Pengukuran dilakukan selama 5 – 10 menit dan dibaca setiap 5 detik
5) Cara Pembacaan:
Baca langsung pada alat dengan menekan tombol mode atau dari hasil
pencatatan dengan nilai mode. Hasil yang didapat kemudian dirata – ratakan.

f. Prosedur Pengambilan Sampel Kimia – Gas


Parameter gas – gas polutan yang dipantau/diukur: H2S, NH3, CO,SO2, HC, Ozon, Ether
DAN NO2. Dalam buku ini terbatas pada gas – gas H2S, NH3, SO2 dan NO2. Sedangkan
untuk gas – gas CO, Ozon, PC dan Ether tidak dibahas karena metode yang digunakan
adalah sistem kering dan dapat dilakukan pembacaan langsung.
a. Lokasi pengambilan sampel
1) Ruang perawatan pasien
2) Ruang Laboratorium
3) Instalasi Gizi/dapur
4) IGD
5) Laundry
6) Instalasi Farmasi
b. Titik pengambilan Sampel
Jumlah sampel minimal 10% dari jumlah masing – masing ruangan.
c. Waktu pengambilan Sampel
20
Pengambilan gas polutan dilakukan pada siang hari.
d. Cara Pengambilan Sampel
1) Nama Alat
a) Impinger Gas Sampler (untuk pengambilan sampel gas: H2S,NH3, SO2, Ozone,
NO2)
b) Plastic Bag (untuk pengambilan sampel gas : HC.CO, Ether)
2) Persiapan
a) Impinger Gas Sampel
(1) Lakukan uji fungsi alat dengan menggunakan aquades sebagai pengganti
absorbans
(2) Siapkan dan set alat pada lokasi pengambilan sampel
b) Plastik Bag
(1) Siapkan plastik bag
(2) Cek dari kemungkinan adanya kebocoran
3) Cara pengoperasian
a) Impinger Gas Sampler
(1) Letakkan alat
Letakkan alat pada titik pengambilan sampel yang sudah ditentukan
(2) Merangkai alat
(a) 5 tabung impinger yang telah diisi larutan absorbans (± 10 ml)
masing – masing dihubungkan dengan tabung impinger yang berisi
silikel menggunakan slang penghubung dari plastik
(b) Masing – masing tabung diatur pada alat air gas sampler (Vacum
pump)
(c) 5 tabung yang berisikan larutan absorbans masing – masing
dihubungkan dengan pompa vacum pada inlet dengan menggunakan
slang penghubung dari plastik.

(3) Cara pengambilan sampel


(a) Kabel power dihubungkan dengan listrik, kemudian pompa vacum
dihidupkan dengan mengatur panel ke posisi ON.
21
(b) Masing – masing skala flow meter diatur debitnya dan dalam posisi
low atau high sesuai dengan aliran udara yang dikehendaki
(c) Jika pengambilan sampel telah selesai, matikan alat dengan merubah
panel vacum ke posisi OFF
(d) Masing – masing tabung impinger yang berisi larutan absorbans
dilepas kemudian larutan absorbans dipindahkan ke dalam botol
sampel warna gelap/coklat dan diberi tanda, kemudian disimpan
dalam box pendingin tempat sampel
(e) Selanjutnya pengujian sampel gas dapat diperiksa di laboratorium.
(4) Lama pengukuran
(a) NH3,SO2, dan NO2 dilakukan selama 1 jam.
(b) H2S dilakukan pada siang hari selama 30 menit.
b) Plastic Bag
(1) Sampel
(a) Udara dihisap sejumlah volume tertentu dengan bantuan pompa
vacum, udara yang telah terhisap dimasukkan ke dalam plastic bag.
(b) Tutup mulut plastik bag dengan rapat
(c) Analisa di laboratorium
(2) Lama pengukuran
Pengukuran dilakukan secara sesaat
g. Metode analisis
1) Pengujian gas NO2
a) Metoda: Griess Saltman
b) Prinsip:
NO2 bereaksi dengan N-(1-Naphtil) – Ethyline Diamine Dihydrochlorida akan
membentuk warna merah violet. Intensitasnya akan diukur dengan
spektrophotometer pada panjang gelombang 550 nm.
c) Gangguan: Relatif tidak ada gangguan

d) Peralatan dan bahan:


