Disusun Oleh :
Kedirjenan Kajian dan Investigasi Kebijakan
Kementerian Advokasi Kebijakan Kampus
KABINET SUARASA
KELUARGA MAHASISWA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
TAHUN 2017
0
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salam Ganesha!
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
A. Latar Belakang
“Pendidikan adalah sebuah hal utama yang harus terus dibenahi dan ditingkatkan untuk menjamin
keberhasilan pembangunan di Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu dasar dari berbagai
usaha ITB dalam menjalankan dan mengembangkan sistem pendidikan nasional.”1
Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan salah satu universitas yang telah
memberlakukan kebijakan Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT)
semenjak Tahun Akademik 2013/2014 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 55 Tahun 2013. Sebagaimana
yang telah tercantum dalam peraturan tersebut, BKT merupakan keseluruhan biaya operasional
per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri yang dihitung
dengan mengalikan rata-rata Unit Cost Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan indeks K1 (indeks
jenis program studi), K2 (indeks Mutu Perguruan Tinggi), serta K3 (Indeks kemahalan
wilayah). Ini merupakan implementasi dari UU No. 12 Tahun 2012 pasal 88 ayat 1.
BKT = C x K1 x K2 x K32
Keterangan :
C = Rp 5,08 Juta = “ BIAYA KULIAH TUNGGAL BASIS” yang dihitung dari data yang ada
di PTN
K1 = Indeks Jenis Program Studi
K2 = Indeks Mutu Perguruan Tinggi = ITB (1,5)
K3 = Indeks Kemahalan Wilayah
Selanjutnya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sebagian BKT yang ditanggung setiap
mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. UKT ditetapkan berdasarkan BKT
dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah atau yang biasa disebut Biaya Operasional
Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Sistem UKT ini menggantikan Biaya Penyelenggaraan
Pendidikan dibayar di Muka (BPPM) dan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan per Semester
(BPPS).
1
Kantor Berita ITB. 2013. https://www.itb.ac.id/news/3869.xhtml dengan judul berita ITB Hapus Biaya
Pendidikan di Muka bagi Mahasiswa Baru Tahun 2013.
2
2
Kemenristekdikti RI. 2014. Presentasi Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi
Prinsip dasar penetapan BKT, BOPTN, dan UKT telah dinyatakan dalam Bahan
Konferensi Pers yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia (Kemendikbud RI) yaitu,
“.......uang kuliah yang ditanggung oleh mahasiswa diusahakan semakin lama semakin kecil
dengan memperhatikan masyarakat yang tidak mampu (afirmasi), subsidi silang (yang kaya
mensubsidi yang miskin), dan pengendalian biaya yang tepat.........”
sehingga untuk menjamin keakuratannya, maka setiap tahun kebijakan BOPTN, BKT, dan
UKT akan dievaluasi dan disesuaikan dengan kondisi terkini.
3
6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan
Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;
7. Permendikbud No. 55 Tahun 2013: Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada
PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Lampirannya;
8. Permendikbud No. 73 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 Tentang BKT dan UKT di PTN;
9. Permendikbud no. 97 Tahun 2014: Pedoman Teknis Penetapan Taraf Biaya Pendidikan
Pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum;
12. Surat Edaran Dirjen Dikti No. 305/E/T/2012 tanggal 21 Feb 2012 tentang Larangan
Menaikkan Tarif Uang Kuliah ;
13. Edaran Dirjen Dikti No 97/E/KU/2013 tentang Uang Kuliah Tunggal yang berisi
Permintaan Dirjen Dikti kepada Pimpinan PTN untuk menghapus uang pangkal dan
melaksanakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa baru program S1 reguler;
14. Surat Edaran Dirjen No. 272/E1.1/KU/2013 tentang kisaran tarif UKT;
16. Peraturan Rektor ITB Nomor 266/PER//I1.A/PP/2015 tentang Peraturan Akademik ITB
PTN-BH
4
pembahasan UKT mahasiswa tingkat akhir, perwakilan mahasiswa jurusan Manajemen
menyampaikan juga permasalahan kebijakan UKT di Sekolah Bisnis Manajemen.
08 Agustus 2017
Pertemuan dengan perwakilan Direktorat Pendidikan yaitu Bu Irma Darmanti dan Pak Agus
Jatnika di Ruang Rapat WRAM ITB, Gedung CCAR Lantai 4. Pembahasan pertemuan tersebut
untuk menyampaikan laporan dari 82 mahasiswa program studi Arsitektur yang merasa
keberatan karena telah lulus sidang Tugas Akhir namun karena masih harus melakukan Kerja
Praktek selama 3 bulan, tetapi masih harus membayar ½ UKT yang ditetapkan. Sehingga
keputusan sementara pada saat itu, untuk mahasiswa tingkat akhir program studi Arsitektur
akan diubah kebijakannya namun menunggu surat pernyataan perubahan dari Program Studi
Arsitektur.
09 Agustus 2017
Audiensi bersama Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB,
(WRURK), Prof. Dr. Wawan Gunanawan A. Kadir, MS dan Direktur Keuangan, Prof.
Dr. Idam Arif di Ruang Rapat WRURK, Gedung CCAR Lantai 2, ITB. Pembahasan tentang
alasan penetapan kebijakan keuangan bagi mahasiswa angkatan 2013 dan penyampaian sikap
dari KM ITB. Keputusan yang didapatkan berupa peninjauan ulang kebijakan keuangan bagi
mahasiswa pasca semester 8 bersama Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan.
24 Agustus 2017
Audiensi bersama Pak Kadarsyah selaku Rektor ITB, Pak Bermawi selaku Wakil Rektor
Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB, Pak Wawan selaku Wakil Rektor Bidang
Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB, dan Pak Sandro selaku Kepala Lembaga
Kemahasiswaan ITB di Ruang Rapim B, Gedung CCAR Lantai 1, ITB. Pembahasan pada
audiensi tersebut yaitu penyampaian sikap tentang UKT Semester 9 dan berbagai kasus yang
ada pada mahasiswa tingkat akhir dari berbagai program studi. Keputusan yang didapatkan
pada pertemuan ini adalah :
1. Segera diadakan pembahasan bersama Pak Sandro terkait kebijakan UKT Semester 9
dan kejelasan pengajuan subidi bagi mahasiswa tingkat akhir.
2. Rencana penghapusan batas waktu 21 Agustus 2017 sebagai batas akhir pengumpulan
Surat Keterangan Lulus bagi mahasiswa angkatn 2013. Karena tidak adanya alasan
yang kuat perbedaan mendasar sebelum dan sesudah 21 Agustus 2017 selama
mahasiswa tersebut akan melakasanakan Wisuda di Bulan Oktober.
3. Mengubah kebijakan dari UKT kembali menjadi sistem SKS akan sangat memberatkan
karena akan sangat berdampak pada sirkulasi keuangan di ITB.
5
12 September 2017
Pertemuan bersama Pak Sandro Mihradi selaku Kepala Lembaga Kemahasiswaan ITB
di Ruang Pertemuan LK, Basement CC Barat, ITB. Dalam pertemuan tersebut, didapatkan
kesimpulan yaitu :
1. Kabinet diharapkan membuatkan kembali keputusan tentang UKT bagi mahasiswa
tingkat akhir.
2. Subsidi bagi mahasiswa tingkat akhir tetap diperpanjang tanpa perlu adanya
pengajuan ulang.
3. Mahasiswa yang akan diwisuda pada Bulan Oktober tidak harus membayar ½ UKT
dan hanya perlu membayar biaya administrasi sebesar Rp 250.000,00. Hal ini
didasarkan karena tidak adanya alasan yang kuat penetapan waktu 21 Agustus 2017
sebagai batas akhir penetapan status Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP).
4. Bagi Mahasiswa yang akan wisuda setelah Oktober 2017 dan masih memiliki beban
SKS maka boleh mengajukan peninjauan ulang biaya UKT jika tidak mampu untuk
membayar besaran UKT.
6
BAB II
ANALISIS KONDISI
Dari hasil rekapitulasi keputusan UKT mahasiswa ITB semenjak tahun 2013 – 2016,
sebagian besar mahasiswa ITB memiliki besaran nilai UKT pada rentang Rp 8.000.000 – Rp
10.000.000.
