Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian Islam dan Kebudayaan


 Islam
Dari segi kebahasaan Isalm berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat sentosa dan damai.
Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk Aslama yang berarti berserah diri
dalam kedamaian.

Adapun pengertian Islam dalam segi istilah adalah mengacu kepada agama yang
bersumber pada wahyu yang datang dari Allah SWT bukan berasal dari manusia dan bukan
pula berasal dari nabi Muhammad SAW.

 Kebudayaan
Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur
yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hokum, moral adat istiadat, dan segala
kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dan ada juga kebudayaan
diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batil (akal budi) manusia kepercayaan,
kesenian, adat istiadat, dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk
menciptakan sesuatu yang termasuk hasi kebudayaan.
B. Hubungan Antara Islam dan Kebudayaan

Dari pengertian penjelasan di atas kata Islam dekat dengan arti agama begitu juga
hubungan agama dan kebudayaan dalah dua bidang yang dapat di bedakan tetapi tidak dapat
di pisahkan. Agam bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.
Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat. Sebagian besar budaya di dasarkan pada agama, tidak pernah sebaliknya.
Oleh karena itu agama adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa merupakan
ekspresi hidup keagamaan, dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa pada tingakat
praktis, Agam Islam merupakan produk budaya karena ia tumbuh dan berkembang melalui
pemikiran ulama’ dengan cara ijtihad, Disamping itu, Ia tumbuh dan berkembang karena
terjadi interaksi social masyarakat.
C. Islam dan kebudayaan Arab pra Islam

Bangsa arab pra Islam di kenal sebagai bangsa yang memiliki kemajuan ekonomi
letak geografisnya yang strategis membuat agama islam yang di turunkan (makkah)mudah
tersebar diberbagai wilayah. Dan beberapa cirri-ciri utama tataran Arab pra Islam adalah
sebagai berikut:
1. Mereka menganut paham kesukuan (Qobilah)

2. Memiliki tata social politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas, faktor
keturunan lebih penting daripada kemampuan.
3. Mengenal hirarki social yang kuat.
4. Kedudukan perempuan cenderung di rendahkan.
Dilihat dari sumber yang di gunakan, hukum Arab pra Islam bersumber pada adat
istiadat. Dalam bidang mua’malah, diantara kebiasaan mereka adal dibolehkan transaksi
mubadalah (barter) jual beli, kerja sama pertanian (muzaroah) dan riba. Diantara ketentuan
hukum keluarga Arab pra Islam adalah diperbolehkannya berpoligini dengan perempuan
dengan jumlah tanpa batas. Serta anak kecil dan perempuan tidak dapat harta warisan.
D. Konsep Kebudayaan dalam Islam

Dari segi etimologis, kata kebudayaan adalah kata dalam bahasa Indonesia yang
berasal dari bahasa Sansekerta buddhi yang berarti intelek (pengertian). Kata buddhi berubah
menjadi budaya yang berarti “yang diketahui atau akal pikiran”. Budaya berarti pula pikiran,
akal budi, kebudayaan, yang mengenai kebudayaan yang sudah berkembang, beradab, maju
(Poerwadarminta,1982:157).

Dari pengertian budaya di atas, dapat diutarakan dengan bahasa lain bahwa
kebudayaan merupakan gambaran dari taraf berpikir manusia. Tinggi-rendahnya taraf
berpikir manusia akan terlihat pada hasil budayanya. Kebudayaan merupakan cetusan isi hati
suatu bangsa, golongan, atau individu. Tinggi-rendahnya, kasar-halusnya pribadi manusia,
golongan, atau ras, akan terlihat pada kebudayaan yang dimiliki sebagai hasil ciptaannya.
Maka dapat juga dikatakan bahwa kebudayaan merupakan orientasi dan pola pikir manusia,
golongan, atau bangsa. Kebudayaan merupakan suatu konsep yang sangat luas ruang
lingkupnya. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang timbulnya suatu kebudayaan itu sendiri.
Dawson (1993:57) memberikan empat faktor yang menjadi alasan pokok yang menentukan
corak suatu kebudayaan, yaitu faktor geografis, keturunan atau bangsa, kejiwaan, dan
ekonomi.

Dalam Islam , memang tidak ada suatu rumusan yang kongkret mengenai suatu
kebudayaan. Berkaitan dengan masalah kebudayaan. Islam memberi kerangka asas atau
prinsip yang bersifat hakiki atau esensial. Dengan kata lain, Islam hanya memberikan konsep
dasar yang dalam perwujudannya tergantung pada pemahaman pendukungnya.Dalam
keadaan atau waktu yang berbeda, esensinya diwujudkan oleh aksidensi yang sangat
ditentukan oleh aspek ekonomi, politik, sosial budaya, teknik, seni, dan mungkin juga oleh
filsafat.

Ciri-ciri yang membedakan antara kebudayaan Islam dengan budaya lain,


diungkapkan oleh Siba’i bahwa ciri-ciri kebudayaan Islam adalah yang ditegakkan atas dasar
aqidah dan tauhid, berdimensi kemanusiaan murni, diletakkan pada pilar-pilar akhlak mulia,
dijiwai oleh semangat ilmu (Zainal, 1993:60).

Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudyaan Islam dapat dipahami
sebagai hasil olah akal, budi, cipta, karya, karsa, dan rasa manusia yang bernafaskan wahyu
ilahi dan sunnah Rasul. Yakni suatu kebudayaan akhlak karimah yang muncul sebagai
implementasi Al-Qur’an dan Al-Hadist dimana keduanya merupakan sumber ajaran agama
Islam, sumber norma dan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Dengan demikian
kebudayaan Islam dapat dipilah menjadi tiga unsur prinsipil, yaitu kebudayaan Islam sebagai
hasil cipta karya orang Islam, kebudayaan tersebut didasarkan pada ajaran Islam, dan
merupakan pencerminan dari ajaran Islam.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisah satu
dengan yang lainnya. Dengan demikian, sebagus apapun kebudayaannya, jika itu bukan
merupakan produk kaum Mslimin tidak bisa dikatakan dan diklaim sebagai budaya Islam.
Demikian pula sebaliknya, meskipun budaya tersebut merupakan produk orang-orang Islam,
tetapi substansinya sama sekali tidak mencerminkan norma-norma ajaran Islam. Dengan kata
lain, Al-Faruqi (2001) menegaskan bahwa sesungguhnya kebudayaan Islam adalah
“Kebudayaan Al-Qur’an“, karena semuanya berasal dari rangkaian wahyu Allah SWT
kepada nabi Muhammad SAW pada abad ketujuh. Tanpa wahyu kebudayaan Islami , filsafat
Islam, hukum Islam, masyarakat Islam maupun organisasi politik atau ekonomi Islam.

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal). Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan norma.
Sedangkan “daya” berarti hasil karya cipta manusia. Dengan demikian, kebudayaan adalah
semua hasil karya, karsa dan cipta manusia di masyarakat. Istilah "kebudayaan" sering
dikaitkan dengan istilah "peradaban". Perbedaannya : kebudayaan lebih banyak diwujudkan
dalam bidang seni, sastra, religi dan moral, sedangkan peradaban diwujudkan dalam bidang
politik, ekonomi, dan teknologi.

Sedangkan pengertian Islam berasal dari bahasa arab yaitu “Aslama-Yuslimu-


Islaman” yang artinya selamat. Menurut istilah, Islam adalah agama samawi yang diturunkan
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi manusia agar
kehidupannya membawa rahmat bagi seluruh alam.
‫يز ْال َح ِكي ُم‬
ُ ‫ْط ََلإِلَ َهإِ ََّّله َُو ْالعَ ِز‬ ْ ُ‫ش ِهدَاللَّ ُهأَنَّ ُه ََلإِلَ َهإ ِ ََّّله َُو َو ْال َم ََلئِ َكةُ َوأُول‬
ِ ‫وال ِع ْل ِمقَائِ ًمابِ ْال ِقس‬ َ

Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia,
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. QS Ali Imran : 18.

َ‫س ْلنا َكإَِّلَّ َرحْ َمةً ِل ْلعالَ ِمين‬


َ ‫َوماأ َ ْر‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi
seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

Sehingga disimpulkan bahwa Kebudayaan Islam adalah kejadian atau peristiwa masa
lampau yang berbentuk hasil karya, karsa dan cipta umat Islam yang didasarkan kepada
sumber nilai-nilai Islam.

Allah mengangkat Nabi Muhammad sebagai Rosul yaitu memberikan bimbingan


kepada umat. Manusia agar dalam mengembangkan kebudayaan tidak lepas dari nilai-nilai
ketuhanan. Sebagaimana sabdanya yang berarti, “Sesungguhnya aku diutus Allah untuk
menyempurnakan akhlak.”

Dalam perkembangannya kebudayaan Islam perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-
aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani
sehingga akan merugikan dirinya sendiri.
Disini agama Islam berfungsi untuk membimbing manusia dalammengembangkan
akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau berperadaban Islam.
Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan
atau disebut sebagai peradaban Islam, maka fungsi agama disini semakin jelas. Ketika
perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia itu sendiri mengalami kebekuan
karena keterbatasan dalam memecahkan persoalannya sendiri, disini sangat terasa akan
perlunya suatu bimbingan wahyu. Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena
yang akan menjadi sasaran bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi utama
Muhammad diangkat sebagai Rasul adalah menjadi Rahmat bagi seluruh umat manusia dan
alam.

Mengawali tugas utamanaya, Nabi meletakkan dasar – dasar perkembangan Islam


yang kemudian berkembang menjadi peradaban Islam. Ketika dakwah Islam keluar dari
jazirah Arab, kemudian tersebar ke seluruh dunia, maka terjadilah suatu proses panjang dan
rumit, yaitu asimilasi budaya - budaya setempat dengan nilai – nilai Islam yang kemudian
melahirkan budaya Islam. Kebudayaan ini berkembang menjadi suatu peradaban yang diakui
kebenarannya secara universal.
E. Prinsip-Prinsip Kebudayaan dalam Islam

Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada


kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk
menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang
bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang
yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu
meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju
kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.

Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan
yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan
harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-
bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya
kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :

Ø Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. seperti ; kadar besar
kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita
biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.

Ø Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, Contoh


yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang
bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan,
thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ø Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya “ ngaben “
yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
F. Sejarah Intelektual dalam Islam

Ada banyak faktor penyebab proses pertumbuhan peradaban Islam. Namun secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua faktor penyebab tumbuh berkembangnya peradaban
Islam, hingga mencapai lingkup mondial, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor pertama (internal) berasal dari dalam norma-norma atau ajaran Islam sendiri.
Faktor kedua(eksternal) pada hakikanya merupakan implikasi dari faktor pertama.
Motivasi internal yang begitu kuat telah mengkristal dalam kehidupan umat Islam sejalan
dengan perkembangan sejarah, dan nilai-nilai atau norma-norma ajaran Islam menjiwai
dalam setiap kehidupannya.

Tonggak-tonggak sejarah peradaban Islam, tak pernah lepas dari sejarah intelektual
Islam. Untuk memahami dengan baik perkembangan tersebut, idealnya diperlukan
pemahaman yang memadai tentang periodisasi sejarah perkembangan Islam. Dengan
menggunakan teori yang dikembangkan oleh Harun Nasution, dilihat dari segi
perkembangannya, sejarah intelektual Islam dapat dikelompokkan ke dalam tiga masa, yaitu:
masa klasik antara 650-1250 M, masa pertengahan antara tahun 1250-1800 M, dan masa
modern antara tahun 1800 sampai sekarang.

Pada masa klasik, lahir ulama’ mahzab, seperti: Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam
Syafi’i , dan Imam Maliki. Sejalan dengan itu lahir pula filosof muslim pertama,Al-Kindi 801
M. Diantara pemikirannya, ia berpendapat bahwa kaum Muslimin menerima filsafat sebagai
bagian dari kebudayaan Islam. Selain, Al-Kindi, pada abad itu lahir pula filosof besar seperti:
Al-Razi (865 M) dan Al-Farabi (870 M). keduanya dikenal sebagai pembangun agung sistem
filsafat. Pada abad berikutnya, lahir filosof agung Ibn Miskawaih 930 M. Pemikirannya yang
terkenal tentang pendidikan akhlak. Kemudian Ibn Sina tahun 1037 M, Ibn Bajjah tahun 1138
M, Ibn Tufail tahun 1147 M,dan Ibn Rusyd tahun 1126 M.

Masa pertengahan dalam catatan sejarah pemikiran Islam masa kini, merupakan fase
kemunduran karena filsafat mulai dijauhkan dari umat Islam sehingga ada kecenderungan
akal dipertentangkan dengan wahyu, iman dengan ilmu, dunia dengan akhirat. Pengaruhnya
masih ada sampai sekarang. Sebagai pemikir muslim kontemporer sering melontarkan
tuduhan pada Al-Ghazali sebagai orang pertama yang menjauhkan filsafat dari agama.
Sebagaimana tertuang dalam tulisannya “Tahafut al-Falasifah” (Kerancuan Filsafat). Tulisan
Al-Ghazali dijawab oleh Ibn Rusyd dengan tulisan Tahafut al-Tahafut (Kerancuan di atas
kerancuan).
G. Budaya yang Boleh dan Tidak Boleh dalam Islam
Ajaran Islam yang berkembang di Indonesia mempunyai tipikal yang spesifik bila
dibandingkan dengan ajaran Islam di berbagai negara Muslim lainnya. Menurut banyak studi,
Islam di Indonesia adalah Islam yang akomodaatif dan cenderung elastis dalam berkompromi
dengan situasi dan kondisi yang berkembang di Indonesia, terutama situasi sosial politik yang
sedang terjadi pada masa tertentu. Muslim Indonesia pun konon memiliki karakter yang khas,
terutama dalam pergumulannya dengan kebudayaan lokal Indonesia. Disinilah terjadi dialog
dan dialektika antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang
khas Indonesia, sehingga dikenal sebagai “Islam Nusantara” atau “Islam Indonesia” dimaknai
sebagai Islam yang berbau kebudayaan Indonesia. Islam yang bernalar Nusantara, Islam yang
menghargai pluralitas, Islam yang ramah kebudayaan lokal, dan sejenisnya. “Islam
Nusantara” atau “Islam Indonesia” bukan foto copy Islam Arab, bukan kloning Islam Timur
Tengah, bukan plagiasi Islam Barat, dan bukan pula duplikasi Islam Eropa.

Meskipun Islam lahir di negeri Arab, tetapi dalam kenyataannya Islam dapat tumbuh
dan berkembang dengan kekhasannya dan pada waktu yang sama sangat berpengaruh di bumi
Indonesia yang sebelumnya diwarnai animisme dan dinamisme, serta agama besar seperti
Hindu dan Budha. Dengan demikian, wajah Islam yang tampil di Indonesia adalah wajah
Islam yang khas Indonesia, wajah Islam yang berkarakter Indonesia, dan Islam yang menyatu
dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, tetapi sumbernya tetap al-Qur’an dan al-Sunnah.

Oleh karena itulah, wajah Islam di Indonesia merupakan hasil dialog dan dialektika
antara Islam dan budaya lokal yang kemudian menampilkan wajah Islam yang khas
Indonesia. Dalam kenyataannya, Islam di Indonesia memanglah tidak bersifat tunggal, tidak
monolit, dan tidak simple, walaupun sumber utamanya tetap pada al-Qur’an dan al-Sunnah.
Islam Indonesia bergelut dengan kenyataan negara-negara, modernitas, globalisasi,
kebudayaan likal, dan semua wacana kontemporer yang menghampiri perkembangan zaman
dewasa ini.

Tulisan ini ditulis dalam konteks sebagaimana tersebut diatas dalam memandang
event peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Dalam realitanya memang terdapat berbagai
tradisi umat Islam dibanyak Negara Muslim seperti Indonesia, Malasyia, Brunai, Mesir,
Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya yang menimbulkan “kontroversi” dari
perspektif hukum tentang boleh atau tidaknya atau halal atau haramnya untuk
mengamalkannya. Di Antara tradisi yang menimbulkan kontroversi itu Antara lain
melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw, peringatan
Isra’ Mi’raj, peringatan Muharram, dan lain-lain.

Oleh karena kontroversi-kontroversi yang menyelimuti peringatan-peringatan


tersebut, maka tulisan ini berupaya menjelaskan posisi peringatan Maulid Nabi Saw,
perspektif hukum Islam, akan tetapi tidak bersifat tunggal, namun memberikan horizon
pilihan yang memungkinkan kita untuk bersikap arif dan bijaksana terhadap pihak yang
berbeda pahamnya.

Dari riwayat Rasulullah Saw, Islam membiarkan beberapa adat kebiasaan manusia
yang tidak bertentangan dengan syariat dan adab-adab Islam atau sejalan dengannya. Oleh
karena itu, Rasulullah Saw tidak menghapus seluruh adat dan budaya masyarakat Arab (pada
masa itu) yang ada sebelum datangnya Islam. Akan tetapi Rasulullah Saw melarang budaya-
budaya yang mengandung unsur syirik, seperti pemujaan terhadap leluhur dan nenek
moyang, dan budaya-budaya yang bertentangan dengan adab-adab Islami.
Jadi, selama adat dan budaya itu tidak bertentangan dengan Islam, silahkan
melakukannya. Namun jika bertengan dengan ajaran Islam, seperti memamerkan aurat pada
sebagian pakaian adat daerah, atau budaya itu berbau syirik atau memiliki asal-usul ritual
syirik dan pemujaan atau penyembahan kepada dewa-dewa atau Tuhan-Tuhan selain Allah,
maka budaya seperti itu hukumnya haram.
H. Masjid sebagai Pusat Peradaban dalam Islam

Dalam sejarah perkembangan Islam, Masjid memiliki fungsi yang sangat vital dan
dominan bagi kaum Muslimin, di antaranya:

1. Mesjid pada umumnya dipahami masyarakat sebagai tempat ibadah khusus,


seperti sholat.

2. Sebagai “prasasti” atas berdirinya masyarakat Muslim. Jika dewasa ini bendera
sebagai simbol sebuah Negara yang telah merdeka, maka kaum Muslimin pada tempo dulu
jika berhasil “menaklukkan” sebuah Negara, mereka menandainya dengan membangun
sebuah masjid sebagai pertanda bahwa wilayah tersebut menjadi bagian dari “Negara Islam”
(Shini,T.T:158)
3. Masjid merupakan sumber komunikasi dan informasi antar masyarakat Islam.
4. Di zaman Nabi SAW masjid sebagai pusat peradaban
5. Sebagai simbol persatuan umat Islam.
6. Sebagai pusat gerakan.
7. Di Masjid kaum tua-muda Muslim mengabdikan hidup untuk belajar ilmu-ilmu
Dalam bahasa Arab, masjid berarti tempat sujud atau tempat ibadah.Dalam perjalanan
sejarah Islam, masjid bukan sekadar tempat untuk menunaikan ibadah shalat (terutama shalat
berjamaah), namun juga berperan lebih fenomenal dan krusial dalam menunjang kehidupan
masyarakat. Islam mengajarkan pendirian masjid harus memberikan manfaat luas, terdalam
dan lengkap mengingat seluruh permukaan bumi adalah masjid namun Masjid pada
umumnya hanya dipahami oleh masyarakat sebagai tempat ibadah khusus seperti shalat,
padahal masjid mestinya berfungsi lebih luas dari pada sekedar sebagai tempat shalat. Sejak
awal berdirinya masjid belum bergeser dari fungsi utamanya, yaitu sebagai peribadatan.

Padaumumnya,disamping tempat shalat. Masjid pada zaman Nabi dijadikan sebagai


pusat peradaban Islam. Nabi Muhammad SAW mensucikan jiwa kaum muslimin,membina
sikap dasar kaum muslimin terhadap orang yang berbeda agama atau ras,hingga upaya –
upaya meningkatkan kesejahteraan umat justru melaui Masjid. Masjid dijadikan symbol
kesatuan dan persatuan umat Islam. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi Muhammad
mendirikan masjid pertama,,fungsi masjid masih sebagai pusat peribadatan umat islam.

Belajar dari sejarah Islam, seharusnya eksistensi masjid pada masa kini harus lebih
mampu memberi makna terdalam, terluas dan terlengkap bagi kehidupan masyarakat Muslim.
Karena itu, pengembangan dan pengayaan ulang atau revitalisasi fungsi masjid sebagai pusat
berbagai kegiatan sosial-keagamaan, pendidikan, politik, kesehatan dan sebagainya kini
menjadi lebih diperlukan. Tujuannya untuk menciptakan manfaat dan dampak masjid yang
maksimal serta berkesinambungan dalam mengembangkan peradaban dunia Islam yang maju,
ramah, mandiri, damai dan modern.

“Sesungguhnya yang dapat memakmurkan masjid-masjid Allah itu hanyalah:orang-


orang yang beriman kepada Allah dan hari yang akhir orang-orang yang menegakkan shalat
dan menunaikan zakat dia tidak takut melainkan hanya kepada Allah, maka mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S. At-Taubah (9):18).
I. Nilai-Nilai Islam dalam Budaya Indonesia

Islam masuk ke Indonesia lengkap dengan budayanya. Karena Islam berasal dari
jazirah Arab, maka Islam masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya Arabnya.
Kedatangan Islam dengan segala komponen budayanya di Indonesia secara damai
telah menarik simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari situasi
politik yang tengah terjadi saat itu.

Dalam pandangan Nurcholis Majid (1988:70) bahwa daya tarik Islam yang pertama
dan utama adalah besifat psikologis, Islam yang secara radikal bersifat egaliter dan
mempunyai semangat keilmuan merupakan konsep revolusioner yang sangat memikat dalam
membebaskan orang-orang lemah (mustadh’afin) dari belenggu hidupnya.
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, para da’i mendakwahkan ajaran
Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh Wali Songo di tanah Jawa. Karena
kehebatan para wali Allah SWT itu dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya
setempat sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam telah masuk dan menjadi
tradisi dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Islam masuk ke indonesia lengkap dengan budayanya. Karena islam masuk dan
berkembang dari negri Arab, maka islam yang masuk ke Indonesia tidak terlepas dari budaya
Arabnya. Pada awal-awal masuknya dakwah islam ke Indoesia dirasakan sangat sulit
membedakan mana ajaran islam dan mana budaya barat. Masyarakat awam menyamakan
antara perilaku yang ditampilkan oleh orang Arab dengan perilaku ajaran islam. Seolah-olah
apa yang dilakukan orang Arab tersebut mencerminkan ajaran islam, bahkan hingga kini
budaya Arab masih melekat pada tradisi masyarakat Indonesia. Dalam perkembangan
dakwah islam di Indonesia para da’i mendakwahkan ajaran islam melalui bahasa budaya,
sebagaimana dilakukan oleh para wali di tanah Jawa. Karena kehebatan para wali Allah
dalam mengemas ajaran islam dengan budaya setempat sehingga masyarakat tidak sadar
bahwa nilai-nilai islam telah masuk dan menjadi teradisi dalam kehidupan sehari-hri mereka.
Lebih jauh lagi bahwa nilai-nilai islam sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari kebudayaan mereka. Seperti dalam upacara-upacara, adab dan penggunaan bahasa
sehari-hari. Bahasa Arab/ Al Qur’an sudah banyak masuk dalam bahasa daerah bahkan
kedalam bahasa Indonesia baku. Semua itu tanpa disadari bahwa apa yang dilakukannya
merupakan bagian dari ajaran Islam.

ٍ ‫ش ُك‬
‫ور‬ َ ‫ار‬ َ ِّ‫َّاماللَّ ِهإِنَّ ِفيذَ ِلك َََلَيَاتٍ ِل ُك ِل‬
ٍ َّ‫صب‬ ِ ‫ور َوذَ ِ ِّك ْر ُه ْمبِأَي‬
ِ ُّ‫ظلُ َماتِإِلَىالن‬ َ ‫س ْلنَا ُمو‬
ُّ ‫سىبِآَيَاتِنَاأ َ ْنأ َ ْخ ِرجْ َق ْو َمك َِمنَال‬ َ ‫ابراهيم( َولَقَدْأ َ ْر‬:5)
Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-
ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita
kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah".
sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi Setiap
orang penyabar dan banyak bersyukur” (Ibrahim:5).

Banyak tradisi masyarakat indonesia yang bernuansa islami, biasanya tradisi tersebut
dilaksanakan untuk memperingati hari besar umat islam, seperti misalnya perayaan sekaten
yang diselenggarakan untuk menyambut maulid nabi, ada juga perayaan yang dimaksudkan
untuk memperingati perjuangan penyebaran ajaran islam seperti perayaan tabuik di Pariaman
( Sumatera Barat ) yang diselenggarakan pada tanggal 10 muharam.

Anda mungkin juga menyukai