(1) Peralatan : - Spektrophotometer
(2) Bahan :
22
(a) Absorbans NO2
(b) Larutan standar NO2
(c) aquabides
e) Cara pembuatan absorban NO2:
(1) Timbang 5 gram sulfanillic anhydrous atau 5,5 gram sulfanillic acid
monohydrat
(2) Panaskan dengan 100 ml aquabides sampai larut sempurna sambil diaduk
sampai homogen.
(3) Setelah dingin ditambah 20 ml larutan 0,1% N (Naphtyl)-Ethylene diamene
dihidro chloride dan 10 ml aceton.
(4) Tambahkan 140 ml asam acetat glacial dan tambahkan aquabides bebas
CO2 sampai 1 liter
(5) Simpan dalam botol kaca
f) Pembuatan kurva standar:
(1) Larutan konsentrasi:
Dibuat satu seri larutan standar NO2 : 1,0 mg/l; 2,0 mg/l:3,0 mg/l dari
larutan standar baku NO2 100 mg/l
(2) Absorban:
Diambil 4 buah labu ukur 10 ml, masing – masing diisi bahan sbb:
KONSENTRASI
BAHAN Labu I Labu II Labu III Labu IV
(blanko) (1 mg/l) (2 mg/l) (3 mg/l)
Larutan
standar - 1 ml 2 ml 3 ml
NO2
Larutan
Absorban 10 ml 9 ml 8 ml 7 ml
NO2

Absorban larutan campuran I s/d IV dibaca dengan spektrophotometer


pada panjang gelombang 575 nm
(3) Lain – lain:
23
(a) Kurva standar hanya berlaku untuk larutan absorbans yang dipakai,
apabila digunakan larutan absorbans baru atau larutan berubah warna
maka dibuat kurva standar yang baru.
(b) Spektrophotometer yang digunakan harus dikalibrasikan dahulu

g) Pembuatan grafik kurva standar sebagai berikut:

Absorbe

0 µg 1µg 2µg 3µg

Konsentrasi NO2

h) Pembacaan sampel uji dengan spektrophotometer:


(1) Larutan absorban dalam impinger hasil sampling dimasukkan ke dalam
kuvet 10 ml.
(2) Ditambahkan aquabides sampai batas tanda, dicampur hingga homogen
(3) Dibaca dengan spektrophotometer pada panjang gelombang 550 nm, dan
hasil pembacaannya dicatat (X)
i) Pembacaan sampel uji pada kurva standar:
(1) Dari hasil pembacaan sampel uji (X) letakkan pada skala absorban.
(2) Tarik garis horisontal ke arah garis linier sejajar garis konsentrasi
(3) Tarik garis vertikal ke arah skala konsentrasi sejajar absorban
(4) Titik pertemuan pada garis konsentrasi dibaca dan dicatat, misal µg NO2.
j) Perhitungan

24
Setelah didapat hasil konsentrasi sampel dari pembacaan kurva, kemudian
hasilnya dibaca lagi dengan menggunakan rumus:

Y= ....................µg/m³

Qxt

Keterangan :
Y = Hasil pembacaan pada kurva standar (Y) µg NO2.
Q = Volume udara terhisap (liter/menit)
T = waktu sampling (menit)
2) Pengujian Gas SO2
a. Metode: Pararosanillin
b. Prinsip:
SO2 bereaksi dengan Kalium Tetrachloromerkurat (TCM) membentuk ion
dichlorosulfimerkurat yang bereaksi dengan pararosanillin hydrochlori dalam
HCL dan formaldehide membentuk warna merah ungu.
Instensitasnya dapat diukur menggunakan spektrophotometer pada panjang
gelombang 575 nm.
c. Gangguan: Relatif tidak ada gangguan
d. Peralatan dan bahan:
(1) Larutan Absorban SO2
(2) Asam Sulfanilat
(3) Formaldehide
(4) Larutan standar SO2
(5) Aquabides
e. Cara pembuatan Absorban SO2
(1) Timbang masing – masing : 10,86 gr Hg CL2, 5,96 gr KCL, 0,066 gr EDTA
(2) Masing – masing dilarutkan dalam 100 ml aquabidest bebas CO2 sampai 1
liter, atur PH 5,2
(3) Simpan dalam botol kaca warna gelap/coklat dan disimpan dalam
refrigerator
f. Pembuatan kurva standar
25
(1) Larutan Konsentrasi
Dibuat satu seri larutan standar SO2: 1,0 mg/l; 2,0 mg/l;3,0 mg/l dari
larutan standar baku NO2 100 mg/l
(2) Absorban
Diambil 4 buah labu ukur 10 ml, masing – masing diisi bahan sbb:

KONSENTRASI
NO BAHAN Labu I Labu II Labu III Labu IV
(blanko) (1 mg/l) (2 mg/l) (3 mg/l)
Larutan
- 1 ml 2 ml 3 ml
standar SO2
Larutan
Absorban 10 ml 9 ml 8 ml 7 ml
SO2
Asam
Sulfanilat 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
0,6%
Formaldehide 2 ml 2 ml 2 ml 2 ml
Pararosanilin
5 ml 5 ml 5 ml 5 ml
pro SO2
Aquabidest
7 ml 7 ml 7 ml 7 ml
panas

Absorban larutan campuran I s/d IV dibaca dengan spektrophotometer


pada panjang gelombang 575 nm.
3) Lain – lain:
(a) Kurva standar hanya berlaku untuk absorbans yang dipakai, apabila
digunakan larutan absorbans baru atau larutan berubah warna maka
dibuat kurva standar yang baru.
(b) Spektrophotometer yang digunakan harus dikalibrasi dahulu.

X
26

Absorbe
0 µg 1µg 2µg 3µg

Konsentrasi SO2

g. Pembacaan sampel uji dengan spektrophotometer


(1) Larutan absorbans dalam impinger hasil sampling dimasukkan dalam labu
ukur 25 ml
(2) Ditambah 1 ml asam sulfanilat, dicampur, ditambah 2 ml formaldehide,
dicampur, ditambah 5 ml pararosanillin, dicampur, ditambah aquabidest
panas sampai batas tanda.
(3) Dicampur hingga homogen dan didiamkan selama 30 menit supaya
bereaksi sempurna.
(4) Diambil 10 ml larutan sampel uji masukkan dalam kuvet yang bersih dan
dibaca dengan spektrophotometer pada panjang gelombang 575 nm
(5) Hasil dicatat, misalnya (X)
h. Pembacaan sampel uji pada kurva standar.
(1) Dari hasil pembacaan sampel uji (X) letakkan pada skala absorban.
(2) Tarik garis horisontal kearah garis linier sejajar garis konsentrasi.
(3) Tarik garis vertikal kearah skala konsentrasi sejajar absorban.
(4) Titik pertemuan pada garis konsentrasi dibaca dan dicatat, misal Y µg SO2.
i. Perhitungan
Setelah didapat hasil konsentrasi sampel dari pembacaan kurva, kemudian
hasilnya dibaca lagi dengan menggunakan rumus:

Y= ....................µg/m³

Keterangan : Q x t 14
Y = Hasil pembacaan pada kurva standar (Y) µg SO2.
Q = Volume udara terhisap (liter/menit)
27
T = waktu sampling (menit)

3).Pengujian H2S
a) Metode: Braverman
b) Prinsip:
c) Gangguan : Relatif tidak ada gangguan
d) Peralatan & Bahan:
(1) Peralatan : spektrophotometer
(2) Bahan:
(a) Larutan absorban H2S
(b) Larutan amin – N,N dimethyl 1,4 phenylene diamine – larutan
ferri chlorida
(c) Larutan standar H2S
(d) Aquabides
e) Cara pembuatan absorban H2S:
(1) Larutkan 4,3 gr CdSO4 dalam 100 ml aquabidest bebas CO2
(2) Larutkan 0,3 gr Na OH dalam 100 ml aquabidest bebas CO2.
(3) Kedua larutan tadi dicampur jadi satu dan encerkan dengan
aquabidest bebas CO2 sampai 1 liter.
f) Pembuatan kurva standar
(1) Larutan konsentrasi:
Dibuat satu seri larutan standar H2S: 1,0 mg/l; 2,0 mg/l; 3,0 mg/l dari
larutan standar baku H2S 100 mg/l
(2) Absorban :
Diambil 4 buah labu ukur 10 ml, masing – masing diisi bahan sebagai
berikut:
KONSENTRASI
NO BAHAN Labu I Labu II Labu III Labu IV
(blanko) (1 mg/l) (2 mg/l) (3 mg/l)
Larutan
- 1 ml 2 ml 3 ml
standar H2S

