Anda di halaman 1dari 6

Prosiding SNYuBe 2013

DAMPAK PENYEMPITAN PENAMPANG SUNGAI TERHADAP


KONDISI ALIRAN
(Studi Kasus Pada Sungai Krueng Pase)

1* 2
Irham dan Kurniati

1,2
Staf Pengajar Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln B. Aceh – Medan KM 280 Buketrata Lhokseumawe
*
Email : irham.teluk@yahoo.com

Abstrak

Perancangan penampang sungai yang stabil sangatlah menentukan kelancaran


dari aliran sungai tersebut. Sungai Krueng Pase sebagai salah satu sungai sumber
air baku telah mengalami perubahan kondisi penampang aliran. Pada saat ini
terdapat penyempitan pada beberapa titik. Titik ini akan mempengaruhi pola aliran
yang dilewatinya. Penyempitan penampang sungai ini dapat menyebabkan
terjadinya perubahan koefisien kekasaran dan angka bilangan Froude. Adapun
tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memberi gambaran tentang besarnya
pengaruh penyempitan penampang pada suatu sungai, yang juga akan
mempengaruhi perubahan kecepatan aliran dan besarnya debit yang melewati
suatu penampang. Pengukuran aliran menggunakan alat ukur arus (current meter)
tipe valeport BMF 002. Metode perhitungan pada pengukuran lapangan
didasarkan pada Pedoman Perencanaan Hidrologi dan Hidrolika untuk bangunan
di sungai Departemen Pekerjaan Umum. Berdasarkan hasil dari pengukuran
diketahui adanya dampak yang timbul bagi Sungai Krueng Pase pada jembatan
MOI, adanya perubahan yang besar dari nilai koefisien kekasaran Manning dan
Bilangan Froude. Bilangan Froude sebelum penyempitan 0,17 dan pada lokasi
penyempitan terjadi terjunan air bilangan Froude menjadi 0,44. Perubahan yang
mendadak tersebut akan menyebabkan terjadinya gerusan pada dasar sungai dan
sisi sungai bagian hilir di sekitar jembatan. Rumah pompa yang ada di sekitar hilir
terjunan sebaiknya dipindahkan karena kondisi aliran mendekati kritis dan banyak
mengandung sedimen akibat gerusan dasar.

Kata Kunci: Penyempitan Penampang, Sungai Krueng Pase, Bilangan Froude.

Pendahuluan

Sungai Krueng Pase merupakan salah satu sungai yang berpotensi besar untuk
pengembangan sektor pertanian dan pengembangan sektor kearian lainnya. Saat ini di
Sungai Krueng Pase akan dibangun bendung baru dan juga rencana pembangunan
waduk keliling. Sebagai sungai yang berpotensial, maka Sungai Krueng Pase tidak
terlepas dari pengamatan semua masyarakat Aceh, yang sangat mengharapkan
adanya perhatian pemerintah tentang keadaan situasi Sungai Krueng Pase.

Sungai Krueng Pase mengalir melintasi Proyek vital Mobil Oil and Co, dan wilayah
Kecamatan Samtalira Aron. Dalam pengalirannya, penampang melintang sungai
menyempit pada perlintasan/ persilangan jalan Mobil Oil and Co. Hal ini diakibatkan
oleh posisi abutment jembatan menjorok kearah penampang sungai. Penyempitan
yang terjadi yakni dari penampang normal 25,4 meter sampai berubah menjadi 13,5
meter pada as jembatan. Adapun penyempitan penampang sungai berjarak 90,13

126
Prosiding SNYuBe 2013

meter, dimulai dari sebelum dan sesudah jembatan (berada pada as jembatan), kondisi
alirannya disajikan pada Gambar 1. Setelah itu penampang sungai normal kembali
dengan lebar penampang 25,4 meter. Linning sungai pada lokasi penyempitan terbuat
dari massa blok beton dan dasarnya diperkuat dengan tiang pancang beton.

Gambar 1. Penyempitan Sungai Krueng Pase pada


Jembatan MOI

Berdasarkan rumus kecepatan yang dikembangkan oleh Robert Manning , bahwa


akibat hambatan dapat menyebabkan perubahan koefisien kekasaran saluran dan
bilangan Froude [1]. Selain dari pada itu, hambatan dapat menyebabkan penggerusan
pada dasar saluran bila kemiringan meningkat. Apabila hal ini terjadi, maka kedalaman
saluran akan semakin meningkat dan bahaya penggerusan pada penampang saluran
serta bahaya banjir akan semakin meningkat pula. Maka tulisan ini mencoba untuk
mempelajari perilaku sebenarnya dari aliran sungai yang menyempit, dalam hal ini
dapat mengakibatkan variasi dari kosfisien kekasaran Manning dan bilangan Forude
pada penampang sungai.

Metode Penelitian

Peninjauan kepustakaan yang berkaitan dengan artikel ini meliputi : Pengkuran


penampang sungai, pengukuran kecepatan aliran, penentuan harga kecepatan dan
besaran “n”, serta penentuan bilangan Froud number. Pengukuran penampang sungai
haruslah meliputi penentuan lebar dan kedalam dari penampang sungai. Pengukuran
lebar sungai dilaksanakan dengan alat ukur panjang (metband). Jenis alat ukur
panjang yang digunakan harus sesuai dengan lebar penampang dan sarana yang
tersedia. Jarak setiap vertikal pada penampang, diukur dari titik tetap pada tebing
sungai. Pengukuran dilakukan dengan merawas atau dengan perahu. Penguran
kedalaman sungai dilaksanakan dengan alat ukur kedalaman seperti bak ukur atau
jalon. Jarak setiap vertikal diusahakan serapat mungkin, agar debit setiap subbagian
penampang tidak lebih dari seperlima bagian debit seluruh penampang.
Bila bak atau jalon tidak dapat digunakan, maka dapat dipakai kabel duga dengan
pemberat. Pengukuran kedalaman dengan menggunakan kabel pemberat diperlukan
koreksi kedalaman, apabila posisi kabel duga membuat sudut lebih 5 derajat dari garis
vertikal [2]..

Kecepatan aliran rata-rata pada suatu penampang basah sungai diperoleh dari hasil
pengukuran kecepatan alir dibeberapa vertikal. Rerata kecepatan alir pada suatu

127
Prosiding SNYuBe 2013

vertical adalah kecepatan aliran dibeberapa titik kedalaman penampang melintang


sungai. Kecepatan aliran diukur dengan alat ukur kecepatan (current meter). Disetiap
titik kedalaman, laju aliran dihitung berdasarkan jumlah putaran baling-baling selama
periode waktu yang telah ditentukan. Distribusi kecepatan aliran pada suatu vertikal
dianggap berbentuk parabola. Berdasarkan anggapan tersebut mak rerata kecepatan
aliran di suatu vertikal hanya di ukur pada beberapa titik, dan kemudian dihitung
hasilnya secara matematika. Pengukuran dilaksanakan dengan metode satu titik dan
dua titik [2]., yaitu;.

1. Metode satu titik. Pengukuran kecepatan aliran dengan metode satu titik
dilaksanakan pada kedalaman 0.6 D atau 0.2 D (D = kedalaman sungai)
a. Pada 0.6 D dilakukan apabila kedalaman aliran berkisar antara 0.25-0.75 m

V = V 0.6 (1)

b. Pada 0.2 dilakukan apabila terjadi banjir atau kecepatan aliran sangat tinggi
sehingga pengukuran pada titik 0.6 D tidak dapat dilakukan.
Kecepatan rerata pada setiap vertikal dengan rumus :

V = C x V0.2 (2)

Keterangan :
V = Kecepatan aliran rata-rata (m/detik)
V0.6 = Kecepatan aliran pada 0.6 kedalaman (m/detik)
V0.2 = Kecepatan aliran pada 0.2 kedalaman (m/detik)
C = Konstanta yang ditentukan dengan kalibrasi

2. Metoda dua titik. Pengukuran kedalaman aliran dengan metoda dua titik
dilaksanakan pada kedalaman 0.2 D dan 0.8 D dari permukaan air. Rerata
kecepatan aliran diperoleh dengan rumus
:
V0.2  V0.8
V= (3)
2

