Anda di halaman 1dari 27

PEDOMAN

KEJADIAN
LUAR
BIASA RS
BEN MARI

KOMITE PPI RSBM

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian luar biasa adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi
ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu tempat
terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusi yang tertutup
(misalnya sekolah, tempat kerja, atau pesantren) pada suatu periode waktu
tertentu (Gerstman,1998; Last, 2001; Barreto et al., 2006). Hakikatnya
kejadian luar biasasama dengan epidemi (wabah). Hanya saja kata kejadian
luar biasabiasanya digunakan untuk suatu keadaan epidemik yang terjadi
pada populasi dan area geografis yang relatif terbatas. Area terbatas yang
merupakan tempat terjadinya kejadian luar biasadisebut fokus epidemik.
Alasan lain penggunaan termasuk kejadian luar biasasebagai pengganti
epidemi karena kata epidemi atau wabah berkonotasi gawat sehingga dapat
menimbulkan kepanikan pada masyarakat (Tomes, 2000). Kata epidemi
tidak disukai oleh para pejabat sebab kejadian epidemi di suatu wilayah
dapat menampar muka pejabat yang bertanggungjawab di wilayah tersebut.
Karena itu biasanya termasuk epidemi atau wabah diganti dengan termasuk
yang lebih halus, yaitu Kejadian Luar Biasa atau disingkat KLB. Bahkan
dalam bahasa Inggris juga dikenal kata yang lebih eufemistik (halus)
daripada kejadian luar biasa, yaitu upsurge yang berarti peningkatan suatu
kejadian peristiwa secara tiba-tiba. Jika jumlah agen infeksi (misalnya,
parasit) menurun drastis pasca epidemi, sehingga jumlah kasus menurun,
keadaan itu disebut epidemic fadeout.
Dalam menentukan kejadian luar biasa/epidemi perlu batasan yang
jelas tentang komunitas, daerah, dan waktu terjadinya peningkatan kasus.
Untuk dapat dikatakan kejadian luar biasa/epidemi, jumlah kasus tidak harus
luar biasa banyak dalam arti absolut, melainkan luar biasa banyak dalam arti
relatif, ketika dibandingkan dengan insidensi biasa pada masa yang lalu,
disebut tingkat endemis (Greenberg et al., 2005). Segelintir kasus bisa
merupakan epidemi jika muncul pada kelompok, tempat, dan waktu yang
tidak biasa. Ditemukannya dua kasus penyakit yang telah lama absen
(misalnya, variola), atau pertama kali invasi di suatu populasi dan wilayah
(misalnya, HIV/ AIDS), dapat dikatakan epidemi, dan otoritas kesehatan
dapat mulai melakukan penyelidikan dan pengendalian terhadap epidemi itu
(Last, 2001).

Konsep epidemi berlaku untuk penyakit infeksi, penyakit non-infeksi,


perilaku kesehatan,maupun peristiwa kesehatan lainnya, misalnya epidemi

2
RUMAH SAKIT BEN MARI
kolera, epidemi SARS, epidemi gizi buruk anak balita, epidemi merokok,
epidemi stroke, epidemi Ca paru, dan sebagainya (Gerstman, 1998;Last,
2001; Greenberg et al., 2005; Barreto et al., 2006). Misalnya ditemukan di
kalangan pria homoseksual sejumlah kasus (disebut cluster) radang paru
langka, yaitu pneumonia pneumocystis carinii (kini pneumocystis jiroveci
pneumonia). Meski hanya menyangkut segelintir kasus (rare events),
peristiwa itu merupakan peristiwa luar biasa (extra-ordinary events) yang
dapat disebut epidemi, karena belum pernah dijumpai sebelumnya. Penyakit
itu lalu dikenal sebagai AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome).
Kejadian luar biasaterjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara penjamu,
agen, dan lingkungan:
(1) Keberadaan patogen (agen yang menimbulkan penyakit) dalam jumlah
cukup untuk menjangkiti sejumlah individu;
(2) Terdapat modus transmisi patogen yang cocok kepada individu-individu
rentan;
(3) Terdapat jumlah yang cukup individu-individu rentan yang terpapar oleh
patogen
(Greenberg et al., 2005). Tujuan pedoman kejadian luar biasaadalah sebagai
pedoman bagi seluruh unit yang terkait dalam pelaksanaan kejadian
kejadian luar biasa. Sasaran dari pedoman ini untuk pengambil kebijakan
dan pelaksana kesehatan di RS Ben Mari Malang.

B. Dasar Hukum
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
270/MENKES/SK/III/2007 tentang Pedoman Managerial Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Pelayanan Kesehatan
lainya;

BAB II
KETENTUAN UMUM

Struktur Organisasi Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa


RS Ben Mari:

3
RUMAH SAKIT BEN MARI
Direktur

Wadir Pelayanan Medik

Kabid Penunjang Kabid Penunjang Non


Medik Medik
Kabid Yan Med

Komite PPI Ketua Tim KLB

Anggota:
1. IPCLN dan IPCN
2. IRNA
3. SMF
4. IPM
5. Divisi Tropik Infeksi
6. Farmasi
7. IPL
8. ILSS
9. Laboratorium Sentral
10. Instalasi Mikrobiologi Klinik

