Anda di halaman 1dari 32

BAB.

II
TINJAUAN PUSTAKA

Sucker rod pump adalah metode pengangkatan buatan yang di libatkan penggunaan

pompa srp yang di pasang untuk meningkatkan tekanan dari dalam sumur. Kenaikan

tekanan harus diklasifikasi lebih lanjut menggunakan beberapa kriteria yang berbedah

bedah misalnya prinsip operasi pompa yang digunakan. Klasifikasi yang di terimah

secara umum.

2.1 Peralatan Sucker Rod Pump

Pompa angguk (SRP) adalah salah satu metode pengangkatan buatan yang

dalam instalasinya terdiri dari empat komponen utama. Keempat komponen itu terdiri

dari Prime Mover, Surface Equipment, Subsurface Equipment dan Sucker Rod String.

2.1.1. Prime Mover

Gambar 2. 1.prime mover


Prime Mover listrik yang berfungsi untuk menyediakan energi mekanis yang

pada akhirnya ditransmisikan ke pompa dan digunakan untuk pengangkatan fluida.

9
Prime Mover listrik yang digunakan pada suatu instalasi harus memiliki energi

keluaran yang cukup untuk pengangkatan fluida pada laju alir yang diinginkan.

2.2. Peralatan di Atas Permukaan (Surface Equipment)

Peralatan di atas permukaan ini berfungsi untuk memindahkan energi dari

Prime Mover ke pompa Sucker Rod Pump yang selanjutnya akan diteruskan ke

peralatan bawah permukaan.

Peralatan di atas permukaan yang di gunakan di lapangan kalrez petroleum seram Ltd

yaitu :

 Conventional

Gambar 2. 2.conventional pumping unit

10
Peralatan di atas permukaan ini secara keseluruhan terdapat beberapa

komponen sebagai berikut :

1. Brake

Gambar 2. 3. Brake
Brake berfungsi untuk menghentikan gerak Pumping Unit jika sewaktu-waktu

dibutuhkan, misalnya pada saat dilakukan perbaikan atau perawatan sumur.

2. Base

Gambar 2. 4. Base
Base merupakan fondasi tempat berdirinya Pumping Unit. Fondasi ini harus

tahan terhadap getaran yang ditimbulkan oleh Pumping Unit.

3. Belt Cover

11
Gambar 2. 5. Belt cover
Belt Cover merupakan penutup V-Belt yang meneruskan putaran mesin (Prime

Mover) ke Gear Reducer. V-Belt harus dalam kondisi tertutup untuk

menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

4. Gear Reducer

Gambar 2. 6. Gear reducer


Gear Reducer terdiri atas susunan roda gigi, yang mana berfungsi untuk

memperlambat kecepatan putaran dari Prime Mover yang sangat tinggi untuk

mendapatkan Stroke Per Minute yang diinginkan sesuai desain pompa.

12
5. Crank

Gambar 2. 7. Crank
Crank merupakan batang tempat duduknya Counter Weight, dimana posisi

Counter Weight pada Crank dapat digeser mendekati atau menjauhi Crank

Shaft untuk mengatur keseimbangan beban Pumping Unit.

6. Counter Weight

Gambar 2. 8. Counter weight


Counter Weight merupakan sepasang pemberat yang berada di Crank,

berjumlah empat buah dan dipasang masing-masing dua buah pada tiap Crank.

Berfungsi memberikan efek Balance (distribusi beban yang merata) pada satu

siklus pemompaan.

13
7. Crank Pin Bearing

Gambar 2. 9. Crank pin bearing

Crank Pin bearing merupakan Bearing yang dipasang pada Crank Pin untuk

menghubungkan Crank dengan Pitman

8. Pitman

Pitman adalah stang yang meneruskan putaran Crank ke Walking Beam.

9. Equalizer

Gambar 2. 10. Equalizer

14
Equalizer merupakan alat yang menghubungkan dua Pitman supaya gerakan

kedua pitman tersebut menjadi sama.

10. Equalizer Bearing

Gambar 2. 11. Equalizer bearing

Equalizer Bearing merupakan Bearing yang dipasang pada penghubung

Walking Beam dengan Equalizer.

11. Sampson Post

Sampson Post merupakan sebuah penyangga yang berfungsi sebagai tempat

duduk Walking Beam.

