Reaksi hipersensitifitas tipe 1 timbul segera setelah adanya pajanan dengan alergen.
Reaksi ini dapat terjadi dalam hitungan menit setelah terjadi kombinassi antigen dengan
antibodi yang terikat pada sel mast pada individu yang telah tersensitisasi terhadap antigen.
Reaksi ini seringkali disebut sebagai alergi dan antigen yang berperan disebut sebagai
alergen. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon imun berupa
produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, urtiakria, asma dan dermatitis atopi.
Reaksi ini disebut sebagai anafilaktik yang bermakna jauh dari perlindungan. Juga,
Sementara itu, ada istilah atopi yang sering digunakan untuk merujuk pada reaksi
hipersensitifitas tipe I yang berkembang secara lokal terhadap bermacam alergen yang
Penderita atopi memiliki kadar IgE yang lebih tinggi dan produksi IL-4 yang lebih
banyak dibandingkan populasi umum. Gen yang kemungkinan terlibat dikode sebagai 5q31
yang mengkode sitokin berupa IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan GM-CSF. Juga gen 6p yang
Hipersensitifitas tipe I memiliki dua fase utama yaitu reaksi inisial atau segera yang
ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran vaskular, tergantung pada lokasi, spasme otot polos
atau sekresi glandular. Perubahan tersebut terjadi dalam 5 sampai 30 menit sesudah
eksposure dan menghilang dalam 60 menit. Selanjutnya, seperti pada rinitis alergi dan asma
bronkial, dapat terjadi juga reaksi fase lambat yang terjadi dalam 2-24 jam kemudian, tanpa
ada tambahan eksposure antigen dan dapat bertahan dalam beberapa hari. Fase ini ditandai
dengan infiltrasi jaringan oleh eosinofil, netrofil, basofil, monosit, dan sel T CD 4++ serta
Reaksi anafilaktik ini memiliki tiga tahapan utama berupa fase sensitisasi, fase
aktivasi dan fase efektor. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan. Fase
aktivasi merupakan waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen spesifik dan
sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang nantinya akan menimbulkan
reaksi alergi. Hal tersebut terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE. Fase efektor yaitu
waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang
1. Fase sensitasi: yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat
silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) yang terdapat pada permukaan sel mast dan
basofil. Hampir 50% populasi membangkitkan respon IgE terhadap antigen yang
hanya dapat ditanggapi pada permukaan selaput mukosa saluran nafas, selaput
kelopak mata dan bola mata, yang merupakan fase sensitisasi. Namun, hanya 10%
yang menunjuka gejala klinis setelah terpapat alergen dari udara. Respom-respon
dan IL-4 yang dihasilkan oleh limfosit CD4+. Individu yang tidak alergi memiliki
kadar IL-4 yang senantiasa rendah karena dipertahankan fungsi sel T supresor
penelanan, atau suntikan sementara IgE sudah dihasilkan, individu tersebut dapat
dianggap telah mengalami sensitisasi. IgE dibuat dalam jumlah tidak banyak dan
cepat terikat oleh mastosit ketika beredar dalam darah. Ikatan berlangsung pada
reseptor di mastosit dan sel basofil dengan bagian Fc dari IgE. Ikatan tersebut
dipertahankan dalam beberapa minggu yang dapat terpicu aktif apabila Fab IgE
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast maupun basofilmelepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh karena ikatan silang antara
antigendengan IgE. Ukuran reaksi lokal kulit terhadap sembaran alergen menunjukan
derajat sensitifitasnya terhadap alergen tertentu. Respon anafilaktik kulit dapat menjadi bukti
kuat bagi pasien bahwa gejala yang dialami sebelumnya disebabkan alergen yang diujikan.
Efektor utama pada hipersensitifitas tipe I adalah mastosit yang terdapat pada jaringan
ikat di sekitar pembuluh darah, dinding mukosa usus dan saluran pernafasan. Selain
mastosit, sel basofil juga berperan.Ikatan Fc IgE dengan molekul reseptor permukaan
mastosit atau basofil mempersiapkan sel tersebut untuk bereaksi bila terdapat ikatan
molekul IgE
atau reseptornya. Anafilatoksin C3a dan C5a yang merupakan aktivasi komplemen
dan berbagai obat seperti kodein, morfin dan bahan kontras juga bisa menyebabkan
reaksi anafilaktoid. Faktor fisik seperi suhu panas, dingin dan tekanan dapat
mengaktifkan mastosit seperti pada kasus urtikaria yang terinduksi suhu dingin.Picuan
perubahan fluiditas membran sebagai akibat dari metilasi fosfolipid yang diikuti
masuknya ion Ca++ dalam sel. Kandungan cAMP dan cGMP berperan dalam regulasi
3. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
Gejala anafilaksis hampir seluruhnya disebabkan oleh bahan farmakologik aktif yang
dilepaskan oleh mastosit atau basofil yang teraktivasi. Terdapat sejumlah mediator
yang dilepaskan oleh mastosit dan basofil dalam fase efektor. Alergen dipresentasikan
B,yang bertindak sebagai faktor pertumbuhan untuk sel mast, serta merekrut dan
R1) yang terdapat pada sel mast dan basofil; begitu sel mast dan basofil
memicu suatu kaskade sinyal intrasel sehingga terjadi pelepasan beberapa mediator
kuat.Mediator primer untuk respons awal sedangkan mediator sekunder untuk fase
lambat.
Mediator Primer
Setelah pemicuan IgE, mediator primer di dalam granula sel mast dilepaskan untuk
memulai tahapan awal reaksi hipersensitivitas tipe 1.Histamine merupakan komponen utama
granul sel mast . histamine yangmerupakan mediator primer yang dilepas akan diikat oleh
reseptornya. Ada 4 reseptor histamine (H1,H2,H3,H4) dengan distribusi yang berbeda dalam
jaringan dan bila berikatan dengan histamine akanmenunjukkan berbagai efek, yaitu
untuk neutrofil dan eosinofil. Mediator lain ditemukan dalammatriks granula dan meliputi
heparin serta protease netral (misalnya,triptase). Protease menghasilkan kinin dan memecah
(misalnya, C3a).
Mediator Sekunder
Mediator ini mencakup dua kelompok senyawa mediator lipid dan sitokin. Mediator
lipid dihasilkan melalui aktivitas fosfolipaseA2, yang memecah fosfolipid membrane sel mast
•Leukotrien berasal dari hasil kerja 5-lipoksigenase pada prekusor asam arakhidonat dan
vasoaktif dan spasmogenik yang dikenal paling poten, agenini beberapa ribu kali lebih aktif
•Prostaglandin D2 adalah mediator yang paling banyak dihasilkan oleh jalur siklooksigenasi
dalam sel mast. Mediator inimenyebabkan bronkospasme hebat serta meningkatkan sekresi
mukus.
trombosit, pelepasan histamindan bronkospasme. Mediator ini juga bersifat kemotaktik untuk
•Sitokin yang diproduksi oleh sel mast (TNF, IL-1, IL-4, IL-5 dan IL-6) dan kemokin
mengaktivasi berbagai macam sel radang. TNF merupakanmediator yang sangat poten dalam
adhesi, emigrasi, dan aktivasi leukosit. IL-4 juga merupakan faktor pertumbuhan sel mastdan
diperlukan untuk mengendalikan sintesis IgE oleh sel B. IL-5 mengaktifkan eosinofil.
Secara ringkas, berbagai senyawa kemotaksis, vasoaktif, dan bronkospasme
memerantai reaksi hipersensitivitas tipe 1.Beberapa senyawa ini dilepaskan secara cepat dari
sel mast yang tersensitasi dan bertanggung jawab terhadap reaksi segera yanghebat yang
berhubungan dengan kondisi seperti anafilaksis sistemik. Senyawa lain, seperti sitokin,
bertanggung jawab terhadapreaksi fase lambat, termasuk rekrutmen sel radang. Sel radang
yang direkrut secara sekunder tidak hanya melepaskan mediator tambahan, tetapi juga
Manifestasi Klinis
Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal. Sering
kali hal ini ditentukan oleh rute pajanan antigen. Pemberian antigen protein atau obat
(misalnya, bisa lebah atau penisilin) secara sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis
sistemik. Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan
muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritema kulit, diikuti oleh
kesulitan bernafas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi parudan diperkuat dengan
obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua saluran pencernaan dapat
terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dandiare. Tanpa intervensi segera, dapat
kegagalansirkulasi dan kematian dalam beberapa menit.Reaksi lokal biasanya terjadi bila
antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai jalur pemajanannya, seperti di
atau paru (inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi). Bentuk umum alergi kulit, hay fever,
serta bentuk tertentu asma merupakan contoh reaksi anafilaktik yangterlokalisasi. Kerentanan
terhadap reaksi tipe 1 yang terlokalisasi sepertinya dikendalikan secara genetic dan istilah
keluarga yang menderita kondisi serupa. Dasar genetic atopi belum dimengerti secara jelas,
namun suatu studi menganggap adanya suatu hubungan dengan gen sitokin pada kromosom
2010.p.370-83.
2. Kumar, Abbas, Fausto. Robbins and Cotran: Pathologic basis of disease. 7th
2010.
4. Abbas AK, Lichtman AH Pilai S. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed.