Anda di halaman 1dari 4

BAB II meluas di seluruh wilayah Filipina.

Oleh karena itu, penerimaan warga Filipina terhadap bahasa


PEMBAHASAN Filipino ini tidak begitu menggembirakan; lebih-lebih karena mereka punya kesan bahwa bahasa
2.1 Kebijaksanaan Bahasa Filipino ini hanya didasarkan pada bahasa Tagalog (based on Tagalog). Untuk lebih menggalakkan
Apakah yang dimaksud dengan kebijaksanaan bahasa itu ? Kalau kita mengikuti rumusan penerimaan bahasa dan penggunaan bahasa Pilipino ini pada tahun 1973 Majelis Konstituante Filipina
yang disepakati dalam seminar Politik Bahasa Nasional yang diadakan di Jakarta tahun 1975 maka mengganti nama Pilipino dengan nama Pilipino dengan janji bahwa bahasa Filipino akan didasarkan
kebijaksanaan bahasa itu dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan politis yang pada semua bahasa daerah yang ada di Filipina. Bagaimana caranya, entahlah, yang jelas hingga saat
dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat ini untuk komunikasi kenegaraan dan komunikasi antarsuku masih digunakan bahasa Inggris, di
dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu seluruh wilayah Filipina. Dengan bahasa Inggris mereka dapat berkomunikasi intrabangsa, tetapi
bangsa secara nasional (lihat Halim 1976). Jadi, kebijaksanaan bahasa itu merupakan suatu pegangan dalam bahasa Filipino belum dapat dilakukan.
yang bersifat nasional, untuk kemudian membuat perencanaan bagaimana cara membina dan Masalah kebahasaan yang dihadapi negara Singapura juga cukup ruwet, tetapi tampaknya
mengembangkan satu bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di pemerintah Singapura telah dapat melakukan kebijaksanaan bahasa dengan tepat. Republik Singapura
seluruh negara, dan dapat diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur berbeda. adalah negara kecil yang warganya multilingual, multirasial, dan multikultural. Maka menyadari
Masalah-masalah kebahasaaan yang dihadapi setiap bangsa adalah tidak sama, sebab keadaan itu, pemerintah Singapura mula-mula membedakan adanya dua hal, yaitu fungsi bahasa dan
tergantung pada situasi kebahasaan yang ada di dalam negara itu. Negara-negara yang sudah memiliki penggunanaan bahasa. Dalam hal fungsi bahasa ini, mereka membedakan adanya bahasa nasional dan
sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa saja (meskipun dengan bahasa resmi. Mereka mengakui punya satu bahasa nasional, yaitu bahasa Melayu yang menjadi
sekian dialek dan ragamnya) cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Negara lambang kenasionalan negara itu, seperti dalam lagu kebangsaan, aba-aba kemiliteran, dan slgan-
yang demikian, misalnya, Saudi Arabia, Jepang, Belanda, dan Inggris. Tetapi di negara-negara yang slogan lain. Di samping itu Singapura mengakui adanya empat buah bahasa resmi, yang dapat
terbentuk, dan memiliki banyak sekian bahasa daerah akan memiliki persoalan kebahasaan yang cukup digunakan dalam segala urusan resmi kepemerintahan. Keempat bahasa resmi itu adalah (1) bahasa
serius, dan mempunyai kemungkinan untuk timbulnya gejolak sosial dan politik akibat persoalan Melayu, (2) bahasa Mandarin, (3) bahasa Tamil (termasuk bahasa India lainnya), dan (4) bahasa
bahasa itu. Indonesia sebagai negara yang relatif baru dengan bahasa daerah yang tidak kurang dari Inggris. Dari urutannya secara emosional paling terhormat kedudukannya adalah bahasa Melayu;
400 buah, agak beruntung sebab masalah-masalah kebahasaan yang bisa terjadi di negara lain, secara namun, penggunaannya relatif kecil. Sebaliknya bahasa Inggris berada dalam kedudukan yang paling
historis telah diselesaikan sejak lama. Secara politis di Indonesia ada tiga buah bahasa, yaitu (1) bahasa rendah, tetapi frekuensi penggunaannya paling tinggi.