12. Walking Beam

15
Gambar 2. 12. Wallking beam

Walking Beam merupakan balok baja yang besar dan kuat, berfungsi mengubah

gerak putar menjadi gerak vertikal melalui Horse Head.

13. Center Bearing

Gambar 2. 13. Ceanter bearing

Center bearing adalah bearing yang ditempatkan di titik berat Walking Beam,

dimana Walking Beam bertumpu pada Samson Post.

14. Stuffing Box

16
Stuffing box merupakan tempat duduknya polish head rod sehingga dapat

bergerak naik turun pada sucker rod. Sehingga aliran minyak hasil dari pada

pemompaan tersebut dapat mengalir melaluai flow line melewati cross tee.

15. Cross Tee

Cross Tee merupakan komponen yang terletak diantara Wellhead dan Stuffing

Box yang berfungsi untuk mengarahkan aliran fluida ke Flowline.

16. Horse Head

Horse Head merupakan komponen Pumping Unit untuk menggantung Bridle

dan juga untuk membuat gerakan Sucker Rod tepat pada posisi vertikal agar

Sucker Rod tidak mengikis Stuffing Box.

17. Carrier Bar

Carrier Bar merupakan komponen untuk menggantung Polished Rod, sehingga

Bridle dapat dihubungkan dengan Polished Rod.

18. Bridle

Bridle berupa sepasang kabel baja yang dihubungkan dengan Horse Head,

berfungsi sebagai tali penggantung Carrier Bar.

19. Polished Rod

17
Komponen yang bertumpu pada carrier bar yang fungsinya untuk mengeraska

n kaitan polish rod pada carrier barsupaya tetap berhubungan dengan peralatan

di permukaan.

Gambar 2. 14. Horse head, bridle, polish rod. Carrier bar

2.3. Peralatan di Bawah Permukaan (Subsurface Equipments)

Pompa angguk(SRP) berfungsi sebagai untuk menaikkan fluida dari formasi

ke dalam Tubing dan untuk mengangkat fluida menuju permukaan. Untuk melakukan

hal tersebut, maka setiap pompa harus mempunyai empat elemen utama yaitu Working

Barrel, Plunger, Standing Valve, dan Travelling Valve.

Terdapat dua macam pompa di bawah permukaan, yaitu :

 Tubing Pump, merupakan tipe pompa dimana rangkaian pompa dipasang pada

bagian ujung bawah dari Tubing.

18
 Rod Pump, merupakan tipe pompa dimana seluruh rangkaian pompa dipasang

pada bagian dalam dari Tubing.

API Standard 11 A menunjukkan lima klasifikasi yang merupakan referensi

untuk semua spesifikasi yang berkaitan dengan pompa sumur minyak, dan yang di

gunakan di lapangan kalrez menggunakan kelas 5 adalah rod tipe dan travelling barrel

selain itu disarankan untuk praktek lapangan yang berhubungan dengan perawatan dan

penggunaan pompa.

Kelas 5 adalah Rod Type, Travelling Barrel. Dalam gambar 3.21, Huruf

pertama dari pendesainan adalah “T” yang mengindikasikan Tubing Type Pump atau

“R” untuk Rod Type Pump. Huruf kedua adalah “W”, yang berarti Full Barrel atau “L”

berarti Liner Barrel.

Huruf ketiga adalah “E” yang mengindikasikan penggunaan sebuah Extension

Shoe dan Nipple, “A” mengindikasikan Stationary Barrel dengan Top Hold-Down, “B”

untuk Stationary Barrel dengan Bottom Hold-Down, atau “T” untuk Travelling Barrel.

Gambar 2. 15. Klasifikasi Sucker Rod Pump (API Standard 11 A)

19
Bagian-bagian dari Subsurface Pump adalah sebagai berikut:

Gambar 2. 16. subsurface pump

1. Working Barrel

Merupakan ruang tempat Plunger melakukan gerakan Upstroke dan

Downstroke. Berfungsi untuk menampung minyak pada saat Plunger bergerak

ke atas (Upstroke).

2. Plunger

Gambar 2. 17. plunger

20
Bagian dari pompa yang terdapat di dalam barrel dapat bergerak naik turun

yang berfungsi sebagai alat pengisap minyak dari formasin masuk ke barrel yang

kemudian diangkat ke permukaan melalui tubing

Tabel 2. 1. Data plunger pompa

Diameter Luas, Ap Konstanta Pompa

(inch) (sq.in) (bbl/D/in./spm)

7/8 0,631 0,093

1½ 0,785 0,117

1 1/6 0,880 0,132

1¼ 1,227 0,182

1½ 1,767 0,262

1¾ 2,405 0,357

2 3,142 0,466

2¼ 3,976 0,590

2½ 4,909 0,728

2¾ 5,940 0,881

3¾ 11,045 1,640

4¾ 17,721 2,630

21
3. Standing Valve

Merupakan bola yang ikut bergerak naik turun menurut gerakan plunger.mengalir

kan minyak dari sumur ke working barrel saat plunger bergerak ke atas (valve membu

ka). untuk mencegah fluida keluar ke annulus saat plunger bergerak ke bawah (valve

menutup). Biasanya berada pada bagian bawah barrel

4. Travelling Valve

Gambar 2. 18. Travelling valve

5. Merupakan bola yang ikut bergerak naik turun menurut gerakan plunger berfu

ngsi mengalirkan minyak dari working barrel masuk ke plunger saat plunger b

ergerak ke bawah (valve terbuka) menahan minyak keluar dari plunger pada s

aat plunger bergerak ke atas (valve tertutup)

6. Gas Anchor

Berfungsi sebagai memisahkan antara gas dari minyak agar masuk ke

pompa atau dengan kata lain untuk mencegah masuknya gas ke dalam pompa

yang dapat menyebabkan Gas Lock.

22
7. Mud Anchor

Mud Anchor berfungsi untuk menampung partikel-partikel padatan

(kotoran-kotoran) seperti lumpur dan pasir yang terikut oleh fluida dari formasi.

Dengan adanya perbedaan berat jenis, maka partikel-partikel padatan tersebut

akan jatuh ke bawah mengendap di dalam Mud Anchor sehingga tidak ikut

masuk ke dalam pompa.

8. Tubing

Tubing merupakan pipa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida yang

dipompakan oleh pompa dari sumur ke permukaan. Selain itu, Tubing juga

digunakan sebagai tempat dimana pompa dipasang.

Tabel 2. 2. Data ukuran tubing

Outside Inside Elastic


Tubing Metal Area
Diameter Diameter constant,
Size (in2)
(Inch) (inch) in. per lb ft

1.900 1.900 1.610 0.800 0.500 x 10-6

2 3/8 2.375 1.995 1.304 0.307 x 10-6

2 7/8 2.875 2.441 1.812 0.221 x 10-6

3½ 3.500 2.992 2.590 0.154 x 10-6

4 4.000 3.476 3.077 0.130 x 10-6

23
4½ 4.500 3.958 3.601 10-6

Spesifikasi tubing menurut standard API :

 Berdasarkan tipenya :

 External Upset ( EU )

 Non Upset ( NU )

 Berdasarkan Gradenya :

 H-40 dengan Minimum Yield Strength 40.000 psi

 J-55 dengan Minimum Yield Strength 55.000 psi

 N-80 dengan Minimum Yield Strength 80.000 psi

 P-110 dengan Minimum Yield Strength 110.000 psi

2.3.1. Sucker Rod String

Sucker Rod String terbagi atas beberapa bagian besar yaitu:

24
1. Sucker Rod

Gambar 2. 19. sucker rod

Sucker Rod merupakan suatu batang baja pejal yang mempunyai Grade tinggi yang

dimasukkan ke dalam rangkaian Tubing untuk menghubungkan antara Subsurface

Pump dengan Pumping Unit di atas permukaan. Sucker Rod mempunyai beberapa

diameter yaitu ⅝, ¾, ⅞, 1 dan 1⅛ Inch dengan ukuran panjang antara 20 – 30 ft

Tabel 2. 3. Lombinasi rangkaian rod string

Ukuran String, inch Harga R sebagai fungsi dari Ap

R1 = 0,759 – 0,0896 Ap
5/8 – ¾
R2 = 0,241 + 0,0896 Ap

R1 = 0,786 – 0,0566 Ap
¾ - 7/8
R2 = 0,214 + 0,0566 Ap

25
R1 = 0,814 – 0,0375 Ap
7/8 – 1
R2 = 0,186 + 0,0375 Ap

R1 = 0,627 – 0,1393 Ap

5/8 – ¾ - 7/8 R2 = 0,199 + 0,0737 Ap

R3 = 0,175 – 0,0655 Ap

R1 = 0,644 – 0,0894 Ap

¾ - 7/8 – 1 R2 = 0,181 + 0,0478 Ap

R3 = 0,155 – 0,0146 Ap

R1 = 0,582 – 0,1110 Ap

R2 = 0,158 + 0,0421 Ap
¾ - 7/8 – 1 – 1 1/8
R3 = 0,137 – 0,0366 Ap

R4 = 0,123 + 0,0325 Ap

Tabel 2. 4. Data sucker rod

Ukuran Luas Berat

(inch) (inch2) (lb/ft)

5/8 0,307 1,16

¾ 0,447 1,63

7/8 0,601 2,16

1 0,785 2,88

26
1 1/8 0,994 2,64

2. Pony Rod

Gambar 2. 20. Pony rod

Pony Rod digunakan untuk menyambung rangkaian Sucker Rod agar dapat

memenuhi kekurangan panjang Sucker Rod untuk mencapai pompa. Pony Rod

mempunyai diameter yang pada umumnya sama dengan diameter Sucker Rod dan

tersedia dalam beberapa ukuran panjang yang berbedah bedah, antara 2 sampai 12 ft.

3. Polished Rod

Gambar 2. 21. Polished rod

27
Polioshed rod adalah batang baja yang sangat kuat yang ditempatkan di atas

sucker rod string yang terkoneksi dengan surface pumping unit. Komponen rod string

yang paling kuat karena harus menopang seluruh berat dari sucker rod string dan

beban fluida dari tiap stroke pumping unit.permukaan nya halus sehingga friksi

minimum supaya dapat dengan lancer bergerak naik turun melewati seal pada stuffing

box. Terdapat tiga ukuran yaitu 1 1/8”, 1 ¼”, dan 1 ½”.

2.3.2. Prinsip Kerja Sucker Rod Pump

Prinsip kerja SRP berawal dari gerak rotasi yang dihasilkan oleh Prime Mover

kemudian diubah menjadi gerak upstroke dan down stroke oleh Pumping Unit. Horse

Head akan mengatur gerak naik-turun Polish Rod agar tetap dalam posisi vertikal.

Kemudian gerakkan ini akan menyebabkan Plunger yang berada di dalam Barrel ikut

bergerak naik-turun bersamaan dengan bergeraknya Pumping Unit. Gerakkan naik

(Upstroke) dan gerakan turun (Downstroke) yang menyebabkan pengangkatan fluida

formasi ke permukaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Saat Upstroke.

Pada saat Upstroke, Traveling Valve akan menutup karena berat Ball pada

Travelling Valve itu sendiri dan juga diakibatkan oleh berat fluida di atasnya. Fluida

yang berada di atas Plunger akan terangkat ke permukaan oleh gerakan naiknya

Plunger. Akibat dari gerakan Plunger ke atas (naik) maka terjadi kevakuman pada

ruang Barrel sehingga tekanannya turun dan saat tekanan tersebut lebih kecil dari Pwf

28
maka dari dasar sumur fluida mendorong Standing Valve terbuka dan masuk ke ruang

Barrel.

b. Saat Downstroke

Pada saat Downstroke, Standing Valve tertutup karena berat Ballnya sendiri.

Kemudian fluida yang berada di ruang Barrel (antara Standing Valve dan Travelling

Valve) akan terkompresi oleh Plunger yang bergerak turun dan menyebabkan tekanan

pada ruang Barrel akan naik. Akibat naiknya tekanan tersebut maka fluida yang berada

dalam ruang Barrel akan terdesak dan selanjutnya tekanan akan terus naik melebihi

tekanan fluida disepanjang kolom Tubing, sehingga mendorong Travelling Valve

terbuka dan fluida masuk ke dalam Tubing. Demikian siklus ini berlangsung terus-

menerus, sehingga fluida yang berada di dalam Tubing terangkat sampai ke permukaan.

c. Saat pompa diam (tidak bergerak)

Saat pompa tidak beroperasi, maka Standing Valve dan Travelling Valve akan

tertutup karena berat Ball itu sendiri.