4
RUMAH SAKIT BEN MARI
Uraian tugas pokok dan fungsi Tim Penanggulangan KLB RSSA:
Unsur Tupoksi
Direktur Pelindung:
Melakukan kajian bersama tim terkait
tentang KLB dan merencanakan upaya
penanggulangan KLB secara
menyeluruh.
Melakukan koordinasi dengan stake-
holder (Dinas Kesehatan Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi)
Menentukan saat awal dan berakhirnya
KLB.
Menyampaikan pernyataan resmi
kepada seluruh unit kerja hal-hal terkait
KLB agar tidak menimbulkan
keresahan.
Wadir Pelayanan Medik Pelindung:
Membantu tugas Direktur dalam
merencanakan upaya penanggulangan
KLB serta koordinasi dengan stake-holder.
Penanggung Jawab Melakukan koordinasi lintas bidang dalam
perencanaan penanggulangan KLB.
Ketua Tim KLB Melakukan tindakan penanggulangan KLB
sesuai alur dan SPO KLB.
IRNA Melakukan penyesuaian / perubahan
sistem pelayanan IRNA sebagai dampak
KLB
SMF Melakukan penyesuaian / perubahan
system pelayanan SMF sebagai dampak
KLB
Farmasi Menyediakan fasilitas obat-obatan dan
disinfektan terkait KLB
IPL Upaya untuk kebersihan dan penyehatan
lingkungan
ILSS Menyediakan seluruh kebutuhan APD
yang diperlukan untuk KLB
IPM Mengkaji tindak lanjut untuk perbaikan
mutu pelayanan sebagai dampak KLB
Instalasi Mikrobiologi Klinik Melakukan pemeriksaan mikrobiologis
untuk membantu menegakkan diagnosis
mikrobiologis agen penyebab KLB
Lab Sentral Melakukan pemeriksaan laboratorium
untuk membantu menegakkan diagnosis
laboratorium pasien KLB

5
RUMAH SAKIT BEN MARI
Keterangan: Ketua tim KLB adalah SMF yang yang ditunjuk langsung oleh Direktur
pada saat terjadi KLB.

6
RUMAH SAKIT BEN MARI
BAB III

KEJADIAN LUAR BIASA

A. DEFINISI
Kejadian luar biasa adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi
ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu tempat
terbatas.

B. TUJUAN INVESTIGASI KEJADIAN LUAR BIASA


Intinya, investigasi Kejadian luar biasadilakukan untuk dua tujuan:
(1) Mengetahui penyebab kejadian luar biasa;
(2) Menyetop kejadian luar biasasekarang dan mencegah kejadian luar
biasa di masa mendatang (Greenberg et al., 2005).
Tujuan khusus investigasi kejadian luar biasaadalah mengidentifikasi:
(1) Agen kausa kejadian luar biasa;
(2) Cara transmisi;
(3) Sumber kejadian luar biasa;
(4) Carrier;
(5) Populasi berisiko;
(6) Paparan yang menyebabkan penyakit (faktor risiko)

C. LANGKAH-LANGKAH INVESTIGASI KEJADIAN LUAR BIASA


Tabel dibawah ini menyajikan 7 langkah investigasi kejadian luar
biasa. Perhatikan, jumlah langkah dan sekuensi investigasi kejadian luar
biasabisa bervariasi, tetapi intinya mencakup prinsip seperti disajikan tabel
dibawah ini :
No Langkah - langkah Investigasi Kejadian Luar Biasa
1 Identifikasi Kejadian luar biasa
2 Investigasi kasus
3 Investigasi kausa
4 Langkah pencegahan dan pengendalian
5 Studi Analitik (jika perlu)
6 Komunikasikan temuan
7 Evaluasi dan teruskan surveilans

Langkah pencegahan kasus dan pengendalian kejadian luar biasa


dapat dimulai sedini mungkin (do early) setelah tersedia informasi yang
memadai. Bila investigasi Kejadian luar biasa telah memberikan fakta yang
jelas mendukung hipotesis tentang kausa kejadian luar biasa, sumber agen
infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan kejadian luar biasa, maka

7
RUMAH SAKIT BEN MARI
upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu pengujian
hipotesis oleh studi analitik yang lebih formal.
1. Identifikasi Kejadian Luar Biasa
Kejadian luar biasaadalah peningkatan kejadian kasus penyakit
yang lebih banyak dari pada ekspektasi normal di suatu area atau pada
suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi
tentang potensi kejadian luar biasa akan datang dari sumber-sumber
masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader
kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi
kejadian luar biasabisa juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis
data surveilans, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan
laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan televisi). Hakikatnya
kejadian luar biasamerupakan deviasi (penyimpangan) dari keadaan rata-
rata insidensi yang konstan dan melebihi ekspektasi normal. Karena itu
kejadian luar biasaditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus
sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu
(minggu, bulan, kuartal, tahun). Besar deviasi yang masih berada dalam
ekspektasi normal bersifat arbitrer, tergantung dari tingkat keseriusan
dampak yang diakibatkan bagi kesehatan masyarakat di masa yang lalu.
Sebagai ancar-ancar kuantitatif, pembuat kebijakan dapat menggunakan
mean+3SD. Sebagai batas untuk menentukan keadaan kejadian luar
biasa. Batas mean+/- 3SD lazim digunakan dalam biostatistik untuk
menentukan observasi ekstrim yang disebut outlier (Duffy dan
Jacobsen, 2001), jadi suatu kondisi yang sesuai dengan definisi epidemi/
kejadian luar biasa.
Sumber data kasus untuk menenetukan terjadinya kejadian luar biasa:
(1) Catatan surveilans dinas kesehatan;
(2) Catatan morbiditas dan mortalitas di rumah sakit;
(3) Catatan morbiditas dan mortalitas di puskesmas;
(4) Catatan praktik dokter, bidan, perawat;
(5) Catatan morbiditas upaya kesehatan sekolah (UKS).

