Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PEDAHULUAN

SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS (SLE)

A. Definisi
Sistemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit auto imun yang kronik dan
menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala penyakit ini dapat bermacam-macam,
dapat bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah
orang yang terserang oleh penyakit ini sulit untuk diperoleh. (Price A. Sylvia, 2006)
Lupus Eritematos Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai
organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat. Pada keadaan awal,
sering sekali sukar dikenal sebagai LES, karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan.
(Mansjoer Arif, 2001)
Sistemik lupus erythematosus adalah suatu penyakit kulit menahun yang ditandai dengan
peradangan dan pembetukan jaringan parut yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan
kandung pada bagian tubuh lainnya. (www.medicastrore.com)
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Systemic Lupus Eritematosus (SLE) adalah
suatu penyakit autoimun yang menyerang berbagai system tubuh dengan manifestasi klinis yang
bervarisi.

B. Etiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi
antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal).
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE. Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan
untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi
ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan dalam
pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan
kerusakkan multiorgan.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan tubuh ini
berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri.
Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit menahun.
Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum sepenuhnya dimengerti
tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang
dapat memicu timbulnya lupus:
 Infeksi
 Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
 Sinar ultraviolet
 Stres yang berlebihan
 Obat-obatan tertentu
 Hormon.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria.
Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih
sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering menyerang
wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/atau selama
kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama estrogen) mungkin berperan dalam
timbulnya penyakit ini. Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka
kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.
Faktor Resiko terjadinya SLE
1. Faktor Genetik
 Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa
 Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
 Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering dalam keluarga yang terdapat
anggota dengan penyakit tersebut
2. Faktor Resiko Hormon
Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen mengurangi resiko ini.
3. Sinar UV
Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga
SLE kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan
prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui
peredaran pebuluh darah
4. Imunitas
Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T
5. Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka
waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :
a) Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin, metildopa, hidralasin,
prokainamid, dan isoniazid
b) Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin, penisilamin, dan kuinidin
c) Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotic dan griseofurvin
6. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh
setelah infeksi
7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah memiliki kecendrungan akan
penyakit ini.

C. Patosisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit
SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-
supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan.
Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang antibodi tambahan dan siklus
tersebut berulang kembali. (Smeltzer and Suzane, 2001)

D. Manifestasi Klinis
 Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan menderita artritis.
Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari tangan, tangan, pergelangan tangan
dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari
nyeri di daerah tersebut.
 Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung. Ruam
ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari. Ruam yang lebih tersebar
bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh sinar matahari.
 Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-sel ginjal,
tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang menetap). Pada
akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa atau
pencangkokkan ginjal.
 Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering ditemukan adalah
disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa terjadi pada bagian manapun dari
otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit
kepala merupakan beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
 Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan darah di
dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit
berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa
menyebabkan perdarahan yang berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
 Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun
miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut.
 Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura (penimbunan cairan
antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan
sesak nafas.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau menyingkirkan suatu
diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit, terutama untuk menandai terjadinya suatu
serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari
suatu pengobatan.
1. Pemeriksaan Autoantibodi
Prevalensi Antigen yang
Antibody Clinical Utility
% Dikenali
Antinuclear 98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining terbaik; hasil negative berulang
antibodies (ANA) menyingkirkan SLE
Anti-dsDNA 70 DNA (double- Jumlah yang tinggi spesifik untuk SLE dan pada
stranded) beberapa pasien berhubungan dengan aktivitas penyakit,
nephritis, dan vasculitis.
Anti-Sm 25 Kompleks protein Spesifik untuk SLE; tidak ada korelasi klinis;
pada 6 jenis U1 kebanyakan pasien juga memiliki RNP; umum pada
RNA African American dan Asia dibanding Kaukasia.
Anti-RNP 40 Kompleks protein Tidak spesifik untuk SLE; jumlah besar berkaitan
pada U1 RNAγ dengan gejala yang overlap dengan gejala rematik
termasuk SLE.
Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein Tidak spesifik SLE; berkaitan dengan sindrom Sicca,
pada hY RNA, subcutaneous lupus subakut, dan lupus neonatus disertai
terutama 60 kDa blok jantung congenital; berkaitan dengan penurunan
dan 52 kDa resiko nephritis.
Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein Biasanya terkait dengan anti-Ro; berkaitan dengan
pada hY RNA menurunnya resiko nephritis
Antihistone 70 Histones terkait Lebih sering pada lupus akibat obat daripada SLE.
dengan DNA (pada
nucleosome,
chromatin)
Antiphospholipid 50 Phospholipids,β2 Tiga tes tersedia –ELISA untuk cardiolipin dan β2G1,
glycoprotein 1 sensitive prothrombin time (DRVVT); merupakan
cofactor, predisposisi pembekuan, kematian janin, dan
prothrombin trombositopenia.

Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes Coombs’ langsung; terbentuk pada
hemolysis.
Antiplatelet 30 Permukaan dan Terkait dengan trombositopenia namun sensitivitas dan
perubahan antigen spesifitas kurang baik; secara klinis tidak terlalu berarti
sitoplasmik pada untuk SLE
platelet.
Antineuronal 60 Neuronal dan Pada beberapa hasil positif terkait dengan lupus CNS
(termasuk anti- permukaan antigen aktif.
glutamate limfosit
receptor)
Antiribosomal P 20 Protein pada Pada beberapa hasil positif terkait dengan depresi atau
ribosome psikosis akibat lupus CNS
Catatan: CNS = central nervous system,
CSF= cerebrospinal fluid,
DRVVT = dilute Russell viper venom time,
ELISA= enzyme-linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi adalah ANA karena
pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA
berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat berguna.
Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang dewasa
dan biasanya terkait dengan kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA).
Tidak ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan
yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA) spesifik untuk SLE.
ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae
memiliki sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-dsDNA
pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih baik dengan nephritis
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada
hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit
lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan
untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir
spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem
kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk
memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
b) Ruam kulit atau lesi yang khas
c) Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
d) Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau
jantung
e) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
f) Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah
g) Biopsi ginjal
h) Pemeriksaan saraf.
F. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:
1. Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit
kepala
Penatalaksanaan untuk SLE derajat Ringan;
a) Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis, perikarditis) hanya
memerlukan sedikit pengobatan.
b) Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan non-steroid
c) Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
d) Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria (hydroxycloroquine)
e) Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
f) Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai kebutuhan
g) Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada saat bepergian
menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun kacamata
2. Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus
serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.
Penatalaksanaan untuk SLE derajat berat;
a) Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia hemolitik, penyakit
jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal, penyakit sistem saraf pusat) perlu
ditangani oleh ahlinya
b) Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis sesuai kelainan organ
sasaran yang terkena.
c) Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat bisa diberikan obat
penekan sistem kekebalan
d) Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat pertumbuhan sel) pada
penderita yang tidak memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid atau yang
tergantung kepada kortikosteroid dosis tinggi.
3. Penatalaksanaan Umum :
a) Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam infeksi, gangguan
hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya mengurangi kelelahan
disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu
mengubah gaya hidup
b) Hindari Merokok
c) Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
d) Hindari stres dan trauma fisik
e) Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
f) Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai 15.00
g) Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen
4. Pengobatan Pada Keadaan Khusus
a) Anemia Hemolitik
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan sampai 100-200
mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu belum ada perbaikan
b) Trombositopenia autoimun
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon dalam 4 minggu,
ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5
hari berturut-turut
c) Perikarditis Ringan
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif dapat diberikan
prednison 20-40 mg/hari
d) Perkarditis Berat
Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
e) Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat dikombinasikan dengan
siklofosfamid
f) Efusi Pleura
Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi pleura/drainase
g) Lupus Pneunomitis
Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
h) Lupus serebral
Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil dilanjutkan dengan
pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat diberikan metilprednison pulse
dosis selama 3 hari berturut-turut
G. Nursing Care Plan

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan 1. Melaporkan adanya 1. Kaji lokasi dan tingkat nyeri klien untuk
dengan proses penurunan tingkat menentukan rencana tindakan yang tepat
inflamasi dan nyeri 2. Berikan analgesic sesuai indikasi dan pantau
kerusakan jaringan 2. Melakukan aktivitas efek obat
sehari-hari tanpa 3. Gunakan intervensi untuk menurunkan nyeri
merasa nyeri non parmakologi seperti tekhnik relaksasi
napas dalam

Kelemahan 1. Mampu 1. Kaji tingkat energy klien untuk


berhubungan melaksanakan merencanakan kegiatan harian klien
dengan proses aktivitas utama 2. Bantu klien dalam melakukan aktivitas untuk
penyakit 2. Mengungkapkan memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
adanya peningkatan 3. Jelaskan tentang pentingnya pengalihan
energi energy yang digunakan untuk meminimalkan
jumlah energy yang dikelauarkan saat
beraktivitas
4. Libatkan keluarga dalam menyusun rencana
kegiatan untuk meningkatkan kesadaran
pasien terhadap dukungan dan pengertian
keluarga terhadap penyakit pasien
5. Ajarkan pasien teknik meditasi seperti yoga
untuk menurunkan tingkat stress
6. Dorong pasien untuk istirahat teratur dan
sesuai kebutuhan.