Cara ini dianjurkan tidak digunakan pada sungai yang kedalamannya kurang dari 0.75
meter. Menurut [3], rumus Manning dinilai sebagai rumus yang paling baik serta
dikenal secara meluas di bidang hidraulika, dan banyak digunakan dalam perhitungan
saluran terbuka [3]. Rumusan kecepatan yang dikembangkan oleh Manning [2],
dijabarkan sebagai ;

V = 1/n R2/3 S1/2 (4)

Keterangan :
V = Kecepatan rerata aliran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning (tanpa dimensi)
R = jejari hidraulika (m)
S = Kemiringan memanjang

Untuk mendapatkan kemiringan memanjang saluran, dipakai pendekatan berupa


kemiringan garis energy. Kemiringan garis energi yang digunakan pada persamaan
Manning diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut [2]:

128
Prosiding SNYuBe 2013

hv h  hv  k(hv)
S=  (5)
L L
Keterangan :
S = Kemiringan memanjang saluran
hf = Kehilangan energi karena gesekan (m)
L = Panjang bagian sungai (m)
h = Beda elevasi muka air
hf = Beda tinggi kecepatan
k = Koefisien kehilangan energi

Pada beberapa buku literatur dilaporkan antara lain dari Chow [2]; bahwa koefisien
kekasaran saluran alam berdasarkan koefisien Manning berkisar antara 0.025 sampai
dengan 0.15. Sementara itu Chay Asdak, melaporkan hasil penelitian dari Gray, bahwa
angka kekasaran saluran alam berkisar antara 0.03 sampai 0.20. Angka diatas
menunjukkan bahwa semakin besar angkanya maka hambatan saluran semakin besar,
demikian pula sebaliknya [1]. Disamping itu, faktor yang mempengaruhi koefisien
kekasaran Manning antara lain ; kekasaran permukaan, tetumbuhan, ketidakteraturan
saluran, trase saluran, pengendapan dan pengerasan, hambatan, ukuran dan bentuk
saluran serta taraf air dan debit [2] dan [5].

Untuk menentukan aliran kritis pada daerah penyempitan, perlu dikontrol terhadap
bilangan Froude Number (Fr). Untuk itu menurut Chow [2] :

(6)

Keterangan :
Fr = Bilangan Froude
V = Kecepatan rata-rata, m/det
g = gravitasi bumi, diambil 9,81 m/det2
h = tinggi kedalaman air tiap meter panjang , m

Pengukuran dan pelaksanaan penelitian dilaksanakan di lapangan. Tata laksana


pengukuran berdasarkan Pedoman Perencanaan Hidrologi dan Hidrolika untuk
bangunan di sungai [4]. Pengukuran kecepatan aliran dilaksanakan secara langsung
yaitu menggunakan alat ukur current meter. Pengukuran dilaksanakan pada kondisi air
banjir. Pengukuran penampang sungai berupa pengukuran penampang melintang, dan
kemiringan memanjang sungai dilakukan dengan menggunakan alat ukur water pass.
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka akan ditentukan besaran koefisien
kekasaran Manning pada kondisi penyempitan penampang sungai dan angka Froude
yang terjadi.

Hasil dan Pembahasan

Lokasi penelitian ditetapkan pada Sungai Krueng Pase, pada persilangan jalan pada
jembatan Mobil oil. Pada persilangan ini penampang sungai menyempit sepanjang
90.13 meter. Sedangkan penampang melintang sungai normal 25,4 meter
(Penampang A). Penyempitan terjadi secara linier dari bagian normal menjadi bagian
yang sempit sepanjang 90,13 meter. Lebar penyempitan yang terjadi sepanjang 13.50
meter (Penampang B), setelah kondisi tersebut penampang sungai kembali normal
lagi selebar 25,40 meter (Penampang C). Gambar situasi penyempitan Sungai
Krueng Pase diperlihatkan pada sketsa pada Gambar 2.

129
Prosiding SNYuBe 2013

New Concrete Pile


Pump House
Water

Suction

concrete block
Security Post

To. Point A
To. Bukit Indah Pipeline Road

Gambar 2. Situasi Penyempitan Sungai Krueng Pase, dijembatan Mobil Oil


(tanpa skala).

Kemiringan memanjang sungai diukur pada lokasi yang mengalami penyempitan


sepanjang 90.13 meter. Dari hasil pengukuran dengan water pass diperoleh elevasi
penampang A + 10.022 dan penampang C + 8.618 maka kemiringan memanjang
saluran (10,022-8,618)/90,13 = 0,0156.

Hasil pengukuran pada potongan penampang sungai A (bagian hulu), potongan


penampang sungai B (bagian penyempitan pada lokasi jembatan), dan potongan
penampang sungai C (bagian hilir), disajikan pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Karakteristik Aliran pada Sungai Krueng Pase

Luas Basah Kemiringan Kecepatan Koefisien Angka


Penampang 2
(A) m Rata2 (S) (V) m/det n Froude
A 50,85 0,0156 0,777 0,026 0,17
B 22,35 0,0156 1,753 0,092 0,44
C 23,908 0,0156 1,543 0,109 0,37

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa, dari arah hulu mendekati jembatan nilai bilangan
Froude 0.17, kemudian mendadak membesar menjadi 0.44 pada as jembatan,
kemudian terjadi terjunan pada hilir jembatan menyebabkan nilai Forude sedikit
menurun menjadi 0.37. Perubahan nilai bilangan Froude yang mendadak ini juga
menimbulkan suara bising berhubung terjadi kecepatan naik secara mendadak dan
pukulan air pada dasar sungai meningkat.

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, ada beberapa kejadian pada penyempitan
penampang aliran, antara lain :
a. Pengecilan penampang pada alur sungai, mengakibatkan penambahan
kecepatan aliran. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1, bahwa pengecilan
penampang bermula pada kecepatan 0.777 m/det dan meningkat menjadi

130
Prosiding SNYuBe 2013

1.753 m/det, dan pada posisi mendekati penampang normal sungai pada
bagian hilir kecepatan menurun sedikit menjadi 1.543 m/det.
b. Akibat penyempitan penampang aliran, dengan serta merta akan meningkat
angka kekasaran manning. Akhirnya akan dapat meningkatkan tinggi aliran,
dengan demikian elevasi jembatan pada penampang ini harus lebih ditinggikan
dari perkiraan berdasarkan penampang normal.
c. Nilai bilangan Froudenya berada lebih kecil dari 1. Ini berarti terjadi perubahan
energy pada aliran yang menyempit, sehingga menyebabkan terjadinya
loncatan air yang menyebabkan gerusan lokal.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini, antara lain :


1. Akibat penyempitan penampang dapat mengakibatkan penambahan kecepatan
yang mendadak dari 0,777 m/det menjadi 1,753 m/det, dan hambatan koefisien
manning pada aliran bertambah dari 0, 024 menjadi 0,19 .
2. Akibat penyempitan penampang, nilai bilangan Froude meningkat tajam dari
0,17 menjadi 0,44, dan menyebabkan adanya pergerakan aliran air yang dapat
menimbulkan penggerusan pada sisi dasar dan tebing sungai bagian hilir.
3. Terjadinya suara bising yang mengganggu warga sekitar lokasi sungai akibat
terjunan aliran akibat penyempitan penampang pada saat air masimum/air banjir.

Referensi

[1] Chay Asdak, 1995, Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Cetakan pertama,
Gajah Mada Universitas Press, Jogjakarta.

[2] Chow, 1989, Hidroulika Saluran Terbuka, Terjemahan Suyatman, dkk, Erlangga, Jakarta.

[3] Soewarno, 1991, Hidrologi-Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri),
Nova, Bandung.

[4] Daugherty, R.L, Ingersol, 1954, Fluid Mechanic, Mc. Grow hill Book Co, New York

[5] Departemen Pekerjaan Umum, 1987, Pedoman Perencanaan Hidrologi dan Hidrolika
untuk Bangunan di Sungai, SNI No. 1724-1989-F, Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta.

[6] Henderson, F, M, 1966, Open Channel Flow, Mc Milan Publishing Co. Inc. New
York.

131

Anda mungkin juga menyukai