Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN HASIL BELAJAR MANDIRI

SKENARIO E BLOK 28 TAHUN 2017

1. Tuan X, kisaran usia 27 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tipe
A diantar oleh polisi setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Dari saksi di tempat
kejadian diketahui mekanisme trauma adalah pasien uang mengendarai motornya
kecepatan tinggi menabrak tiang listrik lalu terpelanting dan membentur trotoar. Saat itu
pasien tidak mengenakan helm. Baju dan celana pasien basah karena darah.
a. Apa makna klinis baju dan celana pasien basah karena darah?
Baju dan celana pasien basah karena darah artinya volume perdarahan aktif cukup
banyak dan dapat dicurigai mengarah ke keadaan syok hemoragik. Pada kasus sumber
perdarahan aktif akibat fraktur terbuka os humerus sinistra, fraktur terbuka os femur
sinistra, dan fraktur terbuka os kruris sinistra.

Gambar 1. Perkiraan jumlah kehilangan darah berdasarkan fraktur

2. Airway: Bersuara saat dipanggil, aroma napas alcohol


a. Apa makna klinis dari aroma napas alkohol?
Aroma napas alkohol dikarenakan Tn. X mengonsumsi alkohol sebelumnya sehingga
menyebabkan gangguan kesadaran selama berkendara. Alkohol secara langsung
mempengaruhi tubuh melalui peningkatan aktivitas GABA dan berpengaruh pada
reseptor glutamat. Peningkatan GABA mengakibatkan aktivitas neuron menurun
sehingga respon otak menjadi lambat. Dampak pada reseptor glutamat berimbas pada
kesalahan bicara, hilang kesadaran, hilang ingatan, dan kurangnya koordinasi tubuh.
Akibatnya Tn. X dalam kasus mengalami kecelakaan lalu lintas.

3. Breathing: RR: 32x/menit, SPO2: 95% (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis dan
dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, tidak ada ronkhi, tidak ada
wheezing
a. Apa makna klinis dan mekanisme abnormal dari RR: 32x/menit, SPO2: 95% (dengan
udara bebas), gerakan thoraks statis dan dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler
(+) normal, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing?
Didapatkan salah satu tanda syok berupa peningkatan frekuensi napas (16-20x/menit)
dan SpO2 dalam ambang batas normal (95-100%), tidak ditemukan tanda-tanda
trauma thoraks seperti pneumothoraks.
Hasil pemeriksaan Interpretasi Mekanisme abnormal
RR: 32x/menit Meningkat Perdarahan  hipovolemia  aktivasi sistem
(takipneu) saraf simpatis  peningkatan usaha bernafas
SpO2: >95% Ambang Saturasi oksigen perlu selalu dipantau untuk
(dengan udara batas menilai perfusi jaringan
bebas) Perdarahan  hipovolemia  efektivitas
perfusi oksigen di paru-paru menurun  saturasi
oksigen menurun
Gerakan thoraks Normal
statis dan dinamis :
simetris
Auskultasi paru : Normal
vesikuler (+) normal
Tidak ada ronkhi Normal
Tidak ada wheezing Normal
4. Circulation: nadi: 145x/menit (isi dan tekanan kurang), TD : 70/50 mmHG, akral dngin
lembab pucat, CRT (capillary Refill Time) 4 menit
a. Apa penyebab gejala sirkulasi yang dialami Tn. X?
Peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis saat terjadi
hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah kemikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan

5. Disability: respon to verbal (skala AVPU), GCS E3M6V4


a. Apa makna klinis dan mekanisme abnormal dari disability tuan X?
Tuan X mengalami gangguan kesadaran.
 Skala AVPU  V
Skala AVPU adalah metode cepat untuk menilai penurunan kesadaran pasien.
Tingkatan kesadaran pasien dilaporkan dengan A, V, P, atau U.
(1) A: Alert and oriented
Penilaian kesadaran dan orientasi terhadap orang, tempat, waktu, dan
kejadian. Pada level ini, pasien dalam kondisi sadar sepenuhnya. Untuk
menilainya, caranya dengan menanyakan pertanyaan yang jawabannya bukan
berupa ‘ya’ atau ‘tidak’ seperti ‘Tahun berapa sekarang?’atau ‘Sekarang anda
ada dimana?’
(2) V: response to Verbal stimulus
Hal ini mengindikasikan bahwa pasien hanya merespon (menjadi fully alert
atau partially alert) jika diberi rangsangan verbal seperti panggilan atau
teriakan.
(3) P: response to Pain
Pada level ini, menandakan pasien sudah tidak responsive lagi dengan
rangsangan verbal dan harus dirangsang dengan perlakuan fisik seperti
cubitan atau pukulan. Positif jika ketika dicubit atau dipukul, pasien meringis
atau mengerang.
(4) U: Unresponsive
Level terendah kesadaran. Terjadi jika sudah dilakukan rangsangan nyeri di
kedua sisi dan pasien tetap dalam kondisi flasid atau tidak sadarkan diti tanpa
adanya pergerakan atau suara.
Semua level dibawah Alert interpretasinya adalah gangguan kesadaran. Maka
pada kasus ini, Mr. X mengalami gangguan kesadaran dengan tingkat kesadaran
di level sadar jika distimulus dengan verbal.
 Glasgow-Coma Scale  E3 V4 M6  13 (Apatis)
(1) Eye opening (1 to 4 points).
(a) Spontan: E4. Mata terbuka dan focus, pasien bias mengenali pemeriksa
dan mengikuti pergerakan mata.
(b) Terhadap suara: E3. Pasien membuka mata ketika diajak bicara,
dipanggil atau diperintahkan.
(c) Terhadap nyeri.: E2. Pasien membuka mata jika diberi stimulus nyeri
(d) Tidak membuka: E1
(2) Verbal response (1 to 5 points).
(a) Sadar penuh.: V5. Pasien bias berbicara dan menjawab pertanyaan perihal
lokasi, tempat, dan waktu saat ini. Bisa juga ditanyakan bagaimana
kejadian ini bias terjadi.
(b) Bingung: V4. Pasien bias berbicara jelas, namun tidak terorientasi
dengan baik.
(c) Kata-kata tidak sesuai: V3. Pasien menjawab rangsangan verbal dengan
jawaban tidak sesuai dengan situasi, tidak jelas dan terkadang dengan
jawaban kasar atau tidak senonoh
(d) Meracau: V2. Mengeluarkan kata kata yang tidak dimengerti orang
normal.
(e) Tidak ada respon suara: V1
(3) Motor response (1 to 6 points).
(a) Mengikuti perintah: M6. Pasien bisa mengerti dan melakukan
tindakan sesuai perintah. Perlu diperhatikan kesesuaian respon
motorik pasien untuk memastikan ada tidaknya jejas di belahan otak
yang berbeda.
(b) Nyeri terlokalisir: M5. Jika pasien dapat dengan akurat mendorong atau
melepaskan cubitan yang dilakukan pemeriksa dengan tangannya, maka
pasien tersebut responsif dengan nyeri terlokalisir.
(c) Mengelak dari nyer: M4. Hal ini mengindikasikan bahwa tubuh pasien
hanya menjauh ketika diberikan rangsangan nyeri.
(d) Fleksi (postur dekortikasi): M3. Tubuh pasien menekuk menjadi postur
protektif dengan lengan fleksi ke dada. Hal ini terjadi pada trauma otak
berat.
(e) Ekstensi (postur decerebrasi): M2. Tubuh pasien ekstensi, kaki tungkai
dan lengan ekstensi dan kaku, bahkan sulit digerakkan.
(f) Benar benar flasid: M1
Mekanisme Abnormal
Tenaga eksternal yang mempengaruhi pergerakan kepala menyebabkan stress
mekanik di jaringan otak, menghasilkan discharge listrik mendadak/ depolarisasi sel
sel syaraf diseluruh jaringan otak. Penurunan kesadaran bisa terjadi hanya karena
mekanisme ini saja. Depolarisasi ini menyebabkan derasnya aliran neurotransmitter di
otak dan adanya perubahan neurokimia menyebabkan terjadinya eksitatori berlebihan
dan rusaknya sel syaraf otak. Aktifitas berlebihan depolarisasi serebral ini bisa terjadi
hingga ke formation reticularis atau klaustrum yang merupakan pusat control
kesadaran.

6. Exposure: temperature: 35,5oC, jejas di abdomen kanan atas, tampak fraktur terbuka os
humerus sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur terbuka os femur sinistra dengan
perdarahan aktif, fraktur terbuka kruris sinistra dengan perdarahan aktif
a. Bagaimana makna klinis dari tampak fraktur terbuka os humerus sinistra dengan
perdarahan aktif, fraktur terbuka os femur sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur
terbuka kruris sinistra dengan perdarahan aktif?
Perdaraha yang terjadi merupakan on-going bleeding, diduga arteri besar mengalami
cedera pada daerah fraktur tersebut.
 Fraktur terbuka os humerus sinistra dengan perdarahan aktif
Fraktur diduga terjadi di bagian tengah corpus humerus karena berdasarkan
epidemiologi paling sering terjadi di daerah ini. Fraktur pada batang humerus
terjadi akibat adanya trauma fisik seperti jatuh atau tumbukan kuat. Gaya besar
dari luar tersebut dihantarkan melalui jaringan padat mulai dari luar yaitu kulit,
jaringan ikat, dan otot, yang kemudian sampai ke struktur tulang humerus.
Fragmen tulang humerus yang patah bisa mencuat atau merobek kulit sehingga
menyebabkan luka. Hal ini disebut sebagai fraktur terbuka. Fragmen-fragmen
patahan tulang berpotensi merobek arteri arteri kecil maupun besar disekitar
tulang. Pada lengan, arteri besar yang besar kemungkinan rupture adalah arteri
brachialis yang terletak di bagian depan os humerus.

 Fraktur terbuka os femur sinistra dengan perdarahan aktif


Fraktur diduga terjadi di bagian tengah corpus femur karena berdasarkan
epidemiologi paling sering terjadi di bagian ini. Fraktur pada batang femur terjadi
akibat adanya trauma fisik seperti jatuh atau tumbukan kuat. Gaya besar dari luar
tersebut dihantarkan melalui jaringan padat mulai dari luar yaitu kulit, jaringan
ikat, dan otot, yang kemudian sampai ke struktur tulang femur. Fragmen tulang
femur yang patah bisa mencuat atau merobek kulit sehingga menyebabkan luka.
Hal ini disebut sebagai fraktur terbuka. Fragmen-fragmen patahan tulang
berpotensi merobek arteri arteri kecil maupun besar disekitar tulang. Pada paha,
arteri besar yang besar kemungkinan rupture adalah arteri femoralis yang terletak
di bagian depan os femur. Arteri ini terletak superficial, sangat rentan cedera dan
dapat menyebabkan kehilangan darah yang sangat cepat.

 Fraktur terbuka kruris sinistra dengan perdarahan aktif.


Fraktur pada daerah kruris pada kasus ini kemungkinan besar terjadi pada os.
tibia. Hal ini dikarenakan os tibia hanya dilapisi oleh kulit dan fascia superficialis.
Selain tibia, os fibula biasanya ikut mengalami fraktur. Fraktur regio kruris terjadi
akibat adanya trauma fisik seperti jatuh atau tumbukan kuat. Gaya besar dari luar
tersebut dihantarkan melalui jaringan padat mulai dari luar yaitu kulit, jaringan
ikat, dan otot, yang kemudian sampai ke struktur tulang tibia. Fragmen tulang
tibia yang patah bisa mencuat atau merobek kulit sehingga menyebabkan luka.
Hal ini disebut sebagai fraktur terbuka. Fragmen-fragmen patahan tulang
berpotensi merobek arteri arteri kecil maupun besar disekitar tulang. Pada tungkai
bawah, arteri besar yang besar kemungkinan rupture adalah arteri tibialis anterior
atau posterior yang terletak di permukaan depan dan belakang os tibia.
b. Bagaimana cara mencegah hipotermia pada pasien saat melakukan exposure?
Tanggalkan semua pakaian pasien untuk melihat ada tidaknya luka atau trauma lain.
Kemudia segera selimuti pasien dengan selimut tebal untuk mencegah hipotermia.
Cairan saline yang diberikan juga sebaiknya dihangatkan.

7. Aspek klinis
a. Tata laksana
Pada kasus harus pertimbangkan melakukan foto rontgen cervikal, thoraks, pelvis,
dan melakukan pemeriksaan DPL atau FAST. Kalau terbukti ada ruptur hepar maka
dilakukan laparatomi. Untuk fraktur humerus, femur, dan cruris yang sudah terbukti
mengalami fraktur terbuka maka indikasi untuk dilakukan operasi. Semua fraktur
terbuka, tidak peduli seberapa ringannya, harus dianggap terkontaminasi, penting
untuk mencoba mencegahnya infeksi. Untuk tujuan ini, perlu diperhatikan empat hal
yang penting :

1. Pembalutan luka dengan segera.


2. Profilaksis antibiotika.
3. Debridement luka secara dini.
4. Stabilisasi fraktur.
Manajemen syok hipovolemik harus dilakukan simultan antara stabilisasi C-A-B dan
mengatasi sumber perdarahan (on-going bleeding).
1. Pastikan jalan napas dan pernapasan pasien dalam kondisi baik (PaO2 > 80
mmHg);
2. Tempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi dan lakukan resusitasi cairan
segera melalui akses intravena/kateter vena sentral/jalur intraoseus. Pada situasi
dengan sarana terbatas, prosedur venaseksi dapat dilakukan pada vena safena
magna untuk mendapatkan akses vaskular.
3. Cairan yang diberikan ialah garam seimbangan seperti Ringer’s Laktat (RL),
bolus 2-4 L dalam 20-30 menit. Penggunaan resusitasi dengan garam isotonus
(NaCL 0,9%) harus diwaspadai efek samping asidosis hiperkloremik.
4. Nilai ketat hemodinamik dan amati tanda-tanda perbaikan syok: tanda vital,
kesadaran, perfusi perifer, urine output, pulse oximetry, dan analisis gas darah.
Kondisi asidosis, pada dewasa seringkali akibat perfusi yang buruk, biasanya akan
membaik sendiri setelah resusitasi. Terapi bikabrbonat jarang digunakan
5. Atasi sumber perdarahan (ongoing bleeding). Hemostasis darurat secara operatif
diperlukan apabila terjadi perdarahan masif (≥40%). Kemungkinan adanya
perdarahan harus selalu dicurigai apabila kehilangan belum dapat teratasi.
6. Kehilangan darah dengan kadar Hb ≤10g/dL perlu pergantian dengan transfusi,
pastikan sediaan yang telah menjalani uji cross-match (uji silang) sebelumnya.
 Pada kondisi yang sangat darurat, transfusi packed red cell (PRC) seusia
golongan darah dapat diberikan atau
 Pemberian PRC golongan darah O dan rhesus negatif (harus memenuhi
keduanya) hanya direkomendasikan pada pasien yang golongan darahnya
tidak dapat diketahui. Bila tersedia, analisis golongan darah harus
diprioritaskan dahulu misalnya dengan metode aglutinasi sederhana. Selalu
pertimbangkan antara manfaat dan risiko transfusi darurat ini dalam situasi
emergensi.
 Setelah perdarahan berhasil diatasi dan pasien stabil, pertimbangkan
penghentian transfusi setelah Hb >10g/dL.
7. Pada kondisi hipovolemia yang berat dan berkepanjangan, pertimbangkan
dukungan inotropik dengan dopamin, vasopresin, atau dobutamin untuk
meningkatkan kekuatan ventrikel setelah volume darah dicukupi terlebih dahulu.

b. SKDI
3B : syok hipovolemik
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan laboratorium
atau x-ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk
ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