Gangguan citra 1. Meningkatkan 1. Diskusikan dengan pasien harapan yang


tubuh berhubungan perhatian dan realistis tentang perubahan fisik untuk
dengan perubahan partisipasi dalam membantu pasien membuat rencana dalam
dalam penampilan perawatan diri memaksimalkan potensi fisik dan
fisik 2. Mengungkapkan meminimalkan masalah yang mungkin
pernyataan positif muncul
tentang diri 2. Dorong pasien untuk meningkatkan minat
terhadap kebersihan dan ajarka cara
penggunaan kosmetik secara kreatif karena
aktivitas ini dapat memperbaiki citra tubuh
dan rasa percaya diri pasien
3. Dorong pasien untuk mendiskusikan
perasaan dan hal positif pada diri pasien
untuk menurunkan rasa isolasi dan gangguan
citra tubuh
Kerusakan 1. Membatasi 1. Kaji dan monitor lokasi dan kemajuan dari
integritas kulit paparan langsung ruam untuk merencakan tindakan yang sesuai
berhubungan sinar matahari 2. Berikan terapi medikasi sesuai indikasi untuk
sensitivitas cahaya, 2. Tidak membuka mengontrol maifestasi kulit
ruam kulit, dan luka kulit 3. Pertahankan kulit bersih dan kering untuk
alopecia 3. Strategi untuk mencegah infeksi sekunder
melindungi dari 4. Diskusikan kebutuhan untuk membatasi
alopecia paparan sinar matahari langsung dan
gunakan krim atau pakaian pelindung dari
cahaya matahari langsung saat berada di luar
ruangan
Intoleransi aktivitas 1. Mengungkapkan 1. Monitor tanda-tanda vital saat ambulasi
berhubungan kepuasan akan pola karena peningkatan nadi dan pernafasan
dengan kelemahan aktivitas mengindikasikan kebutuhan pasien untuk
dan kelelahan 2. Mengukur tingkat istirahat
toleransi terhadap 2. Ukur tingkat aktivitas dan berikan waktu
aktivitas istirahat diantara aktivitas
3. Dorong pasien untuk mengkaji jadwal
kegiatan untuk meningkatkan rasa control
dan kerjasama dalam menentukan rencana
kegiatan
4. Berikan istirahat bedrest menjelang
eksaserbasi untuk mengumpulkan energy
pada saat aktivitas
5. Berikan latihan ROM setiap 4 jam untuk
mencegah kontraktur otot
6. Dorong pasien untuk mengguakan alat bantu
untuk menghemat energy.
Perubahan nutrisi 1. Mempertahankan 1. Kaji makanan yang disukai pasien da
kurang dari berat badan normal masukan kedalam rencana makan pasien
kebutuhan tubuh 2. Mempertahankan apabila memungkinkan untuk mempertahan
berhubungan jumlah dan kualitas intake yang adekuat
dengan anorexia, asupan makanan 2. Tawarkan makan sedikit tapi sering
kelemahan, dan untuk memenuhi 3. Berikan perawatan oral hygiene sebelum dan
efek medikasi kebutuhan sehari- setelah makan untuk meningkatkan
hari kenyamanan dan mencegah terjadinya
perlukaan pada oral
4. Pantau hasil laboratorium seperti Hb,
elektrolit, dan kadar protein karena nilai yang
rendah dapat mengindikasikan intake yang
tidak adekuat
5. Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
favorit pasien untuk meningkatkan asupan
makanan dan sebagai wujud perhatian dan
kasih sayang terhadap pasien
REFERENSI

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Agung Waluyo.
Jakarta : EGC
Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Alih bahasa
brahm. Jakarta : EGC
Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing 5th Edition 2nd Volume. United States of
America : Mosby, Inc.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai