Jurnnal - PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK IDENTIFIKASI MATAAIR DI KABUPATEN SLEMAN PDF
Jurnnal - PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK IDENTIFIKASI MATAAIR DI KABUPATEN SLEMAN PDF
Sudaryatno
deyatno@yahoo.com
Abstract
Spring can be identified from landscape approach using physical characteristics of the land
such as slope gradient, stream flow pattern, landuse, landform, and lineament. Research conducted
to find out spring emergence based on physical characteristic using remote sensing image, also
mapping and analyze spring distribution using geographic information system. ASTER VNIR image
with 15 meters spatial resolution sharpened by HSV method. Hillshade analysis using ASTER
GDEM image with 30 meters spatial. Soil Map, Topographic Map, and Geological Map required as
secondary data.
Spring distribution known from spatial overlay analysis. This study has shown that there
were 4 types of spring in Sleman Regency, they are volcanic spring, contact spring, depression
spring, and fracture spring. Rainfall affecting the spring discharge in Young Volcanic Rock. Remote
sensing technique using ASTER VNIR and ASTER GDEM capable to identify the emergence of
spring. Geographic Information System proved to be used to spatial analysis and can be used to
mapping spring position and distribution in Sleman Regency.
Abstrak
Mataair dapat diidentifikasi dari pendekatan bentanglahan terpilih menggunakan parameter
fisik lahan berupa lereng, pola aliran, penggunaan lahan, bentuklahan, dan pola kelurusan. Penelitian
dilakukan untuk mengetahui lokasi pemunculan mataair di Kabupaten Sleman berdasarkan parameter
fisik lahan menggunakan citra penginderaan jauh dan memetakan serta menganalisis sebaran mataair
menggunakan sistem informasi geografis.Citra ASTER VNIR resolusi 15 meter hasil penajaman
HSV digunakan untuk mempertajam kontras obyek. Analisis hillshade ASTER GDEM resolusi 30
meter digunakan untuk interpretasi morfologi. Bantuan data sekunder seperti Peta Geologi, Peta
Rupabumi, dan Peta Tanah diperlukan untuk identifikasi.
Sebaran mataair dianalisis menggunakan analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat 4 jenis mataair di Kabupaten Sleman, yaitu mataair vulkanik, mataair kontak, mataair
depresi, dan mataair rekahan. Curah hujan mempengaruhi debit mataair pada Batuan Gunungapi
Muda. Teknik penginderaan jauh menggunakan ASTER VNIR dan ASTER GDEM mampu
digunakan untuk melakukan identifikasi lokasi pemunculan matair. Sistem informasi geografis
terbukti dapat digunakan untuk analisis spasial serta memetakan lokasi sebaran mataair di Kabupaten
Sleman.
Kata kunci: mataair, ASTER VNIR, ASTER GDEM, penginderaan jauh, SIG
145
PENDAHULUAN topografi permukaan bumi dapat
Kabupaten Sleman merupakan salah satu divisualisasikan dalam bentuk tiga dimensi.
propinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta yang Aplikasi penginderaan jauh untuk
sebagian besar wilayahnya tersususun atas pemetaan sumberdaya wilayah memerlukan
bentuklahan vulkanik di bagian selatan pertimbangan tertentu agar dapat
gunungapi Merapi. Secara umum, formasi menghasilkan keluaran dengan kualitas baik.
batuan di Kabupaten Sleman tersusun dari Selain mempertimbangkan resolusi spasial,
formasi Gunungapi Merapi Tua, formasi temporal, dan radiometrik, juga diperlukan
Gunungapi Merapi Muda, dan formasi Sleman pertimbangan resolusi spektral berupa
(van Bemmelen, 1949). Formasi Gunungapi pemilihan saluran, serta kombinasi saluran.
Merapi Muda dan formasi Sleman merupakan Penentuan teknik dan metode pengolahan juga
major aquifer dan formasi Gunungapi Merapi dapat berpengaruh terhadap hasil akhir suatu
Tua merupakan poor aquifer. Major aquifer aplikasi penginderaan jauh. Sistem Informasi
memiliki permeabilitas baik sehingga mataair Geografis (SIG) diperlukan dalam analisis
banyak muncul di tempat tersebut. sumberdaya wilayah karena memiliki
Mataair yang merupakan pemusatan kemampuan menyimpan dan memanipulasi
pengeluaran air tanah yang muncul di informasi-informasi geografi dan kemampuan
permukaan tanah dan umum digunakan untuk melakukan tumpang susun antar
sumber air potensial yang selama ini telah beberapa paramater, serta memiliki
dimanfaatkan sebagai sumber utama air bersih kemampuan memvisualisasikan hasil
terutama oleh PDAM (Perusahaan Daerah Air pengolahan spasial citra penginderaan jauh.
Minum) , juga oleh perusahaan Air Minum Tujuan dari penelitian ini adalah:
Dalam Kemasan (AMDK) dan masyarakat 1. Mengetahui lokasi pemunculan mataair di
awam. Mata air yang berasal dari tanah dalam, Kabupaten Sleman berdasarkan parameter
hampir tidak terpengaruh oleh musim, dan fisik lahan menggunakan citra
kuantitas atau kualitasnya sama dengan penginderaan jauh dan memetakan serta
keadaan air dalam (Totok Sutrisno, 2004). menganalisis sebaran mataair
Mataair dapat diidentifikasi dari menggunakan sistem informasi geografis.
pendekatan bentanglahan terpilih 2. Mengkaji kemampuan citra penginderaan
menggunakan parameter fisik lahan tertentu. jauh dan sistem informasi geografis dalam
Citra penginderaan jauh dan SIG dapat mengidentifikasi lokasi pemunculan
digunakan untuk menyadap dan mengolah mataair berdasarkan parameter fisik lahan
data terkait lokasi peunculan mataair di Kabupaten Sleman.
ASTER (Advance Spaceborne Thermal
Emission and Reflection Radiometer) METODE PENELITIAN
merupakan sensor optik multispektral dengan Secara garis besar, perolehan data
resolusi spasial 15 m yang dimuat pada satelit dilakuan menggunakan ekstraksi data
Terra 14 band spektral dari mulai spektrum penginderaan jauh dan cek lapangan.
tampak sampai dengan saluran thermal yang Alat dan bahan yang digunakan
terbagi menjadi 3 radiometer, yaitu: VNIR meliputi:
(Visible Near Infrared Radiometer), SWIR 1. Data Primer
(Short Wave Infrared Radiometer) dan TIR a. Citra ASTER VNIR perekaman tahun
(Thermal Infrared Radiometer) (Ersdac, 2012
2003). Citra ASTER VNIR dapat digunakan b. Citra ASTER GDEM
sebagai kajian penutup dan penggunaan lahan. 2. Data Sekunder
Salah satu turunan citra ASTER, yaitu ASTER a. Peta Rupa Bumi Indonesia skala
GDEM dengan resolusi spasial 30 m, 1:25.000
merupakan citra yang dapat digunakan untuk b. Peta Tanah Skala 1:250.000
merepresentasikan elevasi permukaan bumi c. Peta Geologi Skala 1:100.000
dalam bentuk digital. Dengan citra ini, bentuk
146
d. Data curah hujan bulanan tahun 2000 – mengestimasi nilai pada titik-titik yang belum
2011 di stasiun hujan daerah kajian dari terdapat nilainya.
BMKG Peta satuan lahan digunakan untuk
e. Data debit mataair daerah kajian dari mempermudah pengambilan sampel di
Dinas SDAEM Kabupaten Sleman lapangan. Peta satuan lahan dibuat
3. Perangkat Keras berdasarkan tumpangsusun antara beberapa
a. Seperangkat Laptop peta, yaitu peta lereng, bentuklahan, dan
b. Printer untuk mencetak laporan dan peta penggunaan lahan.
c. GPS (Global Positioning System), untuk Pengambilan sampel dilakukan dengan
membantu navigasi dan mengeplot metode purposive sampling dimana sampel
posisi di lapangan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu
d. Kompas untuk mengetahui arah pada unit satuan lahan tertentu. Prediksi
e. Penyiam (scanner) untuk mengkonversi lokasi mataair hasil interpretasi dijadikan
data analog ke dalam bentuk digital sebagai sampel penelitian.
f. Kamera digital untuk dokumentasi Hasil interpretasi penggunaan lahan diuji
kegiatan penelitian menggunakan perhitungan confucion matrix.
4. Perangkat Lunak Sementara, interpretasi lokasi mataair
a. Perangkat lunak pengolah sistem divalidasi menggunakan data lokasi mataair
informasi geografis dari Dinas SDAEM Kabupaten Sleman dan
b. perangkat lunak pengolah citra hasil survey lapangan. Ketelitian akurasi total
c. Perangkat lunak pengolah data statistik mempertimbangkan data yang benar antara
untuk mengolah data curah hujan hasil klasifikasi dan kondisi lapangan yang
dinilai secara kualitatif.
Citra penginderaan jauh yang telah Lokasi mataair dapat diidentifikasi
terkoreksi dipergunakan untuk mengekstraksi menggunakan pendekatan bentanglahan
data parameter fisik lahan meliputi pola terpilih berdasarka parameter fisik lahan.
aliran, kemiringan lereng, bentuklahan, Indikator fenomena kejadian mataair antara
penggunaan lahan, dan pola kelurusan. lain adalah:
Teknik penajaman citra dilakukan pada a. Adanya perubahan gradien atau
citra ASTER AVNIR untuk mengubah nilai kemiringan lereng yang menyebabkan
piksel secara sistematis sehingga aliran airtanah terpotong oleh perubahan
menghasilkan efek kenampakan citra yang kemiringan lereng dan menyebabkan
lebih ekspresif sesuai dengan kebutuhan. timbulkan mataair.
Penajaman citra metode HSV dilakukan b. Ditemukan struktur geologi berupa
dengan mentrasformasikan suatu citra dalam bentuk-bentuk kelurusan yang
ruang Merah-Hijau-Biru (RGB) menjadi citra menunjukkan rekahan, kekar, sesar yang
dalam ruang warna Hue-Saturation-Value secara morfologis merupakan bagian dari
(HSV) dengan menggunakan teknik nearest lembah perbukitan yang berkembang.
neighbour (tetangga terdekat), yang c. Perubahan bentuklahan yang diikuti oleh
mempertimbangkan piksel terdekat di perbedaan batuan penyusun sehingga
sekitarnya dalam melakukan pengubahan nilai terjadi kontak antara lapisan batuan kedap
piksel. Komposit citra yang digunakan adalah air dengan lapisan batuan yang mudah
komposit 312 dan 332. meloloskan air.
Perhitungan intensitas curah hujan rerata d. Ditemukan sabuk mataair yang dapat
tahunan dihitung dalam jangka waktu diidentifikasi dari pola kelurusan berupa
minimal 10 tahun terakhir. Analisis curah perubahan penggunaan lahan dari lahan
hujan wilayah kajian dilakukan menggunakan basah ke lahan kering, permukiman
metode kriging yang digunakan untuk dengan sawah, atau penggunaan lahan
mengkuantifikasi korelasi antar pengamatan. lain; perubahan gradien lereng berupa
Metode ini dapat digunakan untuk break of slope, atau pada kumpulan
ujung-ujung sungai.
147
mudah kareena penajaman metode HSV
m V
HASIL DA AN PEMBA AHASAN m
mampu m
meningkatk an konttras citraa
Pemmunculan mataair
m beerkaitan errat peenginderaann jauh. Metode tersebbut terutamaa
dengan kkondisi geeologi daan topograafi m
memiliki peeran pentin
ng dalam penggunaan
p n
sekitarnya. Selain itu, keberadaann pemunculan laahan, bentuuklahan, seerta membaantu dalam m
mataair daapat diideentifikasi melalui
m poola iddentifikasi pola
p aliran.
kelurusan yang terlihat pada citra. Po ola
kelurusan yyang dapatt terekam melalui cittra
satelit dapaat berupa leembah, gaw wir, penjajaran (11)
vegetasi, ppenjajaran bukit, ataaupun offs fset
morfologi. Pada hakekatnyya, mataaair
merupakan pelepasan air tannah menuuju
permukaan tanah atauu batuan secara s alam
mi.
Pada gununngapi tipe sttrato, gejalaa pemunculan
mataair daapat dipreddiksi dari ditemukanny
d ya
sabuk mattaair (spriing belt). Pemunculan (22)
mataair juuga dapat dilihat darri perubahan
lereng yanng disebaabkan olehh perubahan
material penyusun batu uan.