nasional Indonesia, (2) bahasa daerah, dan (3) bahasa asing. Jauh sebelum kebijaksanaan bahasa di Penggunaan masalah kebahasaan di India tampaknya mirip dengan di Singapura; hanya
ambil untuk menetapkan fungsi ketiga bahasa itu, para pemimpin perjuangan Indonesia, berdasarkan skalanya lebih besar. Kalau Singapura mengakui satu bahasa nasional dan dapat diterima dengan baik
kenyataan bahwa bahasa Melayu telah sejak ada berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas oleh warga Singapura secara keseluruhan, karena di samping satu bahasa nasional itu (yang lebih
sebagai lingua franca di seluruh Nusantara dan sistemnya cukup sederhana, telah menerapkan dan bersifat lambang kenasionalan) ditetapkan juga adanya empat bahasa resmi (termasuk bahasa Melayu)
mengangkat bahasa Melayu itu menjadi bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia, dan memberinya yang dapat digunakan dengan kedudukan sederajat (walaupun dalam kenyataannya frekuensi
nama bahasa Indonesia. Peristiwa pengangkatan bahasa Indonesia yang terjadi pada tanggal 28 penggunaan bahasa Inggris lebih tinggi). Bangsa India juga menetapkan adanya satu bahasa nasional,
Oktober 1928 dalam satu ikrar yang disebut Soempah Pemoeda itu tidak pernah menimbulkan protes yaitu bahasa Hindi, dua bahasa resmi kenegaraan, yaitu bahasa Hindi dan bahasa Inggris, serta
atau rekasi negatif dari suku-suku bangsa lain di Indonesia, meskipun jumlah penuturnya lebih banyak sejumlah bahasa resmi kedaerahan (lihat Moeliono 1983). Bahasa nasional, bahasa Hindi, tidak dapat
berlipat ganda. Kemudian, penetapan bahasa Indonesia menjadi bahasa negara dalam Undang-Undang digunakan secara luas di seluruh negara sebagai alat interaksi intrabangsa. Maka, satu-satunya alat
Dasar 1945 pun tidak menimbulkan masalah. Oleh karena itulah, para pengambil keputusan dalam komunikasi yang dapat digunakan untuk keperluan itu adalah bahasa Inggris, bahasa bekas
menentukan kebijaksanaan bahasa yang menetapkan fungsi-fungsi bahasa Indonesia, bahasa daerah, penjajahnya, yang sejak dulu memang telah menjadi lingua franca.
dan bahasa asing dapat melakukannya dengan mulus. Bahasa Indonesia ditetapkan, sesuai dengan Keperluan suatu bangsa atau negara untuk memiliki sebuah bahasa yang menjadi identitas
kedudukannya, sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai lambang kebanggaan nasional, dan nasionalnya dan satu bahasa, atau lebih, yang menjadi bahasa resmi kenegaraan (bisa bahasa yang
sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan atau intrabangsa; bahasa daerah berfungsi sebagai sama dengan bahasa nasional) tidak selalu bisa dipenuhi oleh bahasa atau bahasa- bahasa asli pribumi
lambang kedaerahan dan alat komunikasi intrasuku; sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai alat yang dimiliki. Indonesia dapat memenuhi kebutuhan itu dari bahasa asli pribumi; Filipina dapat
komunikasi antar-bangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan. Ketiga bahasa itu dengan fungsinya memenuhi sebagian; sedangkan Somalia tidak dapat sama sekali. Berkenaan dengan itu dalam
masing-masing tidak menimbulkan masalah. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mengaktifkan perencanaan bahasa dikenal adanya negara tipe endoglosik, seperti Indonesia; tipe eksoglosik-
pembinaan dan peningkatan penggunaan bahasa Indonesia dari para warga bangsa Indonesia, sebab endoglosik, seperti Filipina; dan tipe eksoglosik, seperti Somalia. Lebih lanjut lihat bagan berikut yang
hingga kini penguasaan mereka akan bahasa Indonesia masih jauh dari yang diharapkan (lihat Chaer diangkat dari Moeliono 1983.
