Anda di halaman 1dari 9

Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif

1. Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan memakai Snellen Chart
atau dengan chart jenis lainnya. Jarak antara kartu Snellen dengan mata 6
meter.Tajam penglihatan diperiksa satu per satu, dengan mata kanan terlebih
dahulu kemudian mata kiri. Tajam penglihatan adalah jarak kemampuan melihat
seseorang, yang dinilai sebelum dan sesudah koreksi dengan cara menilai
kemampuan melihat optotyp atau menghitung jari atau gerakan tangan. Tajam
penglihatan dinyatakan dengan rasio pembilang dan penyebut, dimana pembilang
merupakan jarak mata dengan kartu Snellen dan penyebut merupakan jarak
dimana satu huruf tertentu dapat dilihat mata normal.Sebagai contoh, visus 6/6
berarti pada jarak 6 meter dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat pada
jarak 6 meter.Dan visus 6/10 berarti pada jarak 6 meter hanya dapat melihat huruf
yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 10 meter. Visus 1/60 hanya dapat
menghitung jari pada jarak 1 meter, visus 1/300 hanya dapat melihat gerakan
tangan pemeriksa pada jarak 1 meter, dan visus 1/∞ hanya dapat membedakan
gelap dan terang saja.

Cara pengukuran tajam penglihatan:


- Pemeriksaan dilakukan dengan monokuler (satu mata) dimulai dengan mata
kanan.
- Penderita/pasien diperintahkan untuk melihat obyek pada kartu Snellen dari
yang terbesar sampai dengan yang terkecil sesuai batas kemampuannya
dengan jarak antara pasien dan kartu Snellen 5-6 meter tergantung pada kartu
Snellen yang dipakai.
- Bila pasien tidak dapat melihat huruf yang terbesar (dengan visus 6/60) maka
dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada
jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.
- Bila tidak dapat melihat jari dari jarak 1 meter maka dilakukan dengan cara
hand movement dengan visus 1/300. Pasien harus dapat menentukan arah
gerakan tangan pemeriksa.

1
- Bila dengan hand movement tidak dapat juga, dilakukan dengan cara
penyinaran dengan pen light pada mata pasien, dikenal dengan istilah Light
Perception.
- Light Perception dinyatakan dengan visus 1/∞ proyeksi baik, bila pasien
masih dapat menentukan datangnya arah sinar dari berbagai arah (6 arah)
- Bila pasien tidak dapat menentukan arah datangnya sinar maka visusnya 1/∞
proyeksi buruk.
- Pasien dinyatakan buta total (visus 0) kalau pasien tidak dapat menentukan
ada atau tidak ada sinar (No Light Perception)
- Visus pasien adalah baris terkecil yang dapat dilihat dengan benar semuanya
tetapi baris dibawahnya tidak bisa terbaca. Contoh: visus 6/18.
- Apabila pasien bisa melihat huruf pada baris tersebut tetapi ada yang salah,
dinyatakan dengan f, contoh dapat membaca baris 6/18 tetapi terdapat satu
kesalahan, maka visus 6/18 f1.
- Kesalahan jumlahnya tidak boleh sampai ½ dari jumlah huruf yang ada di
baris tersebut.
- Kalau jumlah kesalahan ½ atau kebih maka visusnya menjadi visus di baris di
atasnya.

Gambar : Berbagai macam chart untuk pemeriksaan visus

2. Pemeriksaan Refraksi

2
Penyebab penglihatan yang buram yang dikeluhkan oleh pasien dapat
berupa kelainan refraksi atau bukan, misalnya terdapat gangguan pada nervus
optikus. Tes Pin Hole dilakukan untuk membedakan apakah gangguan
disebabkan oleh refraksi atau bukan.

Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :


1. Pasien diminta duduk dengan jarak yang ditentukan (umumnya 6 meter
atau 20 kaki) dari kartu pemeriksaan.
2. Tutup mata yang akan diperiksa dengan okluder Pin Hole, bila
berkacamata, pasang koreksi kacamatanya.
3. Langkah selanjutnya sama dengan pemeriksaan tajam penglihatan.
4. Catat sebagai tajam penglihatan pin hole.

Teknik pemeriksaan refraksi terdiri dari teknik pemeriksaan secara


subjektif dan objektif.

a. Pemeriksaan Refraksi Subjektif

Teknik pemeriksaan refraksi subjektif tergantung kepada respon pasien dalam


menentukan koreksi refraksi.

1) Pemeriksaan trial and error


Cara melakukan pemeriksaan trial and error pada pasien adalah sebagai
berikut :
 Pasien tetap duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari Snellen chart.
 Pada mata dipasang trial frame.
 Satu mata ditutup dengan okluder.
 Dimulai pada mata sebelah kanan terlebih dahulu
 Dipasang trial lens, tergantung dari jarak berapa pasien mulai tidak
bisa membaca Snellen chart (+/- 2, +/- 1, +/- 0.5, +/- 0.25) dan dari
kejernihan pasien melihat tulisan Snellen chart (lensa +/-)
 Pasien membaca mulai dari huruf terbesar sampai terkecil, ubah lensa
sampai huruf pada jarak 5/5 dapat dibaca dengan jelas, jika lensa
negatif (-) pilih lensa yang negatif terkecil yang dapat melihat huruf
pada jarak 5/5, dan jika lensa positif, maka di pilih positif yang
terbesar yang bisa melihat huruf pada jarak 5/5.
 Lakukan hal yang sama pada mata kiri
 Interpretasikan

3
2) Pemeriksaan dengan Jackson Cross Cylinder dan Astigmat Dial.
Penentuan koreksi astigmatisma lebih kompleks berbagai jenis
teknik pemeriksaan refraksi subjektif dapat dilakukan. Jackson cross
cylinder adalah alat yang paling sering digunakan dalam menentukan
koreksi astigmatisma. Alat pegangan ini terdiri dari 2 lensa silindris
dengan kekuatan 1 minus dan 1 plus.

Gambar : Jackson Cross Cylinder.

Astigmat dial adalah tes menggunakan chart dengan garis – garis


yang tersusun secara radial yang digunakan untuk menentukan aksis dari
astigmatisma.

Berikut merupakan langkah – langkah yang dilakukan dalam


pemeriksaan dengan menggunakan astigmat dial :

 Ketajaman visus dipertahankan dengan menggunakan sferis.


 Lakukan fogging atau pengaburan pada mata kurang lebih 20/50
dengan menambahkan sferis positif.
 Minta pasien untuk memperhatikan garis pada astigmat dial yang
paling tajam dan hitam.
 Tambahkan silinder minus dengang axis tegak lurus kea rah garis
yang paling hitam dan tajam tersebut hingga garis terlihat sama.
 Kurangi sferis positif atau tambahkan minus hingga ketajaman visual
yang terbaik diperoleh pasien dengan menggunakan chart.

b. Pemeriksaan Refraksi Objektif

4
Dilakukan dengan retinoskopi. Seberkas cahaya yang dikenal sebagai
intercept, diproyeksikan ke mata pasien untuk menghasilkan pantulan
berbentuk sama, yang disebut refleks retinoskopik di pupil. Kesejajaran
antara intercept dan refleks retinoskopik menandakan hanya ada kelainan
sferis, atau terdapat kelainan silindris tambahan dengan intercept yang
bersesuaian dengan salah satu meridian utama.

1) Retinoskopi

Retinoskopi adalah teknik untuk menentukan obyektif kesalahan


bias mata (rabun dekat, rabun jauh, Silindris) dan kebutuhan untuk
kacamata. Tes cepat, mudah, akurat dan membutuhkan kerjasama
minimal dari pasien.
Ketika cahaya tersebut akan dipindahkan secara vertikal dan
horizontal di mata, pemeriksa mengamati gerakan refleks merah dari
retina. Pemeriksa kemudian meletakkan lensa di depan mata sampai
gerakan dinetralkan. Kekuatan lensa yang diperlukan untuk menetralkan
gerakan adalah kesalahan bias mata dan menunjukkan kekuatan lensa
yang diperlukan untuk mengoptimalkan penglihatan dengan kacamata dan
/ atau lensa kontak (practical opth)

Gambar : Retinoskopi menghasilkan pantulan cahaya pada saat pemeriksaan

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak-anak, orang yang tidak


dapat membaca, karena tidak dibutuhkan kerjasama dengan penderita.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, dilakukan di
dalam kamar gelap. Jarak pemeriksa dengan penderita 1 meter. Sumber
cahaya terletak di atas penderita agk kebelakang supaya muka penderita
dalam keadaan gelap. Cahayanya ditujukan pada pemeriksa yang
memegang cermin, oleh cermin ini cahaya dipantulkan kearah pupil

5
penderita sehingga pemeriksa melalui lubang yang terdapat di tengah-
tengah cermin dapat melihat reflek fundus di pupil penderita. Kemudian
cermin digerak-gerakkan, perhatikan gerakan dari reflek fundus pada
mata penderita.
Arah gerak cermin sama dengan arah gerak reflek fundus
didapatkan pada hipermetrop, emetrop, myopia kurang dari 1 D. Gerak
reflek fundus yang berlawanan dengan arah gerak cermin didapatkan pada
myopia lebihdari 1 D.
Selain geraknya juga perhatikan terangnya, bentuknya, dan
kecepatan gerak dari reflek fundus. Reflek yang terang, pinggirnya yang
tegas dan gerak cepat menunjukkan kelainan reflek yang ringan. Bila
refleknya suram, pinggirnya tidak tegas dan geraknya lamban, didapatkan
pada kelainan refraksi yang tinggi. Bila pinggirnya tegak, tanda ada
astigmatisme. Sedangkan pada hipermetrop, miop, atau emetrop
mempunyai pinggir yang melengkung (crescentie).
Kemudian di depan mata penderita diletakkan lensa koreksinya,
yang dapat menimbulkan gerakan yang sebaliknya, pada jarak 1 meter.
Untuk jarak tak terhingga, perlu ditambahkan lagi -1 D untuk semua hasil
pemeriksaan akhir .Jadi untuk myopia menjadi bertambah kuat 1 D
sedangkan pada hipermetrop berkurang 1 D.
Contoh :

a. Kalau dengan cermin dari retinoskop didapatkan reflex yang bergerak


berlawanan dengan arah gerak cermin, jadi myopia lebihdari 1 D,
dengan -1D, masih berlawanan geraknya, juga dengan -2 D, tetapi
dengan -2,5 D timbul gerak yang berlawanan, dengan gerak yang
pertama, maka koreksinya adalah (-2,5) + (-1) = -3,5 D.
b. Dengan cermin retinoskop didapatkan reflek yang bergerak sama
dengan arah gerak cermin. Mata penderita mungkin hipermetrop,
emetrop atau miop kurangdari 1 D.
 Bila diletakkan lensa +0,5 D menyebabkan gerak yang
berlawanan, menunjukkan penderita miop -0,5 D, karena (+0,5 D)
– (-1 D) = -0,5 D.

6
 Bila pemberian +0,5 D arah gerak tidak berubah, tetapi pada
pemberian +1 D, menyebabakan pupil seluruhnya terang atau
seluruhnya gelap, ini menunjukkan mata penderita emetrop.
 Jika pemberian +1 D tidak menimbulkan perubahan gerak,
menunjukkan matapenderita hipermetrop, maka lensa itu
kekuatannya diperbesar sampai menimbulkan kebalikan gerak,
umpamanya pada pemberian +4 D, maka derajat hipermetropnya
adalah (+4) + (-1) = +3 D.

Pada contoh di atas, hasil yang sama didapatkan bila cermin


digerakkan horizontal ataupun vertikal. Pada astigmatisme, koreksi
pada meridian vertikal tidak sama dengan koreksi pada meridian
horizontal.

Contoh :
Dengan retinoskop didapatkan reflek yang bergerak kearah
yang sama dengan retinoskop, di kedua meridian, tetapi pada meridian
yang satu, bayangannya lebih terang dan geraknya lebih cepat. Ini
menunjukkan adanya astigmatisme. Kemudian ternyata pada meridian
vertical memerlukan koreksi +1 D untuk timbul gerakan yang
berlawanan, sedang pada meridian yang horizontal diperlukan +2 D
untuk gerakan ini. Pada kedua hasil ditambahkan -1 D, maka pada
meridian vertikal didapatkan (+1 D) – (-1 D) = 0, sedang pada
meridian horizontal (+2 D) – (-1 D) = +1 D. Jadi didapatkan
astigmatisma hipermetropikus simpleks yang memerlukan lensa
koreksi silindris +1 D dengan aksisnya vertikal.

Bila untuk timbul arah yang berlawanan, meridian horizontal


memerlukan lensa koreksi -2 D, dan meridian vertical -4 D, maka
setelah ditambahkan -1 D, untuk meridian horizontal didapatkan -3 D
sedang pada meridian vertikal didapatkan -5 D, kelainan refraksinya
adalah astigmatisma miopikus kompositus, dengan koreksi S-3D = C-
2D aksis horizontal.

Contoh untuk astigmatisma mikstus :

7
Disini didapatkan reflek yang bergerak berlawanan pada satu
meridian, sedang pada meridian yang lainnya pergerakannya sama
arahnya dengan arah gerak cermin retinoskop. Bila pada meridian
vertikal gerakannya sama arahnya dengan cermin dan memerlukan
lensa koreksi +2 D untuk timbulkan gerak yang berlawanan, sedang
gerak reflek pada meridian horizontal berlawanan dengan gerak
cermin dan memerlukan lensa koreksi -2 D untuk timbulkan gerak
yang kebalikannya, maka setelah ditambahkan -1 D didapatkan untuk
meridian vertikal +1 D dan untuk horizontal -3 D. Jadi lensa
koreksinya adalah S+1 = C-4 D (aksis vertikal).

2) Refraktor

Refraktor, atau photoroptor, alternatif dari kacamata uji coba,


terdapat lensa-lensa spheris, dan silindris yang dapat langsung di ganti
dengan cepat.

Gambar : Refraktor

3) Distometer

Alat ini digunakan untuk mengukur jarak vertex, jarak antara garis
mata tertutup dan permukaan belakang lensa refraksi.

8
Gambar : Pemeriksaan dengan Distometer

4) Autorefraktometer

Refraktor otomatis yang dapat dengan cepat menentukan refraksi


objektif, tetapi alat ini kurang bermanfaat pada anak atau orang dewasa
dengan penyakit segmen anterior yang cukup berat (vaughan).

Gambar : Pemeriksaan dengan menggunakan autorefraktometer

Anda mungkin juga menyukai