Ditiinjau dari cara
c terjadiinya, terdappat
dua jenis mataair, yaitu mataair m yanng
disebabkann oleh tenag ga gravitasii dan mataaair
yang terjaadi akibat tenaga noon gravitasi. (33B)
Mataair yang
y terjaddi karena tenaga noon
gravitasi anntara lain adalah
a mataaair vulkannik
(volcanic sspring) yanng terjadi pada lerenng
gunungapi dan padda umumnnya ditand dai
dengan adaanya sabuk mataair.
m
Sabbuk mataair dapat diideentifikasi daari
perubahan lereng atau u perubahann penggunaan G
Gambar 1. Perbedaan
P citra
c asli (kkiri) dengann
lahan di suuatu wilayyah dengan batas tegaas, ciitra hasil peenajaman HSV
H (kanan)) pada bandd
serta pada tempat-tem mpat di mana
m terdappat 1, 2, dan
d 3B Citrra ASTER VNIRV
pemunculann sungai. Pada P daeraah penelitiaan,
terdapat tuujuh sabukk mataair yang dap pat Kompposit citra merupakann
diidentifikaasi, yaitu sabuk mataaair di bagian peenggabungaan dari saluran-saluuran yangg
atas pada pperubahan bentuklahann lereng attas diimiliki olehh citra tersebut. Kom mposit citraa
dan lereng tengah gu unungapi, sabuk mataaair biisa dilakukaan pada citrra yang meemiliki lebihh
yang melew wati lereng tengah gunnungapi, pada daari satu saluuran. ASTE ER GDEM merupakan n
lereng tenggah dengaan lereng bawah, b pada daata dengan satu saluraan citra, sehhingga tidakk
lereng baw wah gunungaapi, antara llereng bawah biisa dilakkukan pengkomposittan citraa.
dengan kakki gunungappi, pada kakki gunungappi, Seementara citra ASTER R VNIR memiliki
m tigaa
serta antara kaki gunnungapi denngan dataran saaluran multiispektral, yaaitu salurann hijau (0,522
kaki gununngapi. – 0,6 µm), saluran
s merrah (0,63 – 0,69 µm)),
daan saluran inframerahh dekat (00,76 – 0,866
Perbaikan Kualitas Citraa Melallui µm m).
Penajaman n HSV dann Komposit Citra Salahh satu keleemahan cittra ASTER R
Penningkatan hasil
h interppretasi visu
ual addalah tidakk dapat menampilkan
m n komposiit
pada citra ASTER VNIR
V dilakkukan dengan ciitra asli sesuuai dengan yang
y ada dii permukaann
cara melakuukan penajaaman citra metode
m HSV V. buumi karenaa citra AS STER tidakk memilik ki
Penajaman dilakukan agar
a pemisaahan obyek di saaluran biru,, sementaraa komposit citra warnaa
permukaan bumi daapat dilakuukan dengan assli hanya bisab dilakuukan pada citra yangg
148
memiliki saluran biru, hijau, dan merah Pola Kelurusan
sehingga ketika dikompositkan memakai Pola kelurusan berupa struktur sesar
sistem warna RGB yang muncul adalah warna dapat ditemui pada bentuklahan struktural
asli. Setiap obyek di permukaan bumi yakni sub satuan bentuklahan Perbukitan
memiliki karakteristik pantulan berbeda-beda. Struktural Baturagung di Kecamatan
Hal tersebut yang menjadi dasar dalam Prambanan yang secara morfologis merupakan
komposit warna citra. Saluran hijau memiliki bagian dari lembah-lembah perbukitan
pantulan tinggi pada obyek air, saluran merah struktural pada Formasi Semilir dan Formasi
memiliki pantulan tinggi pada obyek tanah. Kebo Butak yang telah mengalami
Sementara saluran inframerah dekat memiliki perkembangan akibat erosi.
nilai pantulan tinggi pada obyek vegetasi. Perubahan lahan basah dan lahan lebih
Komposit yang digunakan pada penelitian ini kering teridentifikasi pada sub satuan
adalah komposit 312 dan 332 menggunakan bentuklahan lereng tengah gunungapi. Pada
citra hasil penajaman HSV. citra komposit 312 lahan basah memiliki rona
lebih gelap dengan warna merah yang juga
Kemiringan Lereng lebih tua seperti ditunjukkan pada gambar 28.
Daerah penelitian didominasi oleh Batas permukiman dengan penggunaan lahan
kemiringan lereng 0 – 8 %. Lereng 0 – 8% lain seperti sawah juga menunjukkan adanya
meliputi 459,715 km2 dari wilayah kajian. pola-pola kelurusan. Pola kelurusan pada batas
Mayoritas lereng tengah gunungapi dan antar penggunaan lahan pada umumnya
sebagian kecil lereng atas gunungapi memiliki ditemukan di bentuklahan lereng gunungapi
kemiringan lereng 8 – 15% atau memiliki bagian tengah sampai bawah dan dataran kaki
relief berombak (71,379 km2). gunungapi.