28
Larutan Amin 0,3 ml 0,3 ml 0,3 ml 0,3 ml
Asam ferri
1 tetes 1 tetes 1 tetes 1 tetes
chlorida
Larutan
25,0 ml 24,0 ml 23,0 ml 22,0 ml
absorban H2S

Absorban larutan campuran I s/d IV dibaca dengan


spektrophotometer pada panjang gelombang 575 nm.
g) Lain – lain :
Keterangan :

Y = Hasil pembacaan pada kurva standar (Y) ug H2S

Q = Volume udara terhisap (liter/menit)

t = Waktu sampling (menit)

4) Pengujian gas NH3


a) Metoda : Nessler
b) Prinsip : Ion amonium dengan larutan nessler akan terbentuk
senyawa kompleks berwarna kuning sampai coklat. Intensitasnya dapat
diukur menggunakan spektrophotometer pada panjang gelombang 410
nm.
c) Gangguan : Relatif tidak ada gangguan.
d) Peralatan & Bahan :
(1) Peralatan : - Spektrophotometer
(2) Bahan :
- Larutan Absorban NH3
- Larutan Nessler
- Larutan standar NH3
- Aquabides
e) Cara pembuatan absorban NH3
Encerkan larutan H2SO4 pekat dengan aquabidest hingga kepekatannya
menjadi 0,0005 N, dengan cara sebagai berikut :

29
(1) H2SO4 pekat (36 N) diencerkan dengan aquabidest hingga menjadi 4
N (pengenceran 9 X).
(2) H2SO4 4 N diencerkan lagi dengan aquabidest hingga menjadi 0,1 N
(pengenceran 40 X).
(3) H2SO4 0,1 N diencerkan lagi dengan aquabidest hingga menjadi 0,05
N (pengenceran 100 X).
(4) H2SO4 0,05 N diencerkan lagi dengan aquabidest hingga menjadi
0,0005 N (pengenceran 100 X).
(5) Kemudian disimpan dalam botol warna gelap/coklat,
f) Pembuatan kurva standar :
(1) Larutan konsentrasi :
Dibuat satu seri larutan standar NH3 : 1,0 mg/l; 2,0 mg/l; 3,0 mg/l
dari larutan standar baku NO2 100 mg/l.
(2) Absorban :
Diambil 4 buah labu ukur 10 ml, masing – masing diisi bahan sbb :

KONSENTRASI
NO BAHAN Labu I Labu II Labu III Labu IV
(blanko) (1 mg/l) (2 mg/l) (3 mg/l)
1. Larutan standar NH3 - 1 ml 2 ml 3 ml
2. Larutan absorban NH3 10 ml 9 ml 8 ml 7 ml
3. Larutan Nessler 0,5 ml 0,5 ml 0,5 ml 0,5 ml
4. Aquabidest bebas NH3 14,5 ml 14,5 ml 14,5 ml 14,5 ml

Absorban larutan campuran I s/d IV dibaca spektrophotometer


pada panjang gelombang 410 nm.
(3) Lain – lain :
(a) Kurva standar hanya berlaku untuk larutan absorbans yang
dipakai, apabila digunakan larutan absorban baru atau larutan
berubah warna maka dibuat kurva standar yang baru.
(b) Spektrophotometer yang digunakan harus dikalibrasi dahulu.
g) Pembuatan grafik kurva standar
30
X

Absorbe

0 µg 1µg 2µg 3µg

Konsentrasi NH3

h) Pembacaan sampel uji dengan spektrophotometer :


(1) Larutan absorban dalam impinger hasil sampling dimasukkan dalam
labu ukur 25 ml
(2) Ditambah 0,5 ml larutan Nessler
(3) Dicampur, ditambah aquabidest bebas NH3 sampai batas tanda,
dicampur hingga homogen dan didiamkan selama 10 menit supaya
bereaksi sempurna
(4) Diambil 10 ml larutan sampel uji masukkan dalam kuvet yang bersih
dan dibaca dengan spektrophotometer pada panjang gelombang
410 nm.
(5) Hasil dicatat, misalnya (X).
i) Pembacaan sampel uji pada kurva standar :
(1) Dari hasil pembacaan sampel uji (X) letakkan pada skala absorban.
(2) Tarik garis horizontal ke arah garis linier sejajar garis konsentrasi
(3) Tarik garis vertikal ke arah skala konsentrasi sejajar absorban
(4) Titik pertemuan pada garis konsentrasi dibaca dan dicatat, misal Y
mg/l NH3.
j) Perhitungan
Setelah didapat hasil konsentrasi sampel dari pembacaan kurva,
kemudian hasilnya dibaca lagi dengan menggunakan rumus :
31
Y
=… ug /m3
Qxt
Keterangan :
Y = Hasil pembacaan kurva standar (Y) ug NH3
Q = Volume udara terhisap (liter/menit)
T = Waktu sampling (menit)
k) Cara pengoprasian spektrophotometer
(1) Tekan tombol ON / OFF
(2) Pilih panjang gelombang pada 500 nm
(3) Atur agar tampilan pada display 100 T dan 0,00 A pada saat ruang
sampel kosong.
(4) Letakkan filter “D” (Dyadimium) pada cell holder
(5) Tutup penutup sampel, geser cel ke tempat sampel tepat pada
lintasan cahaya
(6) Perbesar nilai panjang gelombang dari 500 nm ke 540 nm
(7) Nilai minimum pada tampilan akan tercapai pada panjang
gelombang 529 nm
(8) Letakkan cuvet pada cel holder, kemudian tutup tempat penutup
sampel.
(9) Pilih panjang gelombang yang sesuai dengan sampel yang akan
dianalisa
(10) Pilih Transmitance (T), absorbance (A) atau Concentration (C)
dengan memutar tombol TACF sesuai dengan parameter yang
diinginkan
(11) Catat nilai yang tampak pada display
(12) Jika sudah selesai keluarkan cuvet dari cel holder,
spektrophometer siap digunakan untuk pemeriksaan sampel
berikutnya.

3. Prosedur Pengambilan Sampel Mikrobiologi


a. Lokasi Pengambilan sampel

32
1) Ruang operasi
2) Ruang perawatan
3) Ruang isolasi
4) Ruang cuci
5) Dapur
b. Titik pengambilan sampel
Jumlah titik Sampel minimal sebesar 10% dari jumlah masing – masing ruangan
c. Waktu pengambilan sampel
1) Ruang operasi dilakukan menjelang operasi (ruangan siap digunakan)
2) Ruang perawatan dan isolasi dilakukan setelah dilakukan pembersihan ruangan
d. Cara pengambilan sampel
1) Nama alat : Mikrobiologi Air Sampler
2) Persiapan, pengoprasian alat dan metode analisis
b) Metode Agar
(1) Persiapan
(a) Lakukan uji fungsi alat
(b) Lepas kipas dan pelindungnya lalu bungkus dengan kertas, sterilkan
dalam autoclave dengan suhu 1210C selama 15 menit atau dengan
sterilisasi kering dengan suhu 700 C selama 1 jam.
(c) Badan alat didesinfeksi dengan menggunakan alkohol 70% atau
desinfektan lainnya.
(d) Pasang battery pada alat atau adaptor
(e) Pasang kembali kipas dan pelindung pada badan alat
(f) Atur waktu sesuai dengan lama pengambilan sampel yang
direncanakan antara lain : ruang operasi dan ruang isolasi = 4 menit,
ruang perawatan = 2 menit
(g) Pasang alat pada piring penyangga / Tripod
(h) Siapkan agar strip (media agar)

