Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kultur jaringan tumbuhan merupakan salah satu teknik serta usaha untuk
pengembangan tanaman secara vegetatif untuk perbanyakan masal dalam waktu
yang relatif singkat. Kultur jaringan merupakan usaha untuk mengisolasi,
menumbuhkan dan meregenerasi protoplas, sel, jaringan dan organ tanaman
dalam keadaan aseptis di dalam media yang kaya nutrisi (Gunawan, 2006).
Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah
aklimatisasi planlet. Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke
media aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi tinggi,
kemudian secara berangsur-angsur kelembabannya diturunkan dan intensitas
cahayanya dinaikkan (Yusnita 2003)
Praktikum aklimatisasi anggrek ini menggunakan bibit anggrek (Dendrobium
sp.). Media yang digunakan adalah arang dan pakis dan diaklimatisasi selama 5
hari. Aklimatisasi anggrek ini diharapkan tanaman tidak terserang jamur dan
pertumbuhannya baik.
B. Tujuan
1. Memindahkan bibit anggrek (Dendrobium sp.) dari dalam botol ke kom-pot
II. TINJAUAN PUSTAKA

Tahapan akhir dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah
aklimatisasi planlet. Aklimatisasi dilakukan dengan memindahkan planlet ke media
aklimatisasi dengan intensitas cahaya rendah dan kelembapan nisbi tinggi, kemudian
secara berangsur-angsur kelembapannya diturunkan dan intensitas cahayanya
dinaikkan (Yusnita 2003). Tahap ini merupakan tahap yang kritis karena kondisi
iklim di rumah kaca atau rumah plastik dan di lapangan sangat berbeda dengan
kondisi di dalam botol kultur. Menurut Febrianto, dkk. (2015), Aklimatisasi
merupakan proses penyesuaian peralihan lingkungan dari kondisi heterotrof ke
lingkungan autotrof pada planlet tanaman yang diperoleh melalui teknik in vitro.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan planlet selama tahap aklimatisasi
adalah media tanam, intensitas cahaya, kelembaban dan suhu ruang. Beberapa syarat
media aklimatisasi antara lain memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, aerasi
yang baik untuk memudahkan pertumbuhan akar dan tidak mudah ditumbuhi jamur.
Menurut Endin (2013) Teknik yang paling baik untuk aklimatisasi adalah
mengacu pada perubahan suhu dan kelembaban yang lebih rendah, tingkat
pencahayaan yang lebih tinggi dan adaptasi terhadap lingkungan yang tidak aseptik.
Proses aklimatisasi dapat dimulai ketika planlet masih dalam kondisi in vitro yang
ditunjukkan dengan telah keluarnya akar atau akar serabut khusus untuk jenis
tertentu, misalnya tanaman cendana. Plantlet yang akan diaklimatisasi khususnya
bagian akarnya harus dicuci; dibersihkan dari media tumbuh (agar) dan zat-zat hara
yang terdapat pada media ; selanjutnya direndam dengan larutan fungisida selama 2-3
menit, sehingga diharapkan dapat menekan pertumbuhan organisme penyebab
cendawan/jamur. Untuk menjaga agar kelembaban udara tetap stabil, plantlet yang
telah ditanam dalam media tanah ditutup dengan plastik bening, setelah dua minggu
plastik penutup digunting ujungnya sedikit demi sedikit hingga tanaman tersebut
sepenuhnya terbuka dan siap untuk dipindahkan ke persemaian. Adapun hal-hal yang
harus diperhatikan pada tahap aklimatisasi, adalah sebagai berikut :
Menurut Endin (2013) Secara umum faktor yang mempengaruhi keberhasilan
aklimatisasi adalah :

1. Kelembaban
Mempertahankan kelembaban relatif yang tinggi untuk beberapa hari pertama
setelah aklimatisasi merupakan hal yang penting untuk meningkatkan daya hidup
planlet. Penurunan kelembaban dan penurunan intensitas cahaya harus selambat
mungkin dilakukan untuk membentuk tanaman yang makin kuat sehingga
tanaman tidak stres. Beberapa teknik mendapatkan kelembaban yang sesuai
adalah dengan menggunakan sistem penutupan dengan kantong plastik bening
(sungkup), sistem ini terbukti lebih baik dan relatif murah dan mudah dalam
pengerjaannya.
2. Cahaya
Pada kondisi in vitro, tanaman disinari pada tingkat cahaya yang rendah.
Bila tanaman langsung dipindahkan pada kondisi dengan tingkat cahaya yang
tinggi maka daun akan menjadi kering seperti terbakar. Untuk itu pada saat
tanaman diaklimatisasi perlu diberikan naungan. Naungan akan mengurangi
transpirasi dan kelebihan cahaya yang dapat merusak molekul klorofil. Setelah
beberapa waktu dibawah naungan, tanaman secara perlahan-lahan dipindahkan
ke kondisi pencahayaan sebenarnya dimana tanaman akan ditanam. Menurut
Santoso dan Nursadi (2004), jika intensitas cahaya rendah dan suhu rendah maka
pertumbuhan tanaman terhambat. Namun jika intensitas cahaya tinggi dan suhu
tinggi maka akan menekan daya kerja auksin dan tinggi tanaman dapat
terhambat.
3. Temperatur Kondisi di ruang aklimatisasi (rumah kaca) diusahakan mempunyai
suhu berkisar antara 25o – 30o C. Pengaturan suhu dapat juga dilakukan dengan
melakukan penyiraman, fentilasi terkontrol dan sistem pengkabutan.
Anggrek (Dendrobium sp.) merupakan salah satu anggrek yang berpotensi untuk
terus dikembangkan karena memiliki beragam jenis bentuk, warna dan ukurannya.
Dendrobium adalah anggrek yang bersifat epifit, yang hidupnya menempel pada
batang, dahan, atau ranting pohon yang sudah mati menempel pada medianya
sebagian menjuntai bebas di udara. Anggrek juga dapat menempel pada pohon yang
masih hidup tanpa mengganggu pertumbuhan inangnya. Fungsi utama media tanam
anggrek terutama untuk menopang tegaknya tanaman sehingga suplai hara yang
utama diberikan melalui daun (Andalasari dkk., 2014).
Media tumbuh yang baik bagi anggrek (family Orchidaeae) harus memenuhi
beberapa persyaratan, antara lain tidak cepat melapuk dan terdekomposisi, tidak
menjadi sumber penyakit bagi tanaman, mempunyai aerasi dan draenase yang baik
secara lancar, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara optimal, dapat
mempertahankan kelembaban di sekitar akar, untuk pertumbuhan anggrek
dibutuhkan pH media 5-6, ramah lingkungan serta mudah di dapat dan relatif murah
harganya (Wardani, dkk., 2012)
Tanaman atau plantlet yang tumbuh secara in vitro tanaman memerlukan
suatu tahap aklimatisasi. Dalam aklimatisasi, media tanam menjadi salah satu faktor
penentu keberhasilan dari setiap pertumbuhan anggrek karena media tumbuh sebagai
tempat berpijak akar anggrek. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah
tidak sama, diIndonesia media tumbuh untuk anggrek yang ditanam di dalam pot
umumnya berupa arang, pakis, batubara atau sabut kelapa (Gunawan, 2006).
Habitat asli anggrek cenderung hidup di atas pohon (anggrek epifit), di atas
tanah sisa tumbuhan mati (anggrek terestrik/anggrek tanah) dan diatas humus
(anggrek saprofit). Upaya untuk mendapatkan hasil pertumbuhan yang maksimal bagi
anggrek maka haruslah anggrek tersebut mendapatkan media tanam sesuai dengan
jenisnya masing-masing. Ada berbagai macam jenis media tanam anggrek menurut
Gunawan (2006) yaitu :
1. Arang
Arang yang digunakan haruslah arang yang telah mengalami pembakaran
dengan sempurna dan harus berupa pecahan kecil-kecil. Sifat arang adalah tidak
mengikat air terlalu banyak, karena itu penyiraman harus lebih sering dilakukan.
Arang memiliki banyak keuntungan diantaranya arang tidak mudah lapuk
sehingga penggantian media akan lebih lama dan arang mudah didapatkan dengan
harga yang relatif murah. Khusus untuk arang batok kelapa sangat bagus untuk
digunakan karena bersifat penawar bagi tanaman apabila mengalami kelebihan
pupuk, adanya tannin pada media dan sebagainya.
Arang kayu harus dipecah menjadi potongan kecil sebelum digunakan.
Ukuran pecahan arang tergantung pada ukuran pot yang akan digunakan untuk
menanam. Sifat-sifat media arang kayu antara lain: (1) tahan lama, (2) kurang
mampu mengikat air, (3) mengandung unsur karbon (C), sulfur (S), Fosfor (F),
serta abu, (4) media ini sangat cocok untuk daerah yang mempunyai kelembaban
tinggi. Arang kayu mengandung senyawa karbon yang tinggi yang dapat
merangsang pertumbuhan akar pada anggrek (Diah, 2012).
2. Pakis
Pakis yang digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua warnanya hitam,
kering dan lebih ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan dengan arang,
maka frekuensi penyiraman dapat dikurangi, kerugiannya apabila terlalu sering
disiram pakis cepat lapuk dan mudah mengundang cendawan.
3. Batu bata
Batu bata mudah dijumpai dan harganyapun relatif murah. Batu bata yang
dipergunakan dapat menggunakan batu bata tanah liat murni ataupun batu bata
campuran. Batu bata sebaiknya digunakan bersama media lain karena beberapa
sifat batu bata tidak mendukung pertumbuhan anggrek, diantaranya adalah batu
bata memiliki berat yang lebih dibandingkan media lain, estetika penggunaan batu
bata sebagai media tunggal kurang, batu bata tidak mengalami pelapukan yang
artinya tidak adanya pelepasan zat hara.
4. Sabut Kelapa
Sabut kelapa banyak digunakan dalam penanaman bunga anggrek. Sabut
kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa tua yang dicirikan dengan warnanya
yang telah coklat. Sifat sabut kelapa mudah busuk yang artinya anda harus lebih
sering mengganti media tersebut. Pemakaian sabut kelapa di daerah banyak hujan
dan kelembabannya cukup tinggi tidak dianjurkan, karena sifatnya yang lebih
menyerap air dan dapat menyebabkan kebusukan akar pada tanaman anggrek.
Umumnya anggrek lebih menyukai media tumbuh yang berongga yang
memberikan ruang respirasi yang bagus.
5. Moss Sphagnum
Moss sphagnum adalah media tanaman dari semacam lumut yang biasanya
berada di hutan-hutan. Media ini termasuk kedalam lumut Bryophyta bentuknya
mirip paku selaginela, media yang kering bentuknya seperti remah dan sangat
ringan seperti kapas. Media moss sphagnum jarang ditemui dan harganya relatif
lebih mahal. Rittershausen and Wilman (2003), moss sphagnum lebih mengikat
air dibandingkan pakis, tetapi lebih lancar dalam drainese dan aerasi udara.
6. Gabus
Sifat gabus tidak mengikat air, karena itu membutuhkan penyiraman yang
lebih sering. Keuntungan gabus adalah tanaman dan pot lebih bersih dan
cendawan jarang yang menyerang pada media gabus. Ada baiknya media gabus
dapat digunakan dengan media lainnya, misalkan dengan arang ataupun potongan
dadu sabut kelapa.
7. Kulit kayu pinus
Kulit kayu pinus sangat bagus untuk digunakan pada media tanaman anggrek
karena kulitnya mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa yang membuatnya
tidak mudah lapuk dan terjangkit cendawan. Kelemahannya kulit kayu pinus
jarang ditemui (Darmono, 2003).
Kesuksesan proses aklimatisasi bibit anggrek ditentukan oleh beberapa hal
penting, di antaranya jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik
aklimatisasi, media aklimatisasi, dan kondisi lingkungan. Jenis anggrek yang proses
aklimatisasinya sulit adalah anggrek Grammatophyllum scriptum, Dendrobium
johanis, Dendrobium laseanthera dan Phalaenopsis amboinensis. Media yang dibuat
dengan hanya menggunakan hara tersedia atau siap komsumsi bagi tanaman
(misalnya media MS / VW saja) tanpa penambahan bahan organik komplek atau
pupuk, akan menghasilkan produk bibit yang bagus tapi kemampuan aklimatisasinya
kurang baik. Bibit yang siap diaklimatisasikan biasanya berumur minimal 6 bulan
dalam botol, biasanya pada umur itu tubuhnya lengkap yaitu sudah memiliki daun
dan akar yang relatif kokoh. Kondisi lingkungan yang harus diperhatikan seperti
suhu, cahaya dan sirkulasi udara (Marlina dan Rusnandi, 2007).
Keberhasilan akilimatisasi planlet dipengaruhi oleh penyiapan planlet yang
baik dan proses aklimatisasi secara bertahap. Media arang sekam dan sekam mentah
menghasilkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun,
dan lebar daun) paling baik. Media arang sekam mempunyai sifat ringan (berat jenis
0,2 kg/l), banyak pori-porinya, kapasitas menahan air tinggi, dan berwarna hitam
sehingga dapat menyerap sinar matahari dengan efektif (Marlina dan Rusnandi,
2007).
Untuk mempercepat pertumbuhan bibit, penyemprotan dapat dilakukan
dengan pupuk daun seperti Hyponex, Bayfolan, dan Gandasil sangat dianjurkan pada
umur 1 minggu setelah tanam. Pupuk Hyponex mengandung N 20%, P 20%, K 20%
dan tambahan unsur mikro B, Ca, Co, Cu, Fe, Mg, Mn, Mo,S dan Zn (PT
Paramanira) (Andalasari, dkk., 2014). Hyponex biru merupakan pupuk komersial
yang termasuk ke dalam jenis pupuk kimia (anorganik) artinya pupuk ini dapat
mengandung satu atau lebih senyawa anorganik. Pupuk Hyponex biru ini memiliki
bentuk padat berupa bubuk yang kasar yang berwarna biru dan pupuk berbau sediikit
menyegat. Unsur-unsur hara yang terkandung di dalam pupuk ini antara lain N 10%
meliputi: nitrat nitrogen 2.4%, amoniacal nitrogen 6.6%, water insoluble nitrogen
0%, phosporic acid 0%, dan other water soleble nitrogen 1%, K2O 15%, P 40%, dan
unsur tambahan berupa B, Ca, Co, Cu, Fe, Mg, Mo, S dan Zn. Cara pemakaian
pupuk ini pada tanaman adalah dengan cara melarutkan 1-3 gram pupuk di dalam 1 L
air, kemudian pupuk disiram pada media tanam selama 1 minggu sekali. Hyponex
biru digunakan untuk merangsang munculnya bunga dan daun (Astuti, 2003).

Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat


keasaman atau kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH)
suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di
dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat
basa), sedangkan titik netralnya adalah pada pH=7.
Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur
jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titil
optimal antara pH 5,0 dan 6,0. Bila eksplan sudah mulai tumbuh,
pH dalam lingkungan kultur dalam media kultur jaringan
mempunyai peran yang sangat penting dalam menstabilkan pH.
Penyimpangan pH dalam medium yang mengandung garam tinggi
kemungkinan terjadi lebih kecil, karena kapasitas buffernya lebih
besar. Kapasitas kultur sel untuk penggunaan NH4+ sebagai satu-
satunya sumber N tergantung pada pengaturan pH dari medium di
atas 5.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan pH meter, atau bila
menginginkan yang lebih praktis dan murah dapat digunakan
kertas pH. Bila ternyata pH medium masih kurang dari normal,
maka dapat ditambahkan KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH
melampaui batas normal dapat aruhi pertumbuhan dan diferen
III. METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum adalah botol kultur, baki, spray, pot,
kawat pengait dan koran
Bahan yang digunakan adalah aquades, arang, pakis, planlet anggrek
(Dendrobium sp.), fungisida, hyponex dan plastik
B. Cara Kerja
Planlet anggrek (Dendrobium sp.) dalam botol kultur di isi dengan air filtrasi.
Kemudian digoyang-goyangkan. Planlet Anggrek (Dendrobium sp.) diambil dengan
menggunakan kawat pengait setelah itu planlet Anggrek (Dendrobium sp.) dicuci
dengan air filtrasi yang ditempatkan dalam baki. Planlet dibilas kembali dengan air
filtrasi. Kemudian bibit anggrek (Dendrobium sp.) dikeringkan diatas baki yang
dilapisi dengan kertas koran. Setelah kering, planlet Anggrek (Dendrobium sp.)
dicelupkan kedalam larutan fungisida yang diletakkan pada baki. Setelah itu, media
aklimatisasi disiapkan, yaitu arang dan pakis yang ditaruh didalam pot. Arang
dihancurkan hingga membentuk bongkahan kecil dan disusun hingga 2/3 dari pot.
Kemudian diatasnya ditambahkan dengan pakis hingga 1/3 pot. Planlet Anggrek
(Dendrobium sp.) ditanam dalam media sebanyak 6 planlet. Setelah itu disemprotkan
dengan Hyponex menggunakan semprotan. Pot ditutup dengan plastik sungkup yang
telah dilubangi secukupnya. Pot diletakkan di tempat yang intensitas cahayanya
cukup dan setiap pengamatan disemprot dengan Hyponex. Pertumbuhan Anggrek
(Dendrobium sp.) di catat dan diamati.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Y. 2003. Vertikultur Bertanam di Lahan Sempit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Andalasari, T.S., Yafisham, dan Nuraini. 2014. Respon Pertumbuhan Anggrek


Dendrobium Terhadap Jenis Media Tanam Dan Pupuk Daun. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan 14(1):76-82

Darmono, W. 2003. Menghasilkan Anggrek Silangan. Penebar Swadaya, Jakarta

Diah, B.K. 2012. Pengaruh Media Tanam terhadap Pertumbuhan Anggrek Bulan
(Phalaenopsis sp.) Aklimatisasi dalam Plenty. Wahana Vol 58 2(4):78-85

Endin, I. 2013. Teknik Aklimatisasi Tanaman Hasil Kultur Jaringan. http://forda-


mof.org/files/Info_Teknis_PTH_11.2.2013-1.Endin_Izudin.pdf. Diakses tangal 4
November 2017 pukul 23.57

Febrianto, R., Suwirmen dan Syamsuardi. 2015. Aklimatisasi Planlet Kantong Semar
(Nepenthes gracilis Korth.) pada berbagai Campuran Media Tanam Tanah
Ultisol. Jurnal Biologi Universitas Andalas 4(2):96-101

Gunawan,L,V. 2006. Budidaya anggrek. Penebar swadaya. Jakarta.

Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Secara Vegetatip.Kanisius, Yogyakarta

Marlina, N. dan Dedi, R. 2007. Teknik aklimatisasi planlet Anthurium


pada beberapa media tanam. Jurnal Teknik Pertanian 12 5(4):91-96

Rittershausen, B dan Wilman. 2003. Growing Orchids.Hermes House, British

Santoso, U dan F. Nursadi. 2004. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press, Malang.

Wardani, S., Setiado, H., dan Ilyas, S. 2012. Pengaruh Media Tanam dan Pupuk
Daun terhadap Aklimatisasi Anggrek Dendrobium (Dendrobium Sp). Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan

Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptik


(botol kultur) ke dalam komuniti pot (kompot). Pemindahan dilakukan secara hati-
hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk
melindungi bibit anggrek dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit
angrek hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara
luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara
bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang
sama dengan pemeliharaan bibit generatif (Hendaryono dan Wijayanti, 1994).
Planlet anggrek (Dendrobium sp.) dalam botol kultur di isi dengan air filtrasi.
Kemudian digoyang-goyangkan supaya planlet terlepas dari medium, dan medium
larut dalam air filtrasi. Planlet Anggrek (Dendrobium sp.) diambil dengan
menggunakan kawat pengait setelah itu planlet Anggrek (Dendrobium sp.) dicuci
dengan air filtrasi yang ditempatkan dalam baki. Planlet dibilas kembali dengan air
filtrasi. Kemudian planlet anggrek (Dendrobium sp.) dikeringkan diatas baki yang
dilapisi dengan kertas koran. Setelah kering, planlet Anggrek (Dendrobium sp.)
dicelupkan kedalam larutan fungisida yang berfungsi supaya tanaman tahan jamur
yang diletakkan pada baki.
Media aklimatisasi disiapkan, yaitu arang dan pakis yang ditaruh didalam pot.
Arang dihancurkan hingga membentuk bongkahan kecil dan disusun hingga 2/3 dari
pot. Menurut Diah (2012), Arang kayu mengandung senyawa karbon yang tinggi
yang dapat merangsang pertumbuhan akar pada anggrek. Kemudian diatasnya
ditambahkan dengan pakis hingga 1/3 pot. Menurut Gunawan (2006), pakis yang
digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua warnanya hitam, kering dan lebih
ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan dengan arang, maka frekuensi
penyiraman dapat dikurangi. Planlet Anggrek (Dendrobium sp.) ditanam dalam
media sebanyak 6 individu. Setelah itu disemprotkan dengan Hyponex menggunakan
semprotan. Pot ditutup dengan plastik sungkup yang telah dilubangi secukupnya. Pot
diletakkan di tempat yang intensitas cahayanya cukup dan setiap pengamatan
disemprot dengan Hyponex. Menurut Andalasari dkk (2014), Hyponex berfungsi
untuk mempercepat pertumbuhan bibit. Pertumbuhan Anggrek (Dendrobium sp.) di
catat dan diamati.
Berikut merupakan hasil pengamatan aklimatisasi Anggrek
Tabel 1. Hasil pengamatan aklimatisasi anggrek
Hari ke- Gambar Morfologi
0 Awal aklimatisasi kondisi daun
anggrek berwarna hijau segar

Gambar 1. Aklimatisasi
planlet anggrek hari ke-0
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
1 Daun anggrek berwarna hijau
segar dan tidak ada tanda-tanda
terserang jamur

Gambar 2. Hasil aklimatisasi


planlet anggrek hari ke-1
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
2 Daun anggrek berwarna hijau
segar dan tidak ada tanda-tanda
terserang jamur dan tidak ada
tanda-tanda terserang jamur

Gambar 3. Hasil aklimatisasi


planlet anggrek hari ke-2
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
3 Daun anggrek berwarna hijau
segar dan tidak ada tanda-tanda
terserang jamur

Gambar 4. Hasil aklimatisasi


planlet anggrek hari ke-3
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
4 Daun anggrek berwarna hijau
segar dan tidak ada tanda-tanda
terserang jamur

Gambar 5. Hasil aklimatisasi


planlet anggrek hari ke-4
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
5 Daun anggrek berwarna hijau
segar dan tidak ada tanda-tanda
terserang jamur
Gambar 6. Hasil aklimatisasi
planlet anggrek hari ke-5
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
Pada hari pertama hingga hari kelima tidak ada tanda-tanda layu, hal tersebut
menandakan keberhasilan aklimatisasi anggrek. Menurut Marlina dan Rusnandi
(2007), keberhasilan akilimatisasi planlet dipengaruhi oleh penyiapan planlet yang
baik dan proses aklimatisasi secara bertahap. Media arang sekam dan sekam mentah
menghasilkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun,
dan lebar daun) paling baik. Media arang sekam mempunyai sifat ringan (berat jenis
0,2 kg/l), banyak pori-porinya, kapasitas menahan air tinggi, dan berwarna hitam
sehingga dapat menyerap sinar matahari dengan efektif.
Aklimatisasi dikatakan berhasil apabila bebas dari jamur. Hal tersebut
dikarenakan perendaman dengan fungsida pada saat sebelum di letakkan pada sekam.
Namun pertumbuhan tanaman tidak terlihat, menurut Santoso dan Nursadi (2004) hal
tersebut disebabkan jika intensitas cahaya rendah dan suhu rendah maka pertumbuhan
tanaman terhambat
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapat hasil :


1. Bibit anggrek dari dalam botol kultur ke kompot yang dipindahkan harus
memiliki akar, batang, daun, warna pucuk batang hijau mantap artinya tidak
tembus pandang, pertumbuhannya kekar, akar memenuhi media, ukuran
tinggi tanaman 3-4 cm, serta bebas dari jamur dan penyakit. Media pada
aklimatisasi anggrek adalah pakis dan arang. Planlet anggrek (Dendrobium
sp.) dalam botol kultur di isi dengan air filtrasi. Kemudian digoyang-
goyangkan. Planlet Anggrek (Dendrobium sp.) diambil dengan menggunakan
kawat pengait setelah itu planlet Anggrek (Dendrobium sp.) dicuci dengan air
filtrasi yang ditempatkan dalam baki. Planlet dibilas kembali dengan air
filtrasi. Kemudian bibit anggrek (Dendrobium sp.) dikeringkan diatas baki
yang dilapisi dengan kertas koran. Setelah kering, planlet Anggrek
(Dendrobium sp.) dicelupkan kedalam larutan fungisida yang diletakkan pada
baki. Setelah itu, media aklimatisasi disiapkan, yaitu arang dan pakis yang
ditaruh didalam pot. Arang dihancurkan hingga membentuk bongkahan kecil
dan disusun hingga 2/3 dari pot. Kemudian diatasnya ditambahkan dengan
pakis hingga 1/3 pot. Planlet Anggrek (Dendrobium sp.) ditanam dalam media
sebanyak 6 planlet. Setelah itu disemprotkan dengan Hyponex menggunakan
semprotan. Pot ditutup dengan plastik sungkup yang telah dilubangi
secukupnya. Pot diletakkan di tempat yang intensitas cahayanya cukup dan
setiap pengamatan disemprot dengan Hyponex. Pertumbuhan Anggrek
(Dendrobium sp.) di catat dan diamati.

SARAN
Pada praktikum aklimatisasi anggrek, sebaiknya dilakukan pengukuran
tanaman supaya tahu apakah planlet tersebut mengalami pertumbuhan atau tidak.
LAMPIRAN

Gambar 6. Planlet anggrek yang siap di Gambar 7. Pengambilan planlet dari botol
aklimatisasi (Dokumentasi Pribadi, 2017) kultur (Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 8. Perendaman dengan aquades Gambar 9. Fungisida (Dokumentasi

(Dokumentasi Pribadi, 2017) Pribadi, 2017)

Anda mungkin juga menyukai