1* 2
Irham dan Kurniati
1,2
Staf Pengajar Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln B. Aceh – Medan KM 280 Buketrata Lhokseumawe
*
Email : irham.teluk@yahoo.com
Abstrak
Pendahuluan
Sungai Krueng Pase merupakan salah satu sungai yang berpotensi besar untuk
pengembangan sektor pertanian dan pengembangan sektor kearian lainnya. Saat ini di
Sungai Krueng Pase akan dibangun bendung baru dan juga rencana pembangunan
waduk keliling. Sebagai sungai yang berpotensial, maka Sungai Krueng Pase tidak
terlepas dari pengamatan semua masyarakat Aceh, yang sangat mengharapkan
adanya perhatian pemerintah tentang keadaan situasi Sungai Krueng Pase.
Sungai Krueng Pase mengalir melintasi Proyek vital Mobil Oil and Co, dan wilayah
Kecamatan Samtalira Aron. Dalam pengalirannya, penampang melintang sungai
menyempit pada perlintasan/ persilangan jalan Mobil Oil and Co. Hal ini diakibatkan
oleh posisi abutment jembatan menjorok kearah penampang sungai. Penyempitan
yang terjadi yakni dari penampang normal 25,4 meter sampai berubah menjadi 13,5
meter pada as jembatan. Adapun penyempitan penampang sungai berjarak 90,13
126
Prosiding SNYuBe 2013
meter, dimulai dari sebelum dan sesudah jembatan (berada pada as jembatan), kondisi
alirannya disajikan pada Gambar 1. Setelah itu penampang sungai normal kembali
dengan lebar penampang 25,4 meter. Linning sungai pada lokasi penyempitan terbuat
dari massa blok beton dan dasarnya diperkuat dengan tiang pancang beton.
Metode Penelitian
Kecepatan aliran rata-rata pada suatu penampang basah sungai diperoleh dari hasil
pengukuran kecepatan alir dibeberapa vertikal. Rerata kecepatan alir pada suatu
127
Prosiding SNYuBe 2013
1. Metode satu titik. Pengukuran kecepatan aliran dengan metode satu titik
dilaksanakan pada kedalaman 0.6 D atau 0.2 D (D = kedalaman sungai)
a. Pada 0.6 D dilakukan apabila kedalaman aliran berkisar antara 0.25-0.75 m
V = V 0.6 (1)
b. Pada 0.2 dilakukan apabila terjadi banjir atau kecepatan aliran sangat tinggi
sehingga pengukuran pada titik 0.6 D tidak dapat dilakukan.
Kecepatan rerata pada setiap vertikal dengan rumus :
V = C x V0.2 (2)
Keterangan :
V = Kecepatan aliran rata-rata (m/detik)
V0.6 = Kecepatan aliran pada 0.6 kedalaman (m/detik)
V0.2 = Kecepatan aliran pada 0.2 kedalaman (m/detik)
C = Konstanta yang ditentukan dengan kalibrasi
2. Metoda dua titik. Pengukuran kedalaman aliran dengan metoda dua titik
dilaksanakan pada kedalaman 0.2 D dan 0.8 D dari permukaan air. Rerata
kecepatan aliran diperoleh dengan rumus
:
V0.2 V0.8
V= (3)
2
Cara ini dianjurkan tidak digunakan pada sungai yang kedalamannya kurang dari 0.75
meter. Menurut [3], rumus Manning dinilai sebagai rumus yang paling baik serta
dikenal secara meluas di bidang hidraulika, dan banyak digunakan dalam perhitungan
saluran terbuka [3]. Rumusan kecepatan yang dikembangkan oleh Manning [2],
dijabarkan sebagai ;
Keterangan :
V = Kecepatan rerata aliran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning (tanpa dimensi)
R = jejari hidraulika (m)
S = Kemiringan memanjang
128
Prosiding SNYuBe 2013
hv h hv k(hv)
S= (5)
L L
Keterangan :
S = Kemiringan memanjang saluran
hf = Kehilangan energi karena gesekan (m)
L = Panjang bagian sungai (m)
h = Beda elevasi muka air
hf = Beda tinggi kecepatan
k = Koefisien kehilangan energi
Pada beberapa buku literatur dilaporkan antara lain dari Chow [2]; bahwa koefisien
kekasaran saluran alam berdasarkan koefisien Manning berkisar antara 0.025 sampai
dengan 0.15. Sementara itu Chay Asdak, melaporkan hasil penelitian dari Gray, bahwa
angka kekasaran saluran alam berkisar antara 0.03 sampai 0.20. Angka diatas
menunjukkan bahwa semakin besar angkanya maka hambatan saluran semakin besar,
demikian pula sebaliknya [1]. Disamping itu, faktor yang mempengaruhi koefisien
kekasaran Manning antara lain ; kekasaran permukaan, tetumbuhan, ketidakteraturan
saluran, trase saluran, pengendapan dan pengerasan, hambatan, ukuran dan bentuk
saluran serta taraf air dan debit [2] dan [5].
Untuk menentukan aliran kritis pada daerah penyempitan, perlu dikontrol terhadap
bilangan Froude Number (Fr). Untuk itu menurut Chow [2] :
(6)
√
Keterangan :
Fr = Bilangan Froude
V = Kecepatan rata-rata, m/det
g = gravitasi bumi, diambil 9,81 m/det2
h = tinggi kedalaman air tiap meter panjang , m
Lokasi penelitian ditetapkan pada Sungai Krueng Pase, pada persilangan jalan pada
jembatan Mobil oil. Pada persilangan ini penampang sungai menyempit sepanjang
90.13 meter. Sedangkan penampang melintang sungai normal 25,4 meter
(Penampang A). Penyempitan terjadi secara linier dari bagian normal menjadi bagian
yang sempit sepanjang 90,13 meter. Lebar penyempitan yang terjadi sepanjang 13.50
meter (Penampang B), setelah kondisi tersebut penampang sungai kembali normal
lagi selebar 25,40 meter (Penampang C). Gambar situasi penyempitan Sungai
Krueng Pase diperlihatkan pada sketsa pada Gambar 2.
129
Prosiding SNYuBe 2013
Suction
concrete block
Security Post
To. Point A
To. Bukit Indah Pipeline Road
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa, dari arah hulu mendekati jembatan nilai bilangan
Froude 0.17, kemudian mendadak membesar menjadi 0.44 pada as jembatan,
kemudian terjadi terjunan pada hilir jembatan menyebabkan nilai Forude sedikit
menurun menjadi 0.37. Perubahan nilai bilangan Froude yang mendadak ini juga
menimbulkan suara bising berhubung terjadi kecepatan naik secara mendadak dan
pukulan air pada dasar sungai meningkat.
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, ada beberapa kejadian pada penyempitan
penampang aliran, antara lain :
a. Pengecilan penampang pada alur sungai, mengakibatkan penambahan
kecepatan aliran. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1, bahwa pengecilan
penampang bermula pada kecepatan 0.777 m/det dan meningkat menjadi
130
Prosiding SNYuBe 2013
1.753 m/det, dan pada posisi mendekati penampang normal sungai pada
bagian hilir kecepatan menurun sedikit menjadi 1.543 m/det.
b. Akibat penyempitan penampang aliran, dengan serta merta akan meningkat
angka kekasaran manning. Akhirnya akan dapat meningkatkan tinggi aliran,
dengan demikian elevasi jembatan pada penampang ini harus lebih ditinggikan
dari perkiraan berdasarkan penampang normal.
c. Nilai bilangan Froudenya berada lebih kecil dari 1. Ini berarti terjadi perubahan
energy pada aliran yang menyempit, sehingga menyebabkan terjadinya
loncatan air yang menyebabkan gerusan lokal.
Kesimpulan
Referensi
[1] Chay Asdak, 1995, Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Cetakan pertama,
Gajah Mada Universitas Press, Jogjakarta.
[2] Chow, 1989, Hidroulika Saluran Terbuka, Terjemahan Suyatman, dkk, Erlangga, Jakarta.
[3] Soewarno, 1991, Hidrologi-Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri),
Nova, Bandung.
[4] Daugherty, R.L, Ingersol, 1954, Fluid Mechanic, Mc. Grow hill Book Co, New York
[5] Departemen Pekerjaan Umum, 1987, Pedoman Perencanaan Hidrologi dan Hidrolika
untuk Bangunan di Sungai, SNI No. 1724-1989-F, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta.
[6] Henderson, F, M, 1966, Open Channel Flow, Mc Milan Publishing Co. Inc. New
York.
131