Anda di halaman 1dari 18

III-1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Artificial Lift Dengan Sucker Rod Pump

Sucker rod pump merupakan salah satu metode pengangkatan buatan


(artificial lift), dimana untuk mengangkat minyak dari formasi ke permukaan
digunakan sumber tenaga listrik atau gas dari prime mover. Pompa ini
digunakan pada sumur-sumur dengan viskositas rendah sampai medium, GOR
tinggi, sumur-sumur lurus dan fluid level tinggi.

Keuntungan penggunaan sucker rod pump adalah :


a. Efisien dan mudah dalam pengoperasian di lapangan.
b. Masih dapat digunakan untuk mengangkat fluida pada sumur yang
mengandung pasir.
c. Dapat digunakan untuk sumur yang memiliki tekanan rendah.
d. Fleksibel karena kecepatan pompa dan stroke length dapat disesuaikan.
e. Dapat digunakan pada berbagai ukuran tubing.
f. Dapat menggunakan listrik atau gas sebagai sumber tenaga penggerak.
g. Penanganan masalah korosi dan scale lebih mudah dilakukan
h. Dapat melakukan pengangkatan untuk miyak yang bertemperatur tinggi
dan viscous.

III.2. Sucker rod pump

III.2.1 Komponen utama sucker rod pump (Ubaidillah,2010)


Komponen utama sucker rod pump dibagi menjadi dua kategori
(Gambar 3.1), yaitu sebagai berikut (Ubaidillah,2010) :
III-2

Sumber: Ubaidillah,2010
GAMBAR 3.1
KOMPONEN UNIT SUCKER ROD PUMP
III-3

1. Peralatan pompa di atas permukaan (Ubaidillah,2010)


Peralatan pompa di atas permukaan berfungsi untuk mengatur
naik turunya rangkaian sucker rod, dimana tenaga yang diberikan
oleh unit pompa digunakan untuk mengangkat fluida dari dasar
sumur (Ubaidillah,2010).
Pembagian komponen-komponen peralatan pompa di atas
permukaan sesuai Gambar 3.1 meliputi antara lain sebagai berikut:

a. Prime mover
Merupakan mesin penggerak utama dari seluruh rangkaian
unit sucker rod pump, baik peralatan di atas permukaan maupun
peralatan di bawah permukaan. Sumber bahan bakar untuk prime
mover dapat digunakan dari berbagai sumber, baik itu gas alam
yang dihasilkan dari sumur penghasil gas, solar, juga listrik.
Sumber bahan bakar yang digunakan prime mover
tergantung dari jenis mesin dan ketersediaan bahan bakar di
lapangan. Fungsi dari prime mover adalah untuk menyuplai energi
mekanis yang kemudian diubah menjadi gerak naik turun oleh
komponen counter balance .

b. Gear reducer
Merupakan transmisi yang berfungsi untuk mengubah
kecepatan putar dari primer mover, gerak putaran prime mover
diteruskan ke gear reducer dengan menggunakan belt. Dimana
belt ini dipasang engine pada prime mover dan unit sheave pada
gear reducer
III-4

c. V-Belt
Sabuk untuk memindahkan gerak dari prime mover ke gear
reducer biasanya ditutup dengan belt cover.

d. Crank shaft
Merupakan poros dari crank yang berfungsi untuk mengikat
crank pada gear reducer dan meneruskan gerak

e. Counter balance atau counter weight


Adalah sepasang pemberat yang berfungsi sebagai berikut:
1). Untuk mengubah gerak berputar dari prime mover menjadi
gerak naik-turun
2). Menyimpan tenaga prime mover pada saat down-stroke atau
pada saat counter balance menuju ke atas, yaitu pada saat
kebutuhan tenaga kecil atau minimum
3). Membantu tenaga prime mover pada saat up-stroke (saat
counter balance bergerak ke bawah) sebesar tenaga
potensialnya karena kerja prime mover yang terbesar adalah
pada saat up-stroke (pompa bergarak keatas) dimana sejumlah
minyak ikut terngkat ke atas permukaan

f. Crank
Merupakan sepasang tangkai yang menghubungkan crank
shaft pada gear reducer dengan counter balance. Pada crank ini
terdapat lubang-lubang tempat pitman bearing. Besar kecilnya
langkah atau stroke pemompaan yang diinginkan dapat diatur
disini dengan cara mengubah-ubah pitman bearing, apabila
kedudukan pitman bearing ke posisi lubang mendekati counter
balance, maka langkah pemompaan menjadi bertambah besar atau
III-5

sebaliknya apabila menjauhi, jarak antara crank shaft sampai


dengan pitman bearing dengan sebagai polished stroke length
yang fungsinya meneruskan gerak berputar dari crank shaft pada
gear reducer ke walking bean melalui pitman
g. Pitman
Adalah sepasang tangkai yang menghubungkan antar crank
pada pitman bearing. Fungsinya adalah mengubah atau
meneruskan gerak berputar menjadi bolak-balik naik turun

h. Walking beam
Merupakan tangkai horizontal di belakang horse head.
Fungsinya merupakan gerak naik turun yang dihasilkan oleh
sepasang pitman-crank-counter balance, ke rangkaian pompa di
dalam sumur melalui rangkaian rod

i. Horse head
Menurunkan gerak dari walking beam ke unit pompa di
dalam sumur melalui bridle, polish rod dan sucker rod string atau
merupakan kepala dari walking beam yang menyerupai kepala
kuda

j. Bridle (wire line hanger)


Merupakan sepasang kabel baja yang disatuakan pada
carrier bar

k. Carrier bar
Merupakan alat yang berfungsi sebagai tempat
bergantungnya rangkaian rod dan polished rod
III-6

l. Polished rod clamp


Komponen yang bertumpu pada carrier bar yang fungsinya
untuk mengeraskan kaitan polished rod pada carrier bar dan
tempat dimana dynamo meter (alat pencatat unit berapa pompa)
diletakkan

m. Polished rod
Polished rod merupakan bagaian teratas dari rangkaian rod
yang muncul dipermukaan. Fungsinya adalah menghubungkan
antara rangkain rod di dalam sumur dengan peralatan-peralatan di
permukaan

n. Stuffing box
Dipasang diatas kepala sumur (casing atau tubing head)
untuk mencegah atau menahan minyak agar supaya tidak keluar
bersama naik turunnya polished rod. Dengan demikian seluruh
aliran minyak hasil pemompaan akan mengalir ke flow line lewat
cross tee. Disamping itu juga berfungsi sebagai tempat kedudukan
polished rod sehingga dengan demikian polished rod dapat
bergerak naik turun dengan bebas

o. Sampson post
Merupakan kaki penyangga atau penopang walking beam

p. Saddle bearing
Adalah tempat kedudukan dari walking bean pada Sampson
post pada bagian atas
III-7

q. Equalizer
Bagian dari pitman yang bergarak secara leluasa menurut
kebutuhan operasi pemompaan minyak berlangsung

r. Brake
Brake disini berfungsi untuk mengerem gerak pompa jika
dikebutuhan, misalnya pada saat akan dilakukan reparasi sumur
atau unit pompanya sendiri serta ketika dilakukan pengukuran

s. Pumping tee
Berfungsi untuk mengalirkan fluida menuju ke flow line

2. Komponen bawah permukaan (Ubaidillah,2010)


Komponen sucker rod pump yang berada di bawah permukaan
berfungsi untuk memindahkan atau mengangkat fluida dari dasar
sumur ke permukaan. Pompa sucker rod dibagi menjadi dua jenis
sesuai dengan Gambar 3.1, yaitu (Ubaidillah,2010) :

a. Tubing
Tubing digunakan untuk mengalirkan minyak dari dasar
sumur kepermukaan setelah minyak diangkat oleh pompa yang
ditempatkan pada ujing tubing.
b. Working barrel
Merupakanh tempat dimana plunger dapat bergerak naik
turun sesuai dengan langkah pemompaan dan penampung minyak
sebelum diangkat oleh plunger pada saat up-stroke.
c. Plunger
Merupakan bagian dari pompa yang terdapat didalam barrel
dan dapat bergerak naik turun yang berfungsi sebagai pengisap
III-8

minyak dari formasi ke dalam barrel yang kemudian diangkat ke


permukaan melalui tubing. Tabel III.1 merupakan ukuran plunger
yang direkomendasikan untuk berbagai kondisi dan Tabel III.2
adalah spesifikasi plunger berdasarkan diameternya
TABEL III.1
UKURAN PLUNGER YANG DIREKOMENDASIKAN UNTUK
BERBAGAI KONDISI
Net lift
of fluid Produksi fluida (BFPD)
(ft)
100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

2000 1½ 1¾ 2 2¼ 2½ 2¾
1¼ 1½ 1¾ 2 2¼ 2½ 2¾ 2¾ ¾ 2¾

3000 1½ 1¾ 2 2¼ 2½ 2¾ 2¾ 2¾ 2¾ 2¾
1¼ 1½ 1¾ 2 2¼ 2¼ 2½

4000 1¼ 1¾ 2 2¼ 2¼ 2¼ 2¼ 2¼
1½ 1¾ 2 2

5000 1¼ 1¾ 2 2 2¼ 2¼
1½ 1¾ 1¾ 2

6000 1¼ 1½ 1¾ 1¾
1¼ 1½

7000 1¼ 1½
9/8 1¼

8000 1¼
9/8
Sumber: Kermit,1980
III-9

TABEL III.2
SPESIFIKASI PLUNGER

Konstanta
No Diameter Plunger Luas Area (Ap), inch2
Plunger (K)
1 1 0,785 0,117
2 1 4 1
1,227 0,182
3 1 12 1,767 0,262
4 134 2,405 0,357
5 2 3,142 0,466
6 2 14 3,576 0,590
7 2 12 4,909 0,729
3
8 2 4 5,940 0,881
9 3 14 8,296 1,231
Sumber: Kermit,1980

d. Standing valve
Merupakan katup yang terdapat di bawah working barrel
yang berfungsi memberikan kesempatan minyak dari dalam sumur
masuk ke working barrel (pada saat up-stroke valve terbuka) dan
untuk menahan minyak agar tidak keluar dari working barrel pada
saat plunger bergerak ke bawak (pada saat down-stroke valve
tertutup). Standing valve ini mempunyai peranan yang penting
dalam sistem pemompaan, karena effisiensi volumetris pompa
sangat tergantung pada cara kerja dan bentuk dari ball dan seat
standing-valve.
e. Travelling valve
Merupakan ball and seat yang terletak pada bagian bawah
dari plunger dan akan ikut bergerak ke atas dan ke bawah menurut
gerakan plunger. Travelling valve berfungsi sebagai berikut :
III-10

1). Fungsinya untuk mengalirkan atau memindahkan minyak dari


working barrel masuk ke plunger, hal ini terjadi pada saat
plunger bergerak ke bawah.
2). Menahan minyak pada saat plunger bergerak ke atas
(upstroke) sehingga minyak tersebut dapat dipindahkan ke
tubing untuk selanjutkan dialirkan ke permukaan.
f. Tangkai pompa (sucker rod string)
Sucker Rod string didapati pada sumur-sumur yang dalam, dan
tidak hanya terdiri dari satu macam diameter, merupakan Tapered
rod (makin ke atas makin besar diameternya, karena membawa
beban yang lebih berat). Dengan anggapan bahwa stress disetiap
bagian sama (pada puncak masing-masing interval). Tabel III.3
merupakan data rod dan pompa.

Adapun bagian – bagian dari sucker rod string, yang terdiri dari :

1). Sucker rod


Alat sucker rod merupakan batang penghubung antara
plunger dengan peralatan permukaan. Fungsi utamanya
adalah meneruskan gerak lurus naik- turun dari horse head ke
plunger. Untuk menghubungkan antara dua buah sucker rod
yang digunakan adalah sucker rod cuopling. Umumnya
panjang satu singgle dari sucker rod yang sering digunakan
berkisar 25 – 30 ft dengan diameter 5
8 inch dan 1 18 pumping
unit secara vertikal menuju pompa plunger. Ukuran sucker
rod standar API dapat dilihat pada Tabel III.4 dibawah ini.
III-11

TABEL III.3
DATA ROD DAN POMPA

Elast
Plunger
Rod ic Constant Frequency Rod String % of each size
Rod
Diameter Weight in. per lb ft Factor
no
lb per
In
ft Er Fc 1⅛ 1 7
/8 ¾ ⅝ ½
76 1,06 1,802 0,816 x 10-6 1,072 - - 28,5 71,5 - -
76 1,25 1,814 0,812 x 10-6 1,077 - - 30,6 69,4 - -
-6
76 1,50 1,833 0,804 x 10 1,082 - - 33,8 66,2 - -
76 1,75 1,855 0,795 x 10-6 1,088 - - 37,5 62,5 - -
-6
76 2,00 1,880 0,785 x 10 1,093 - - 41,7 58,3 - -
-6
76 2,25 1,908 0,774 x 10 1,096 - - 46,5 53,5 - -
76 2,50 1,934 0,764 x 10-6 1,097 - - 50,8 49,2 - -
76 2,75 1,967 0,751 x 10-6 1,094 - - 56,5 43,5 - -
-6
76 3,75 2,039 0,722 x 10 1,078 - - 68,7 31,3 - -
76 3,75 2,119 0,690 x 10-6 1,047 - - 82,3 17,7 - -
Sumber: Kermit,1980

TABEL III.4
UKURAN SUCKER ROD STANDAR API

Dimensi Ukuran
inch 1
2
5
8
3
4
7
8 1 1 18
Diameter Rod
mm 12,70 15,87 19,05 22,22 25,4 28,57
Diameter inch 1,00 1,50 1 58 11316 2 316 2 38
Coupling mm 25,40 38,05 41,30 46,75 58,75 60,30
Luas Penampang inch 0,196 0,307 0,442 0,601 0,785 0,994
Rod mm 1,26 1,98 2,85 3,86 5,06 6,41
Sumber: Kermit,1980
III-12

Dalam perencanaan sucker rod selalu diusahakan rod yang


ringan dengan harga yang ekonomis, tanpa mengabaikan
kelebihan stress pada rod. Rod yang digunakan dari permukaan
sampai pompa isap tidak perlu sama diameternya. Rod string yang
merupakan sambungan dari beberapa rod disebut tapered rod
string.
2). Pony rod
Berfungsi untuk melengkapi panjang dari sucker rod
apabila tidak mecapai panjang yag dibutuhkan. Ukuran dari
pony rod lebih pendek dari rod pada umunya yaitu berkisar 25
feet. Ukuran dari pony rod berkisar 2,4,6,8,12 feet.

3). Polished rod


Merupakan tempat rod yang berada di luar sumur yang
menghubungkan sucker rod string dengan carrier bar dan
dapat naik turun di dalam stuffing box. Stuffing box
mempunyai diameter yang lebih besar dari pada sucker rod,
yaitu : 9/8”, 1¼”,1½”, 1¾”. Panjang polished rod berkisar
8,11,16,dan 22 feet.

III.2.2 Prinsip kerja sucker rod pump


Prinsip kerja dari pompa sucker rod dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Gerak rotasi dari prime mover diubah menjadi gerak naik turun
oleh pumping unit. Kemudian gerak angguk (naik turun) ini oleh horse
head dijadikan gerak lurus naik turun untuk menggerakkan plunger.
Instalasi pumping unit di permukaan dihubungkan dengan pompa yang
ada dalam sumur oleh sucker rod sehingga gerak lurus naik turun dari
III-13

horse head dipindahkan ke plunger pompa dan plunger bergerak naik


turun dalam barrel pompa.
Pada saat up-stroke (langkah pompa ke atas) fluida membebani
plunger yang menyebabkan travelling valve tertutup dan fluida akan
mendorong dari tubing ke permukaan. Gerakan plunger ini
menyebabkan penurunan tekanan di atas standing valve, maka standing
valve terbuka dan fluida dari formasi masuk ke dalam pompa. Hal ini
terjadi karena tekanan dasar sumur lebih besar dari tekanan dalam
pompa.
Pada saat down-stroke (langkah pompa ke bawah), standing valve
tertutup karena tekanan dari minyak dalam barrel pompa, sedangkan
pada bagian atasnya, yaitu traveling valve terbuka oleh tekanan minyak
akibat dari turunnya plunger, selanjutnya minyak akan masuk ke dalam
tubing. Proses ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga minyak
akan sampai ke permukaan dan terus ke separator melalui flow line.

III.3. Inflow performance relationship (IPR)


Inflow Performance Relationship (IPR) adalah hubungan antara
tekanan alir dasar sumur (Pwf) dan laju alir (q). Hubungan ini menggambarkan
kemampuan suatu sumur untuk mengangkat fluida dari lubang bor ke in take
tubing. Kurva hubungan ini disebut kurva Inflow Performance Relationship
(kurva IPR). Berdasarkan jenis reservoir, tenaga pendorong reservoir, tekanan
reservoir, dan permeabilitas, kurva IPR dapat berbentuk garis lurus atau garis
melengkung (Joseph, 1949).
Untuk membuat grafik IPR diperlukan data laju produksi (qo) yang
diperoleh dari uji produksi sumur, tekanan alir dasar sumur (Pwf) yang
dipeoleh dengan pengukuran pada saat sumur sedang berproduksi dan tekanan
III-14

statik (Ps) yang didapat dari pengujian sumur ketika dimatikan (tidak
berproduksi).
Metode-metode pembuatan kurva Inflow Performance Relationship (kurva
IPR) telah banyak dikembangkan oleh para ahli dan peneliti. Jenis-jenis kurva
IPR tersebut tergantung dari jumlah fasa yang mengalir,Seperti metode Vogel
berikut ini :
III.3.1 Metode Vogel
Vogel melalui stimulasi numerik memberikan suatu persamaan
IPR dua fasa khusus untuk reservoir jenuh dengan tenaga pendorong
gas terlarut untuk kondisi sumur yang mempunyai factor skin =0
Pwf q
Metode ini ditulis dalam bentuk fraksi versus .
Ps q maks
PersamaanIPR yang dibuat oleh Vogel adalah sebagai berikut (Joseph,
1949) :
2
qo  Pwf   
 1  0,2    0,8  Pwf 
q maks  Ps   Ps  .............( 3.1)

Keterangan :
q0 : Laju produksi hasil pengukuran (Bfpd)
qmaks : Laju produksi maksimum (Bfpd)
Pwf : Tekanan alir dasar sumur (Psi)
Ps : Tekanan statis (Psi)

Langkah-langkah dalam membuat kurva IPR dengan metode


Vogel berdasarkan persamaan (3.1) adalah sebagai berikut :
a. Hitung harga qmaks dengan menggunakan persamaan (3.1)
b. Buat asumsi untuk harga Pwf yang terletak pada selang 0≤Pwf≤Ps
sebanyak sepuluh buah asumsi
III-15

c. Hitung harga-harga q berdasarkan asumsi harga Pwf pada langkah


2). yang dibuat dengan menggunakan persamaan (3.1)
d. Buat hubungan antara Pwf dan q dari hasil yang diperoleh pada
langkah 2). Dan langkah 3) (Gambar 3.2).

GAMBAR 3.2
KURVA IPR METODE VOGEL

III. 4. Analisa Tapered rod string (Kermit, 1980)

Seiring dengan waktu, suatu sumur minyak akan mengalami suatu


penurunan laju produksi. Hal ini disebabkan karena penurunan tekanan
reservoir sehingga tenaga yang dibutuhkan tidak dapat mengangkat fluida ke
permukaan. Hal inilah yang mendorong adanya teknologi artificial lift yang
sekarang banyak digunakan.Salah satunya adalah sucker rod pump.

Masalah yang dihadapi adalah penggunaan kombinasi rod string di


III-16

lapangan. Karena sering kali ketersediaan ukuran rod yang akan dipakai untuk
instalasi pompa angguk terbatas, sehingga menyebabkan penggunaannya di
luar kondisi yang ideal. Kondisi ideal yang dimaksudkan adalah penggunaan
kombinasi rod string terutama panjang masing-masing rod berdasarkan
ketentuan yang berada pada suatu tabel data rod dan pompa (Tabel III.3).
Dengan analisa ini akan didapat keadaan ideal sucker rod yang terpasang.

III. 5. Analisa non-syncronous


Akibat pemompaan akan timbul getaran yang dialami oleh Rod string.
Getaran yang dialami Rod tersebut adalah merupakan resultan dari getaran
aslinya (transmitted wave) dengan getaran yang dipantulkan (reflected wave).
Apabila transmitted wave dan reflected wave terjadi serempak
(syncronous), maka akibatnya akan terjadi resultan getaran yang maksimum
(saling menguatkan). Akan tetapi bila antara kedua macam tidak terjadinya
saling bergantian (non-syncronous), maka resultannya merupakan getaran
yang saling melemahkan. Maka dapatlah dimengerti bahwa kecepatan
pemompaan setiap menit harus tidak boleh menimbulkan getaran yang
maksimum, karena hal tersebut dapat membahayakan rod string
(menyebabkan putus). Sehingga dibuat supaya getaran yang terjadi adalah
getaran yang saling melemahkan.
Secara teoritis, dengan ketentuan kecepatan getaran pada baja sama dengan
15800 fps, maka akan terjadi getaran non-syncronous, jika (Kermit, 1980) :

23700
𝑁 = 𝑛𝐿
………………… (3.2)
Dimana:

N = Kecepatan pemompaan, SPM

L = Panjang rod string, ft

n = Bilangan tidak bulat


III-17

Jadi menentukan N dari pemompaan harus dipilih supaya harga n tidak


bulat. Dihindarkan harga n = 1, 2, 3, ...dst, karena harga n bulat akan terjadi
getaran yang non-syncronous.
III. 6. Guide Sucker Rod.
Untuk mengindari gesekan pada rod string dengan tubing atau
sebaliknya digunakan guide sucker rod. (Gambar 3.3) Dengan menggunakan
guide sucker rod kopling tidak cepat aus dan tubing tidak cepat bocor. Metode
perlindungan Guide Sucker Rod terhadap gesekan adalah:

1. Diameter guide sucker rod jauh lebih besar dibandingkan dengan kopling
sucker rod, sehingga jika terjadi gesekan maka guide sucker rodlah yang
akan bergesekan. Hal ini dapat melindungi kopling sucker rod dari gesekan
2. Kekerasan material guide sucker rod jauh lebih lunak dibandingakan
dengan tubing maupun sucker rod, sehingga ketika guide sucker rod
bergesekan dengan tubing maka yang akan aus adalah guide sucker rod hal
ini dapat menghindari terjadinya kebocoran tubing akibat gesekan.

GAMBAR 3.3
GUIDE SUCKER ROD
III-18

Untuk menentukan jumlah Guide Sucker Rod yang dipasang disumur


adalah sebagai berikut (Kermit, 1980) :
𝐷𝑝2 × 3,14
0,433 ×𝑆𝐺 ×𝐷 ×
𝑇𝐺𝑆𝑅 = 𝑃𝐷𝑒𝑝𝑡ℎ − 4
………………… (3.3)
𝑡𝑝−(0,128 ×𝑆𝐺)

Dimana :
TGSR = Guide rod teratas (ft)
Pdepth = Kedalaman pompa (ft)
SG = Spesifik grafity
D = Level fluida dinamik (ft)
Dp = Diameter plunger (in)
tp = tubing pounder

Untuk menentukan Jarak guide rod teratas dari plunger yang


dipasang disumur adalah sebagai berikut (Kermit, 1980) :

𝑃𝑑𝑒𝑝𝑡ℎ − 𝑇𝐺𝑆𝑅
𝑇𝐺𝑆𝑅𝑃 = ………………… (3.4)
25

Dimana :
TGSRP = Jarak guide rod teratas dari plunger (ft)
Pdepth = Kedalaman pompa (ft)
TGSR = Guide rod teratas (ft)

Anda mungkin juga menyukai