Anda di halaman 1dari 16

KAJIAN UANG KULIAH TUNGGAL

MAHASISWA TINGKAT AKHIR


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Disusun Oleh :
Kedirjenan Kajian dan Investigasi Kebijakan
Kementerian Advokasi Kebijakan Kampus

KABINET SUARASA
KELUARGA MAHASISWA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
TAHUN 2017

0
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1

B. Aturan dan Dasar Hukum Uang Kuliah Tunggal ................................................................. 3

C. Kronologi Pengajuan Kebijakan UKT Tingkat Akhir .......................................................... 4

BAB II ANALISIS KONDISI

A. Sebaran UKT Mahasiswa ITB ............................................................................................. 7

B. Kebijakan UKT Semester 9 di ITB ...................................................................................... 8

C. Analisis Kondisi di Beberapa Program Studi ....................................................................... 9

BAB III KAJIAN ..................................................................................................................... 11

BAB IV KEPUTUSAN SIKAP ................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 15

1
BAB I

PENDAHULUAN
Salam Ganesha!
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!

A. Latar Belakang
“Pendidikan adalah sebuah hal utama yang harus terus dibenahi dan ditingkatkan untuk menjamin
keberhasilan pembangunan di Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu dasar dari berbagai
usaha ITB dalam menjalankan dan mengembangkan sistem pendidikan nasional.”1

Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan salah satu universitas yang telah
memberlakukan kebijakan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT)
semenjak Tahun Akademik 2013/2014 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 55 Tahun 2013. Sebagaimana
yang telah tercantum dalam peraturan tersebut, BKT merupakan keseluruhan biaya operasional
per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri yang dihitung
dengan mengalikan rata-rata Unit Cost Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan indeks K1 (indeks
jenis program studi), K2 (indeks Mutu Perguruan Tinggi), serta K3 (Indeks kemahalan
wilayah). Ini merupakan implementasi dari UU No. 12 Tahun 2012 pasal 88 ayat 1.

BKT = C x K1 x K2 x K32
Keterangan :
C = Rp 5,08 Juta = “ BIAYA KULIAH TUNGGAL BASIS” yang dihitung dari data yang ada
di PTN
K1 = Indeks Jenis Program Studi
K2 = Indeks Mutu Perguruan Tinggi = ITB (1,5)
K3 = Indeks Kemahalan Wilayah

Selanjutnya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sebagian BKT yang ditanggung setiap
mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. UKT ditetapkan berdasarkan BKT
dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah atau yang biasa disebut Biaya Operasional
Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Sistem UKT ini menggantikan Biaya Penyelenggaraan
Pendidikan dibayar di Muka (BPPM) dan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan per Semester
(BPPS).

1
Kantor Berita ITB. 2013. https://www.itb.ac.id/news/3869.xhtml dengan judul berita ITB Hapus Biaya
Pendidikan di Muka bagi Mahasiswa Baru Tahun 2013.

2
2
Kemenristekdikti RI. 2014. Presentasi Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi
Prinsip dasar penetapan BKT, BOPTN, dan UKT telah dinyatakan dalam Bahan
Konferensi Pers yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia (Kemendikbud RI) yaitu,

“.......uang kuliah yang ditanggung oleh mahasiswa diusahakan semakin lama semakin kecil
dengan memperhatikan masyarakat yang tidak mampu (afirmasi), subsidi silang (yang kaya
mensubsidi yang miskin), dan pengendalian biaya yang tepat.........”

sehingga untuk menjamin keakuratannya, maka setiap tahun kebijakan BOPTN, BKT, dan
UKT akan dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi terkini.

Semenjak diberlakukannya sistem tersebut, banyak permasalahan yang terjadi.