Kemiringan lereng 15 – 25% dengan Perubahan lereng pada daerah kajian
relief bergelombang terdapat pada hampir terutama perubahan lereng pada batas antar
sebagian besar bentuklahan struktural (39,527 bentuklahan yang memiliki struktur penyusun
km2). Lereng berbukit dengan nilai kuantitatif batuan berbeda dapat diidentifikasi sebagai
sebesar 25 – 45% dengan lembah-lembah yang pola kelurusan. Pada bentuklahan lereng
lebih dalam terdapat pada perbukitan gunungapi, pola kelurusan diidentifikasi pada
struktural dan kerucut gunungapi, serta break of slope
sebagian lereng atas gunungapi pada Bukit
Plawanga (5,941 km2), Daerah dengan lereng Bentuklahan
sebesar >45% atau bergunung hanya terdapat Kabupaten Sleman tersusun atas tiga
pada kerucut gunungapi (0,071 km2). bentuklahan utama, yaitu bentuklahan
Penggunaan Lahan vulkanik meliputi sub satuan bentuklahan
Interpretasi penggunaan lahan kerucut gunungapi, lereng atas gunungapi,
dilakukan dengan cara visual. Identifikasi lereng tengah gunungapi, lereng tengah
obyek dipengaruhi oleh variasi obyek kajian, gunungapi, lereng kaki gunung api, dan
kualitas citra, serta pengetahuan interpreter dataran kaki gunungapi. Bentuklahan
terhadap wilayah kajian. Penggunaan lahan struktural meliputi sub satuan bentuklahan
daerah penelitian tergolong beragam. perbukitan struktural di wilayah administrasi
Beberapa lokasi pada daerah kajian memiliki Kecamatan Prambanan, dan bentuklahan
kenampakan fisik berbeda, sehingga denudasional yang meliputi sub satuan
dimungkinkan terdapat kenampakan yang bentuklahan bukit sisa di Kecamatan Minggir
sama pada citra, namun penggunaan lahannya dan Godean. Identifikasi bentuklahan
berbeda. Penggunaan lahan di daerah memerlukan parameter-parameter seperti pola
penelitian dibedakan menjadi sawah, aliran, lereng, penggunaan lahan, serta
permukiman, kebun/ tegalan, lahan pasir, material induk batuan dan tanah.
hutan, lahan kosong, bandara, dan lapangan
golf. Curah Hujan
149
Currah hujan rata-rata
r teertinggi yanng
tercatat pada stasiuun hujan di wilayah
penelitian adalah 2795,18 mm/tahuun,
sementara curah hujann terendah yang tercattat
adalah sebbesar 1277,55 mm/tahhun. Wilayah
utara Kabuppaten Slem man memilikki curah hujan
paling tingggi, dan semmakin selatann curah hujan
Tabel 1.
1 Matriks Uji interpretasi penggunaan
p
semakin meenurun. lahan
l
Bessar curah huj
ujan berhubuungan dengan
ketinggian tempat. Seehingga, sem makin rendah
elevasi suaatu tempat, maka curaah hujan juga 2 Uji Keteelitian Lokasi Pemuncuulan Mataairr
2.
menurun. N Nilai korelasi (R2) antaara ketinggian Dari tabel, dapatt dilihat jum
mlah sampeel
tempat denngan curahh hujan berrnilai 0,71888 keseluruuhan, sampel benar, dan d sampeel
sehingga data dapat diterima
d unttuk kemudian salah. Dari
D hasil perbandinngan antaraa
dilakukan interpolaasi dengaan bantuan jumlah sampel benar b denggan sampeel
perangkat lunak pengoolah data SIG G. keseluruuhan, didappatkan hasiil ketelitiann
interprettasi sebesar 78,26 %.
153
PETA CIT
TRA PE
ETA KEMIIRINGAN LERENG
L
PETA PE
ENGGUNA
AAN LAHA
AN P
PETA BENT
TUKLAHA
AN
PETA CU
URAH HUJA
AN TAHUN
NAN
P
PETA SEBA
ARAN MAT
TAAIR
154