(2) Cara pengambilan sampel


(1) Tempatkan alat pada titik Pengambilan sampel

33
(2) Lepaskan media agar strip dari kemasannya dan segera pasangkan
pada tempatnya (pelindung kipas) dengan posisi permukaan agar strip
mengarah ke kipas
(3) Hidupkan alat
(4) Tekan tombol start pada remote starter (jarak petugas dengan alat
minimal 3 meter) tinggalkan ruangan apabila alat sedang beroperasi
(5) Alat akan berhenti secara otomatis sesuai dengan pengaturan waktu
(6) Petugas segera masuk dan matikan alat
(7) Lepaskan media agar strip dari tempatnya dan masukkan kembali
pada kemasannya , tutup rapat dan disegel
(8) Beri keterangan atau label seperlunya antara lain : waktu
pengambilan, lokasi/tempat, lama pengambilan sampel dan nama
petugas
(9) Amankan agar strip tersebut dengan cara sbb :
 Lapisi agar strip dengan alumunium foil
 Simpan pada cool box (kotak pendingin) dengan suhu 40 – 100 C
(3) Metode analisis
(a) Persiapan
(1) Masukkan agar strip pada incubator dengan suhu 300 – 350 C dan
selama 24 jam (bila 24 jam tidak ada pertumbuhan kuman, pembiakan
24 jam lagi).
(2) Setelah waktu pembiakan kuman selesai, kumlah koloni kuman yang
tumbuh dihitung dengan menggunakan Colony Counter.
(b) Cara menghitung angka koloni kuman pada media agar :
(1) Hidupkan Colony Counter
(2) Tempatkan media agar dengan posisi terbalik pada display dan
hidupkan lampu
(3) Pasangkan kabel detector pada coloni counter
(4) Hidupkan kalkulator
(5) Hitung koloni kuman yang tumbuh dengan cara menekan ujung
detektor pada agar strip

34
(6) Jumlah koloni kuman yang terbentuk pada agar strip dapat dibaca
pada kalkulator.
(c) Menghitung jumlah koloni kuman, gunakan rumus :
KK koloni kuman pada agar strip
= X 1000liter
m3 4−¿ X waktu(menit )
Keterangan :
KK = Jumlah Koloni kuman yang terbentuk
40 ltr= kemampuan alat untuk menghisap udara selama 1 menit adalah
sebanyak 40 liter
c) Metode tuang (Pour Plate)
(a) Persiapan
(1) Periksa battery melalui indikator flowrate (tingkat akhir) 2,0 Lpm
(liter/menit) apabila indikator kisaran naik turun 0,2 lpm perlu diganti
battery
(2) Isi impinger dengan larutan fisiologis NaCl 0,9% sebanyak 10 ml
(3) Tutup tabung impinger dengan rapat jangan sampai terdapat
gelembung
(4) Sterilisasi tabung impinger yang sudah berisi reagen penyerap dengan
seterilisasi basah pada suhu 1210 C selama 15 menit
(5) Tempatkan impinger pada badan alat
(b) Pelaksanaan
(1) Impinger yang telah berisi larutan fisiologis NaCl 0,9% dihubungkan
dengan flow meter
(2) Hidupkan alat dan atur flow meter 1 – 2 lpm
(3) Baca dan catat flowmeter pada skala indikator
(4) Lakukan pengambilan sampel selama 15-30 menit, sesuai dengan
kondisi kebersihan ruang
(5) Matikan alat dan lepaskan impinger dari badan alat
(6) Masukkan sampel dalam cool box dan dikirim ke laboratorium
(c) Metode analisis
(1) Siapkan 5 petridish steril
(2) Tuangkan sampel ke dalam 4 petridish steril masing – masing 1 ml

35
(3) Pada petridish ke 5 digunakan sebagai kontrol (tanpa sampel)
(4) Pada ke 5 petridish masing-masing tuangkan media agar (Plate Count
Agar) sebanyak 10-15 ml dalam suhu 46 – 500 C
(5) Goyangkan ke 5 petridish secara perlahan agar becampur merata
(6) Diamkan petridish yang berisi sampel sampai membeku. Kemudian
masukkan ke dalam inkubator pada suhu 350C selama ± 24-49 jam
dengan posisi terbalik
(7) Koloni yang tumbuh dihirung pada Coloni Counter
Perhitungan :
R koloni /ml=( a−e ) + ( b−e )+ ¿ ¿
R x V x 1000/ M 3
JK=
Q xt
Keterangan :
JK = Jumlah Kuman
R = Jumlah koloni rata0rata
V = Larutan fisiologis (ml)
Q = Debit aliran udara (L/menit)
T = Lamanya waktu pengambilan sampel (menit)
a-d = Jumlah kuma di petridish a,b,c, dan d
e = Jumlah kuman pada petridish e (kontrol)

BAB IV

36
PENUTUP

Demikian Buku Panduan asesmen pengendalian resiko infeksi ini di buat, semoga dapat
bermanfaat sebagai panduan dan acuan dalam melaksanakan pengendalian resiko infeksi di
lingkungan Rumah Sakit ............

, Januari 2015
Karumkit ...........,

37

Anda mungkin juga menyukai