Anda di halaman 1dari 8

A.

Definisi Kolaborasi
Beberapa defini kolaborasi menurut para ahli :
1. Siegler dan Whitney (2000), mengutip dari National Joint Practice Commision
(1977), mengatakan bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam
variasi dan kompleksnya kolaborasi dalam konteks perawatan kesehatan.
1. Shortridge, et. Al., (1986) mendefinisikan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik
dimana (pemberi pelayanan) memegang tanggung jawab paling besar untuk
perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif
menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien dengan
proses pembuatan keputusan bilateral yang didasarkan pada masing-masing
pendidikan dan kemampuan praktisi.
2. Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi di antara beberapa
orang yang berkesinambungan.
3. Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama
khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
4. Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir dimana
pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah serta
menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan mereka
terhadap apa yang dapat dilakukan.
5. American Medical Assosiation (AMA, 1994) mendefinisikan istilah kolaborasi
sebagai sebuah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik bersama
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup praktik
mereka dengan berbagi nilai-nilai, saling mengakui dan menghargai terhadap setiap
orang yang berkontribusi untuk merawat individu, keluarga dan masyarakat.
6. ANA (1992) menambahkan, kolaborasi hubungan kerja di antara tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien adalah dalam melakukan diskusi tentang
diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi dengan
masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.
7. Kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan
yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien, dan kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga
profesional kesehatan (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan
suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak
pengertian
dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama
yaitu
mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung
gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan apa yang
sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan National Joint
Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000) bahwa tidak ada
definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam
kontek perawatan kesehatan.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau
ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator. Efektifitas hubungan kolaborasi
profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam
interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab
mereka
menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mecapai upaya penyembuhan dan
memperbaiki kualitas hidup. Menurut Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8
karakteristik, yaitu:
1. Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.
2. Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
3. Adanya tujuan yang masuk akal.
4. Ada pendefinisian masalah.
5. Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
6. Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagi pilihan.
7. Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
8. Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.
B. Manfaat Kolaborasi
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan keahlian
unik profesional.
2. Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efesiensi sumber daya.
3. Meningkatkan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.
4. Meningkatkan kohesivitas antar tenaga kesehatan profesional
5. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional,
C. Elemen-elemen kolaborasi
D. Dasar-dasar Komperensi Kolaborasi
 Komunikasi :
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam berkolaborasi, karena kolaborasi membutuhkan
pemecahan masalah yang lebih komplek, dibutuhkan komunikasi efektif yang dapat
dimengerti oleh semua anggota tim.
 Respek dan kepercayaan :
Respek dan kepercayaan dapat disampaikan secara verbal maupun non verbal serta
dapat dilihat dan dirasakan dalam penerapannya sehari-hari.
 Memberikan dan menerima feed back :
Feed back dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri,
kepercayaan diri, emosi, lingkungan serta waktu, feed back juga dapat bersifat negatif
maupun positif.
 Pengambilan keputusan
Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan kolaborasi
yang efektif guna menyatukan data kesehatan pasien secara komperensip sehingga
menjadi sumber informasi bagi semua anggota tim.
 Manajemen konflik
Untuk menurunkan komplik maka masing-masing anggota harus memahami peran
dan fungsinya, melakukan klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi
kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran serta melakukan negosiasi peran
dan tanggung jawabnya.
E. Hubungan Dokter, Perawat dan Pasien
Perawat, pasien, dan dokter adalah tiga unsur manusia yang saling berhubungan
selama mereka terkait dalam hubungan timbal balik pelayanan kesehatan. Hubungan perawat
dengan dokter telah terjalin seiring perkembangan kedua kedua profesi ini, tidak terlepas dari
sejarah, sifat ilmu atau pendidikan, latar belakang personal dan lain- lain. Kedokteran dan
keperawatan, walaupun kedua disiplin ilmu ini sama- sama berfokus pada
manusia,
mempunyai beberapa perbedaan. Kedokteran lebih bersifat paternalistik, yang mencerminkan
figur seorang bapak, pemimpin dan pembuat keputusan (judgment). Sedangkan keperawatan
lebih bersifat motehernalistik, yang mencerminkan figur seorang ibu dalam memberikan
asuhan keperawatan, kasih sayang, dan bantuan (helping relationship).
Berbagai model hubungan antara perawat, dokter dan pasien telah dikembangkan oleh
Szasz dan Hollander. Mereka mengembangkan tiga model hubungan dokter, perawat, dimana
model ini terjadi pada semua hubungan antar manusia, termasuk hubungan antar perawat dan
dokter.
1. Model aktivitas- pasivitas : Suatu model dimana perawat dan dokter berperan aktif
dan pasien berperan pasif. Model ini tepat untuk bayi, pasien koma, pasien dibius, dan
pasien dalam keadaan darurat. Dokter berada pada posisi mengatur semuanya,
merasa mempunyai kekuasaan, dan identitas pasien kurang diperhatikan. Model ini
bersifat otoriter dan paternalistic.
2. Model hubungan membantu : Merupakan dasar untuk sebagian besar dari praktik
keperawatan atau praktik kedokteran. Model ini terdiri dari pasien yang mempunyai
gejala mencari bantuan dan perawat atau dokter yang mempunyai pengetahuan terkait
dengan kebutuhan pasien. Perawat dan dokter memberi bantuan dalam bentuk
perlakuan/ perawatan atau pengobatan. Timbal baliknya pasien diharapkan bekerja
sama dengan mentaati anjuran perawat atau dokter. Dalam model ini, perawat dan
dokter mengetahui apa yang terbaik bagi pasien, memegang apa yang diminati pasien
dan bebas dari prioritas yang lain. Model ini bersifat paternalistik walau sedikit lebih
rendah.
3. Model partisipasi mutual : Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang
sama atau kesejahteraan antara umat manusia merupakan nilai yang tinggi, model ini
mencerminkan asumsi dasar dari proses demokrasi. Interaksi, menurut model ini,
menyebutkan kekuasaan yang sama, saling membutuhkan, dan aktivitas yang
dilakukan akan memberikan kepuasan kedua pihak. Model ini mempunyai ciri bahwa
setiap pasien mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya sendiri yang
merupakan aspek penting pada layanan kesehatan saat ini. Peran dokter dalama
model ini adalah membantu pasien menolong dirinya sendiri.
F. Trend dan Issue dalam Hubungan Dokter Perawat
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup
lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perspektif yang berbeda dalam
memandang pasien, dalam prakteknya menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik
dalam melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan individual, factor
sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa banyak aspek positif yang dapat timbul jika
hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American Nurses
Credentialing
Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 rumah sakit melaporkan bahwa hubungan
dokter-perawat bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berdampak langsung pada hasil
yang dialami pasien (Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan korelasi positif
antara kualitas hubungan dokter-perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat profesional dan
institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi sumber utama ketidaksesuaian
yang membatasi pendirian profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari
tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim
dan kondisi sosial masih medukung dominasi dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat
dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan
cara
berkomunikasi diantara keduanya.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional dikhawatirkan
dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan masyarakat yang
membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, serta menghambat upaya pengembangan
dari
keperawatan sebagai profesi.
G. Pemahaman Kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru
menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi memandang
arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit.
Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat
dan
pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lain sebagai membuat relevan
pemberian pengobatan. Sedangkan perawat memfasilitasi dan membantu pasien
untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan
sebagai
penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Pemberian layanan oleh
dokter maupun perawat membentuk suatu unit kesatuan kerja yang bernaung
dalam tim
pelayanan kesehatan.
Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang
mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi baik
jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan kesehatan
terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial,
ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya
memiliki
komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesama anggota tim
serta mampu bekerja sama.
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu
dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif
menjamin
bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab,
mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab
untuk
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan
untuk
membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim dalam
batas
kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam
perawatan
pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan
permasalahan.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup
praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi
petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara
dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama
sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan
berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi
terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan
dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional
menjadi
profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan
dokter
menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk
masing-masing kesalahan atau kelalaian yaitu malpraktik medis, dan malpraktik
keperawatan. Demi menghindari kesalahan dan kelalaian kerjasama dokter perawat menjadi
kunci utama sehingga menciptakan kolaborasi kerja yang bermutu untuk
menunjang
pelayanan kesehatan.
PENUTUP
Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter dan tim kesehatan
harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan
lebih berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional
yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap
saling
menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat menentukan bagaimana suatu
tim berfungsi.
Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya
pelayanan pasien yang berkualitas. Kolaborasi dokter dan perawat di tempat kerja dapat
diwujudkan melalui komunikasi yang baik serta menghormati profesi satu sama
lain.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan saling bekerja sama dalam kelompok sehingga
akan menciptakan sebuah tim kerja yang baik yang akhirnya memiliki komitmen bersama
untuk menyediakan layanan yang komprehensif.
Selain itu penerapan kolaborasi dokter dan perawat perlu dilakukan bersama dari
kedua belah pihak agar dapat meningkatkan mutu pelayanan dimana mereka
bekerja.
Peningkatan pendidikan perawat dan komunikasi yang baik antara tim dan pasien untuk
bekerja, dan untuk meningkatkan praktik kolaborasi perlu menjadi komitmen bersama antara
pemimpin (struktural) dan fungsional (profesi kesehatan).

DAFTAR PUSTAKA
1. Cox J. R.W., Mann L., and Samson D.,Benchmarking As a Mixed
Metaphor;Disentangling Assumitions of Competition and Collaboration, Journal of
Management Studies, 1997;34:2
2. Dochterman, Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN, 2001 Current Issue in Nursing. 6th
Editian Mosby Inc.USA
3. Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD,RN.,FAAN, alih bahasa Indraty
Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter;Perawatan Orang Dewasa dan Lansia,
EGC. Jakarta
4. Warelow P.J., and Psych A.f., Nurse-Doctor Relationships in Multidisciplinary
Teams: Ideal or Real, International Journal of Nursing Practice, 1996;2:117-23.
5. Aminah, S., dan Husni. (2007). “Kajian Pengembangan Kerangka Kerja Kolaborasi
Evaluasi dengan Pendekatan Collaborative Business Process Management.”
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1712/1493
6. http://www.unpad.ac.id/2012/10/pengembangan-komunikasi-kesehatan-perlu-
ditingkatkan
7. http://rossisanusi.wordpress.com/2012/07/10/kurikulum-antar-profesi-kesehatan

Anda mungkin juga menyukai