Permasalahan tersebut diantaranya adalah transparansi pemanfaatan UKT, kesulitan pengajuan
keringanan UKT di beberapa universitas, dll. Permasalahan ini bukan hanya dirasakan oleh
mahasiswa ITB saja namun mahasiswa di perguruan tinggi lain pun merasakannya. Bahkan
mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) telah berdemonstrasi pada Hari Pendidikan
Nasional 2016 yang salah satunya terkait permasalahan-permasalahan mengenai UKT.
Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Jenderal Soedirman
(UNSOED), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas
Negeri Lampung (UNILA), Universitas Sriwijaya (Unsri), dan Universitas Brawijaya (UB)
pun telah menyampaikan hasil sikap dan hasil kajiannya hingga audiensi ke pihak rektorat
masing-masing terkait permasalahan yang mereka rasakan tentang sistem UKT. Dari sekian
banyak permasalahan yang ada, permasalahan yang menjadi perhatian dalam kajian ini adalah
biaya UKT untuk semester 9 keatas yang dirasa masih tidak adil dan masih memberatkan
sebagian besar mahasiswa ITB terkait sehingga dengan menggunakan prinsip dasar penetapan
BOPTN, BKT, dan UKT yang telah disebutkan di atas kami mencoba untuk mengevaluasi
sistem yang ada di ITB saat ini.

B. Peraturan & Dasar Hukum tentang UKT


UKT ini seperti di jelaskan di atas adalah kebijakan makro dari pemerintah, dan dasar
hukum penerapan UKT ini dinamis dan berkelanjutan, di antaranya yang kami jadikan referensi
di dalam kajian ini adalah :

1. Pasal 31 UUD 1945 tentang Penyelenggaraan Pendidikan;

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT);

4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2013 tentang Statuta ITB;

3
6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan
Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;

7. Permendikbud No. 55 Tahun 2013: Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada
PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Lampirannya;

8. Permendikbud No. 73 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 Tentang BKT dan UKT di PTN;

9. Permendikbud no. 97 Tahun 2014: Pedoman Teknis Penetapan Taraf Biaya Pendidikan
Pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;

10. Permenristekdikti No. 22 Tahun 2015 tentang UKT dan BKT;

11. Permenristekdikti No 39 Tahun 2016 tentang UKT dan BKT;

12. Surat Edaran Dirjen Dikti No. 305/E/T/2012 tanggal 21 Feb 2012 tentang Larangan
Menaikkan Tarif Uang Kuliah ;

13. Edaran Dirjen Dikti No 97/E/KU/2013 tentang Uang Kuliah Tunggal yang berisi
Permintaan Dirjen Dikti kepada Pimpinan PTN untuk menghapus uang pangkal dan
melaksanakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa baru program S1 reguler;

14. Surat Edaran Dirjen No. 272/E1.1/KU/2013 tentang kisaran tarif UKT;

15. Keputusan Rektor ITB No : 190A/SK/I1.A/PP/2015 tentang Pemberlakukan UKT Bagi


Mahasiswa Reguler Program Sarjana ITB Angkatan Tahun Akademik 2015/2016.

16. Peraturan Rektor ITB Nomor 266/PER//I1.A/PP/2015 tentang Peraturan Akademik ITB
PTN-BH

C. Kronologi Permasalahan UKT Mahasiswa Tingkat Akhir


Dalam proses pengajuan usulan perbaikan kebijakan Uang Kuliah Tunggal bagi
mahasiswa tingkat akhir, terdapat beberapa tahapan yang telah dilakukan dan mulai menemui
titik temu untuk keputusan mengenai permasalahan tersebut. Berikut kronologi pengajuan
usulan perbaikan kebijakan Uang Kuliah Tunggal bagi mahasiswa tingkat akhir :
04 Agustus 2017
Forum terbuka bersama mahasiswa ITB yang berisi mahasiswa angkatan 2013 dari berbagai
jurusan dan perwakilan dari Himpunan Mahasiswa Jurusan di Basemen Labtek VII. Forum ini
membahas draft kajian yang sebelumnya sudah disampaikan kepada rektorat. Selain