7
B. Kebijakan UKT Semester 9 keatas di ITB
Pada saat ini, ITB memasuki tahun ke-5 implementasi kebijakan Uang Kuliah Tunggal
sebagai Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) di setiap semester. Mahasiswa angkatan
2013 adalah mahasiswa yang pertama kali mendapatkan ketentuan pembayaran Uang Kuliah
Tunggal (UKT). Pada Wisuda Juli 2017, angkatan 2013 yang telah menyelesaikan masa
studinya di ITB sebanyak 1053 orang dari total sekitar 3906 mahasiswa. Namun, tidak sedikit
juga yang masih melanjutkan studinya / memasuki semester sembilan dengan berbagai
pertimbangan yang dimiliki oleh mahasiswa yang bersangkutan. Kami pun telah melakukan
pendataan bagi mahasiswa angkatan 2013 sebanyak 600 orang. Dari sejumlah mahasiswa
tersebut, kita bisa mengelompokkannya ke dalam beberapa bagian seperti berikut 3:
Mahasiswa Semester 9
Keatas
8
3 Pengumuman Pembayaran Biaya Pendidikan Semester 1 Tahun Akademik 2017/2018
Arsitektur
Mahasiswa Arsitektur mengalami kesulitan untuk lulus tepat waktu (Re : Wisuda Juli), karena
harus melakukan Kerja Praktek yang merupakan mata kuliah wajib sebagai syarat
kelulusannya. Mata kuliah yang SKSnya telah ditempuh pada Semester 8 namun baru bisa
melakukan praktek kerjanya pada saat libur semester 8 / setelah sidang. Lama kerja praktek
di Arsitektur wajibnya adalah 2 bulan dan dilanjutkan dengan presentasi hasil kerja praktek.
Sehingga, mahasiswa Arsitektur dapat lulus paling cepat pada Wisuda Oktober. Karena
kondisi tersebut, mahasiswa yang telah menyelesaikan sidangnya sebelum 21 Agustus 2017
namun masih belum dapat memiliki Surat Keterangan Lulus (SKL) disebabkan alasan Kerja
Praktek dan harus melakukan presentasi, harus membayarkan biaya sebesar 50% dari UKT
yang ditetapkan.
Teknik Geofisika
Mahasiswa Teknik Geofisika baru bisa melaksanakan Tugas Akhirnya secara efektif pada
semester 8 disebabkan terdapat beberapa mata kuliah wajib dengan tingkat kesulitan cukup
tinggi yang harus diambil pada semester 7. Data untuk Tugas Akhir pun cukup sulit untuk
didapatkan dan lama untuk diolah. Terdapat dua cara untuk mendapatkan data yaitu melalui
perusahaan dan melalui dosen. Untuk meminta data kepada perusahaan tertentu, tentu saja
membutuhkan proposal dan harus dikerjakan di perusahaan yang bersangkutan sehingga
Tugas Akhir baru bisa dikerjakan secara efektif pada masa libur setelah semester 8. Wisuda
Oktober merupakan waktu yang memungkinkan untuk mahasiswa Teknik Geofisika lulus
berdasarkan sebab di atas dan hal ini dibuktikan dengan tidak adanya mahasiswa angkatan
2013 dari Teknik Geofisika yang lulus di wisuda Juli.
Teknik Geologi
Terdapat dua tipe Tugas Akhir di jurusan Teknik Geologi yaitu tipe A dan tipe B yang SKSnya
diambil sejak semester 8 . Tipe A mengharuskan mahasiswanya melakukan pemetaan untuk
daerah minimal sebesar 50 km2 sementara untuk Tipe B harus melakukan pemetaan untuk
9
daerah kurang dari 50 km2. Jadi mahasiswa Teknik Geologi biasanya mengalami kesulitan
karena harus mengambil data yang cukup banyak di lapangan serta mengolah dan
menganalisisnya. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengambil data adalah dua bulan.
Pertimbangan lain adalah faktor cuaca yang mempengaruhi kesulitan di dalam pengambilan
data terutama untuk mahasiswa yang mengambil Tugas Akhir Tipe A.
Terdapat mata kuliah pilihan wajib S2 yang harus diambil oleh kedua program studi tersebut.
Syarat minimal kelulusan adalah 144 SKS dan SKS Mata kuliah S2 tersebut termasuk syarat
minimal kelulusan. Sehingga, dirasa sangat sulit untuk lulus tepat waktu.
10
BAB III
KAJIAN
Model BKT atau Unit Cost didasarkan pada Activity Based Costing (ABC) yang terdiri
dari Operating Cost (OC) dan Non-Operating Cost (NOC). Operating Cost (OC) merupakan
Biaya Langsung (BL) ditambah Biaya Tidak Langsung (BTL). Biaya Lansung adalah nilai
sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas inti mencakup biaya tenaga kerja
langsung (Gaji dan Honorer Dosen), Bahan habis pakai pembelajaran, dana sarana-prasarana
pembelajaran langsung. Biaya Langsung (BL) dihitung berdasarkan aktivitas langsung per
mahasiswa di setiap semester. Contoh Biaya Langsung tersebut yaitu untuk Gedung, Sarana
Kuliah, Sarana Praktikum, Bahan Habis Pakai (BHP) Kuliah, dan BHP Praktikum.
Sedangkan, Biaya tidak langsung terdiri dari biaya SDM Manajerial dosen, sarana-
prasarana non-pembelajaran, pemeliharaan, dan kegiatan pengembangan institusi (Penelitian,
Pengabdian Masyarakat, Kemahasiswaan, dan Pengembangan Program). Contoh dari Biaya
Tidak Langsung (BTL) yang biasa digunakan/dimanfaatkan universitas dan fakultas mencakup
Gedung, Sarana (Di luar laboratorium dan ruang kuliah), Gaji dan Tunjangan di luar
pengajaran, Bahan Habis Pakai, dan biaya lainnya seperti listrik, telepon, atau PDAM.
11
SKS. Jika dibandingkan dengan mahasiswa biasa (semester 1 – 8 dengan jumlah SKS sebanyak
17 hingga 24 SKS) yang juga mendapat biaya UKT sebesar Rp 4.000.000, maka mahasiswa
tersebut mendapat biaya Rp 167.000 – Rp 236.000 per SKS. Padahal jumlah mahasiswa yang
mendapat UKT paling rendah pun menurut paparan Kemendikbud RI adalah sekitar 5 % saja
dari satu angkatan. Dapat disimpulkan dari perhitungan di atas, bahwa masih banyak
mahasiswa yang lebih tidak aktif (Re : mahasiswa tingkat akhir), mendapat biaya yang lebih
tinggi dengan asumsi biaya wisuda dan SPP tiap semesternya tetap dan seharusnya totalnya
sama dengan mahasiswa-mahasiswa lain yang lulus di semester 8. Ini tentu saja tidak sesuai
dengan aturan penetapan BKT yang didasarkan pada prinsip keaktifan.
Sebenarnya kondisi ini, mahasiswa tingkat akhir, serupa dengan mahasiswa yang
mengambil Semester Pendek. Mahasiswa yang mengambil Semester Pendek pun tidak
melakukan praktikum dan tidak menggunakan gedung perkuliahan dengan terlalu sering. Pada
sistem pembayaran biaya perkuliahan untuk mahasiswa Semester Pendek (SP) yang diterapkan
di ITB pun menggunakan sistem biaya per SKS. Biaya yang ditetapkan pada semester pendek
adalah Rp 300.000, 00 per SKS semenjak angkatan 2011. Dengan kondisi tersebut, maka
sistem pengganti yang kami ajukan untuk mahasiswa yang memiliki beban UKT, rentang Rp
4.000.000 – Rp 20.000.000, dapat menggunakan sistem biaya per SKS seperti yang
diberlakukan pada Semester Pendek untuk Tugas Akhir.
Ketidaktepatan dalam kebijakan UKT untuk semester 9 keatas tersebut tidak hanya
sampai di situ. Terdapat kategori lain yang merasakan ketidakadilan yaitu kategori mahasiswa
yang menyisakan SKS Tugas Akhir dan / atau beberapa SKS mata kuliah lain yang jumlahnya
tidak sebanyak mahasiswa semester 1 – 8 lainnya dan harus membayar penuh UKT-nya. Ini
disebabkan berbagai alasan seperti yang telah dijelaskan pada bagian Analisis Kondisi di atas.
Terdapat alasan-alasan yang kuat, tak dapat dihindarkan, dan beberapa berdampak baik untuk
nama ITB sendiri tetapi belum diakomodasi dan didukung terutama dari sistem biaya
pendidikannya. Maka dari itu seharusnya terdapat sistem pengganti lain yang bisa
menggantikan dengan alasan sama dengan mahasiswa yang hanya mengambil SKS Tugas
Akhir.
Sistem pengganti yang diusulkan di sini hampir sama dengan mahasiswa semester 9
keatas yang hanya mengambil SKS Tugas Akhir yaitu dilakukan per SKS. Bedanya adalah,
karena terdapat kemung kinan masih adanya praktikum, kasus-kasus tertentu yang belum
tercakup di biaya SKS tersebut, serta biaya administrasi ataupun operasional yang berbeda tiap
Program Studi, maka perlu dilakukan verifikasi dari tiap Program Studi. Jadi perhitungannya
disesuaikan untuk tiap Program Studi, bukan menggunakan kebijakan yang dikenakan merata
untuk semua mahasiswa terkait seperti yang terjadi saat ini. Sistem ini telah dilakukan di
Universitas Brawijaya.
Selain itu, untuk menghindari isu-isu yang tidak benar beredar dan menciptakan
atmosfer pendidikan di kampus yang kondusif, maka kami harapkan perlu untuk lebih
memberlakukan transparansi terhadap segala biaya operasional, administrasi, dan biaya-biaya
lain yang digunakan terutama pada semester 9 keatas serta bagaimana alokasi dari sistem
penarikan UKT saat ini yaitu setengah UKT untuk mahasiswa semester 9 keatas yang hanya
12
mengambil SKS Tugas Akhir dan yang mengambil SKS lain selain atau bersamaan dengan
SKS Tugas Akhir. Ini dibutuhkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa itu sendiri
bagaimana kondisi pembiyaan untuk kebutuhan mereka apabila terdapat defisit. Ini juga
didasarkan pada kedudukan ITB sebagai PTN BH yang harus transparan dan akuntabel dalam
mengelola universitasnya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi.
Untuk kasus yang bersifat khusus, seperti yang terjadi pada Program Studi Arsitektur,
mahasiswa yang telah melaksanakan sidang Tugas Akhir sebelum batas waktu perkuliahan
semester berikutnya (21 Agustus 2017) seharusnya mendapatkan keringanan berupa
penyesuaian Biaya Penyelenggaraan Pendidikan. Penyesuaian yang kami usulkan untuk kasus
ini sesuai dengan Biaya yang ditetapkan pada mahasiswa yang telah menyelesaikan sidang
Tugas Akhir dan hanya menunggu sidang yusdisium yaitu berupa biaya pendaftaran
administrasi saja sebesar Rp 250.000, 00 dan menyerahkan Surat Keterangan Kelulusan
(SKL) sementara yang dikeluarkan oleh pihak Prodi. Apabila mahasiswa yang bersangkutan
telah menyelesaikan periode Kerja Prakteknya, maka mahasiswa tersebut harus segera
menyerahkan Surat Keterangan Kelulusan (SKL) yang sebenarnya ke pihak Direktorat
Keuangan.
13
BAB VI
KEPUTUSAN SIKAP
Berdasarkan analisis kondisi dan kajian yang telah kami lakukan, kami, segenap
anggota Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung, meminta kepada pimpinan ITB agar
dapat menindaklanjuti dengan sungguh-sungguh untuk :
1. Menghapuskan tanggal batas akhir pengumpulan Surat Keterangan Lulus (SKL) bagi
mahasiswa yang akan wisuda pada semester yang sama sehingga biaya yang dibayarkan
adalah Rp 250.000.
2. Menerapkan kebijakan pembayaran Rp 250.000 bagi mahasiswa yang mengambil nol
sks.
3. Menerapkan kebijakan pembayaran 50% dari BPP yang ditetapkan bagi mahasiswa
yang melebihi 8 semester dan mengambil SKS maksimal 10 per semesternya seperti
kebijakan pada periode Semester Pendek.
4. Menerapkan kebijakan pembayaran 100% dari BPP yang ditetapkan bagi mahasiswa
yang melebihi 8 semester dan mengambil SKS melebihi 10 SKS per semesternya.
Demikian permintaan ini kami sampaikan. Tidak ada sikap tendensi dan kepentingan
apapun selain kepentingan bersama untuk membangun institusi ini menjadi institusi yang lebih
baik.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Presentasi Menristekdikti. 2014. Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi.
2. Presentasi Menristekdikti. 2012. Bantuan Operasional PTN (Transisi Menuju UKT).
3. Presentasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Dasar Perhitungan Model ABC UKT.
15