Contoh 1
Soal :
Salah satu bakteria yang paling sering menyebabkan klaster penyakit
adalah Escherechia coli. Andaikan di bulan Juni 2007 terdapat 52 kasus
Escherichia coli, dan data jumlah kasus per bulan dalam setahun terakhir
disajikan Gambar 6.2. Apakah ini di sebut ejadian luar biasa?
Jawab:

8
RUMAH SAKIT BEN MARI
Dari data dapat dihitung Mean= 14.3. SD= 5.7. Mean+3SD= 14.3+3(5.7)=
31.4. Pada Juni 2007 terdapat 52 kasus, lebih banyak dari pada
ekspektasi normal= 31.4 kasus. Jadi Juni 2007 terjadi kejadian luar
biasaE. coli.
Gambar : Diagram batang Kejadian luar biasakasus E coli

Contoh 2
Soal :
Pada bulan Juni tahun 2006 di Tangerang (Indonesia) dilaporkan terjadi
kasus flu yang menjangkiti sebuah keluarga. Dalam tempo dua minggu 8
anggota keluarga menunjukkan gejala klinis terinfeksi flu burung, dengan
gejala - gejala demam, batuk, sakit tenggorokan dan nyeri otot. Beberapa
diantaranya menunjukkan gejala lebih berat, yaitu infeksi mata,
pneumonia, distres pernapasan akut. Hapusan mukosa hidung dan
tenggorok diambil oleh petugas Departemen Kesehatan beberapa hari
setelah timbul gejala klinis dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan
kultur. Hasilnya menunjukkan terdapat virus H5N1. Apakah hal seperti ini
telah terjadi kejadian luar biasa?
Jawab :
Ya.
Kenaikan sebesar 8 kasus flu burung dalam contoh di atas, menunjukkan
bahwa tengah terjadi kejadian luar biasa. Kenaikan lebih dari dua kasus
baru pada populasi di suatu tempat yang sebelumnya tidak pernah ada
kasus, dapat dikatakan sebagai kejadian luar biasa(Last, 2001).

Perhatian, kenaikan jumlah kasus belum tentu mengisyaratkan


kejadian luar biasa. Terdapat sejumlah faktor yang bisa menyebabkan
jumlah kasus tampak meningkat:

9
RUMAH SAKIT BEN MARI
Variasi musim (misalnya, diare meningkat pada musim kemarau ketika air
bersih langka)
Perubahan dalam pelaporan kasus;
Perubahan definisi kasus (makin inklusif, makin banyak jumlah kasus);
Perbaikan dalam prosedur diagnostik (makin sensitif, makin banyak
jumlah kasus);
Kesalahan diagnosis (misalnya, kesalahan hasil pemeriksaan
laboratorium);
Peningkatan kesadaran petugas kesehatan (meningkatkan intensitas
pelaporan);
Media yang memberikan informasi bias dari sumber yang tidak benar
(menimbulkan false alert).
Terjadinya kejadian luar biasa dan teridentifikasinya sumber dan
kausa kejadian luar biasaperlu ditanggapi dengan tepat. Jika terjadi kenaikan
signifikan jumlah kasus maka bisa disebut kejadian luar biasa, maka pihak
dinas kesehatan yang berwewenang harus membuat keputusan apakah
akan melakukan investigasi kejadian luar biasa. Sejumlah faktor
mempengaruhi dilakukan atau tidaknya investigasi Kejadian luar biasa:
Keparahan penyakit;
Potensi untuk menyebar;
Pertimbangan politis;
Perhatian dan tekanan dari masyarakat;
Ketersediaan sumber daya.
Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan
berhenti dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa,
Implikasinya adalah tidak perlu dilakukan investigasi kejadian luar biasa
maupun tindakan spesifik terhadap kejadian luar biasa, kecuali
kewaspadaan. Tetapi kejadian luar biasa lainnya akan terus berlangsung jika
tidak ditanggapi dengan langkah pengendalian yang tepat. Sejumlah
penyakit lain menunjukkan virulensi tinggi, mengakibatkan manifestasi klinis
berat dan fatal, misalnya flu burung, Implikasinya adalah sistem kesehatan
perlu melakukan investigasi kejadian luar biasadan mengambil langkah-
langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih lanjut penyakit
itu.

2. Investigasi kasus
DEFINISI KASUS
Peneliti melakukan verifikasi apakah kasus-kasus yang dilaporkan
telah didiagnosis dengan benar (valid). Peneliti kejadian luar
biasamendefinisikan kasus dengan menggunakan seperangkat kriteria
sebagai berikut:
Kriteria klinis (gejala, tanda, onset);

10
RUMAH SAKIT BEN MARI
Kriteria epidemiologis (karakteristik orang yang terkena, tempat
dan waktu terjadinya kejadian luar biasa);
Kriteria laboratorium (hasil kultur dan waktu pemeriksaan) (Bres,
1986).
Definisi kasus harus valid (benar), baku, dan sebaiknya seragam.
Definisi kasus yang baku dan seragam penting untuk memastikan
bahwa setiap kasus didiagnosis dengan cara yang sama, konsisten,
tidak tergantung pada siapa yang mengidentifikasi kasus, maupun di
mana dan kapan kasus tersebut terjadi. Definisi kasus yang baku
memungkinkan dilakukannya perbandingan jumlah kasus penyakit
yang terjadi di suatu waktu atau tempat dengan jumlah kasus yang
terjadi di waktu atau tempat lainnya. Sebagai contoh, dengan definsi
kasus baku dapat dibandingkan jumlah kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) yang terjadi pada Januari 2010 di Surakarta dengan
jumlah kasus pada bulan Februari 2010 di kota itu. Demikian pula
dapat dibandingkan jumlah kasus DBD yang terjadi pada Januari 2010
di Surakarta dengan jumlah kasus pada Januari 2010 di jakarta.
Dengan definisi kasus standar, maka jika ditemukan perbedaan jumlah
kasus maka merupakan perbedaan yang sesungguhnya, bukan karena
perbedaan dalam mendiagnosis (CDC, 2010a). Penggunaan definisi
kasus seperti yang direkomendasikan Standar Surveilans WHO
memungkinkan pertukaran informasi tentang kejadian penyakit-
penyakit secara internasional. Dengan menggunakan definisi kasus,
maka individu yang diduga mengalami penyakit akan dimasukkan
dalam salah satu klasifikasi kasus. Berdasarkan tingkat ketidakpastian
diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kasus suspek
(suspected case, syndromic case), (2) kasus mungkin (probable case,
presumptive case), dan (3) kasus pasti (confirmed case, definite case).
Tabel 6.2 menyajikan klasifikasi kasus menurut kriteria pemeriksaan
klinis, epidemiologis, dan laboratoris.
Tabel
Klasifikasi kasus menurut kriteria pemeriksaan klinis,
epidemiologis, dan laboratoris
No Klasifikasi kasus Kriteria
1. Kasus suspek 1. Tanda dan gejala klinis cocok
(suspected case, dengan penyakit, terdapat bukti
syndromis case) epidemiologi.
2. Tetapi tidak terdapat bukti
laboratorium yang menunjukkan
tengah atau telah terjadi infeksi
(bukti laboratorium negatif, tidak

11
RUMAH SAKIT BEN MARI
ada, atau belum ada)

2 Kasus mungkin 1. Tanda dan gejala klinis cocok


(probable case, dengan penyakit, terdapat bukti
presumptive case) epidemiologis
2. Terdapat bukti laboratorium yang
mengarah tetapi belum pasti, yang
menunjukkan tengah atau telah
terjadi infeksi (misalnya, bukti dari
sebuah tes serologis tunggal)
3 Kasus pasti Terdapat bukti pasti laboratorium
(confirmed case, (serologis, biokimia, bakteriologis,
definite case) virologis, parasitologis) bahwa tengah
atau telah terjadi infeksi, dengan atau
tanpa kehadiran tanda, gejala klinis,
atau bukti epidemiologis
Sumber: Bres (1986)
Klasifikasi kasus bersifat dinamis, bisa berubah dan direvisi
selama investigasi seiring dengan adanya tambahan informasi baru
tentang sumber, modus transmisi dan agen etiologi. Klasifikasi kasus
(yang berbeda tingkat kepastiannya tersebut) memungkinkan
dilakukannya upaya untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
pelaporan. Kasus suspek bersifat sensitif tetapi kurang spesifik,
dengan tujuan mengurangi negatif palsu. Kasus mungkin dan kasus
pasti bersifat lebih sensitif dan lebih spesifik daripada kasus suspek,
dengan tujuan mengurangi positif palsu. Petugas kesehatan di tingkat
pelayanan primer minimal harus mampu mendiagnosis kasus suspek.
Tergantung fasilitas laboratorium dan jenis penyakit, petugas
kesehatan di tingkat pelayanan primer pada umumnya hanya mampu
mendiagnosis kasus suspek atau kasus mungkin. Tetapi untuk
penyakit tertentu, sebagian puskesmas dapat mendiagnosis kasus
pasti, misalnya malaria dan tuberkulosis paru. Demikian pula pada
umumnya fasilitas pelayanan kesehatan sekunder (RS) yang memiliki
fasilitas laboratorium mampu mendiagnosis kasus pasti. Tetapi untuk
penyakit tertentu, misalnya kasus infeksi H5N1, hanya rumah sakit
tertentu mampu mendiagnosis kasus pasti.

12
RUMAH SAKIT BEN MARI
PENEMUAN KASUS
Kasus pertama yang dilaporkan (kasus indeks) belum tentu sama
dengan kasus primer, yaitu kasus pertama dalam komunitas. Kasus
pertama yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan biasanya hanya
merupakan sebagian kecil dari seluruh jumlah kasus yang ada (top of
the iceberg, puncak gunung es). Karena itu, setelah mendefinisikan
kasus, langkah investigasi selanjutnya adalah mencari kasus (case
finding).
Tujuan penemuan kasus:
(1) Mengetahui luas kejadian luar biasa;
(2) Mengetahui populasi berisiko;
(3) Mengidentifikasi kasus sekunder (kemungkinan penyebaran dari
orang ke orang);
(4) Mengidentifikasi sumber-sumber infeksi;
(5) Mengidentifikasi kontak dengan kasus terinfeksi.
Untuk menemukan kasus-kasus lainnya, peneliti kejadian luar
biasa dianjurkan untuk menggunakan sebanyak mungkin sumber
informasi:
(1) Surveilans aktif dan survei khusus (para peneliti dikirimkan ke
daerah yang terkena Kejadian luar biasauntuk mengumpulkan
berbagai informasi tentang kondisi-kondisi spesifik tertentu dari
pelapor potensial, dokter, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain);
(2) Surveilans pasif (mengandalkan laporan rutin oleh petugas
kesehatan tentang penyakit-penyakit yang harus dilaporkan);
(3) Pengembangan informasi kasus yang diperoleh dari media (berita
yang dilansir media ditanggapi dengan mengecek kasus di
lapangan).

3. Investigasi kausa
WAWANCARA DENGAN KASUS
Intinya, tujuan wawancara dengan kasus dan narasumber terkait
kasus adalah untuk menemukan kausa kejadian luar biasa. Dengan
menggunakan kuesioner dan formulir baku, peneliti mengunjungi
pasien (kasus), dokter, laboratorium, melakukan wawancara dan
dokumentasi untuk memperoleh informasi berikut:
Identitas diri (nama, alamat, nomer telepon jika ada);
Demografis (umur, seks, ras, pekerjaan);
Kemungkinan sumber, paparan, dan kausa;
Faktor-faktor risiko;

13
RUMAH SAKIT BEN MARI
Gejala klinis (verifikasi berdasarkan definisi kasus, catat tanggal
onset gejala untuk membuat kurva epidemi, catat komplikasi dan
kematian akibat penyakit);
Pelapor (berguna untuk mencari informasi tambahan dan laporan
balik hasil investigasi).
Pemeriksaan klinis ulang perlu dilakukan terhadap kasus yang
meragukan atau tidak didiagnosis dengan benar (misalnya, karena
kesalahan pemeriksaan laboratorium).
Informasi tentang masing-masing kasus yang diwawancara /
ditemui dimasukkan dalam tabel kejadian luar biasa (line listing).
Dalam tabel kejadian luar biasa, variabel-variabel tentang informasi
kasus diletakkan pada kolom, sedang urutan kasus diletakkan pada
baris. Ikhtisar informasi tentang kasus yang dicatat dalam tabel
kejadian luar biasaberguna untuk merumuskan teori / hipotesis tentang
sumber, kausa, dan cara penyebaran penyakit.
EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF.
Tujuan epidemiologi deskriptif adalah mendeskripsikan frekuensi
dan pola penyakit pada populasi menurut karakteristik orang, tempat,
dan waktu. Dengan menghitung jumlah kasus, menganalisis waktu,
incidence rate, dan risiko, peneliti kejadian luar biasa mendeskripsikan
distribusi kasus menurut orang, tempat, dan waktu, menggambar kurva
epidemi, mendeskripsikan kecenderungan (trends) kasus sepanjang
waktu, luasnya daerah kejadian luar biasa, dan populasi yang terkena
kejadian luar biasa. Dengan epidemiologi deskriptif peneliti kejadian
luar biasabisa mendapatkan menduga kausa dan sumber kejadian luar
biasa.
Tabulasi
Langkah pertama, peneliti mendeskripsikan data epidemi menurut
karakteristik orang (kasus). Peneliti mempelajari perbedaan risiko kelompok-
kelompok populasi yang terkena kejadian luar biasaberdasarkan karakteristik
umur, gender, ras, pekerjaan, kelas sosial, status kesehatan, dan sebagainya.
Distribusi risiko (dengan kata lain, Attack Rate) berbagai kelompok ditampilkan
dalam tabel.
Kurva epidemi.
Langkah kedua, peneliti mendeskripsikan data kejadian luar
biasamenurut waktu, dengan membuat kurva epidemi. Kurva epidemi adalah
grafik yang menghubungkan tanggal onset atau masa inkubasi penyakit pada
sumbu X dan jumlah kasus penyakit pada sumbu Y.
Manfaat kurva epidemi:
(1) Memberikan petunjuk tentang agen infeksi dan masa inkubasi;

14
RUMAH SAKIT BEN MARI
(2) Mengisyaratkan besarnya masalah dan perjalanan waktu kejadian luar
biasa;
(3) Menunjukkan pola penyebaran (yakni, sumber bersama, kontinu, atau
propagasi);
(4) Menunjukkan posisi populasi berisiko dalam perjalanan waktu epidemi;
(5) Dapat dilakukan stratifikasi menurut tempat (tempat tinggal, tempat kerja,
sekolah), atau karakteristik individu (umur, gender, ras, dan sebagainya),
sehingga memungkinkan peneliti untuk mempelajari variasi onset
menurut tempat dan karakteristik orang;
(6) Membantu peneliti dalam melakukan monitoring dan evaluasi;
(7) Memberikan petunjuk tambahan (misalnya, adanya outlier).
Dalam menganalisis sebuah kurva epidemi, faktor-faktor berikut perlu
diperhatikan untuk membantu menafsirkan kejadian luar biasa:
(1) Pola keseluruhan epidemi;
(2) Periode waktu orang terpapar;
(3) Keberadaan outlier.
Dengan menggunakan kurva epidemi dapat dilihat pola penyebaran patogen,
sehingga dapat dibedakan 3 jenis utama kejadian luar biasa:
(1) Common-source kejadian luar biasa(point-source Kejadian luar biasa),
(2) Continual-source kejadian luar biasa, dan
(3) Propagated (person-to-person, progressive) kejadian luar biasa.

1. Common-source Kejadian luar biasa(point-source Kejadian Luar


Biasa)
Common source kejadian luar biasa terjadi jika agen penyebab
ditularkan kepada orang-orang yang terjangkit dari sumber yang sama
pada saat yang sama, selama periode waktu yang terbatas (pendek), hal
ini terjadi selama satu masa inkubasi, biasanya terjadi pada satu tempat.
Bentuk kurva ini umumnya meningkat dengan tajam dan memiliki puncak
yang tegas, disusul dengan penurunan secara gradual. Kadang-kadang,
sejumlah kasus tampak seperti gelombang yang menyusul sumber titik
selama satu masa inkubasi atau interval waktu. Penularan ini disebut point
source with secondary transmission sumber titik dengan penularan
sekunder .
Continual-source kejadian luar biasa terjadi jika sumber kejadian luar
biasaterus terkontaminasi, individu rentan akan terus terpapar sumber
tersebut, sehingga penularan dapat terus berlangsung. Paparan terhadap
sumber infeksi yang berkepanjangan bisa berlangsung lebih dari satu masa
inkubasi. Gambar dibawah ini menyajikan kurva epidemi continual-source

15
RUMAH SAKIT BEN MARI
kejadian luar biasa, dengan karakteristik peningkatan kasus secara gradual
lalu mendatar.

Gambar

Common-source Kejadian Luar Biasa (point-source Kejadian Luar Biasa)

Keterangan
Grafik diatas menyajikan kurva epidemi sebuah common-source kejadian
luar biasa, ditandai oleh peningkatan jumlah kasus dengan tajam, lalu
menurun perlahan-lahan.
Contoh:

sekelompok tamu yang menghadiri kenduri di suatu desa dan dengan


waktu bersamaan menyantap makanan yang terkontaminasi patogen
(misalnya, tempe bongkrek yang umumnya terjadi dan mengakibatkan
kejadian luar biasa karena makanan (foodborne disease kejadian luar
biasa) merupakan point-source Kejadian luar biasa, sebab paparan
patogen terjadi pada waktu yang sama dan berlangsung selama periode
waktu yang terbatas (singkat).

Gambar
Kasus penyakit gastro-intestinal karena makanan menurut waktu onset
(dimulainya gejala klinis)

16
RUMAH SAKIT BEN MARI
Keterangan :
Menunjukkan kejadian luar biasa penyakit gastro-intestinal akibat
kontaminasi makanan dari sebuah paparan tunggal. Meskipun ada dua
buah outlier pada data, tetapi kurva epidemi dengan jelas menunjukkan
sebuah kejadian luar biasa selama periode waktu yang terbatas, dan
bentuk kurva yang mencerminkan karakteristik paparan dari sebuah
sumber tunggal.
2. Continual-Source Kejadian luar biasa
Continual-source kejadian luar biasa terjadi jika sumber kejadian luar biasa
terus terkontaminasi, individu rentan terus terpapar sumber tersebut,
sehingga penularan terus berlangsung. Paparan terhadap sumber infeksi
yang berkepanjangan bisa berlangsung lebih dari satu masa inkubasi.
Gambar berikut menyajikan kurva epidemi continual-source kejadian luar
biasa, dengan karakteristik peningkatan kasus secara gradual lalu
mendatar.

17
RUMAH SAKIT BEN MARI
Gambar
Continual-source Kejadian Luar Biasa

Contoh :
Kejadian luar biasa kolera di London yang diselidiki oleh Bapak
Epidemiologi John Snow. Kolera menyebar dari sumber air minum selama
periode waktu yang panjang. Perhatikan bahwa umumnya masa inkubasi
kolera adalah 1-3 hari. Tetapi karena penduduk di kota itu terus-menerus
menggunakan air yang terkontaminasi, maka durasi kejadian luar biasa
terjadi selama lebih dari sebulan.
Gambar
Kasus kolera menurut tanggal onset

3. Propagated (person-to-person, progressive) Kejadian Luar Biasa.


Propagated (person-to-person, progressive) k0ejadian luar biasa terjadi jika
sebuah kasus penyakit berperan sebagai sumber infeksi bagi kasus-kasus
berikutnya, dan kasus-kasus berikutnya berperan sebagai sumber infeksi
bagi kasus berikutnya lagi, bisa terjadi pada berbagai tempat. Gambar di
bawah ini menyajikan kurva epidemi person-to-person kejadian luar biasa.
Bentuk kurva terdiri dari sejumlah puncak, dipisahkan oleh masa inkubasi,

18
RUMAH SAKIT BEN MARI
mencerminkan jumlah kasus yang meningkat melalui kontak orang ke
orang, hingga tidak terdapat lagi orang yang rentan atau dimulainya upaya
pengendalian.
Gambar
Propagation (person-to-person) Kejadian luar biasa

Contoh soal :
Gambar menyajikan contoh infeksi campak yang mengakibatkan
propagated kejadian luar biasa dengan penularan dari anak ke anak.
Gambar 8 menunjukkan sebuah kasus indeks disusul sejumlah kasus yang
meningkat secara eksponensial (deret ukur). Campak terjadi karena kontak
orang ke orang, dengan masa inkubasi rata-rata 10 hari (7-18 hari).
Gambar
Kasus campak menurut tanggal onset

Mengapa perlu menggambar kurva epidemi? Kurva epidemi berguna untuk


memperkirakan tanggal paparan dan masa inkubasi dari penyakit yang
diduga sebagai kausa kejadian luar biasa. Dalam epidemiologi penyakit
infeksi, masa inkubasi adalah interval waktu sejak patogen melakukan
infeksi hingga onset gejala dan tanda klinis. Penyakit yang berbeda
mempunyai masa inkubasi yang berbeda.Tetapi masa inkubasi sebuah

19
RUMAH SAKIT BEN MARI
penyakit tidak persis, sehingga biasanya disajikan dalam rata-rata, serta
kisaran minimum dan maksimum.

Masa inkubasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor:


(1) Waktu yang diperlukan patogen untuk melakukan replikasi dan
mencapai critical mass klinis penyakit (ciritcal mass adalah koleksi
patogen dalam jumlah yang cukup banyak untuk dapat menimbulkan
manifestasi klinis penyakit; makin pendek waktu menuju critical
mass, makin pendek pula masa inkubasi);
(2) Tempat dalam tubuh bagi patogen untuk mereplikasi (patogen masuk
ke dalam tubuh melalui portal of entry dan masuk ke dalam sel
melalui cell entry, makin mudah mencari tempat replikasi, makin
pendek pula masa inkubasi);
(3) Dosis patogen (agen infeksi) yang diterima saat infeksi (makin besar
dosis patogen, makinpendek masa inkubasi).

Gambar
Memperkirakan tanggal paparan dan masa inkubasi.

Keterangan :
Pertama, penyakit yang menyebabkan kejadian luar biasa memiliki
sumber yang sama (common-source kejadian luar biasa). Masa inkubasi,
yaitu saat pertama kali terpapar oleh patogen yang berasal dari suatu
sumber patogen hingga dimulai tanda dan gejala klinis, berkisar antara 14
hingga 21 hari, dengan rata-rata 18 hari. Masa inkubasi terpendek adalah
14 hari, yaitu waktu sejak pertama kali terpapar oleh sumber patogen
hingga terjadinya kasus primer. Masa inkubasi terpanjang adalah 21 hari,
yaitu waktu sejak pertama kali terpapar oleh sumber patogen hingga
terjadinya kasus terakhir. Sedang waktu rata-rata adalah 18 hari, yaitu
waktu sejak pertama kali terpapar sumber patogen hingga puncak kasus.

20
RUMAH SAKIT BEN MARI
Spot map. Langkah ketiga, peneliti mendeskripsikan karakteristik data
epidemi menurut karakteristik tempat, biasanya dalam bentuk peta lokasi,
disebut spot map. Spot map memberikan informasi tentang luas daerah
geografis yang terkena, lokasi kasus, sumber Kejadian luar biasa, tempat-
tempat berisiko. Dengan spot map dapat dideskripsikan kedekatan
(klaster) kasus dengan sumber-sumber yang dapat tercemar oleh
patogen/ agen infeksi, seperti suplai air minum, restauran, dapur umum,
tempat penampungan pengungsi, ruang sekolah, tempat kerja, dan
sebagainya.
Gambar
Spot map tentang daerah terkena, lokasi kasus, dan sumber
Kejadian luar biasa

Keterangan :
Menyajikan data hipotetis (perumpamaan) yang dideskripsikan ke dalam
sebuah spot map tentang kejadian luar biasa diare Juni-Juli 2007 di
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah). Spot map
memeragakan letak klaster diare yang berdekatan dengan sumber air
minum dan kelompok peternakan sapi, sehingga menimbulkan hipotesis
bahwa limbah kotoran dari peternakan sapi telah mencemari sumber air
minum penduduk kecamatan tersebut

3. Merumuskan hipotesis
Pada tahap ini penyelidik kejadian luar biasa dapat merumuskan
hipotesis tentang kausa dan sumber kejadian luar biasa dengan lebih akurat
daripada hipotesis yang ada pada benak peneliti ketika memulai investigasi

21
RUMAH SAKIT BEN MARI
Kejadian luar biasa. Hipotesis tersebut menyatakan patogen/agen infeksi,
sumber patogen/ agen infeksi, modus transmisi, dan paparan yang
berhubungan dengan penyakit. Hipotesis dirumuskan sedemikian rupa
sehingga dapat diuji. Tetapi tidak jarang fakta yang ditemukan telah begitu
mencolok mata mendukung hipotesis sehingga pengujian hipotesis dengan
studi epidemiologi analitik yang lebih formal tidak diperlukan.
4. Melakukan pencegahan dan pengendalian
Bila investigasi kasus dan kausa telah memberikan fakta di pelupuk
mata tentang kausa, sumber, dan cara transmisi, maka langkah pengendalian
hendaknya segera dilakukan, tidak perlu melakukan studi analitik yang lebih
formal. Prinsipnya, makin cepat respons pengendalian, makin besar peluang
keberhasilan pengendalian. Makin lambat repons pengendalian, makin sulit
upaya pengendalian, makin kecil peluang keberhasilan pengendalian, makin
sedikit kasus baru yang bisa dicegah.
Prinsip intervensi untuk menghentikan Kejadian luar biasa sebagai berikut:
Mengeliminasi sumber patogen;
Memblokade proses transmisi;
Mengeliminasi kerentanan (Greenberg et al., 2005; Aragon et al., 2007).
Sedang eliminasi sumber patogen mencakup:
Eliminasi atau inaktivasi patogen;
Pengendalian dan pengurangan sumber infeksi (source reduction);
Pengurangan kontak antara penjamu rentan dan orang atau binatang
terinfeksi (karantina kontak, isolasi kasus, dan sebagainya);
Perubahan perilaku penjamu dan/ atau sumber (higiene perorangan,
memasak daging dengan benar, dan sebagainya);
Pengobatan kasus.
Blokade proses transmisi mencakup:
Penggunaan peralatan pelindung perseorangan (masker, kacamata, jas,
sarung tangan, respirator);
Disinfeksi/ sinar ultraviolet;
Pertukaran udara/ dilusi;
Penggunaan filter efektif untuk menyaring partikulat udara;
Pengendalian vektor (penyemprotan insektisida nyamuk Anopheles,
pengasapan nyamuk Aedes aegypti, penggunaan kelambu berinsektisida,
larvasida, dan sebagainya).
Eliminasi kerentanan penjamu (host susceptibility) mencakup:
Vaksinasi;
Pengobatan (profilaksis, presumtif);
Isolasi orang-orang atau komunitas tak terpapar (reverse isolation);
Penjagaan jarak sosial (meliburkan sekolah, membatasi kumpulan
massa).

5. Melakukan Studi Analitik (jika perlu)

22
RUMAH SAKIT BEN MARI
Dalam investigasi kejadian luar biasa, tidak jarang peneliti dihadapkan
kepada teka-teki menyangkut sejumlah kandidat agen penyebab. Fakta yang
diperoleh dari investigasi kasus dan investigasi kausa kadang belum memadai
untuk mengungkapkan sumber dan kausa Kejadian luar biasa. Jika situasi itu
yang terjadi, maka peneliti perlu melakukan studi analitik yang lebih formal.
Desain yang digunakan lazimnya adalah studi kasus kontrol atau studi kohor
retrospektif. Seperti desain studi epidemiologi analitik lainnya,
Studi analitik untuk investigasi kejadian luar biasa mencakup:
(1) Pertanyaan penelitian;
(2) Signifikansi penelitian;
(3) Desain studi;
(4) Subjek;
(5) Variabel-variabel;
(6) Pendekatan analisis data;
(7) Interpretasi dan kesimpulan.

Contoh soal :
75 orang menghadiri sebuah acara kenduri di sebuah desa. Terdapat 5
jenis makanan dihidangkan. Esok harinya mulai berjatuhan sejumlah kasus
penyakit, sehingga disimpulkan terjadi kejadian luar biasa karena makanan
terkontaminasi (foodborne disease). Makanan mana dari ke 4 jenis tersebut
yang mengandung agen kausal dan merupakan penyebab kejadian luar
biasa? Karena sebagian besar kasus telah terjadi, maka peneliti melakukan
studi kohor retrospektif untuk menjawab pertanyaan tersebut. Data yang
dikumpulkan disajikan dalam Tabel.
Tabel
Mengidentifikasi kausa Kejadian luar biasa, dengan menghitung Risiko Relatif
(RR) hasil dari studi kohor retrospektif

23
RUMAH SAKIT BEN MARI
Keterangan :
Penyebab kejadian luar biasa dapat dianalisis dengan tabulasi silang
untuk menghitung Risiko Relatif (RR dan CI95%) untuk studi kohor, dan Odds
Ratio (OR dan CI95%) untuk studi kasus kontrol. Dalam contoh kasus ini,
peneliti melakukan studi kohor retrospektif, sehingga analisis data dilakukan
dengan menghitung RR untuk masing-masing jenis makanan. Prinsipnya,
jenis makanan dengan RR (atau OR) tertinggi merupakan penyebab Kejadian
luar biasayang paling mungkin.
Tabel diatas dengan jelas menunjukkan jenis makanan E memiliki RR
tertinggi (5.71). Artinya, makan jenis makanan E meningkatkan risiko penyakit
sebesar 5.7 kali daripada tidak makan jenis makanan itu. Dengan RR
tertinggi, maka dapat disimpulkan jenis makanan E adalah penyebab Kejadian
luar biasapaling mungkin.
Perhatikan analisis tentang risiko relatif dilakukan untuk masing-
masing jenis makanan secara terpisah. Dengan kata lain, Tabel diatas tidak
menganalisis kemungkinan interaksi antar jenis makanan. Interaksi (modikasi
efek) adalah pengubahan efek paparan sebuah faktor terhadap penyakit
menurut tingkat paparan faktor lain yang disebut effect modifier (pengubah
efek).
Modifikasi efek adalah efek bersama (joint effect) antara dua atau lebih
variabel terhadap suatu variabel dependen yang membuat efek masing-
masing variabel independen itu jika hadir bersama berbeda dengan efek
variabel independen itu jika hadir sendiri-sendiri. Jika memungkinkan, peneliti
Kejadian luar biasahendaknya menganalisis kemungkinan modifikasi efek.
Sebagai contoh, jika jenis makanan C berinteraksi dengan jenis makanan E,
sehingga memperkuat pengaruh E terhadap terjadinya gejala klinis penyakit,
maka dalam rangka pencegahan Kejadian luar biasadi masa mendatang,
kombinasi kedua jenis makanan tersebut perlu dihindari untuk mengurangi
beratnya gejala klinis kasus.
6. Mengkomunikasikan Temuan
Temuan dan kesimpulan investigasi kejadian luar
biasadikomunikasikan kepada berbagai pihak pemangku kepentingan
kesehatan. Dengan tingkat rincian yang bervariasi, pihak-pihak yang perlu
diberitahu tentang hasil penyelidikan kejadian luar biasa mencakup pejabat
kesehatan masyarakat setempat, pejabat pembuat kebijakan dan pengambil
keputusan kesehatan, petugas fasilitas pelayanan kesehatan, pemberi
informasi peningkatan kasus, keluarga kasus, tokoh masyarakat, dan media.
Penyajian hasil investigasi dilakukan secara lisan maupun tertulis (laporan
awal dan laporan akhir). Pejabat Dinas Kesehatan yang berwewenang
hendaknya hadir pada penyajian hasil investigasi.

24
RUMAH SAKIT BEN MARI
Temuan-temuan disampaikan dengan bahasa yang jelas, objektif dan
ilmiah, dengan kesimpulan dan rekomendasi yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Peneliti kejadian luar biasa memberikan laporan tertulis dengan format yang
lazim, terdiri dari:
(1) Introduksi,
(2) Latar belakang,
(3) Metode,
(4) Hasil-hasil,
(5) Pembahasan,
(6) Kesimpulan, dan
(7) Rekomendasi.
Laporan tersebut mencakup langkah pencegahan dan pengendalian, catatan
kinerja sistem kesehatan, dokumen untuk tujuan hukum, dokumen berisi
rujukan yang berguna jika terjadi situasi serupa di masa mendatang.
7. Mengevaluasi dan meneruskan surveilans
Pada tahap akhir investigasi Kejadian luar biasa, Dinas Kesehatan
Kota / Kabupaten dan peneliti kejadian luar biasa perlu melakukan evaluasi
kritis untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan program maupun defisiensi
infrastruktur dalam sistem kesehatan. Evaluasi tersebut memungkinkan
dilakukannya perubahanperubahan yang lebih mendasar untuk memperkuat
upaya program, sistem kesehatan, termasuk surveilans itu sendiri. Investigasi
kejadian luar biasa memungkinkan identifikasi populasi-populasi yang
terabaikan atau terpinggirkan, kegagalan strategi intervensi, mutasi agen
infeksi, ataupun peristiwa - peristiwa yang terjadi di luar kelaziman dalam
program kesehatan. Evaluasi kritis terhadap kejadian kejadian luar
biasamemberi kesempatan kepada penyelidik untuk mempelajari kekurangan-
kekurangan dalam investigasi kejadian luar biasa yang telah dilakukan, dan
kelemahan-kelemahan dalam sistem kesehatan, untuk diperbaiki secara
sistematis di masa mendatang, sehingga dapat mencegah terulangnya
kejadian luar biasa.

25
RUMAH SAKIT BEN MARI
BAB IV

MONITORING DAN EVALUASI

A. MONITORING
1. Survey aktif dilakukan oleh IPCN dan IPCLN setiap hari, bila ditemukan
kasus baru dicatat dan dilaporkan dalam formulir kejadian luar biasa
kepada ketua Tim Kejadian Luar Biasa.
2. Perkembangan hasil laboratorium penunjang (Instalasi Mikrobiologi Klinik
atau Insatalasi Laboraturium Sentral) dilaporkan setiap hari kepada ketua
Tim Kejadian Luar Biasa.
3. Ketua Tim Kejadian Luar Biasa melakukan monitoring terhadap pasien
Kejadian Luar Biasa setiap hari dan dilaporkan kepada Kabid Pelayanan
Medik dan Direktur.

B. EVALUASI
1. Tim Kejadian Luar Biasa melakukan analisis rencana tindak lanjut untuk
penanggulangan KLB berkoordinasi dengan Komite PPI
2. Evaluasi penyediaan semua APD, disinfektan, handrub, sabun antiseptik, obat-
obatan.

BAB V

PENUTUP

26
RUMAH SAKIT BEN MARI
Pedoman investigasi kejadian luar biasamerupakan acuan untuk
penatalaksanaan dalam penanggulangan kejadian luar biasa di unit pelayanan
terkait di RS Ben Mari. Penyusunan pedoman ini telah melibatkan para pimpinan
rumah sakit dan berbagai pihak.

Pihak rumah sakit dapat menerapkan pedoman ini sesuai dengan


kejadian luar biasa yang terjadi. Pedoman pelayanan ini senantiasa akan
disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta kebijakan dan
peraturan yang ada dan berlaku di RS Ben Mari Malang.

Keberhasilan dan ketepatan penemuan kasus dan penanganan tindak


lanjut, sangat tergantung kepada komitmen, kemampuan dan kecepatan dalam
penanggulangan kejadian luar biasa, serta dukungan stake holder terkait untuk
dapat mencapai hasil yang optimal.

REFERENSI

International Federation of Infection Control, 2011. IFIC Basic Concepts of


Infection Control. 2nd Edition - Revised 2011. Ireland, UK.

27
RUMAH SAKIT BEN MARI

Anda mungkin juga menyukai