1993). Negara Tipe Endoglosik
Masalah-masalah yang dihadapi bangsa Filipina agak mirip dengan keadaan di Indonesia, Bahasa Resmi Bahasa Resmi
tetapi tampaknya persoalan yang mereka hadapi lebih ruwet. Di Filipina, seperti di Indonesia, terdapat No. Negara Bahasa Nasional
Kenegaraan Kedaerahan
banyak bahasa daerah dan bahasa asing bekas penjajahnya yang sangat melekat pada bangsa itu, yaitu 1. Indonesia Indonesia Indonesia -
bahasa Spanyol dan bahasa Inggris. Ketika merdeka dan memerlukan simbol identitas bangsa, mereka 2. Malaysia Malaysia Malaysia I -
menetapkan dan mengangkat bahasa Tagalog, salah satu bahasa daerah, menjadi bahasa nasional yang 3. Thailand - Thai -
diberi nama baru bahasa Filipina. Berbeda dengan bahasa Melayu (yang menjadi dasar bahasa 4. Belgia - Belanda -
Indonesia), bahasa Tagalog (sebagai dasar bahasa Filipino) sebelumnya belum digunakan secara
Prancis 9. Ghana Prancis Inggris -
5. R.R. Cina Putunghua Putunghua (2) - Kituba
Luba
10. R.R. Kongo - Prancis
Keterangan: Lingala
1. Antara tahun 1957, tahun proklamasi kemerdekaan persekutuan Tanah Melayu, sampai Swahili
tahun 1967 bahasa Melayu dan bahasa Inggris kedua-duanya merupakan bahasa resmi di
Malaysia. Sejak tahun 1967 hanya bahasa Malaysia yang menjadi bahasa resmi. Pengambilan keputusan dalam kebijaksanaan bahasa oleh para pemimpin negara untuk
2. Putunghua (atau pu-tung-hua) ‘bahasa bersama’ adalah bahasa nasional Cina sejak tahun menetapkan suatu bahasa yang digunakan sebagai bahasa resmi kenegaraan biasanya juga berkaitan
1955. Di Taiwan disebut Gouyu ‘bahasa nasional’. Putunghua berdasar pada bahasa- bahasa dengan keinginan untuk memajukan suatu bangsa. Umpamanya, Mustafa Kemal Attaturk, presiden
Cina Utara dan bahasa Cina dialek kota Beijing. pertama Republik Turki (Proklamasi Turki menjadi sebuah negara republik adalah tanggal 19 Oktober
Negara Tipe Eksoglosik-Endoglosik 1923) demi modernisasi dan kemajuan bangsa, menghapuskan penggunaan huruf Arab yang sudah
Bahasa Resmi berabad-abad lamanya digunakan; dan menggantinya dengan huruf Latin. Suatu keputusan yang berani
Negara Bahasa Nasional Bahasa Resmi Kedaerahan dan luar biasa. Dengan motivasi yang mirip dengan Turki, untuk mencapai kemajuan pengetahuan
Kenegaraan
Pilipino - teknologi Barat, Nehru, pemimpin besar India, pernah berujar, “It is absolutely clear to me, and it is
1. Filipina Pilipino I Inggris - not an arguable matter that the scientific and technological training has to be given in English. You
Spanyol 2 - will not get through your plan if you do not do it. It is an absolute necessity” (dari Alwasilah1985:111).
Hindi (sebelas bahasa berdasarkan Tujuan kebijaksanaan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan
2. India Hindi Inggris konstituasi, a.I. Telugu, Tamil, komunikasi intrabangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional yang dapat
dan Benggali mengganggu stabilitas bangsa. Oleh karena itu, kebijaksanaan bahasa yang telah diambil di Indonesia,
Melayu di Filipina, di Singapura, dan di India, meskipun dalam perwujudan yang berbeda, sudah dapat
Mandarin dianggap mencapai sasaran dan tujuan. Kebijaksanaan untuk mengangkat satu bahasa tertentu sebagai
3. Singapura Melayu - bahasa nasional dan sekaligus sebagai bahasa negara; atau mengangkat satu bahasa nasional dan
Tamil
Inggris mengangkat satu bahasa lain sebagai bahasa negara boleh saja dilakukan asal saja tidak membuat
Swahili bahasa-bahasa yang lain yang ada di dalam negeri itu menjadi tersisih, atau membuat para penuturnya
4. Tanzania Swahili - menjadi resah, yang pada gilirannya dapat menimbulkan gejolak politik dan gejolak sosial
Inggris
Amhar . Indonesia tampaknya telah dapat dengan tepat menyelesaikan masalah kebahasaan ini dengan
5. Ethiopia Amhar - menetapkan fungsi dan status bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing pada tempatnya
Inggris
masing-masing. Singapura pun demikian juga, yakni dengan mengangkat keempat bahasa milik
Keterangan: warganya yang multirasial (Melayu, Mandarin, Tamil, dan Inggris) sebagai bahasa resmi yang
1. Antara tahun 1946-1972 nama bahasa nasional Filipina adalah Pilipino (dengan huruf P) kedudukannya sederajat, dan mengangkat bahasa Melayu (yang secara historis adalah bahasa asli
yang berdasarkan pada bahasa Tagalog lalu setelah itu diubah menjadi Filipino (dengan penduduk Singapura) menjadi bahasa nasional.
huruf F) yang akan diusahakan berdasarkan unsur semua bahasa daerah yang ada di Filipina. Dari pembicaraan di atas bisa dilihat bahwa kebijaksanaan bahasa merupakan usaha
2. Bahasa Spanyol hanya menjadi bahasa resmi antara tahun 1946 sampai 1972, setelah itu kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasa
tidak lagi. atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut, agar komunikasi kenegaraan dan kebangsaan dapat
Negara Tipe Eksoglosik berlangsung dengan baik. Selain memberi keputusan mengenai status, kedudukan, dan fungsi suatu
bahasa, kebijaksanaan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu
Bahasa Resmi Bahasa Resmi
Negara Bahasa Nasional yang biasa disebut korpus bahasa. Korpus bahasa ini menyangkut semua komponen bahasa, yaitu
Kedaerahan Kedaerahan
fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata, serta sistem semantik. Komponen ini harus juga diperhatikan
Somalia Inggris
1. Somalia - agar kebijaksanaan kebahasaan itu bersifat menyeluruh dan tuntas. Selanjutnya segala masalah
Arab Italia
kebahasaan yang ditemukan dalam menetapkan kebijaksanaan harus segera dirumuskan dalam bentuk
2. Haiti Kreol Prancis -
perencanaan bahasa.
3. Senegal Wolof Prancis - 2.2 Perencanaan Bahasa
4. Liberia - Inggris - Melihat urutan dalam penanganan dan pengolahan masalah-masalah kebahasaan dalam
5. Mauritania Arab Prancis - negara yang multilingual, multirasial, dan multikultural, maka perencanaan bahasa merupakan kegiatan
6. Sudan Arab Inggris (lalu dianti Arab) - yang harus dilakukan sesudah melakukan kebijaksanaan bahasa. Atau dengan kata lain, perencanaan
Tok Pisin bahasa itu disusun berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan bahasa.
7. Papua Nugini Inggris - Tetapi sebelumnya perlu diketahui ada pula pakar yang memasukkan kebijaksanaan bahasa itu sebagai
Hiri Mott
8. Nigeria - Inggris Hausa satu tahap dalam perencanaan bahasa (Lihat Neustupny 1970, Gorman 1973, dan Garvin 1973).

2 Perencanaan Bahasa – Sosiolinguistik


Perencanaan bahasa adalah suatu usaha untuk memengaruhi fungsi, struktur, atau penerjemahan. Sedangkan Springer (1956) menafsirkan language engineering itu sebagai usaha
penyerapan satu bahasa atau jenisnya di dalam sebuah pembicaraan masyarakat. Istilah perencanaan pengaksaraan bahasa dan pembakuan bahasa yang belum baku sepenuhnya.
bahasa (language planning) mula-mula digunakan oleh Haugen (1959) pengertian usaha untuk Istilah lain dalam perencanaan bahasa ini ada juga digunakan glottopolitics dan language
membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh para perencana. Menurut Haugen reform. Istilah glottopolitics digunakan oleh Hall (1951) dalam tulisannya mengenai keadaan bahasa di
selanjutnya, perencanaan bahasa itu tidak semata-mata meramalkan masa depan berdasarkan dari yang Haiti. Istilah tersebut digunakan untuk mengacu pada penerapan linguistik pada kebijaksanaan
diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan itu merupakan usaha yang terarah untuk pemerintah dalam penentuan sarana komunikasi yang paling cocok. Sedangkan istilah language reform
mempengaruhi masa depan. Sebagai contoh usaha perencanaan itu disebutkan pembuatan tata ejaan digunakan oleh Heyd (1954) dan Gallagher (1971) yang masing-masing menguraikan reformasi bahasa
yang normatif, penyusunan tata bahasa dan kamus yang akan dapat dijadikan pedoman bagi para di Turki. Istilah itu digunakan bahasa dan gerakan pemberantasan buta huruf di Cina. Terakhir dalam
penutur di dalam masyarakat yang heterogen. kepustakaan Inggris ada juga digunakan istilah language development dalam arti yang sama dengan
Dalam perkembangannya, setelah Haugen melancarkan istilah language planning itu, language planning.
pengertian perencanaan bahasa itu yang banyak dikemukakan para pakar memang menjadi bervariasi, Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa berbagai istilah dengan berbagai variasi pengertian
baik dari segi luasnya kegiatan, pelaku yang berperan di dalamnya, maupun peristilahannya. Jernudd tentang perencanaan bahasa, namun, ada suatu kesamaan, yaitu usaha untuk membuat penggunaan
dan Das Gupta (1971:211) mengatakan perencanaan bahasa adalah kegiatan politis dan administratif bahasa atau bahasa-bahasa dalam satu negara di masa depan dengan lebih baik dan lebih terarah.
untuk menyelesaikan persoalan bahasa di dalam masyarakat, Ray (1961, yang dikutip Moeliono 1983) Sesudah memahami apa yang dimaksud dengan perencanaan bahasa itu, maka masalah
berpendapat bahwa perencanaan bahasa terbatas pada saran atau rekomendasi yang aktif untuk berikut timbul adalah siapa yang harus melakukan perencanaan bahasa itu. Siapa pun sebenarnya dapat
mengatasi masalah pemakaian bahasa dengan cara yang paling baik. Keberhasilan perencanaan bahasa menjadi pelaku perencanaan itu dalam arti perseorangan maupun lembaga pemerintahan atau lembaga
itu sangat bergantung pada jaringan komunikasi sosial yang ada dan pada mobilisasi kekuatan sosial. swasta. Dalam sejarahnya, tampaknya yang banyak menjadi pelaku perencanaan ini adalah lembaga
Tauli (1968, yang juga dikutip Moeliono 1983), yang melihat bahasa terutama sebagai alat komunikasi, kebahasaan, baik yang merupakan instansi pemerintahan maupun bukan. Di Eropa badan resmi atau
merumuskan perencanaan bahasa dengan kata-kata, ... the methodical activity of regulating and setengah resmi yang mengurusi bahasa sudah muncul sejak abad ke-16. Pada tahun 1582 didirikan
improving existing languages or creating new common regional, national, or international languages. Academia della Crusca di Firenza untuk bahasa Italia. Pada tahun 1635 dengan meniru model yang
Bagi Tauli tugas perencanaan bahasa adalah mencari norma yang ideal yang didasarkan atas prinsip ada di Italia, Kardinal Recheliu mendirikan Academie Francaise untuk bahasa Prancis; dan di Spanyol
kejelasan, kehematan, dan keindahan. Sedangkan Gorman (1973, yang dikutip Moeliono 1983) didirikan Real Academia Espanola pada tahun 1713 untuk bahasa Spanyol. Kemudian menyusul pada
menyatakan bahwa perencanaan bahasa adalah tindakan koordinatif yang diambil untuk memilih, tahun 1786 berdiri Akademi Swedia (Svenska Akademien); Hongaria mendirikan pada tahun 1830; dan
mengkodifikasian, serta mengembangkan aspek tata ejaan, tata bahasa, dan leksikon, dan menyebarkan Norwegia tahun 1954. Inggris, negara besar dan tua, tidak mendirikan akademi karena orang-orang
bentuk-bentuk yang disetujui itu di dalam masyarakat. Gupta (dalam Boey 1975:110) mengatakan, Inggris tidak suka meniru-niru orang Prancis. Di Amerika Latin, Akademi Spanyol menjadi model
Language planning refers to a set of deliberate activities, systematically designed to organise and bagi sejumlah negara yang berbahasa Spanyol untuk mendirikan lembaga yang sama. Dapat dicatat,
develop the language resources of the community in an ordered achedule of time. Pakar lain, antara lain, di (Kolombia tahun 1871, di Meksiko tahun 1875, di Venezuela tahun 1881, di Peru tahun
Neustupny (1970) dan Gorman (1973) serta Galvin (1973) membedakan adanya dua macam 1887, dan di Guatemala tahun 1888).
perencanaan bahasa, yaitu (1) pemilihan bahasa untuk maksud dan tujuan tertentu seperti untuk bahasa Di Asia lembaga yang mengurusi bahasa tercatat Dewan Bahasa dan Pustaka di Malaysia,
kebangsaan atau bahasa resmi, yang tentunya melibatkan banyak faktor di luar bahasa, dan (2) didirikan tahun 1959, di Singapura berdiri Lembaga Bahasa Melayu tahun 1950, di Filipina berdiri
pengembangan bahasa yang terutama bertujuan untuk meningkatkan taraf keberaksaran, dan juga Lembaga Bahasa Nasional (Surian ng Wikang Pambansa) tahun 1936, di Jepang berdiri Dewan
usaha pembekuan bahasa. Bahasa Nasional (Kokugo Shingikai) tahun 1934; dan di daratan Cina ada Lembaga Penyusunan dan
Di Indonesia kegiatan yang serupa dengan language planning ini sebenarnya sudah Penerjemahan (Gwo-li byan-yi gwan) yang didirikan tahun 1932.
berlangsung sebelum nama itu diperkenalkan oleh Haugen (Moeliono 1983), yakni sejak zaman Di Indonesia lembaga yang terlibat dalam perencanaan dan pengembangan bahasa dimulai
pendudukan Jepang ketika ada Komisi Bahasa Indonesia sampai ketika Alisjahbana menerbitkan dengan berdirinya Commisie voor de Volksclectuur yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda
majalah Pembina Bahasa Indonesia tahun 1948. Malah kalau mau dilihat lebih jauh, language pada tahun 1908, yang pada tahun 1917 berubah menjadi Balai Pustaka. Lembaga ini dengan
planning di Indonesia sudah dimulai sejak Van Ophujisen menyusun ejaan bahasa Melayu (Indonesia) majalahnya Sari Pustaka, Pandji Pustaka, dan Kedjawen dapat dianggap sebagai perencana dan
pada tahun 1901, disusul dengan berdirinya Commisie voor de Volkslectuur tahun 1908, yang pada pengembang bahasa. Lalu, pada tahun 1942 pemerintah pendudukan Jepang membentuk dua Komisi
tahun 1917 berubah namanya menjadi Balai Pustaka; lalu disambung dengan Sumpah Pemuda tahun Bahasa Indonesia, satu di Jakarta dan satu lagi di Medan. Komisi ini diberi tugas untuk
1928, dan kemudian Kongres Bahasa I tahun 1938 di kota Solo. mengembangkan bahasa Indonesia lewat pembentukan istilah keilmuan, penyusunan tata bahasa baru,
Istilah yang digunakan Alishjabana adalah language engineering, yang dianggapnya lebih dan penentuan kata pungutan baru (Moeliono 1983). Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, pada tahun
tepat daripada istilah language planning yang terlalu sempit maksudnya. Cita-cita Alisjahbana dalam 1947 pemerintah Republik Indonesia membentuk Panitia Pekerja Bahasa Indonesia dengan tugas
language engineering ini adalah pengembangan bahasa yang teratur di dalam konteks perubahan sosial, mengembangkan peristilahan, menyusun tata bahasa sekolah, dan menyiapkan kamus baru untuk
budaya, dan teknologi yang lebih luas berdasarkan perencanaan yang cermat. Menurut Alisjahbana keperluan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Setahun kemudian, tahun 1948, panitia tersebut
masalah language engineering yang penting adalah (1) pembakuan bahasa, (2) pemodernan bahasa, diganti dengan Balai Bahasa sebagai bagian (jawatan) dari Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan
dan (3) penyediaan alat perlengkapan seperti buku pelajaran dan buku bacaan (lihat Moeliono 1983). Kebudayaan. Balai Bahasa ini mempunyai tugas yang jangkauannya sangat luas, sebab harus