4
pembahasan UKT mahasiswa tingkat akhir, perwakilan mahasiswa jurusan Manajemen
menyampaikan juga permasalahan kebijakan UKT di Sekolah Bisnis Manajemen.
08 Agustus 2017
Pertemuan dengan perwakilan Direktorat Pendidikan yaitu Bu Irma Darmanti dan Pak Agus
Jatnika di Ruang Rapat WRAM ITB, Gedung CCAR Lantai 4. Pembahasan pertemuan tersebut
untuk menyampaikan laporan dari 82 mahasiswa program studi Arsitektur yang merasa
keberatan karena telah lulus sidang Tugas Akhir namun karena masih harus melakukan Kerja
Praktek selama 3 bulan, tetapi masih harus membayar ½ UKT yang ditetapkan. Sehingga
keputusan sementara pada saat itu, untuk mahasiswa tingkat akhir program studi Arsitektur
akan diubah kebijakannya namun menunggu surat pernyataan perubahan dari Program Studi
Arsitektur.
09 Agustus 2017
Audiensi bersama Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB,
(WRURK), Prof. Dr. Wawan Gunanawan A. Kadir, MS dan Direktur Keuangan, Prof.
Dr. Idam Arif di Ruang Rapat WRURK, Gedung CCAR Lantai 2, ITB. Pembahasan tentang
alasan penetapan kebijakan keuangan bagi mahasiswa angkatan 2013 dan penyampaian sikap
dari KM ITB. Keputusan yang didapatkan berupa peninjauan ulang kebijakan keuangan bagi
mahasiswa pasca semester 8 bersama Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan.
24 Agustus 2017
Audiensi bersama Pak Kadarsyah selaku Rektor ITB, Pak Bermawi selaku Wakil Rektor
Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB, Pak Wawan selaku Wakil Rektor Bidang
Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB, dan Pak Sandro selaku Kepala Lembaga
Kemahasiswaan ITB di Ruang Rapim B, Gedung CCAR Lantai 1, ITB. Pembahasan pada
audiensi tersebut yaitu penyampaian sikap tentang UKT Semester 9 dan berbagai kasus yang
ada pada mahasiswa tingkat akhir dari berbagai program studi. Keputusan yang didapatkan
pada pertemuan ini adalah :
1. Segera diadakan pembahasan bersama Pak Sandro terkait kebijakan UKT Semester 9
dan kejelasan pengajuan subidi bagi mahasiswa tingkat akhir.
2. Rencana penghapusan batas waktu 21 Agustus 2017 sebagai batas akhir pengumpulan
Surat Keterangan Lulus bagi mahasiswa angkatn 2013. Karena tidak adanya alasan
yang kuat perbedaan mendasar sebelum dan sesudah 21 Agustus 2017 selama
mahasiswa tersebut akan melakasanakan Wisuda di Bulan Oktober.
3. Mengubah kebijakan dari UKT kembali menjadi sistem SKS akan sangat memberatkan
karena akan sangat berdampak pada sirkulasi keuangan di ITB.
5
12 September 2017
Pertemuan bersama Pak Sandro Mihradi selaku Kepala Lembaga Kemahasiswaan ITB
di Ruang Pertemuan LK, Basement CC Barat, ITB. Dalam pertemuan tersebut, didapatkan
kesimpulan yaitu :
1. Kabinet diharapkan membuatkan kembali keputusan tentang UKT bagi mahasiswa
tingkat akhir.
2. Subsidi bagi mahasiswa tingkat akhir tetap diperpanjang tanpa perlu adanya
pengajuan ulang.
3. Mahasiswa yang akan diwisuda pada Bulan Oktober tidak harus membayar ½ UKT
dan hanya perlu membayar biaya administrasi sebesar Rp 250.000,00. Hal ini
didasarkan karena tidak adanya alasan yang kuat penetapan waktu 21 Agustus 2017
sebagai batas akhir penetapan status Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP).
4. Bagi Mahasiswa yang akan wisuda setelah Oktober 2017 dan masih memiliki beban
SKS maka boleh mengajukan peninjauan ulang biaya UKT jika tidak mampu untuk
membayar besaran UKT.

6
BAB II

ANALISIS KONDISI

A. Sebaran UKT Mahasiswa ITB


ITB memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang kesulitan untuk membayarkan
Uang Kuliah Tunggal yang telah ditetapkan untuk mengajukan keringanan / subsidi UKT
disesuaikan dengan tingkat kemampuan ekonominya. Penetapan penurunan UKT yang
ditetapkan di ITB, melalui Lembaga Kemahasiswaan, memiliki beberapa persyaratan yang
hampir serupa dengan persyaratan Bidikmisi. Berdasarkan Keputusan Rektor Institut
Teknologi Bandung Nomor 190A/SK/I1.A/PP/2015 tentang Uang Kuliah Tunggal Program
Sarjana ITB Tahun Akademik 2015/2016, maka terdapat beberapa kategori kelompok UKT
yang berlaku yaitu :
Kategori I : Rp 0
Kategori II : Rp 400.000, 00
Kategori III : Rp 800.000, 00
Kategori IV : Rp 4.000.000, 00
Kategori V : Rp 6.000.000, 00
Kategori VI : Rp 8.000.000, 00
Kategori VII : Rp 10.000.000, 00