Hipotesis

Tn. X usia 27 tahun mengalami syok hemoragik derajat 3


Learning Issue

1. Trauma abdomen (region kanan atas)

Pemeriksaan awal abdomen dengan hasil normal tidak menyingkirkan adanya


kemungkinan cedera intrabdominal. Observasi yang teliti dan reevaluasi yang sering, sebaiknya
oleh pengamat yang sama, sangat penting dalam menatalaksana trauma tumpul abdomen, karena
seiring waktu, temuan abdomen pada pasien dapat berubah. Pasien dengan hipotensi yang tidak
dapat dijelaskan, cedera neurologis, gangguan sensorium sekunder akibat alcohol dan/atau obat-
obatan, dan temuan abdomen samar, sebaiknya dipertimbangkan untuk pemeriksaan diagnostic
peritoneal lavage (DPL), abdominal ultrasonography atau Focused Assessment with Sonography
for Trauma (FAST), atau, jika temuan hemodinamik stabil dapat dilakukan CT abdomen. Fraktur
pelvis atau fraktur pada iga bawah dapat menghalangi diagnostik yang akurat pada pemeriksaan
abdomen, karena palpasi pada abdomen dapat menimbulkan rasa sakit pada daerah ini.
Pecahnya visko berongga, pendarahan dari organ padat, dan pendarahan dari tulang
pelvis sering sulit dikenali, dan penilaian pasien sering menjadi bias karena intoksikasi alkohol,
penggunaan obat terlarang, cedera pada otak atau sumsum tulang belakang, dan cedera pada
struktur yang berdekatan seperti tulang rusuk dan tulang belakang. Kehilangan darah yang
signifikan dapat terjadi di rongga perut tanpa perubahan penampilan atau dimensi dramatis dan
tanpa tanda-tanda iritasi peritoneal yang nyata. Setiap pasien yang mengalami cedera torsi yang
tegang secara signifikan akibat pukulan langsung, perlambatan, atau cedera tembus harus
dipertimbangkan memiliki cedera abdomen visceral, vaskular, atau pelvis sampai terbukti
sebaliknya.

Mekanisme Trauma: Trauma Tumpul

Pukulan langsung, seperti kontak dengan tepi kemudi yang lebih rendah atau pintu mobil
yang terdorong dalam kecelakaan kendaraan bermotor, dapat menyebabkan luka tekan dan nyeri
pada perut dan panggul. Kekuatan tersebut merusak organ yang padat dan berongga dan dapat
menyebabkan ruptur, dengan perdarahan sekunder, kontaminasi oleh isi viseral, dan
berhubungan dengan peritonitis. Cedera geser (shearing injury) adalah bentuk cedera yang bisa
terjadi bila alat penahanan diri seperti sabuk pengaman tidak dipakai dengan benar. Pasien yang
terluka dalam kecelakaan kendaraan bermotor mungkin mengalami cedera deselerasi, di mana
terjadi pergerakan diferensial baik bagian fixed maupun nonfixed tubuh. Contohnya meliputi
laserasi hepar dan limpa, keduanya merupakan organ yang dapat bergerak, di lokasi ligamen
pendukung yang terfiksasi. Bucket-handle-injuries pada usus halus merupakan contoh cedera
deselerasi. Pada pasien yang mengalami trauma tumpul, organ yang paling sering terluka adalah
limpa (40%-55%), hati (35%-45%), dan usus kecil (5%-10%). Selain itu, ada 15% kejadian
hematoma retroperitoneal pada pasien yang menjalani laparotomi untuk trauma tumpul.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. 2012. Abdominal and Pelvic Trauma. Dalam: Advanced Trauma
Life Support (ATLS) Ninth Edition (page 122-146). Hearthside Publishing Services,
Chicago, USA.

Liwang, F. dan A. Mansjoer. 2014 Syok Hipovolemik. Dalam: Tanto C., F. Liwang, S. Hanifati
dan E.A. Pradipta. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Keempat Jilid Kedua (hal 863-865).
Media Aesculapius, Jakarta, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai