Farida Nugrahani
PBSI FKIP & Program Pascasarjana Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
Pos-El: faridanugrahani01@gmail.com
Abstrak
Selama ini sering ada pandangan yang kurang tepat bahwa seni Budaya Islam diidentikkan
dengan kreasi seni yang mengandung ajaran islam formal saja. Kajian teoretis ini akan
menyajikan pemikiran bahwa seni budaya dalam perspektif Islam tidak sesederhana itu. Tujuan
penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan (1) kreasi seni menurut ajaran Islam; (2) hukum
berseni dalam Islam; (3) kriteria kesenian Islami; (4) implikasi seni Islami. Kajian ini lebih
merupakan hasil kajian terhadap fenomena seni budaya di tengah masyarakat. Analisis dilakukan
dengan menggunakan metode analisis hermeneutik. Hasil kajian ini adalah: (1) Islam mendorong
umatnya untuk berkreasi seni sebagai ekspresi keindahan; (2) hukum asal berkreasi seni dalam
Islam adalah mubah namun dapat berubah jika dalam penampilan dan penyajiannya dicampur
dengan unsur haram; (3) kriteria seni Islam yakni seni yang mampu mendorong penikmatnya
memiliki spirit dalam dimensi insaniah dan Ilahiyah; (4) Implikasi seni Islam dalam kehidupan
adalah kreasi seni tidak identik dengan bahasa Arab dan ajaran Islam formal melainkan lebih
pada esensi seni dan penyajiannya yang mampu mendorong penikmatnya mendekatkan diri
kepada Tuhan.
Kata Kunci: Seni budaya Islam, dimensi insaniah, dimensi Ilahiyah, mendekatkan diri kepada
Allah.
1. Pendahuluan
―Sesungguhnya Allah itu Mahaindah dan (Dia) menyukai keindahan.‖ (H.R. Muslim).
Agama Islam memotivasi umat manusia untuk berkarya seni, untuk memiliki perasaan keindahan
(estetik). Allah menjelaskan hal itu di berbagai firman-Nya yang tertulis dalam ayat-ayat
al-Qur‘an yang suci.
Banyak ayat al-Qur‘an yang mengisyaratkan kepada kita untuk menyaksikan estetika dan
eksotika bumi dan langit terbentang di bumi, hamparan awan nan menawan di langit, karya Sang
Khaliq. Daratan, pegunungan, lautan dan langit yang cerah. Begitu indah alam ciptaan Allah
yang Mahakuasa. Sedemikian agung dan hebat, tak terlukiskan oleh pelukis professional sekali
pun seperti Amry Yahya (Alm.), Basuki Abdullah, atau Sadzali. Allah berfirman dalam
al-Qur‘an (S. as-Sajdah:7), ―(Dia) rekayasa dunia seisinya yang Dia buat menjadi yang terbaik‖.
Al-Qur‘an juga memotivasi umat manusia agar mau memperhatikan dan menghayati
ciptaan Allah yang ada di bumi dan langit serta lautan sebagai tanda-tanda kekuasaan dan
kebesaran Allah yang Mahatinggi. Dengan firman-firman-Nya Allah mendorong umat manusia
1
untuk mengamati dan menghayati dengan jeli segala ciptaan-Nya agar manusia semakin
mensyukuri nikmat-Nya. Pada gilirannya manusia akan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Ia
juga ingin memenuhi hasrat mata dan hati kita dengan cahaya kebahagiaan dan kebajikan yang
menyemburat dari seluruh alam.
Sayangnya, banyak di antara umat manusia yang dapat mengagumi eksotika alam
semesta tetapi tidak mampu merenungkan rahasia keindahan ciptaan Ilahi yang terkandung di
balik itu semua. Di bidang sastra, pernyataan Mangunwijaya (1982) berikut patut diresapi dan
dihayati. "Pada awal mula, segala sastra adalah religius", bukan sekedar ungkapan klise.
Pernyataan itu memuat pengertian yang mendalam dan luas. Dikatakan lebih lanjut oleh
Mangunwijaya (1982) bahwa, "Semua sastra yang bernilai literer selalu religius".
Religiusitas tidak bisa diartikan sekedar kapatuhan terhadap ajaran agama (Islam) formal
termasuk ibadah formal. Religiusitas menyaran pada gerak dan riak getaran kalbu yang
mendalam pada diri manusia yang bersifat personal. Pernyataan Mangunwijaya yang berkaitan
dengan sastra tersebut dapat diperluas aplikasinya pada kebudayaan pada umumnya baik itu seni
lukis, seni musik, seni ornamen, seni ukir, seni busana, seni teater, dan sebagainya. Artinya,
karya seni apa pun bentuk dan medianya sebetulnya pada awal mulanya adalah religius. Hanya
dalam perkembangannya lazimnya dipengaruhi oleh kompetensi dan kecenderungan
masing-masing senimannya, kreatornya. Karena itu, terkadang terdapat sebuah karya seni terasa
sangat religius tetapi juga terdapat sebuah karya seni justru mengundang perbuatan maksiat.
Permasalahan yang dihadapi adalah (1) bagaimana kreasi seni dalam ajaran Islam?; (2)
bagaimana hukum berseni dalam Islam?; (3) bagaimana kriteria kesenian Islami?; (4) bagaimana
implikasi seni Islami? Adapun tujuan penulisan ini adalah mendeskripsikan (1) kreasi seni
menurut ajaran islam; (2) hukum berseni dalam Islam; (3) kriteria kesenian Islami; (4) implikasi
seni Islami.
Kelima, kreasi seni harus memuat pesan-pesan moral dan hikmah/kebijakan dan berisi
ajakan kea rah kebaikan di samping tetap ada sentuhan estetikanya agar terhindar perilaku
absurdisme, hampa, sia-sia (laghwun). Kreasi seni Islami harus menjunjung tinggi nulai luhur
dan menghormati nilai-nilai etika Islam (akhlak) dalam semua segi sajiannya. Menghindari
keseronokan termasuk pornografi dan pornoaksi serta menjaga aurat serta kemuliaan manusia
menjadi salah satu kriteria kreasi seni Islam.
Kreasi seni Islami juga menghindari perilaku kebancian (takhonnus) dan sebaliknya
seperti gay dan waria. Menghindari praktik perbuatan maksiat dalam penampilan seni. Kreasi
seni harus disajikan sekedar sebatas keperluan dan menghindari berlebihan (israf dan tabdzir)
yang dapat membawa penimat seni melalaikan kewajiban kepada Allah. (Abdurrahman Aljaziri
dalam Al-Fiqh ‗alal Madzahibil Arba‘a, II/ 42-44, Yusuf Al-Qordhowi dalam Al Halal Wal
Haram fil Islam, hlm. 273-276).
5. Simpulan
Akhirnya, perlu disimpulkan bahwa seni Islami memberikan alternatif nilai-nilai kreasi
seni yang dapat menambah dan memperdalam khazanah batin manusia dengan nafas
kemanusiaan dan ketuhanan, yang mempertemukan insaniah dan Ilahiyah, dengan tidak
mencekoki penikmatnya dengan ajaran Islam formal.
Seni Islami mendorong apresiatornya untyuk melakukan perenungan dan pemikiran yang
mendalam sehingga mampu membawanya kepada taqarrub dengan Ilahi. Seni Islami adalah seni
hakiki berfungsi ―mencerahkan‖ kehidupan batin manusia.
Daftar Pustaka
Al-Ma‘ruf, Ali Imron. 1990. "Dialog Religius dalam sajak 'Nyala Cintamu' Karya Anshari
(Persia) dan Sajak Anak Laut, Anak Angin' karya Abdulhadi W.M." dalam Jurnal
Rethoric, Nomor 1 Tahun 1990.
Iqbal, Muhammad. 1982. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. (Penerjemah: Ali
Audh dkk). Jakarta: Tintamas.
9
Jassin, H.B. 1882. Al-Qur’anil Karim Bacaan Mulia. Jakarta: PT Jambatan.
Kuntowijoyo. 1982. ―Essai Saya Kira Kita Memerlukan Juga Sebuah Sastra Profetik‖.
Makalah dalam Temu Sastra tahun 1982 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.
ooOoo
10