Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat kaum Muslimīn dewasa ini umumnya menghadapi kesenian sebagai suatu
masalah hingga timbul berbagai pertanyaan, bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini,
boleh, makrūh atau harām? Di samping itu dalam praktek kehidupan sehari-hari, sadar atau
tidak, mereka juga telah terlibat dengan masalah seni. Bahkan sekarang ini bidang tersebut
telah menjadi bagian dari gaya hidup mereka. Seperti contoh yang telah terjadi di beberapa
kota, banyaknya diskotik, dan tempat tongkrongan yang di penuhi oleh suara bising musik
dan dipenuhi oleh muda-mudi yang mencari kesenangan dengan bernyanyi dan menari tanpa
mempedulikan lagi hukum halāl-harām.
Semua keadaan yang kami tuturkan di atas terjadi dan berawal dari kejatuhan seni
budaya dan peradaban Islam.

B. Rumusan Masalah
Dari pembahasan diatas, maka dapat di ambil rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Apa pengertian seni dan macam-macam seni ?
2. Bagaimana hukum seni dalam islam ?
3. Seni apa saja yang dibolehkan dan dilarang dalam islam ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian seni dan macam-macam seni
2. Untuk mengetahui hukum seni dalam islam
3. Untuk mengetahui seni yang dibolehkan dan dilarang dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Seni & Macam-Macam Seni


Secara harfiah, seni merupakan bentuk dari karya manusia yang mengandung
keindahan; mengandung pesona karya dan rasa jika diamati dan dinikmati. Kemudian
memberikan kepuasan dan kesenangan pada setiap jiwa manusia dan seni adalah keindahan
yang memberikan kepuasan dalam kehidupan kita sehari-hari. Maka seni dan kesenian
adalah suatu jelmaan dari rasa keindahan yang wujud dari kerja manusia untuk mencapai
kesejahteraan hidupnya. Disusun berdasarkan pemikiran-pemikirannya sehingga ia menjadi
suatu karya yang indah dan menimbulkan kesenangan untuk dinikmati.
Secara filsafat, kalau segala sesuatu yang baik dan buruk dapat dinilai dengan dimensi
etika, maka seni dan keindahan ini selalu dibahas dengan dimensi estetika yaitu melalui
penghayatan dan pengalaman-pengalaman indra manusia.
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah
yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi
ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera pendengar
(seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama). Dilihat dari ruh
ajaran Islam dan kaedahnya Islam tidak melarang sesuatu yang baik, indah dan kenikmatan
yang diterima akal sehat. Sebagaimana dalam Surah Al-Maidah ayat 4 "Mereka bertanya
kepadamu tentang apa yang dihalalkan Allah, katakanlah dihalalkan kepadamu segala yang
baik-baik". Seni merupakan fitrah yang Allah ciptakan dalam diri manusia.
Dari segi makna literal, seni ialah halus, indah atau permai. Dari segi istilah, seni ialah
segala yang halus dan indah lagi menyenangkan hati serta perasaan manusia. Dalam
pengertian yang lebih padu, ia membawa nilai halus, indah, baik dan suci : berguna dan
bermanfaat serta mempunyai fungsi dan nilai sosial.
Selain itu, keindahan adalah sesuatu yang wujud di luar diri manusia yang menikmati
keindahan itu. Ia dapat dirasa, ditanggapi dan dihayati. Allah adalah sumber daya dan
sumber pemikiran manusia manakala imaginasi dan keupayaan mencipta yang ada pada
manusia adalah percikan dari daya kreatif Allah. Oleh itu, seni boleh dibahagikan kepada 2 :
a) Seni ciptaan Allah
b) Seni ciptaan manusia

B. Sejarah Dan Perkembangan Seni


Kesenian Islam adalah kesinambungan daripada kesenian pada zaman silam yang telah
berkembang dan dicorakkan oleh konsep tauhid yang tinggi kepada Allah S.W.T. Kesenian
Islam memiliki khazanah sejarahnya yang tersendiri dan unik. Kesenian Islam dikatakan
telah berkembang sejak zaman Nabi Daud A.S dan puteranya Nabi Sulaiman A.S dan terus
berkembang di zaman Nabi Muhammad S.A.W dan di zaman selepas kewafatan Baginda
sehingga kini. Kesenian Islam terus berkembang di dalam bentuk dan falsafahnya yang
berorientasikan sumber Islam yang menitikberatkan kesejajaran dengan tuntutan tauhid dan
syara’.
C. Hukum Seni Dalam Islam
1. Perhatian Islam pada kebutuhan manusia.
Islam merupakan agama realistis, yang memperhatikan tabiat dan kebutuhan
manusia, baik jasmani, rohani, akal dan perasaannya. Sesuai dengan kebutuhan dalam
batasan-batasan yang seimbang.
Jika olah raga merupakan kebutuhan jasmani, beribadah sebagai kebutuhan rohani,
ilmu pengetahuan sebagai kebutuhan akal, maka seni merupakan kebutuhan rasa (intuisi )
yaitu : seni yang dapat meningkatkan derajat dan kemulyaan manusia, bukan seni yang
dapat menjerumuskan manusia dalam kehinaan.
2. Pandangan Al quran pada keindahan alam.
Seni adalah perasaan dalam menikmati keindahan, dan inilah yang diungkapkan
dalam al quran untuk di perhatiakan dan di renungkan, yaitu merenungkan keindahan
makhluq ciptaan Allah, dan mengambil manfaat yang di kandungnya, seperti Q.S. an nahl
: 5-6, al a'rof : 26.
3. Apresiasi mukmin terhadap keindahan alam.
Jika kita mentadaburi ayat-ayat al quran akan terlihat jelas bahwa al quran ingin
menggugah akal dan hati setiap mukmin untuk menyelami keindahan alam semesta, di
angkasa, dasar samudra dan seisinya, bumi, langit, flora, fauna dan manusia.
4. Al quran mukjizat yang indah.
Al quran adalah bukti yang agung dalam Islam, dan mukjizat terbesar bagi
Rasulullah Salallahu alaihi wasallam, dengan kata lain mukjizat yang sangat indah, di
samping sebagia mukjizat yang rasional, al quran telah melemahkan kesombongan
bangsa arab dengan kindahan ungkapannya, sya'ir dan uslub katanya, serta menpunyai
lirik dan lagu tersendiri, sehingga sebagian mereka menganggapnya sihir.
Ulama' balaghoh dan sastrawan arab menerangkan sisi kemukjizatan ungkapannya
atau keindahan kitab ini sejak Abdul Qohir sampai Ar Rofa'ie, Sayyid Qutb dan
sastrawan zaman ini.
Salah satu anjuran dalam mengumandangkan al quran adalah mengkolaborasikan
kemerduan suara memperindah bacaan dan intonasi. Setelah sebelumnya telah
dipaparkan perhatian Islam pada keindahan, serta menganjurkan untuk mengembangkan
instuisi sehingga manusia dapat merasakan dan menikmatinya, keindahan dapat dirasakan
oleh pendengaran, penglihatan dan indra yang lain.
Disini kita akan membahas beberapa contoh seni keindahan yang bisa dirasakan
manusia khususnya pada pendengaran dan indra yang lain. Oleh karena sangat luasnya
pembahasan masalah ini sesuai dengan perkembangan pada zaman modern ini, maka
kami membatasi pada hal yang mempunyai posisi cukup setrategis di mata masyarakat
kita yaitu seni musik, suara ( nyanyian dan lagu ). Sesuai dengan pemahaman salafus
sholeh ummat ini dengan bersandar pada Al quran dan As sunnah.
D. Seni Yang Dibolehkan & Seni Yang Dilarang Dalam Islam
a. Seni Yang Dibolehkan Dalam Islam
1) Seni Membaca Al – Qur’an (Tilawatil atau Qiro’atil Qur’an)
Sebagaimana Nabi Muhammad SAW melagukan Surat Al Fath ketika Fathul Makkah
atau sahabat Abu Musa Al Anshary yang paling bagus bacaan Qur’annya. Dari Al-
Barra’ bin ‘Azib RA, ia berkata: telah bersabda Rasulullah SAW: “Hiasilah Al-Qur’an
dengan suaramu” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’I dan lain-lainnya)
2) Seni Kaligrafi/Tulis
Kaligrafi adalah seni menulis sebuah tulisan, di Jepang menulis huruf kanji dengan
sebutan “Shodo”, “Seoye” di Korea dan di China disebut dengan Shufa/Yi-shu.
Sedangkan seni tulis arab sering disebut dengan khat. Khusus kaligrafi yang baik dan
sesuai dengan Islam adalah seni kaligrafi yang isinya mengambil ayat-ayat Al-Quran.
Bentuknya bermacam-macam, tidak selalu pena diatas kertas, tetapi seringkali juga
ditatahkan di atas logam, bangunan, atau kulit.
3) Seni Beladiri
Seni bela diri merupakan satu kesenian yang timbul sebagai satu cara seseorang itu
mempertahankan diri. Selama Bela Diri berazaskan ke-taukhidan, tidak syirik, serta
membela kebenaran dan keadilan, maka Islam membolehkan. Bahkan Allah SWT
menyukai mukmin yang kuat daripada mukmin yang lemah.
4) Seni Melipat Kertas
Seni melipat kertas atau lebih popular dengan sebutan Origami ini tidak banyak
pengaruhnya, hanya saja bagi ummat Islam ketika memilih kertasnya hendaknya
kertas yang yang tidak ternoda dengan najis.
5) Seni Arsitektur
Arsitektur selain sebagai ilmu dalam merancang bangunan, aritektur juga adalah seni.
Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun
keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota,
perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain
bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-
hasil proses perancangan tersebut. Banyak manfaatnya dari seni arsitektur ini.
6) Seni Berpidato
Beripidato (orasi) dalam Islam sering disebut dengan khutbah. Berpidato dalam Islam
tidak sama dengan berpidato biasa, karena dalam khutbah, ada muqaddimah
(pembukaan), isi khutbah, dan penutup. Berbeda dengan berpidato, khubah juga ada
seninya agar orang tidak bosan mendengar, dan apa yang disampaikan juga mudah
diserap oleh pendengar.
7) Seni Sastra
Seni sastra adalah semua jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Al
Qur’an termasuk seni sastra tertinggi yang dimiliki oleh ummat Islam. Dengan seni
sastra seseorang dapat menyampaikan pikiran-pikiran atau ajaran ajaran tertentu
dengan indah.
8) Seni Merajut
Merajut adalah salah satu dari kesenian. Selain menuntut keterampilan merajut juga
dapat menenangkan pikiran yang sedang kusut. Hati dapat terasa damai karena hanya
focus sama rajutan kita. Yang penting dalam merajut tidak lupa waktu sholat dan hasil
rajutannya bukan untuk maksiyat kepada Allah.

b. Seni Yang Dilarang Dalam Islam


Ada beberapa seni berikut yang dilarang dalam islam tetapi tidak seluruhnya haram,
tetapi haram dalam kasus-kasus tertentu.
1) Seni Rupa
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni dengan media yang bisa
ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Islam membolehkan seni rupa selama
tidak mengarah kepada maksiat dan ingkar kepada Allah Tuhan semesta alam. Namun,
para ulama berpendapat, seni rupa yang dilarang adalah yang menggambarkan
makhluk hidup atau manusia.
2) Menyanyi
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi (al-ghina’/at-taghanni).
Sebagian mengharamkan nyanyian dan sebagian lainnya menghalalkan. Masing-
masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri. Menyanyi yang diharamkan Islam karena:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
(lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang
menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara
nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2.
Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan
merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”
3) Musik
Begitu juga dengan bermain musik, sebagian ulama berbeda pendapat mengenai
hukum bermain musik. Sebagian mengharamkannya dan sebagian lainnya
menghalalkannya. Hal ini berdasarkan pada hadits dari Abu Malik Al-Asy’ari ra
bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku
golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR.
Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590].
4) Tarian
Tari adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu tertentu
untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud, dan pikiran. Bunyi-
bunyian yang disebut musik pengiring tari mengatur gerakan penari dan memperkuat
maksud yang ingin disampaikan. Gerakan tari berbeda dari gerakan sehari-hari seperti
berlari, berjalan, atau bersenam. Saat tarian tersebut mempertontonkan aurat, dan
mengundang nafsu birahi maka Islam melarang tarian tersebut. Apalagi tarian yang
ditujukan untuk memuja sesuatu dan bersifat ritual syirik.
5) Vandalisme
Vandalisme adalah contoh seni yang merusak. Bisa jadi kegiatan vandal ini dianggap
sebagai suatu seni bagi pelakunya. Contoh lain dari vandalisme sendiri adalah
penambahan, penghapusan, atau pengubahan isi yang secara sengaja dilakukan untuk
mengurangi kualitas ensiklopedia. Biasanya tulisan yang ada diganti dengan hal-hal
yang menyebalkan, mengosongkan halaman, atau menyisipkan lelucon yang konyol
dan hal-hal yang tak berguna lainnya. Vandalisme yang terjadi pada anak-anak adalah
suka mencorat coret dengan cat tembok di jalan – jalan sebagai bentuk ekspresi dia.
6) Seni Patung
Seni patung adalah cabang seni rupa yang hasil karyanya berwujud tiga dimensi.
Biasanya diciptakan dengan cara memahat, modeling (misalnya dengan bahan tanah
liat) atau kasting (dengan cetakan). Islam melarang seni patung sebagaimana Hadist
Rasulullah saw, “Manusia yang paling pedih siksanya di hari kiamat ialah yang
meniru ciptaan Allah. Sedangkan para pelukis dan penggambar adalah orang-orang
yang meniru ciptaan Allah.” (Muttafaqun ‘alaih).
7) Tindik (Body Piercing)
Body Piercing atau seni tindik pada tubuh akhir-akhir ini menjadi sangat berkembang
di dunia dan di Indonesia pada khususnya. Sama halnya dengan tatto, maka body
piercing telah mewabah hampir kesemua kalangan. Tindik konvensional yang dahulu
hanya dilakukan diseputar telinga saja, saat ini telah dilakukan pada hampir seluruh
bagian tubuh. Seni tindik tidak sesuai dengan agama Islam.
8) Operet (Seni Pertunjukan)
Seni Pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di
tempat dan waktu tertentu. Biasanya melibatkan empat unsur: waktu, ruang, tubuh si
seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Yang tidak diizinkan Islam adalah
ketika seseorang menunjukkan tubuhnya tanpa penutup aurat.

E. DASAR HUKUM MENYANYI DAN MEMAINKAN ALAT MUSIK


Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi (al-ghina’ / at-taghanni).
Sebagian mengharamkan nyanyian dan sebagian lainnya menghalalkan. Masing-masing
mempunyai dalilnya sendiri-sendiri. Berikut sebagian dalil masing-masing, seperti diuraikan
oleh al-Ustadz Muhammad al-Marzuq Bin Abdul Mu’min al-Fallaty mengemukakan dalam
kitabnya Saiful Qathi’i lin-Niza’ bab Fi Bayani Tahrimi al-Ghina’ wa Tahrim Istima’ Lahu
(Musik. http://www.ashifnet.tripod.com),/ juga oleh Dr. Abdurrahman al-Baghdadi dalam
bukunya Seni dalam Pandangan Islam (hal. 27-38), dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki
dalam Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas (hal. 97-101):
a) Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian:
a. Berdasarkan firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh
adzab yang menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)
Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau
lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud. Ayat-ayat lain
yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah Qs. an-Najm [53]: 59-61; dan Qs.
al-Isrâ’ [17]: 64 (Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi
Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 20-22).
b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina,
sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits
no. 5590].
c. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan
menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau
membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].
d. Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.” [HR.
Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf].
e. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang
menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi
sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].
f. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara
nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2.
Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan
merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).”

b) Dalil-Dalil Yang Menghalalkan Nyanyian:


a. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
b. Hadits dari Nafi’ ra, katanya:
Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar
suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan
sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab
tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah Saw.” [HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi].
c. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti
dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul
gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang
Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw
yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:
“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR.
Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].
d. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-
tiba Rasulullah Saw bersabda:
“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada
permainan.” [HR. Bukhari].
e. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia
sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju.
Lalu Hasan berkata:
“Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu
(yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].

Karena itu, menurut Dr Abdurrahman al Baghdadi:


“Bertolak dari dasar hukum inilah maka mendengar atau memainkan alat-alat musik
atau menyanyi mubah selama tidak terdapat suatu dalil syar’I yang menunjukkan bahwa
pekerjaan tersebut haram atau makruh. Mengenai menyanyi atau memainkan alat musik
dengan atau tanpa nyanyian, tidak terdapat satu pun nash, baik dari Al Qur’an maupun
sunnah Rasul yang mengharamkannya dengan tegas. Memang ada sebagian dari para
sahabat, tabiin dan ulama yang mengharamkan sebagian atau seluruhnya karena
mengartikannya dari beberapa nash tertentu. Diantara mereka ada yang menyatakan bahwa
hal tersebut makruh, sedangkan yang lain mengatakan hukumnya mubah.
Adapun nash-nash (dalil-dalil) yang dijadikan alasan oleh mereka yang
mengharamkan seni suara dan musik bukanlah dalil-dalil yang kuat. Sebagaimana telah
disebutkan di atas, tidak ada satu dalil pun yang berbicara secara tegas dalam hal ini.
Dengan demikian tidak ada seorang manusia pun yang wajib diikuti selain dari pada
Rasulullah saw. Beliau sendiri tidak mengharamkannya. ..Oleh karena itu Imam Abu Bakar
Ibnul Arabi (dalam Ahkamul Qur’an jilid III, hal. 1053-1054) menyatakan: “Tidak terdapat
satu dalil pun di dalam Al Qur’an maupun Sunnah Rasul yang mengharamkan nyanyian.
Bahkan hadits shahih (banyak yang) menunjukkan kebolehan nyanyian itu. Setiap hadits
yang diriwayatkan maupun ayat yang dipergunakan untuk menunjukkan keharamannya
maka ia adalah bathil dari segi sanad, bathil juga dari segi I’tiqad, baik ia bertolak dari nash
maupun dari satu penakwilan.”
Tentang surah Luqman ayat 6 yang dijadikan dalil untuk haramnya nyanyian, menurut
pakar fiqh yang bukunya puluhan ini, ayat itu tidak terkait dengan nyanyian. “Tetapi ayat
tersebut berkaitan erat dengan sikap orang-orang kafir yang berusaha menjadikan ayat-ayat
Allah SWT sebagai sendau gurau,”terangnya.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kesenian dalam Islam bertunjangkan tauhid, iaitu keEsaan Tuhan yang bertolak dari
pengajaran al-Quran dan as-Sunnah. Di dalam menjaga keseimbangan antara keperluan
jasad dan jiwa, Islam telah menganjurkan sikap sederhana dalam semua perkara dan
membawa kepada bakat-bakat alami di dalam jurusan-jurusan yang benar dan telah mencoba
untuk mengembangkan suatu keseluruhan yang harmonis dalam diri manusia.
Sebagian orang menggambarkan umat islam sebagai masyarakat ahli ibadah dan
kerja keras, maka tak ada tempat bagi orang-orang lalai dan bermain-main,
tertawa, Bergembira ria, bernyanyi atau bermain musik. tak boleh bibir tersenyum, mulut
tertawa, hati senang dan tak boleh kecantikan terlukis pada wajah-wajah manusia.
Maka tidak ada salahnya jika manusia memiliki seni dalam hidupnya tetapi harus
sesuai dengan syariat islam dan tidak melanggar kaidah atau aturan islam.
Masing-masing mereka menggunakan dalil al Qur’an dan Hadits. Kalangan yang
mengharamkan di antaranya menggunakan dalil:

ٌ ‫َّللاِ بِغَي ِْر ِع ْل ٍم َويَتَّ ِخذَهَا ه ُُز ًوا أُولَ ِئكَ لَ ُه ْم َعذَابٌ ُم ِه‬
‫ين‬ َ ‫ُض َّل َع ْن‬
َّ ‫سبِي ِل‬ ِ ‫اس َم ْن يَ ْشت َِري لَ ْه َو ْال َحدِي‬
ِ ‫ث ِلي‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
(lahualhadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan.” (QS: Luqman 6)

َ َ ‫َوا ْستَ ْف ِز ْز َم ِن ا ْست‬


َ ‫طعْتَ ِم ْن ُه ْم ِب‬
َ‫ص ْوتِك‬

“Dan bujuklah siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu (shautika).” (QS:
al Isra’ 64)

Dan juga beberapa hadits Rasulullah saw:

“Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra,
arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke
tebing bukit yang tinggi. Lalu para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi
golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika
itu mereka kemudian berkata,”Datanglah kepada kami esok hari.” Pada malam hari Allah
membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang
tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari
kiamat.” (HR Bukhari).

“Pada umat ini berlaku tanah longsor, pertukaran rupa dan kerusuhan.” Bertanya salah
seorang diantara kaum Muslimin,”Kapankah yang demikian itu terjadi, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab,”Apabila telah muncul biduanita, alat-alat musik dan minuman arak di
tengah-tengah kaum Muslimin.”

Sedangkan ulama yang membolehkan nyanyian dan musik ini menggunakan dalil:

ِ ‫ص ْوتُ ْال َح ِم‬


‫ير‬ َ َ‫ت ل‬ ْ َ ‫ِإ َّن أ َ ْنك ََر ْاْل‬
ِ ‫ص َوا‬

“…dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah bunyi keledai.”


(QS: Luqman 19)

Imam Ghazali mengambil pengertian ayat ini dari mafhum mukhalafah. Allah SWT memuji
suara yang baik. Dengan demikian dibolehkan mendengarkan nyanyian yang baik. (Ihya’
Ulumudddin, juz VI, jilid II, hal. 141).

Hadits Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain dar Rubayyi’ binti Muawwiz Afra:
“Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah saw datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu
Nabi saw duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak)
nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya
yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata,”Diantara
kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari.” Tetapi
Rasulullah saw segera bersabda,”Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu
(nyanyikan) tadi.”

Hadits Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra:

“Pada suatu har Rasulullah saw masuk ke tempatku. Ketika itu di sampingku ada dua gadis
perempuan budak yang sedang mendendangkan nyanyian (tentang hari Buats). Kulihat
Rasulullah saw berbaring tapi dengan memalingkan mukanya. Pada sat itulah Abu Bakar
masuk dan ia marah kepadaku. Katanya,”Di tempat/rumah Nabi ada seruling setan?”
Mendengar seruan itu Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar seraya berkata,

“Biarkanlah keduanya, hai Abu Bakar.”

Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka aku suruh kedua budak perempuan itu
keluar. Waktu itu adalah hariraya dimana orang-orang Sudan sedang menari dengan
memainkan alat-alat penangkis dan senjata perangnya (di dalam masjid).”

Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya,”Aku pernah
mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabi
saw bersabda,

“Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang
Anshar senang dengan hiburan (nyanyian).”

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad terdapat lafaz:

“Bagaimana kalau diikuti pengantin itu oleh (orang-orang) wanita untuk bernyanyi sambil
berkata dengan senada: “Kami datang kepadamu. Hormatilah kami dan kami pun
menghormati kamu.Sebab kaum Anshar senang menyanyikan (lagu) tentang wanita.”

Sedangkan tentang hadits Imam Bukhari, menurut Dr Abdurrahman : “…maksud hadits


Imam Bukhari tersebut jatuh pada segolongan orang-orang dari kaum Muslimin yang berani
menghalalkan pengggunaan alat-alat musik di luar batas-batas yang telah digariskan syara’.
Misalnya memainkannya di tempat umum (televisi, stadion, atau panggung-panggung
pertunjukan terbuka lainnya), bukan di tempat dan acara khusus, seperti pada acara pesta
pernikahan, di rumah-rumah. Dengan kata lain, syara’ membolehkan biduanita budak
menyanyi untuk pemiliknya dan atau para wanita lainnya dalam acara pernikahan. Boleh
saja salah seorang diantara anggota keluarga pengantin ikut bernyanyi, tetapi syara’ tidak
membolehkan ada penyanyi wanita bayaran sebagaimana yang umum terjadi sekarang ini.”
Masing-masing mereka menggunakan dalil al Qur’an dan Hadits. Kalangan yang
mengharamkan di antaranya menggunakan dalil:

ٌ ‫َّللاِ ِبغَي ِْر ِع ْل ٍم َويَتَّ ِخذَهَا ه ُُز ًوا أُولَئِكَ لَ ُه ْم َعذَابٌ ُم ِه‬
‫ين‬ َ ‫ُض َّل َع ْن‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ ِ ‫اس َم ْن يَ ْشت َِري لَ ْه َو ْال َحدِي‬
ِ ‫ث ِلي‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
(lahualhadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan.” (QS: Luqman 6)

َ َ ‫َوا ْستَ ْف ِز ْز َم ِن ا ْست‬


َ ِ‫طعْتَ ِم ْن ُه ْم ب‬
َ‫ص ْوتِك‬

“Dan bujuklah siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu (shautika).” (QS:
al Isra’ 64)

Dan juga beberapa hadits Rasulullah saw:

“Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra,
arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke
tebing bukit yang tinggi. Lalu para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi
golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika
itu mereka kemudian berkata,”Datanglah kepada kami esok hari.” Pada malam hari Allah
membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang
tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari
kiamat.” (HR Bukhari).

“Pada umat ini berlaku tanah longsor, pertukaran rupa dan kerusuhan.” Bertanya salah
seorang diantara kaum Muslimin,”Kapankah yang demikian itu terjadi, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab,”Apabila telah muncul biduanita, alat-alat musik dan minuman arak di
tengah-tengah kaum Muslimin.”

Sedangkan ulama yang membolehkan nyanyian dan musik ini menggunakan dalil:

ِ ‫ص ْوتُ ْال َح ِم‬


‫ير‬ َ َ‫ت ل‬ ْ َ ‫إِ َّن أ َ ْنك ََر ْاْل‬
ِ ‫ص َوا‬

“…dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah bunyi keledai.”


(QS: Luqman 19)
Imam Ghazali mengambil pengertian ayat ini dari mafhum mukhalafah. Allah SWT memuji
suara yang baik. Dengan demikian dibolehkan mendengarkan nyanyian yang baik. (Ihya’
Ulumudddin, juz VI, jilid II, hal. 141).

Hadits Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain dar Rubayyi’ binti Muawwiz Afra:

“Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah saw datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu
Nabi saw duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak)
nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya
yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata,”Diantara
kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari.” Tetapi
Rasulullah saw segera bersabda,”Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu
(nyanyikan) tadi.”

Hadits Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra:

“Pada suatu har Rasulullah saw masuk ke tempatku. Ketika itu di sampingku ada dua gadis
perempuan budak yang sedang mendendangkan nyanyian (tentang hari Buats). Kulihat
Rasulullah saw berbaring tapi dengan memalingkan mukanya. Pada sat itulah Abu Bakar
masuk dan ia marah kepadaku. Katanya,”Di tempat/rumah Nabi ada seruling setan?”
Mendengar seruan itu Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar seraya berkata,

“Biarkanlah keduanya, hai Abu Bakar.”

Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka aku suruh kedua budak perempuan itu
keluar. Waktu itu adalah hariraya dimana orang-orang Sudan sedang menari dengan
memainkan alat-alat penangkis dan senjata perangnya (di dalam masjid).”

Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya,”Aku pernah
mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabi
saw bersabda,

“Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang
Anshar senang dengan hiburan (nyanyian).”

Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad terdapat lafaz:

“Bagaimana kalau diikuti pengantin itu oleh (orang-orang) wanita untuk bernyanyi sambil
berkata dengan senada: “Kami datang kepadamu. Hormatilah kami dan kami pun
menghormati kamu.Sebab kaum Anshar senang menyanyikan (lagu) tentang wanita.”

Karena itu, menurut Dr Abdurrahman al Baghdadi:


“Bertolak dari dasar hukum inilah maka mendengar atau memainkan alat-alat musik atau
menyanyi mubah selama tidak terdapat suatu dalil syar’I yang menunjukkan bahwa
pekerjaan tersebut haram atau makruh. Mengenai menyanyi atau memainkan alat musik
dengan atau tanpa nyanyian, tidak terdapat satu pun nash, baik dari Al Qur’an maupun
sunnah Rasul yang mengharamkannya dengan tegas. Memang ada sebagian dari para
sahabat, tabiin dan ulama yang mengharamkan sebagian atau seluruhnya karena
mengartikannya dari beberapa nash tertentu. Diantara mereka ada yang menyatakan bahwa
hal tersebut makruh, sedangkan yang lain mengatakan hukumnya mubah.

Adapun nash-nash (dalil-dalil) yang dijadikan alasan oleh mereka yang mengharamkan seni
suara dan musik bukanlah dalil-dalil yang kuat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, tidak
ada satu dalil pun yang berbicara secara tegas dalam hal ini. Dengan demikian tidak ada
seorang manusia pun yang wajib diikuti selain dari pada Rasulullah saw. Beliau sendiri tidak
mengharamkannya. ..Oleh karena itu Imam Abu Bakar Ibnul Arabi (dalam Ahkamul Qur’an
jilid III, hal. 1053-1054) menyatakan: “Tidak terdapat satu dalil pun di dalam Al Qur’an
maupun Sunnah Rasul yang mengharamkan nyanyian. Bahkan hadits shahih (banyak yang)
menunjukkan kebolehan nyanyian itu. Setiap hadits yang diriwayatkan maupun ayat yang
dipergunakan untuk menunjukkan keharamannya maka ia adalah bathil dari segi sanad,
bathil juga dari segi I’tiqad, baik ia bertolak dari nash maupun dari satu penakwilan.”

Tentang surah Luqman ayat 6 yang dijadikan dalil untuk haramnya nyanyian, menurut pakar
fiqh yang bukunya puluhan ini, ayat itu tidak terkait dengan nyanyian. “Tetapi ayat tersebut
berkaitan erat dengan sikap orang-orang kafir yang berusaha menjadikan ayat-ayat Allah
SWT sebagai sendau gurau,”terangnya.

Sedangkan tentang hadits Imam Bukhari, menurut Dr Abdurrahman : “…maksud hadits


Imam Bukhari tersebut jatuh pada segolongan orang-orang dari kaum Muslimin yang berani
menghalalkan pengggunaan alat-alat musik di luar batas-batas yang telah digariskan syara’.
Misalnya memainkannya di tempat umum (televisi, stadion, atau panggung-panggung
pertunjukan terbuka lainnya), bukan di tempat dan acara khusus, seperti pada acara pesta
pernikahan, di rumah-rumah. Dengan kata lain, syara’ membolehkan biduanita budak
menyanyi untuk pemiliknya dan atau para wanita lainnya dalam acara pernikahan. Boleh
saja salah seorang diantara anggota keluarga pengantin ikut bernyanyi, tetapi syara’ tidak
membolehkan ada penyanyi wanita bayaran sebagaimana yang umum terjadi sekarang ini.”
A. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian:
a. Berdasarkan firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan
dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang
menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6)
b. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina,
sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no.
5590].
c. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan
menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau
membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih].
e. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda:
“Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang
menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai
dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.].
B. Dalil-Dalil Yang Menghalalkan Nyanyian:
a. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
b. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti
dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul
gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar.
Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang
mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:
“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR.
Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].
c. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar.
Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda:
“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada
permainan.” [HR. Bukhari].
Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang
dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu
nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul),
perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat,
ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’,
misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme,
liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya.
Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang
kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang
syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak
taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan
semisalnya.[1]
3.2 Hukum Mendengarkan Nyanyian (Sama’ al-Ghina’)
Hukum menyanyi tidak dapat disamakan dengan hukum mendengarkan nyanyian.
Sebab memang ada perbedaan antara melantunkan lagu (at-taghanni bi al-ghina’) dengan
mendengar lagu (sama’ al-ghina’).
Sekedar mendengarkan nyanyian adalah mubah, bagaimanapun juga nyanyian itu.
Sebab mendengar adalah perbuatan jibiliyyah yang hukum asalnya mubah. Tetapi jika isi
atau syair nyanyian itu mengandung kemungkaran, kita tidak dibolehkan.[2]
3.3 Hukum Mendengar Nyanyian Secara Interaktif (Istima’ al-Ghina’)
Mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah sekedar mendengar, tanpa ada interaksi
misalnya ikut hadir dalam proses menyanyinya seseorang. Sedangkan istima’ li al-ghina’,
adalah lebih dari sekedar mendengar, yaitu ada tambahannya berupa interaksi dengan
penyanyi, yaitu duduk bersama sang penyanyi, berada dalam satu forum, berdiam di sana,
dan kemudian mendengarkan nyanyian sang penyanyi b. Hukum Mendengar Nyanyian
Secara Interaktif (Istima’ al-Ghina’).
Jika seseorang mendengarkan nyanyian secara interaktif, dan nyanyian serta kondisi
yang melingkupinya sama sekali tidak mengandung unsur kemaksiatan atau kemungkaran,
maka orang itu boleh mendengarkan nyanyian tersebut.
Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan
nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada
ikhthilat) karena disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah
haram.[3]
3.4 Hukum Memainkan Alat Musik
ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits,
yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda Nabi Saw:
“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu
Majah] [4]
Adapun selain alat musik ad-duff / al-ghirbal, maka ulama berbeda pendapat. Ada
yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan. Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-
Muhalla, juz VI, hal. 59 mengatakan:
“Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang
kita perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik],
maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” [5]
Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum
dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat
musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada
hukum asalnya, yaitu mubah.[6]

Anda mungkin juga menyukai