Dari penetapan kategori tersebut, Lembaga Kemahasiswaan ITB mengeluarkan


rekapitulasi persebaran UKT mahasiswa ITB sebagai berikut :

Tabel 1. Rekapitulasi Keputusan UKT Tahun 2013-2016 (Sumber : LK ITB)

Dari hasil rekapitulasi keputusan UKT mahasiswa ITB semenjak tahun 2013 – 2016,
sebagian besar mahasiswa ITB memiliki besaran nilai UKT pada rentang Rp 8.000.000 – Rp
10.000.000.

7
B. Kebijakan UKT Semester 9 keatas di ITB

Pada saat ini, ITB memasuki tahun ke-5 implementasi kebijakan Uang Kuliah Tunggal
sebagai Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) di setiap semester. Mahasiswa angkatan
2013 adalah mahasiswa yang pertama kali mendapatkan ketentuan pembayaran Uang Kuliah
Tunggal (UKT). Pada Wisuda Juli 2017, angkatan 2013 yang telah menyelesaikan masa
studinya di ITB sebanyak 1053 orang dari total sekitar 3906 mahasiswa. Namun, tidak sedikit
juga yang masih melanjutkan studinya / memasuki semester sembilan dengan berbagai
pertimbangan yang dimiliki oleh mahasiswa yang bersangkutan. Kami pun telah melakukan
pendataan bagi mahasiswa angkatan 2013 sebanyak 600 orang. Dari sejumlah mahasiswa
tersebut, kita bisa mengelompokkannya ke dalam beberapa bagian seperti berikut 3:

Mahasiswa Semester 9
Keatas

SKS TA + SKS Mata Menunggu


SKS TA + 0 SKS
Kuliah Lain Wisuda

Bagan 1 Pengelompokkan Mahasiswa Tingkat Akhir

Seperti yang kita ketahui, berdasarkan Edaran Direktorat Keuangan tentang


Pengumuman Pembayaran Pendidikan Semester I 2017 / 2018 yang diterbitkan pada 20 Juni
2017 lalu, mahasiswa Tahun Akademik 2013 yang akan memasuki semester 9 keatas yang
hanya mengambil SKS TA dan mengambil 0 SKS mata kuliah lain (mahasiswa yang lulus sidang
TA setelah tanggal 21 Agustus 2017) dikenakan biaya sesuai dengan tarif Nol (0) SKS atau
sebesar 50 % dari BPP / UKT yang ITB tetapkan. Sedangkan mahasiswa yang masih memiliki
beban SKS mata kuliah selain SKS Tugas Akhir dikenakan biaya penuh. Selain kedua itu,
terdapat juga mahasiswa yang telah menyelesaikan sidang TA sebelum tanggal 21 Agustus
2017 dan hanya menunggu sidang yudisiumnya, dikenakan Biaya Administrasi Pendaftaran
sebesar Rp 250.000, 00 dan harus menyerahkan Surat Keterangan Lulus (SKL) ke loket
keuangan di Gedung Annex.

Kebijakan serupa juga diterapkan di beberapa kampus lainnya. UGM telah


menetapkan kebijakan 50 % UKT untuk mahasiswa semester 9 keatas, UNJ menetapkan
kebijakan 60 % UKT untuk mahasiswa semester 9 keatas, UNILA telah menetapkan keringanan
25 % bagi mahasiswa yang telah dinyatakan lulus ujian seminar proposal dan 50 % bagi yang
telah dinyatakan lulus bagi mahasiswa yang telah dinyatakan lulus ujian seminar hasil, dan UB
menggunakan sistem verifikasi dari tiap Program Studi. Kebijakan tersebut ditetapkan setelah
proses audiensi dengan pihak rektorat.