29
Gambar 2. 22. Siklus kerja subsurface pump

2.4. Perhitungan Sucker Rod Pump Dengan metode Nodal Analysis

Untuk mengolah data langka pertama yang harus dilakukan mengitung tekanan statis

(ps) dan tekanan dasar sumur (pwf). Sehingga pada nilai pwf dan ps akan di dapat dan

kemudian dipakai untuk mengitung laju produksi maksimum pada sumur

menggunakan titik nodal analisis. hubungan antara pwf dan laju produksi akan di buat

grafik IPR

2.4.1. Produktivitas Formasi

Pada data pwf,ps, dan laju produksi dapat digunakan uyntuk membuat kurva

IPR sumur x, sehingga dxari data tersebut bisa di pakai untuk re-desain sucker rod

pump pada sumur X dengan spesifikasi pompa yang terpasang pada lapangan kalrez.

Kurva IPR in dapat dilihat kemampuan pada sumur x berproduksi saat in.

30
Beberapa langkah yang dapat menyatakan besarnya produktivitas formasi

adalah (PI) dan (IPR).

2.5.Productivity index (PI)

Productivity index (PI) adalah indeks yang menggambarkan kemampuan suatu

sumur berproduksi pada kondisi terkanan tertentu.

Secara matematis Productivity Index (PI) dapat dituliskan dalam persamaan:

𝑄 𝑄
 𝑃𝐼 = 𝑑𝑟𝑎𝑤𝑑𝑜𝑤𝑛 = 𝑃𝑠𝑡−𝑃𝑤𝑓 .......................................................... (2.1)

Dimana;

Q : Rate Produksi, bbl/day

Pr : Reservoir Pressure, Psi

Pwf : Flowing Well Pressure, Psi

2.5.1 Inflow Performance Relationship (IPR)

Adalah grafik yang menggambarkan antara laju alir (Q) dengan tekanan alir

dasar sumur yang menggambarkan kelakuan alir fluida dalam media berpori.

Penggambaran IPR untuk sumur minyak dengan kondisi dua fasa akan menghasilkan

grafik sebagai berikut:

 Untuk Reservoir jenuh :

31
Penggambaran grafik IPR pada kondisi Reservoir yang jenuh berupa garis

melengkung, karena kemiringan IPR akan berubah-ubah secara kontinyu. ........

dQ
PI = dPwf ...................................................................................................... (2.2)

PWF Pr

(psi)

Q max

Q (bbl/day)
Gambar 2. 23. Grafik IPR kondisi saturated

untuk menentukan laju alir produksi optimum pada sumur X menggunakan

persamaan metode vogel sebagai berikut :

Pwf Pwf 2
 Q = Qmax x 1 − 0.2 ( 𝑃𝑟 ) − 0.8 ( 𝑃𝑟 ) ......................................... (2.5)

Keterangan :

q = produksi, BFPD

qmaks = laju produksi maksimum, BFPD

Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi

Ps = tekanan statis, psi

Dari data tersebut di peroleh dari test produksi dan test tekanan yang di peroleh

pada sumur x. dari ketiga data yang di dapat, maka di buat IPR sesuai dengan keadaan

32
aliran fluida tersebut, dan apakah membentuk sumur satu fasa, dua fasa bahkan tiga

fasa. Untuk dibuat IPR curva dengan laju produksi((Q). maka didapatkan beberapa

harga ps dan pwf dimana harga terdapat pada bselang waktu 0 ≤ PwfPs ≤ 1. Ketika di

dapat laju produksi optimal maka suatu sumur akan di redesain dengan menggunakan

artificial lift yang digunakan baik SRP,ESP dll.

Mengingat pada IPR curva adalah dasar dalam untuk mrngoptimasi pompa, maka

untuk membuat IPR curva pada kondisi di lapangan kalrez Pertroleum seram Ltd maka

digunakan Metode Vogel.

 Pump setting depth (PIP) = middle perforation – (Pwf/gradien fluida/3,281)+

min.submergence + Pwh ............................................................................. (2.6)

Untuk mengetahui beban polish rod maka dapat menggunakan persamaan berikut

Beban yang bekerja pada polished rod adalah beban kolom sepanjang kedalaman

pompa. Setiap ukuran rod memiliki luas dan berat yang berbeda-beda hal ini dapat

dilihat pada tabel 1. Untuk menentukan besarnya beban polished rod adalah dengan

menggunakan persamaan [9].

𝑆𝑥(𝑁)^2
 α= .................................................................................................. (2.7)
70.500

 Wr = Wr1L1 + Wr2L2 Wr3L ..................................................................... (2.8)

 Wf = 0,433 SGf (L x Ap – 0,294 x Wr) ..................................................... (2.9)

 PPRL = Wf + (Wr x IF) .......................................................................... .(2.10)

 MPRL = Wr x (1- α – 0.127) ................................................................... (2.11)

33
Keterangan :

Wf = berat fluida, lbs

SGf = fluid specific gravity

Wr = berat rod diudara, lb/ft

PPRL = beban maksimal polished rod, lb

MPRL = beban minimal polished rod, lb

Ap = luas area plunger, in2

N = kecepatan pompa, SPM

S = stroke length, in

Menentukan Minum Stress (Smin) dan Maximum Stress (Smaks) yang Diperbolehkan

1. Effective Plunger Stroke (SP)

Volume fluida (cairan) yang dipompakan setiap langkah tidak hanya tergantung

dari Polished Rod dipermukaan (S), akan lebih tergantung pada gerakan relatif Plunger

terhadap Working Barrel yang disebut Effective Plunger Stroke (SP). Pada dasarnya

langkah ini berbeda dengan Polished Rod Stroke, perbedaan ini disebabkan oleh :

 Rod Stretch dan Tubing Stretch.

 Plunger Overtravel.

Untuk perpanjangan Tubing (Tubing Stretch) dinyatakan dengan persamaan.

5.20 xSGxDxApxL
 et  ................................................... (2.13)
ExAt

34
Sedangkan perpanjangan Sucker Rod (Rod Stretch) dinyatakan dalam

persamaan :

5.20 xSGxDxApxL ...................................................... (2.14)


 er 
ExAr
Untuk sumur yang terdiri dari beberapa rangkaia n Sucker Rod yang berbeda

ukuran (Tappered String), maka perpanjangan Sucker Rod dapat dihitung

dengan persamaan berikut :

5.20 xSGxDxApx  L1 L2 Ln  ............... (2.15)


 er     ...  
E  Ar1 Ar 2 Arn 
Saat langkah pompa ke atas (Upstoke) dan akhir langkah pompa ke bawah

(Downstroke), Elastic Plunger dinyatakan dengan persamaan :

40.8 xSGxL2
 ep  ................................................... (2.16)
E

Ket :
et = perpanjangan Tubing, (in)
er = perpanjangan Sucker Rod, (in)
ep = Plunger Overtravel, (in)
Ap = luas penampang Plunger, (in²)
6
E = konstanta Modulus Young, 30x10 (psi)
D = kedalaman sampai Working Fluid Level, (ft)
At = luas penampang dinding Tubing, (in²)
SG = Specific Gravity fluida sumur,
L = kedalaman pompa, (ft)
α = Faktor percepatan

35
Dengan demikian panjang langkah (Stroke) Plunger Effektif (SP) dinyatakan

dengan persamaan :

 SP  S  ep  (et  er ) ...................................................... (2.17)

2. Kapasitas Pompa (Pump Displacement)

Kemampuan pompa untuk menaikkan fluida produksi dari dasar sumur

kepermukaan secara volume teoritis pemompaan dinyatakan pada rumus :

 PD = K x Sp x N .............................................................................. (2.18)

Dimana :

Pd = Pump Displacement, (in³/menit)


K = Pump Constant
Ap = luas penampang Plunger, (in²)
Sp = Stroke Plunger Effektif , (in)
N = jumlah Stroke Per Minute, (spm)
Karena satuan rate produksi biasanya dinyatakan dengan bpd, maka satuan PD dari

in³/menit dapat diubah ke Bpd dengan persamaan.

 PD = 0.1484 x Ap x Sp x N ............................................................. (2.19)

Untuk mendapatkan Area Plunger dan konstanta pompa dapat dilihat pada lampiran

untuk data Plunger.

Menentukan Secara teoritis nilai cunterbalance effect ideal (Ci) dan peack

torque harus sedemikian rupa sehingga prime mover akan membawa beban rata-rata

yang sama besarnya baik pada waktu upstroke maupun pada waktu downstroke

36
 Ci = (Wmax + Wmin)/2 ................................................................. (2.20)

Keterangan :

C1 = counterbalance required

PPRL = beban maksimal polished rod, lb

MPRL = beban minimal polished rod, lb

Perhitungan torsi sangat erat hubunganya dengan perencanaan cunterbalance.

Pumping unit yang bekerja harus sesuai dengan puntiran yang diijinkan pada gear

reducer, dimana dalam setiap pumping unit telah diberikan maksimum puntiran yang

diijinkan oleh pabrik pembuatnya. Besarnya torsi yang dijinkan adalah

Tp= (Wmax – 0,95 x Ci) (S / 2) ................................................................... (2.21)

Keterangan :

PT = peak torque

C1 = counterbalance required

PPRL = beban maksimal polished rod, lb

TFmax = maximum torque factor

Daya prime over (HP) daya polish rod (PRHP)

 HP = K x SPM x S x D/PMF ................................................................. (2.22)

Keterangan :

HP = prime mover horsepower

N = (K) (SPM) (S)

37
PMF = konstanta dari prime mover

K = konstanta plunger

3. Effisiensi Volumetris

Effisiensi volumetris adalah perbandingan besarnya produksi nyata dengan

besarnya produksi teoritis.

Q(actual
)

 EVQ ).................................................................... (2.23)
(teoritis

Jika laju produksi dinyatakan dengan Q, maka :

 Q = PD x EV .......................................................................... (2.24)

Dimana :

Q = rata – rata produksi aktual


PD = Pump Displacement
EV = effisiensi volumetris umumnya diambil antara 75 – 85 % untuk
pompa baru, sedangkan untuk pompa lama 50–60%

Cara mengkur SL dan SPM pada sucker rod pump unit di lapangan kalrez petroleum

seram Ltd. Adalah strok lenght tergantun letak pin pada counter balance sedangakn

SPM adalah mengukur waktu satu menit berapa kali struck atau up stoke+down

stroke dalam berapa satu menit berapa kali.

38
2.6. Permasalahan Produksi

Secara umum permasalahan produksi yang terjadi dalam proses produksi

meliputi permasalahan dari sumur itu sendiri, permasalahan di permukaan, dan di

bawah permukaan yang mengganggu proses produksi minyak dan gas bumi.

Permasalahan sumur antara lain seperti jenis lapisan produksi berupa lapisan pasir

lepas (pasirnya mudah runtuh), parafin serta adanya Scale, dan lain-lain.

2.6.1. Kepasiran

Kepasiran adalah masuknya partikel-partikel pasir yang terbawa oleh fluida

produksi ke dalam sumur karena faktor formasi yang kurang kompak. Masalah

kepasiran pada sumur disebabkan oleh beberapa hal berikut :

- Faktor sementasi batuan yang kecil

- Kekuatan formasi kecil atau formasi kurang kompak

- Laju produksi terlalu besar

Masalah kepasiran ini dapat terjadi pada sistem peralatan produksi yang dilalui oleh

fluida dan secara umum terjadi pada lubang formasi. Penanganannya dapat dilakukan

dengan pemasangan Gravel Pack maupun melakukan Sand Clean Out.

2.6.2. Parafin

Pembentukan parafin disebabkan oleh :

- Fraksi mol komponen berat dalam fluida produksi cukup banyak.

39
- Tekanan yang semakin rendah.

- Temperatur yang semakin rendah.

Masalah ini dapat terjadi di dalam formasi maupun pada peralatan produksi di atas

permukaan seperti Wellhead, Flowline, Separator dan lain-lain. Penanganannya dapat

dilakukan dengan proses Pigging.

2.6.3. Scale

Terjadinya Scale dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

- pH air formasi besar (>8)

- Gas terlarut kecil (O₂, CO₂, H₂S )

- Garam terlarut kecil (CaCO₃, CaSO₄, BaSO₄)

- Tekanan dan temperatur Reservoir kecil

Masalah Scale ini dapat terjadi pada lubang perforasi, Tubing dan fasilitas lainnya

di atas permukaan yang dilalui oleh fluida produksi. Penanganannya dapat dilakukan

dengan pengasaman atau diberi Scale Inhibitor untuk memperlambat proses terjadinya

Scale.

40

Anda mungkin juga menyukai