Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Florikultur Dan Lansekap
Praktikan:
UMIARSIH ( 10011001 )
REPORT THIS AD
Syarat Tumbuh
Iklim
Secara umum dapat dikatakan bahwa Anggrek Dendrobium memerlukan sinar
sebanyak 50-60 %, ini berarti bahwa jenis anggrek tersebut menyukai tipe sinar yang
agak teduh. Anggrek Dendrobium merupakan jenis anggrek epifit, sehingga keteduhan
yang diperlukannya diperoleh dengan selalu berada di bawah dedaunan pohon yang
ditumpanginya tersebut (Gunadi, 1985).
Kelembaban nisbi (RH) yang diperlukan untuk anggrek berkisar antara 60–85%.
Fungsi kelembaban yang tinggi bagi tanaman antara lain untuk menghindari penguapan
yang terlalu tinggi. Pada malam hari kelembaban dijaga agar tidak terlalu tinggi, karena
dapat mengakibatkan busuk akar pada tunas-tunas muda. Oleh karena itu diusahakan agar
media dalam pot jangan terlampau basah. Sedangkan kelembaban yang sangat rendah
pada siang hari dapat diatasi dengan cara pemberian semprotan kabut (mist) di sekitar
tempat pertanaman dengan bantuan sprayer (Suhu maksimum untuk anggrek ialah 400C
dan minimum 100C. suhu berhubungan erat dengan intensitas cahaya dan mempengaruhi
proses asimilasi. Intensitas cahaya yang tinggi akan lebih cepat meningkatkan suhu.
Proses asimilasi pada anggrek akan meningkat melampaui titik optiumnya. Pembungaan
jenis anggrek tertentu dipengaruhi oleh suhu malam hari kira-kira 200 C.
anggrek Cymbidium sp yang berbunga besar membutuhkan suhu malam 15 – 17 0 C.
pada dendrobium, suhu malam yang tinggi menyebabkan terbentuknya anakan pada
ujung batang (Ginting, 1990).
Tempat Tumbuh
Jenis-jenis tanaman anggrek berdasarkan habitat dan tempat hidupnya Dari
tempat tumbuh dan habitatnya tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi lima
pengelompokan jenis,yaitu:
1. Anggrek epifit (ephytis) adalah jenis anggrek yang menumpang pada
batang/pohon lain tetapi tidak merusak/merugikan tanaman yang ditumpangi
(tanaman inang). Alat yang dipakai untuk menempel adalah akarnya, sedangkan
akar yang fungsinya untuk mencari makanan adalah akar udara. Anggrek epifit
membutuhkan naungan dari cahaya matahari. Di habitas aslinya, anggrek ini
kerap menempel dipohon-pohon besar dan rindang. Contoh anggrek epifit antara
lain: Dendrobium, Cattleya, Ondocidium, dan Phalaenopsis.
REPORT THIS AD
2. Anggrek semi epifit adalah jenis anggrek yang juga menempel pada
pohon/tanaman lain yang tidak merusak yang ditumpangi. Pada anggrek semi
epifit, selain untuk menempel pada media, akar lekatnya juga berfungsi seperti
akar udara yaitu untuk mencari makanan untuk berkembang. Contoh anggrek
semi epifit antara lain :Epidendrum, Leila, dan Brassavola.
3. Anggrek tanah (anggrek terestris) adalah jenis anggrek yang hidup di atas
permukaan tanah. Anggrek jenis ini membutuhkan cahaya matahari penuh atau
cahaya matahari langsung. Contoh anggrek teresterial antara lain Vanda,
Renanthera, Arachnis dan Aranthera.
4. Anggrek saprofit, adalah anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung
humus atau daun-daun kering. Anggrek saprofit dalam pertumbuhannya
membutuhkan sedikit cahaya matahari. Contoh jenis ini antara lain: Goodyera sp
5. Anggrek litofit adalah jenis anggrek yang tumbuh pada batu-batuan. Anggrek
jenis ini biasanya tumbuh dibawah sengatan cahaya matahari penuh. Contoh jenis
ini antara lain: Dendrobium dan Phalaenopsis (Iswanto, 2002).
Aklimatisasi
Aklimatisasi atau penyesuaian terhadap lingkungan baru dari lingkungan yang
terkendali ke lingkungan yang relatif berubah. Bibit anggrek hasil perbanyakan secara in
vitro membutuhkan proses adaptasi sebelum tumbuh besar menjadi tanaman
(http://lcnursery.wordpress.com, 2008).
Masa aklimatisasi merupakan masa yang kritis karena pucuk atau planlet yang
diregenerasikan dari kultur in vitro menunjukan beberapa sifat yang kurang
menguntungkan, seperti lapisan lilin (kutikula tidak berkembang dengan baik, kurangnya
lignifikasi batang, jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang berkembang dan stomata
sering kali tidak berfungsi (tidak menutup ketika penguapan tinggi). Keadaan itu
menyebabkan pucuk-pucuk in vitro sangat peka terhadap transpirasi, serangan cendawan
dan bakteri, cahaya dengan intensitas tinggi dan suhu tinggi. Oleh karena itu, aklimatisasi
pucuk-pucuk in vitro memerlukan penanganan khusus, bahkan diperlukan modifikasi
terhadap kondisi linkungan terutama dalam kaitannya dengan suhu, kelembaban dan
intensiitas cahaya. Disamping itu, medium tumbuh pun memiliki peranan yang cukup
penting khususnya bila puucuk-pucuk mikro yang diaklimatisasikan belum membentuk
sistem perakaran yang baik (Zulkarnain, 2009).
Media Tumbuh
Tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar dapat tumbuh dengan
baik, sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat
mempermudah pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman
(planlet) yang diaklimatisasi tersebut. Media yang remah akan memudahkan pertumbuhan
akar dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin
atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama
(Waluya, 2009).
Media harus bersifat menyimpan air dan tidak mudah memadat. Media padat
menyebabkan air tergenang sehingga aerasi udara rendah. Gejala yang tampak, daun dan
batang menjadi layu. Akar sehat biasanya bewarna putih dan memiliki rambut-rambut
halus. Jika aerasi rendah, akar yang putih berubah jadi coklat lalu menghitam. Jumlah
rambut akar berkurang bahkan tak ada. Padahal ia berfungsi untuk menyerap hara. Selain
masalah aerasi, media padat juga mengundang bakteri dan cendawan penyebab busuk
(www.DuniaFlora, 2008).
REPORT THIS AD
Pakis baik untuk media anggrek karena memiliki daya mengikat air, serta aerasi
dan draenase yang baik. Pakis juga sangat awet karena melapuk secara perlahan-lahan
dan mengandung unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk pertumbuhannya. Arang
merupakan media yang cukup baik untuk digunakan karena tidak cepat lapuk dan tidak
mudah ditumbuhi cendawan dan bakteri. Namun, arang sukar mengikat air dan miskin zat
hara. Serabut kelapa mudah melapuk dan mudah busuk, sehingga dapat menjadi sumber
penyakit tetapi daya menyimpan air sangat baik dan mengandung unsur-unsur hara yang
diperlukan serta mudah didapat dan murah harganya.(Agromedia, 2006).
REPORT THIS AD
2.5. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini dalam acara aklimatisasi Anggrek
Dendrobium dapat dilihat bahwa Anggrek hasil aklimatisasi mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungan, Meskipun sebagian kecil ada yang mengalami kelayuan.
Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan
aklimatisasi merupakan masalah penting apabila membudidayakan tanaman
menggunakan bibit yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan. Masalah ini dapat
terjadi karena beberapa faktor :
1. Pada habitatnya yang alami, anggrek epifit biasanya tumbuh pada pohon atau
ranting. Oleh karena itu, pemindahan tanaman dari botol ke media dalam pot
sebenarnya telah menempatkan tanaman pada lingkungan yang tidak sesuai
dengan habitatnya.
2. Tumbuhan yang dikembangkan menggunakan teknik kultur jaringan memiliki
kondisi lingkungan yang aseptik dan senyawa organik yang digunakan tanaman
sebagian besar didapat secara eksogenous. Oleh karena itu, apabila dipindahkan
kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat membuat sendiri bahan organik
secara endogenous.
Perbedaan faktor lingkungan antara habitat asli dan habitat pot atau antara habitat
kultur jaringan dengan habitat pot memerlukan penyesuaian agar faktor lingkungan tidak
melewati batas kritis bagi tanaman. Faktor lingkungan yang diperlukan oleh anggrek
Phalaenopsis menurut Deptan adalah:
1. Temperatur 28 ± 2o C dengan temperatur minimum 15oC.
2. Kelembaban nisbi (RH) berkisar antara 60-85%.
3. Intensitas penyinaran adalah 30%.
Disamping ketiga faktor tersebut, faktor lingkungan lain yang juga cukup penting
terutama bagi tanaman yang baru dipindahkan dari botol adalah sirkulasi udara yang
baik.
Tumbuhan adalah organisme autotrofik, mensintesa sendiri senyawa organik yang
diperlukan untuk tumbuh dari senyawa anorganik. Untuk dapat melakukan kehidupan
autotrofik ini, tumbuhan dilengkapi dengan sistem penyerapan unsur hara dan sistem
biosintesis yang bertugas untuk mengubah senyawa anorganik yang diserap menjadi
senyawa organik. Pada tumbuhan tinggi, sistem penyerapan unsur hara biasanya berupa
suatu organ yang dikenal sebagai akar dan sistem pemanenan energy sinar matahari untuk
mensintesa senyawa organik karbohidrat dikenal dengan daun. Pada beberapa spesies,
sistem ini mengalami adaptasi struktur yang disesuaikan dengan lingkungan hidupnya.
REPORT THIS AD
Menurut Trubus (2005) ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak
sehat dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada
yang menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar
seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah
mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3 – 4 akar dengan panjang
1,5 – 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan berhasil jika
planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan.
Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro
karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor
lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol
(Herawan, 2006; Yusnita, 2004).
Di dalam botol kultur, kelembapan hampir selalu 100%. Aklimatisasi merupakan
tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan
lapangan sangat jauh berbeda. Kondisi di luar botol berkelembapan nisbi jauh lebih
rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi dari pada kondisi
di dalam botol.planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa
tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral
dan sumber energi berkecukupan.
Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan
tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Pada praktikum kali ini
diperoleh tanaman anggrek hidup semua meskipun agak layu karena kurang penyiraman.
Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-
100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut.
Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan
pembuluh yang belum sempurna. Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat
kehilangan air dibanding dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman
tersebut sangat lemah daya bertahannya. Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman
akan tetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas. Kondisi tersebut
menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca
REPORT THIS AD
2.6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Aklimatisasi Bibit Anggrek Hasil Kultur In Vitro
diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Kurangnya perawatan pada tanaman anggrek hasil kultur jaringan, menyebabkan
pertumbuhan tanaman tidak efektif, kurang nutrisi, dan air.
2. Tanaman tidak dapat menyesuaikan diri untuk bertahan sehingga ada sebagian
yang layu, tapi kemungkinan besar masih bisa hidup dibandingkan dengan
tanaman yang dirawat di greenhause.
3. Suhu tempat aklimatisasi dijaga agar tidak melebihi 32oC dan cahaya juga
menjadi faktor penting dalam aklimatisasi
DAFTAR PUSTAKA
REPORT THIS AD