8
3 Pengumuman Pembayaran Biaya Pendidikan Semester 1 Tahun Akademik 2017/2018

C. Pertimbangan Beban Tingkat Akhir di Beberapa Program Studi


Mahasiswa ITB terutama angkatan 2013, banyak yang merasa keberatan dengan
keputusan tersebut. Keberatan ini disampaikan utamanya oleh mahasiswa yang mempunyai
berbagai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kelulusannya. Selain itu, beberapa
program studi juga tidak memiliki lulusan angkatan 2013 pada Wisuda Juli lalu yaitu
Arsitektur, Teknik Geofisika, Metereologi, Seni Rupa, dan TPSDA. Berikut beberapa analisis
kondisi yang didasarkan pada wawancara dan pemaparan beberapa mahasiswa (Kepala Divisi
Akademik HMJ atau Ketua Himpunan) dari program studi Teknik Geofisika, Teknik Geologi,
Rekayasa Kehutanan, Biologi, dan Arsitektur.

Arsitektur
Mahasiswa Arsitektur mengalami kesulitan untuk lulus tepat waktu (Re : Wisuda Juli), karena
harus melakukan Kerja Praktek yang merupakan mata kuliah wajib sebagai syarat
kelulusannya. Mata kuliah yang SKSnya telah ditempuh pada Semester 8 namun baru bisa
melakukan praktek kerjanya pada saat libur semester 8 / setelah sidang. Lama kerja praktek
di Arsitektur wajibnya adalah 2 bulan dan dilanjutkan dengan presentasi hasil kerja praktek.
Sehingga, mahasiswa Arsitektur dapat lulus paling cepat pada Wisuda Oktober. Karena
kondisi tersebut, mahasiswa yang telah menyelesaikan sidangnya sebelum 21 Agustus 2017
namun masih belum dapat memiliki Surat Keterangan Lulus (SKL) disebabkan alasan Kerja
Praktek dan harus melakukan presentasi, harus membayarkan biaya sebesar 50% dari UKT
yang ditetapkan.

Teknik Geofisika
Mahasiswa Teknik Geofisika baru bisa melaksanakan Tugas Akhirnya secara efektif pada
semester 8 disebabkan terdapat beberapa mata kuliah wajib dengan tingkat kesulitan cukup
tinggi yang harus diambil pada semester 7. Data untuk Tugas Akhir pun cukup sulit untuk
didapatkan dan lama untuk diolah. Terdapat dua cara untuk mendapatkan data yaitu melalui
perusahaan dan melalui dosen. Untuk meminta data kepada perusahaan tertentu, tentu saja
membutuhkan proposal dan harus dikerjakan di perusahaan yang bersangkutan sehingga
Tugas Akhir baru bisa dikerjakan secara efektif pada masa libur setelah semester 8. Wisuda
Oktober merupakan waktu yang memungkinkan untuk mahasiswa Teknik Geofisika lulus
berdasarkan sebab di atas dan hal ini dibuktikan dengan tidak adanya mahasiswa angkatan
2013 dari Teknik Geofisika yang lulus di wisuda Juli.

Teknik Geologi
Terdapat dua tipe Tugas Akhir di jurusan Teknik Geologi yaitu tipe A dan tipe B yang SKSnya
diambil sejak semester 8 . Tipe A mengharuskan mahasiswanya melakukan pemetaan untuk
daerah minimal sebesar 50 km2 sementara untuk Tipe B harus melakukan pemetaan untuk

9
daerah kurang dari 50 km2. Jadi mahasiswa Teknik Geologi biasanya mengalami kesulitan
karena harus mengambil data yang cukup banyak di lapangan serta mengolah dan
menganalisisnya. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengambil data adalah dua bulan.
Pertimbangan lain adalah faktor cuaca yang mempengaruhi kesulitan di dalam pengambilan
data terutama untuk mahasiswa yang mengambil Tugas Akhir Tipe A.

Rekayasa Kehutanan dan Biologi


Program Studi Rekayasa Kehutanan mengharuskan mahasiswanya sudah mengambil Tugas
Akhir Kelompok dan Individu. Dalam tugas akhir individu, yang menjadi kesulitan adalah objek
penelitian yang melibatkan variabel makhluk hidup. Sedangkan, untuk mahasiswa Biologi
disebabkan oleh keterbatasan fasilitas di laboratorium dan harus saling bergantian di dalam
pemakaian fasailitas tersebut. Permasalahan yang dihadapi oleh kedua program studi
tersebut dialami juga oleh beberapa program studi yang menggunkan objek penelitiannya
berasal dari alam / makhluk hidup dan keterbatasan jumlah fasilitas yang dimiliki oleh
Laboratorium Program Studi tersebut.
Permasalahan-permasalahan di atas adalah segelintir dari berbagai permasalahan
yang disebabkan oleh faktor eksternal pribadi mahasiswa yang dapat menyebabkan
keterlambatan waktu lulus mahasiswa ITB. Selain alasan tersebut, tidak sedikit mahasiswa
terhambat disebabkan sakit parah (Harus cuti), mengikuti lomba seperti PKM (Pimnas yang
diselenggarakan pada Bulan Agustus/September, untuk tahun 2017 diselenggarakan pada 23-
28 Agustus 2017), maupun exchange ke luar negeri. Terdapat juga mahasiswa yang harus
menunda kelulusannya karena amanah organisasi baik internal yang secara kultural di KM ITB
dipegang oleh mahasiswa tingkat akhir seperti di Kabinet maupun MWA WM maupun
organisasi eksternal seperti AIESEC, dll. Beberapa permasalahan maupun alasan yang tidak
dapat dihindarkan, namun juga berhubungan dengan prestasi dan nama baik Institut
Teknologi Bandung sendiri.

Aeronotika dan Fisika Teknik

Terdapat mata kuliah pilihan wajib S2 yang harus diambil oleh kedua program studi tersebut.
Syarat minimal kelulusan adalah 144 SKS dan SKS Mata kuliah S2 tersebut termasuk syarat
minimal kelulusan. Sehingga, dirasa sangat sulit untuk lulus tepat waktu.

10
BAB III

KAJIAN

Kemendikbud RI dalam Bahan Konferensi Pers yang disebutkan di atas telah


menjelaskan tentang Model BKT dan perbandingan sistem UKT dengan sistem yang berlaku
saat itu.

Model BKT atau Unit Cost didasarkan pada Activity Based Costing (ABC) yang terdiri
dari Operating Cost (OC) dan Non-Operating Cost (NOC). Operating Cost (OC) merupakan
Biaya Langsung (BL) ditambah Biaya Tidak Langsung (BTL). Biaya Lansung adalah nilai
sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas inti mencakup biaya tenaga kerja
langsung (Gaji dan Honorer Dosen), Bahan habis pakai pembelajaran, dana sarana-prasarana
pembelajaran langsung. Biaya Langsung (BL) dihitung berdasarkan aktivitas langsung per
mahasiswa di setiap semester. Contoh Biaya Langsung tersebut yaitu untuk Gedung, Sarana
Kuliah, Sarana Praktikum, Bahan Habis Pakai (BHP) Kuliah, dan BHP Praktikum.

Sedangkan, Biaya tidak langsung terdiri dari biaya SDM Manajerial dosen, sarana-
prasarana non-pembelajaran, pemeliharaan, dan kegiatan pengembangan institusi (Penelitian,
Pengabdian Masyarakat, Kemahasiswaan, dan Pengembangan Program). Contoh dari Biaya
Tidak Langsung (BTL) yang biasa digunakan/dimanfaatkan universitas dan fakultas mencakup
Gedung, Sarana (Di luar laboratorium dan ruang kuliah), Gaji dan Tunjangan di luar
pengajaran, Bahan Habis Pakai, dan biaya lainnya seperti listrik, telepon, atau PDAM.

Kemendikbud RI ingin mengumpulkan total biaya yang akan dibayarkan oleh


mahasiswa menjadi satu (BKT) lalu dikurangi dengan bantuan pemerintah (BOPTN) sehingga
jadilah UKT. Dengan asumsi BOPTN yang tidak berubah, UKT pun juga mengikuti BKT yang
berasaskan prinsip keaktifan. Ini berarti seharusnya dilakukan perhitungan terperinci terhadap
komponen-komponen tersebut dalam menetapkan UKT untuk mahasiswa termasuk untuk
mahasiswa tingkat akhir (Re : Semester sembilan keatas). Padahal mahasiswa yang hanya
mengambil SKS di tingkat akhir, baik hanya SKS Tugas Akhir (TA) maupun yang masih
memiliki beberapa beban sks yang disebabkan alasan-alasan yang dipaparkan pada Bab II,
seharusnya mendapatkan keringanan dari biaya pembayaran yang ditetapkan. Karena secara
umum mahasiswa tingkat akhir tidak lagi melakukan praktikum dan juga untuk biaya yang
dibayarkan seharusnya sebanding dengan banyaknya SKS yang sedang diambil pada tingkat
akhir. Penggunaan gedung perkuliahan juga tidak sesering semester sebelumnya disebabkan
tidak ada/tinggal beberapa mata kuliah saja yang akan diambil. Dari alasan-alasan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa keaktifan mahasiswa semester 9 keatas lebih rendah daripada
mahasiswa biasa.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor Operating Cost (UC) di atas, seharusnya


