Abdullah Bin Umar menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Sungguh, orang-
orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa di hari kiamat, dikatakan pada para
pembuatnya: hidupkanlah ciptaanmu” (Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadist-hadist itulah estetika islam dibatasi, dengan tidak diperkenankan
menciptakan gambar, lukisan atau patung dan yang berbau makhluk hidup. Meskipun demikian
pada kontek estetik dalam arti yang luas, Nabi Muhammad pernah bersabda; bahwa sungguh Allah
telah mengharuskan keindahan dalam segala hal (Muslim), dan Allah itu indah dan gemar
keindahan (Muslim dan Tarmidzi dalam Agus 1989). Kedua hadist tersebut apabila kita simak,
sebenarnya merupakan jawaban atas estetika Islam yang tertuang dalam karya seni.
Secara hukum islam, seni atau kesenian itu mubah (jaiz= boleh). Namun dari mubah ini
dapat bergeser menjadi makruh atau lainnya. Pergeseran itu tergantung dari niat dan bentuk
ungkapan seni itu sendiri, serta nilai manfaat bagi umat. Karya seni (yang dapat bersyarat estetis)
harus merupakan ibadah (karya ibadah). Para seniman tidaklah berdosa apabila niatnya adalah
untuk mengungkapkan estetik. Yang berdosa adalah jika seniman mencoba menandingi ciptaan
Allah atau membuat karya untuk disembah. Namun demikian karena penafsiran hadist selalu
berbeda dan kesahihan hadist juga tidak sama, maka banyak seniman Muslim masih menghindari
ungkapan estetik yang dianggap tidak sejalan dengan hadist-hadist tersebut
Dalam hadist Rasulullah menyebutkan Allah itu Indah dan menyukai keindahan. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa estetika juga ada dan berpengaruh penting dalam Islam dan seni.
Nilai estetik Islam sendiri lebih menonjolkan satu-kesatuan bentuk yang berulang-ulang
sehingga tercipta sesuatu yang harmonis dan seimbang. Keteraturan itu menggambarkan seni
sebagai pengantar jiwa manusia ke Tuhan, ke Allah.
Sifat keindahan didalam kesusastraan maupun seni-seni visual, tidak mendapat tempat di
dalam filsafat islam, karena di dalam kebudayaan islam tidak ada pengertian idea keindahan
sebagai ekspresi artistic, jadi terbatas di dalam kritik-kritik terhadap fenomena-fenomena
kesusastraan (retorik dan puisi) saja. Perpaduan kebudayaan islam dan yunani kuno bisa dilihat
pada kebudayaan islam yang sedang mencapai puncaknya (abad ke9 dan ke10). Dua elemen
berpadu dan bercampur dalam kesusastraaan dan filsafat, tidak pernah dapat bersatu secara
sebenarnya. Karena satu, tradisi kesusastraan arab berikut kritik-kritik dan peraturannya, sebagian
besar masih filosofis dan gramatis. Kedua, filsafat yunani diperoleh dari terjemahan-terjemahan.
Tetapi berlawanan sekali, di abad ke-9 dan ke-10 seni visual berkembang secara menakjubkan
sekali tanpa sebuah teori, dalam bentuk-bentuk dan proses tradisi arsitek terdahulu. Penemuan
modern menunjukkan bahwa yang dikeluarkan oleh hukum-hukum Islam tentang bentuk-bentuk (
figur-figur) binatang dan manusia tidak ditaati secara mutlak, khususnya pada masa-masa
permulaan, sebagaimana yang seharusnya. Memang larang-larangan membatasi perkembangan
seni lukis dan pahat, tetapi sejarah dan kesusastraan menunjukkan bukti-bukti cukup atas
kegairahan untuk membangun dengan batasan-batasan tertentu tentang cinta kepada keagungan,
dan kemewahan yang keluar dari batasan-batasan perintah agama, dan tentang sebuah apresiasi
dalam seni di kalangan aristokrat.
Estetika Islam terus hidup, karena pada dasarnya estetika adalah fitrah, hanya cara
pengungkapannya yang harus disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Walau pada awalnya
perkembangan estetika berkisar pada sekitar masjid dalam bentuk kaligrafi. Estetika justru
kemudian berkembang dan mempengaruhi Negara sekitar dan pada akhirnya kita mengenal gaya
Moor, gaya Mudejar, gaya Ummayah dan sebagainya. Demikian seterusnya Islam berkembang
menyebar sampai India, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada akhir perkembangannya
estetik Islam tidak lagi berdiri sendiri, tetapi mengadakan metamorfosa dengan kebudayaan asli
daerah setempat.
Pada masa-masa berikutnya: masa-masa Timurid, Safawid dan dinasti Usman, artis-artis
Muslim mulai mendapat status tertentu, dan mulai zaman inilah kita menemukan adanya katalogus
tentang karya-karya seni dan biografi-biografi seniman kebanyakan adalah pelukis, kaligrafi dan
arsitek; ada juga beberapa buku catatan tentang berbagai seni dan kerajinan tangan (yang terawal
ialah karya-karya hasil seni kerajinan keramik). Hal ini merupakan awal peletakan prinsip-prinsip
estetika.
Keindahan merupakan landasan dari seni. Berdasarkan pernyataan itu, Al Ghazali membagi
keindahan menjadi beberapa tingkat yaitu, keindahan inerawi dan natsani (sensual) yang disebut
juga keindahan lahir, keindahan imajinatif dan emotif, keindahan aqliyah atau rasional, keindahan
ruhaniah atau irfani, dan yang terakhir yaitu keindahan ilahiyah atau transendental. Dua keindahan
terakhir dari Al Ghazali tersebut itulah yang biasanya dieksplorasi oleh para sufi dalam setiap
karyanya. Secara teori, imajinasi puitis sebenarnya merupakan sarana prinsip para penyair mistikus
untuk membawa pembaca ke suatu pengertian tentang wahyu kenabian. Sedangkan keindahan
ruhania dan irfani (mistikal) dapat dilihat dalam pribadi nabi. Nabi merupakan pribadi yang indah
bukan semata-mata disebabkan kesempurnaan jasmani dan pengetahuannya tentang agama dan
duia, melainkan karena akhlaknya yang mulia dan tingkat makrifatnya yang tinggi.
Al Ghazali dapat menemukan pendekatan positif tentang keindahan dalam lukisan. Bagi
penulis-penulis mistik seperti Jaladud-Bin Rumi (abad ke 13), lukisan yang indah malah menjadi
alegoni (tulisan atau figur untuk memberikan pelajaran-pelajaran moral atau agama) yang
disenangi.
Kaligrafi
Dari semua kategori seni islami, kaligrafi paling luas tersebar, paling penting, paling luas
dinikmati, dan paling dihargai oleh kaum muslimin. Hal ini mungkin sekali disebabkan bahwa
media ini selalu dipandang tinggi, baik oleh kaum agam dan seniman. Pada abad ke 16 kaligrafi
menduduki penting di Iran.
Huruf Kufi Salah satu tulisan tertua , yang diperkirakan dikembangkan di irak menjelang paroh
kedua abad kedelapan masehi, mempunyai bentuk sudut ini dapat kita sebut dengan huruf kufi.
Huruf kufi ini bermacam-macam diantaranya kufi awal karena ini digunakan dalam naskah-naskah
Al-Qur’an awal. Kufi timur karena ini digunakan dalam penulisan naskah-naskah Al-Qur’an di
wilayah timur, kufi berbunga, kufi jalin, kufi hidup.
Tsuluts adalah tulisan dekoratif yang dipakai untuk dekorasi arsitektural dan benda-benda kecil,
serta garis-garis atau judul-judul dekoratif dan solofon untuk Al-Qur’an dan naskah-naskah
lainnya.
Tughra’ Semula ia digunakan sebagai tanda tangan seorang Sultan. Biasanya Tughra
mengandung dua hal, yaitu nama sang raja dan gelar kebesarannya. Tughra dipasang
dalam surat menyurat, biasanya diletakkan setelah basmalah. Tughra pertama kali
digunakan oleh Raja ketiga Daulah Usmaniyah yaitu : Sultan Murad I (671 - 792 H). Khat
tughra' kemudian berkembang tidak lagi sebagai tauqi' (tanda tangan), melainkan
sebagai seni kaligrafi yang sangat indah melalui tangan para master kaligrafi semisal
Mustafa Raqim dan lain lain.
Kaligrafi figural Bisa juga disebut dengan kaligrafi kontemporer karena mengkombinasikan
motif-motif figural dengan unsur-unsur kaligrafi dalam bermacam gaya. Dalam desain ini huruf-
hurufnya dipanjangkan dan dipendekkan, dilebarkan atau disempitkan, atau dimeriahkan dengan
tambahan-tambahan olahan, lengkungan, atau tanda-tanda dan pengisi-pengisi tambahan untuk
membuatnya sesuai dengan bentuk non-kaligrafik, geometrik, tetumbuhan, binatang, atau
manusia.
ORNAMENTASI
Dalam seni islam, ornamentasi atau zukhruf bukanlah merupakan tambahan pada permukaan
saja kepada karya seni yang telah selesai, guna memberi hiasan yang tidak mempunyai nilai.
Sebaliknya, desain-desaain yang rumit dan indah yang terlihat pada benda-benda seni setiap daerah
dan setiap abad dalam sejarah islam itu memenuhi empat fungsi khusus yang penting sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kepada tauhid
2. Menjauhkan pemirsa dari konsentrasi kepada diri sendiri dan dunia fana ini, dan
membawa ke arah perenungan tauhid
3. Pengindahan, yaitu penggunaan ornamen untuk memperindah dan memperkaya.
Bangunan Islam
Istana Abbasiyah, Baghdad
Istana Abbasiyah di Samarra dibangun oleh Khalifah Abbasiyah Al-Mu'tasim pada 836, ketika ia
memindahkan ibukota dari Baghdad ke Samarra. Ini adalah salah satu era Abbasiyah terbesar
istana dapat bertahan sampai hari ini, di samping istana Abbasiyah di Baghdad pusat.
Istana Abbasiyah hanya tersisa di Baghdad terletak di dekat pintu gerbang yang menghadap Utara
Tigris. Hal ini diyakini telah dibangun oleh Khalifah Al-Naser Ledinillah (1179 - 1225),
SENI SASTRA
Bahasa Arab demikian kayanya dengan kata benda dan kata sifat sehingga menghasilkan
kefasihan, yang tampak dalam kesesuaian antara ekspresi dengan realitas yang muncul dalam
kesadaran. Lebih dari itu, Bangsa Arab juga telah menciptakan syair Arab, sebentuk ekspresi sastra
yang merupakan puncak seni kesusartraan.
Jenis kesusasteraan islam itu universal, diantaranya yaitu:
1. Khuthbah(orasi)
2. Risalah(esai)
3. Maqamah(cerita pendek tentang legenda)
4. Qishshah(kisah)
5. Qasidah(syair)
6. Maqalah (essai yang membahas satu tema sebagai sentral)
5. Kesimpulan
Seni dalam Islam bisa diartikan sebagai sebuah upaya untuk menuturkan kebesaran Ilahi
yang mengungkapkan berbagai aspek kehidupan terutama esensi ketauhidan karena segala sesuatu
melantunkan puji-pujian bagi yang Esa. Oleh karena itu seorang muslim yang baik yang berkreasi
seni, pada hakekatnya harus melaksanakan tugas ibadah, dan menunaikan fungsi khalifah.
6. Daftar Pustaka
Sumber :