Dalam kaitan dengan penggunaan istilah language engineering ini. Miller (1950) memperhatikan, meneliti, dan mempelajari bahasa Indonesia dan bahasa Nusantara. Selanjutnya
memasukkan ke dalam istilah itu kegiatan penciptaan bahasa internasional untuk komunikasi setelah mengalami beberapa perubahan nama dan perubahan status keadministrasian, sejak 1 April
penerbangan, pengubahan tata ejaan, pengembangan kosakata khusus, pembakuan bahasa, dan 1975 lembaga tersebut bernama Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (sejak 2000 berubah

3 Perencanaan Bahasa – Sosiolinguistik


lagi menjadi Pusat Bahasa) yang bertugas sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan berpengaruh, tidak dapat menerimanya. Begitu juga, Irlandia tidak berhasil menghidupkan kembali
pengembangan bahasa, bertanggungjawab langsung kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. bahasa Irlandia karena golongan yang bukan petani dan yang berpengaruh, lebih suka berbahasa
Hingga kini lembaga inilah, dengan berbagai perangkatnya, yang diberi tugas dan wewenang dalam Inggris, dan sudah merasa puas dengan kedudukan bahasa Irlandia sebagai bahasa seremonial belaka
perencanaan, pembinaan, dan pengembangan bahasa di Indonesia. (Gunarwan 1983). Hambatan dana dan tenaga rasanya akan teratasi dengan sendirinya kalau dana dan
Masalah berikutnya dalam perencanaan bahasa ini adalah, apakah sasaran perencanaan tenaga itu tersedia. Dalam hal ini, kalau kita mendengar berbagai keluhan, baik dalam forum seminar
bahasa itu. Dari berbagai kajian dapat kita lihat sasaran perencanaan bahasa itu (yang dilakukan setelah maupun dalam tulisan, mengenai rendahnya mutu penguasaan bahasa Indonesia pelajar, mahasiswa,
menetapkan kestatusan bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan), yaitu (1) pembinaan dan maupun cendekiawan Indonesia, kita perlu bertanya: di mana letak hambatan usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa yang direncanakan (sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan pengembangan bahasa Indonesia yang dilakukan melalui jenjang pendidikan formal maupun yang
sebagainya); dan (2) khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan menerima dan menggunakan telah dilakukan melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan penataran. Segudang jawaban telah
saran yang diusulkan dan ditetapkan. ditemukan, dan seribu satu usaha perbaikan telah dilakukan, tetapi hasilnya belum juga lebih baik.
Kalau sasarannya adalah bahasa atau korpus bahasa yang akan dibina atau dikembangkan, Kalau kita mengikuti alur pemikiran Koentjaraningrat (lihat kembali bab 11), kiranya tidak salah kalau
maka sasaran itu dapat menjadi bermacam-macam, antara lain: pengembangan sandi bahasa di bidang hal tersebut bersumber pada sikap dan sifat-sifat negatif bangsa Indonesia, seperti yang dikemukakan
pengaksaraan, di bidang peristilahan, di bidang pemekeran ragam wacana, dan sebagainya. Selain itu, Koentjaraningrat itu.
dapat juga direncanakan pembinaan pemakaian bahasa di bidang pengajaran dan penyuluhan, dapat Berhasil dan tidaknya usaha perencanaan bahasa ini adalah masalah evaluasi. Dalam hal ini
juga direncanakan untuk “membangkitkan” kembali bahasa lama (yang telah tidak digunakan) untuk memang dapat dikatakan evaluasi keberhasilan perencanaan bahasa itu memang sukar dilaksanakan.
digunakan kembali, seperti yang dilakukan di Irlandia dan di Israel. Di Irlandia usaha ini tidak berhasil Umpamanya, bagaimana mengevaluasi keberhasilan dalam bidang pembakuan bahasa, sebab
karena saingan bahasa Inggris yang terlalu kuat, sedangkan di Israel usaha pembangkitan bahasa Ibrani pembakuan bahasa itu biasanya tidak disertai dengan pemerian terperinci mengenai sasarannya, dan
tampaknya berhasil (lihat Moeliono 1983:37). tidak pula diberi rangka acuan waktu bilamana hasilnya kira-kira akan tercapai. Evaluasi terhadap
Kalau sasaran itu perencanaan itu adalah khalayak di dalam masyarakat, maka perencanaan pembakuan bahasa memang sukar sekali dilakukan, sebab masalah-masalah dalam pembakuan bahasa
itu, antara lain, dapat diarahkan kepada golongan penutur asli atau yang bukan penutur asli, kepada termasuk masalah yang kompleks, sukar dirumuskan, sukar dipecahkan, dan tidak mengenal aturan
yang masih bersekolah, kepada kaum guru pada semua jenjang pendidikan, kepada khalayak dalam berhenti. Oleh karena itu, seperti kata Rittel dan Weber (1973, yang dikutip Rubin 1983:338, dan
kelompok di bidang komunikasi media massa (majalah, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya), Gunarwan 1983), masalah-masalah pembakuan bahasa tersebut termasuk masalah-masalah kejam
juga kepada kelompok-kelompok sosial lain yang ada di dalam masyarakat. (wicked problems). Pembakuan bahasa itu sendiri, menurut Amran Halim (1979:29) merupakan proses
Suatu perencanaan bahasa tentunya harus diikuti dengan langkah-langkah pelaksanaan apa yang berlangsung terus-menerus selama bahasa yang bersangkutan tetap digunakan oleh masyarakat
yang direncanakan. Pelaksanaan yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah penyusunan sistem yang hidup dan tumbuh, dan berkembang sedemikian rupa, sehingga sebenarnya tidak dapat dikatakan
ejaan yang ideal (baku), yang dapat digunakan oleh para penutur dengan benar, sebab adanya sistem dengan pasti di mana pangkal dan di mana ujungnya.
ejaan yang disepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi. Kemudian diikuti
dengan penyusunan atau pengkodifikasikan sistem tata bahasa yang dibakukan serta penyusunan
kamus yang lengkap. Kedua buku ini (tata bahasa dan kamus) merupakan dokumen penting untuk
penyebaran korpus bahasa dan pembinaan kebahasaan pada khalayak di masyarakat. Langkah
berikutnya, yang sebenarnya bisa dilakukan bersamaan dengan kodifikasi korpus, adalah “pemasaran”
hasil kodifikasi itu kepada masyarakat. Cara yang tepat dan nefektif adalah melalui jalur pendidikan
formal, untuk pembinaan jangka panjang, dan melalui penyuluhan kepada anggota masyarakat, untuk
pembinaan jangka pendek. Dalam hal ini harus diingat bahwa usaha perencanaan bahasa dengan segala
langkah kegiatannya bukanlah usaha yang mengenal titik henti sebab bahasa sebagai unsur budaya
suatu bangsa bersifat dinamis. Selalu berubah dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dan tak kenal
henti.
Pelaksanaan perencanaan bahasa ini kemungkinan besar akan mengalami hambatan yang
mungkin akibat dari perencanaannya yang kurang tepat, bisa juga dari para pemegang tampuk
kebijakan, dari kelompok sosial tertentu, dari sikap bahasa para penutur, maupun dari dana dan
ketenagaan. Perencanaan yang kurang tepat bisa bersumber dari pengambilan kebijaksanaan yang tidak
tepat atau keliru, karena salah mengestimasi masalah kebahasaan yang harus diteliti. Hambatan dari
pemegang tampuk kebijakan bisa terjadi dilakukan oleh mereka yang memegang tampuk kebijakan di
luar bidang bahasa. Di Indonesia, misalnya tidak jarang, ada orang yang cukup berpengaruh bukan
hanya tidak memberi contoh penggunaan bahasa yang baik, malah juga melakukan tindakan yang tidak
menunjang pembinaan bahasa. Antara lain dengan mengatakan, “soal bahasa adalah urusan guru
bahasa”. Hambatan dari penutur, antara lain, dapat kita lihat kejadian di Israel dan di Irlandia. Di Israel
usaha pembakuan lafal dengan menetapkan lafal bahasa Ibrani ragam Shepardi sebagai lafal baku
mengalami kegagalan karena golongan Ashkenazi, kaum imigran Yahudi dari Eropa dan yang

4 Perencanaan Bahasa – Sosiolinguistik

Anda mungkin juga menyukai