terdapat penyesuaian besaran nilai UKT yang diterima oleh mahasiswa tingkat akhir yang
hanya tersisa SKS Tugas Akhir saja. Sebagai contoh, dengan mempertimbangkan salah satu
kategori UKT paling kecil yaitu Rp 4.000.000, maka UKT mahasiswa semester 9 keatas yang
hanya mengambil SKS Tugas Akhir (Secara umum, 4 hingga 6 SKS) dan mendapat kebijakan
membayar setengah UKT (Rp 2.000.000), maka terkena biaya Rp 334.000 – Rp 500.000 per

11
SKS. Jika dibandingkan dengan mahasiswa biasa (semester 1 – 8 dengan jumlah SKS sebanyak
17 hingga 24 SKS) yang juga mendapat biaya UKT sebesar Rp 4.000.000, maka mahasiswa
tersebut mendapat biaya Rp 167.000 – Rp 236.000 per SKS. Padahal jumlah mahasiswa yang
mendapat UKT paling rendah pun menurut paparan Kemendikbud RI adalah sekitar 5 % saja
dari satu angkatan. Dapat disimpulkan dari perhitungan di atas, bahwa masih banyak
mahasiswa yang lebih tidak aktif (Re : mahasiswa tingkat akhir), mendapat biaya yang lebih
tinggi dengan asumsi biaya wisuda dan SPP tiap semesternya tetap dan seharusnya totalnya
sama dengan mahasiswa-mahasiswa lain yang lulus di semester 8. Ini tentu saja tidak sesuai
dengan aturan penetapan BKT yang didasarkan pada prinsip keaktifan.

Sebenarnya kondisi ini, mahasiswa tingkat akhir, serupa dengan mahasiswa yang
mengambil Semester Pendek. Mahasiswa yang mengambil Semester Pendek pun tidak
melakukan praktikum dan tidak menggunakan gedung perkuliahan dengan terlalu sering. Pada
sistem pembayaran biaya perkuliahan untuk mahasiswa Semester Pendek (SP) yang diterapkan
di ITB pun menggunakan sistem biaya per SKS. Biaya yang ditetapkan pada semester pendek
adalah Rp 300.000, 00 per SKS semenjak angkatan 2011. Dengan kondisi tersebut, maka
sistem pengganti yang kami ajukan untuk mahasiswa yang memiliki beban UKT, rentang Rp
4.000.000 – Rp 20.000.000, dapat menggunakan sistem biaya per SKS seperti yang
diberlakukan pada Semester Pendek untuk Tugas Akhir.

Ketidaktepatan dalam kebijakan UKT untuk semester 9 keatas tersebut tidak hanya
sampai di situ. Terdapat kategori lain yang merasakan ketidakadilan yaitu kategori mahasiswa
yang menyisakan SKS Tugas Akhir dan / atau beberapa SKS mata kuliah lain yang jumlahnya
tidak sebanyak mahasiswa semester 1 – 8 lainnya dan harus membayar penuh UKT-nya. Ini
disebabkan berbagai alasan seperti yang telah dijelaskan pada bagian Analisis Kondisi di atas.
Terdapat alasan-alasan yang kuat, tak dapat dihindarkan, dan beberapa berdampak baik untuk
nama ITB sendiri tetapi belum diakomodasi dan didukung terutama dari sistem biaya
pendidikannya. Maka dari itu seharusnya terdapat sistem pengganti lain yang bisa
menggantikan dengan alasan sama dengan mahasiswa yang hanya mengambil SKS Tugas
Akhir.

Sistem pengganti yang diusulkan di sini hampir sama dengan mahasiswa semester 9
keatas yang hanya mengambil SKS Tugas Akhir yaitu dilakukan per SKS. Bedanya adalah,
karena terdapat kemung kinan masih adanya praktikum, kasus-kasus tertentu yang belum
tercakup di biaya SKS tersebut, serta biaya administrasi ataupun operasional yang berbeda tiap
Program Studi, maka perlu dilakukan verifikasi dari tiap Program Studi. Jadi perhitungannya
disesuaikan untuk tiap Program Studi, bukan menggunakan kebijakan yang dikenakan merata
untuk semua mahasiswa terkait seperti yang terjadi saat ini. Sistem ini telah dilakukan di
Universitas Brawijaya.

Selain itu, untuk menghindari isu-isu yang tidak benar beredar dan menciptakan
atmosfer pendidikan di kampus yang kondusif, maka kami harapkan perlu untuk lebih
memberlakukan transparansi terhadap segala biaya operasional, administrasi, dan biaya-biaya
lain yang digunakan terutama pada semester 9 keatas serta bagaimana alokasi dari sistem
penarikan UKT saat ini yaitu setengah UKT untuk mahasiswa semester 9 keatas yang hanya

12
mengambil SKS Tugas Akhir dan yang mengambil SKS lain selain atau bersamaan dengan
SKS Tugas Akhir. Ini dibutuhkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa itu sendiri
bagaimana kondisi pembiyaan untuk kebutuhan mereka apabila terdapat defisit. Ini juga
didasarkan pada kedudukan ITB sebagai PTN BH yang harus transparan dan akuntabel dalam
mengelola universitasnya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi.

Untuk kasus yang bersifat khusus, seperti yang terjadi pada Program Studi Arsitektur,
mahasiswa yang telah melaksanakan sidang Tugas Akhir sebelum batas waktu perkuliahan
semester berikutnya (21 Agustus 2017) seharusnya mendapatkan keringanan berupa
penyesuaian Biaya Penyelenggaraan Pendidikan. Penyesuaian yang kami usulkan untuk kasus
ini sesuai dengan Biaya yang ditetapkan pada mahasiswa yang telah menyelesaikan sidang
Tugas Akhir dan hanya menunggu sidang yusdisium yaitu berupa biaya pendaftaran
administrasi saja sebesar Rp 250.000, 00 dan menyerahkan Surat Keterangan Kelulusan
(SKL) sementara yang dikeluarkan oleh pihak Prodi. Apabila mahasiswa yang bersangkutan
telah menyelesaikan periode Kerja Prakteknya, maka mahasiswa tersebut harus segera
menyerahkan Surat Keterangan Kelulusan (SKL) yang sebenarnya ke pihak Direktorat
Keuangan.

13
BAB VI

KEPUTUSAN SIKAP

Berdasarkan analisis kondisi dan kajian yang telah kami lakukan, kami, segenap
anggota Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, meminta kepada pimpinan ITB agar
dapat menindaklanjuti dengan sungguh-sungguh untuk :

1. Menghapuskan tanggal batas akhir pengumpulan Surat Keterangan Lulus (SKL) bagi
mahasiswa yang akan wisuda pada semester yang sama sehingga biaya yang dibayarkan
adalah Rp 250.000.
2. Menerapkan kebijakan pembayaran Rp 250.000 bagi mahasiswa yang mengambil nol
sks.
3. Menerapkan kebijakan pembayaran 50% dari BPP yang ditetapkan bagi mahasiswa
yang melebihi 8 semester dan mengambil SKS maksimal 10 per semesternya seperti
kebijakan pada periode Semester Pendek.
4. Menerapkan kebijakan pembayaran 100% dari BPP yang ditetapkan bagi mahasiswa
yang melebihi 8 semester dan mengambil SKS melebihi 10 SKS per semesternya.

Demikian permintaan ini kami sampaikan. Tidak ada sikap tendensi dan kepentingan
apapun selain kepentingan bersama untuk membangun institusi ini menjadi institusi yang lebih
baik.

Bandung, November 2017

Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB


Ardhi Rasy Wardhana
Narahubung:
Tama (081394616276)

14
DAFTAR PUSTAKA
1. Presentasi Menristekdikti. 2014. Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi.
2. Presentasi Menristekdikti. 2012. Bantuan Operasional PTN (Transisi Menuju UKT).
3. Presentasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Dasar Perhitungan Model ABC UKT.

15

Anda mungkin juga menyukai