PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat kaum Muslimīn dewasa ini umumnya menghadapi kesenian sebagai suatu
masalah hingga timbul berbagai pertanyaan, bagaimana hukum tentang bidang yang satu ini,
boleh, makrūh atau harām? Di samping itu dalam praktek kehidupan sehari-hari, sadar atau
tidak, mereka juga telah terlibat dengan masalah seni. Bahkan sekarang ini bidang tersebut
telah menjadi bagian dari gaya hidup mereka. Seperti contoh yang telah terjadi di beberapa
kota, banyaknya diskotik, dan tempat tongkrongan yang di penuhi oleh suara bising musik
dan dipenuhi oleh muda-mudi yang mencari kesenangan dengan bernyanyi dan menari tanpa
mempedulikan lagi hukum halāl-harām.
Semua keadaan yang kami tuturkan di atas terjadi dan berawal dari kejatuhan seni
budaya dan peradaban Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari pembahasan diatas, maka dapat di ambil rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Apa pengertian seni dan macam-macam seni ?
2. Bagaimana hukum seni dalam islam ?
3. Seni apa saja yang dibolehkan dan dilarang dalam islam ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian seni dan macam-macam seni
2. Untuk mengetahui hukum seni dalam islam
3. Untuk mengetahui seni yang dibolehkan dan dilarang dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
Kesimpulan
Kesenian dalam Islam bertunjangkan tauhid, iaitu keEsaan Tuhan yang bertolak dari
pengajaran al-Quran dan as-Sunnah. Di dalam menjaga keseimbangan antara keperluan
jasad dan jiwa, Islam telah menganjurkan sikap sederhana dalam semua perkara dan
membawa kepada bakat-bakat alami di dalam jurusan-jurusan yang benar dan telah mencoba
untuk mengembangkan suatu keseluruhan yang harmonis dalam diri manusia.
Sebagian orang menggambarkan umat islam sebagai masyarakat ahli ibadah dan
kerja keras, maka tak ada tempat bagi orang-orang lalai dan bermain-main,
tertawa, Bergembira ria, bernyanyi atau bermain musik. tak boleh bibir tersenyum, mulut
tertawa, hati senang dan tak boleh kecantikan terlukis pada wajah-wajah manusia.
Maka tidak ada salahnya jika manusia memiliki seni dalam hidupnya tetapi harus
sesuai dengan syariat islam dan tidak melanggar kaidah atau aturan islam.
Masing-masing mereka menggunakan dalil al Qur’an dan Hadits. Kalangan yang
mengharamkan di antaranya menggunakan dalil:
ٌ َّللاِ بِغَي ِْر ِع ْل ٍم َويَتَّ ِخذَهَا ه ُُز ًوا أُولَ ِئكَ لَ ُه ْم َعذَابٌ ُم ِه
ين َ ُض َّل َع ْن
َّ سبِي ِل ِ اس َم ْن يَ ْشت َِري لَ ْه َو ْال َحدِي
ِ ث ِلي ِ ََّو ِمنَ الن
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
(lahualhadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan.” (QS: Luqman 6)
“Dan bujuklah siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu (shautika).” (QS:
al Isra’ 64)
“Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra,
arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke
tebing bukit yang tinggi. Lalu para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi
golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika
itu mereka kemudian berkata,”Datanglah kepada kami esok hari.” Pada malam hari Allah
membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang
tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari
kiamat.” (HR Bukhari).
“Pada umat ini berlaku tanah longsor, pertukaran rupa dan kerusuhan.” Bertanya salah
seorang diantara kaum Muslimin,”Kapankah yang demikian itu terjadi, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab,”Apabila telah muncul biduanita, alat-alat musik dan minuman arak di
tengah-tengah kaum Muslimin.”
Sedangkan ulama yang membolehkan nyanyian dan musik ini menggunakan dalil:
Imam Ghazali mengambil pengertian ayat ini dari mafhum mukhalafah. Allah SWT memuji
suara yang baik. Dengan demikian dibolehkan mendengarkan nyanyian yang baik. (Ihya’
Ulumudddin, juz VI, jilid II, hal. 141).
Hadits Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain dar Rubayyi’ binti Muawwiz Afra:
“Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah saw datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu
Nabi saw duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak)
nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya
yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata,”Diantara
kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari.” Tetapi
Rasulullah saw segera bersabda,”Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu
(nyanyikan) tadi.”
“Pada suatu har Rasulullah saw masuk ke tempatku. Ketika itu di sampingku ada dua gadis
perempuan budak yang sedang mendendangkan nyanyian (tentang hari Buats). Kulihat
Rasulullah saw berbaring tapi dengan memalingkan mukanya. Pada sat itulah Abu Bakar
masuk dan ia marah kepadaku. Katanya,”Di tempat/rumah Nabi ada seruling setan?”
Mendengar seruan itu Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar seraya berkata,
Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka aku suruh kedua budak perempuan itu
keluar. Waktu itu adalah hariraya dimana orang-orang Sudan sedang menari dengan
memainkan alat-alat penangkis dan senjata perangnya (di dalam masjid).”
Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya,”Aku pernah
mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabi
saw bersabda,
“Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang
Anshar senang dengan hiburan (nyanyian).”
“Bagaimana kalau diikuti pengantin itu oleh (orang-orang) wanita untuk bernyanyi sambil
berkata dengan senada: “Kami datang kepadamu. Hormatilah kami dan kami pun
menghormati kamu.Sebab kaum Anshar senang menyanyikan (lagu) tentang wanita.”
ٌ َّللاِ ِبغَي ِْر ِع ْل ٍم َويَتَّ ِخذَهَا ه ُُز ًوا أُولَئِكَ لَ ُه ْم َعذَابٌ ُم ِه
ين َ ُض َّل َع ْن
َّ س ِبي ِل ِ اس َم ْن يَ ْشت َِري لَ ْه َو ْال َحدِي
ِ ث ِلي ِ ََّو ِمنَ الن
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
(lahualhadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan.” (QS: Luqman 6)
“Dan bujuklah siapa yang kamu sanggupi diantara mereka dengan suaramu (shautika).” (QS:
al Isra’ 64)
“Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra,
arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke
tebing bukit yang tinggi. Lalu para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi
golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika
itu mereka kemudian berkata,”Datanglah kepada kami esok hari.” Pada malam hari Allah
membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang
tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari
kiamat.” (HR Bukhari).
“Pada umat ini berlaku tanah longsor, pertukaran rupa dan kerusuhan.” Bertanya salah
seorang diantara kaum Muslimin,”Kapankah yang demikian itu terjadi, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab,”Apabila telah muncul biduanita, alat-alat musik dan minuman arak di
tengah-tengah kaum Muslimin.”
Sedangkan ulama yang membolehkan nyanyian dan musik ini menggunakan dalil:
Hadits Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain dar Rubayyi’ binti Muawwiz Afra:
“Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah saw datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu
Nabi saw duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak)
nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya
yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata,”Diantara
kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari.” Tetapi
Rasulullah saw segera bersabda,”Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu
(nyanyikan) tadi.”
“Pada suatu har Rasulullah saw masuk ke tempatku. Ketika itu di sampingku ada dua gadis
perempuan budak yang sedang mendendangkan nyanyian (tentang hari Buats). Kulihat
Rasulullah saw berbaring tapi dengan memalingkan mukanya. Pada sat itulah Abu Bakar
masuk dan ia marah kepadaku. Katanya,”Di tempat/rumah Nabi ada seruling setan?”
Mendengar seruan itu Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar seraya berkata,
Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka aku suruh kedua budak perempuan itu
keluar. Waktu itu adalah hariraya dimana orang-orang Sudan sedang menari dengan
memainkan alat-alat penangkis dan senjata perangnya (di dalam masjid).”
Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya,”Aku pernah
mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabi
saw bersabda,
“Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang
Anshar senang dengan hiburan (nyanyian).”
“Bagaimana kalau diikuti pengantin itu oleh (orang-orang) wanita untuk bernyanyi sambil
berkata dengan senada: “Kami datang kepadamu. Hormatilah kami dan kami pun
menghormati kamu.Sebab kaum Anshar senang menyanyikan (lagu) tentang wanita.”
Adapun nash-nash (dalil-dalil) yang dijadikan alasan oleh mereka yang mengharamkan seni
suara dan musik bukanlah dalil-dalil yang kuat. Sebagaimana telah disebutkan di atas, tidak
ada satu dalil pun yang berbicara secara tegas dalam hal ini. Dengan demikian tidak ada
seorang manusia pun yang wajib diikuti selain dari pada Rasulullah saw. Beliau sendiri tidak
mengharamkannya. ..Oleh karena itu Imam Abu Bakar Ibnul Arabi (dalam Ahkamul Qur’an
jilid III, hal. 1053-1054) menyatakan: “Tidak terdapat satu dalil pun di dalam Al Qur’an
maupun Sunnah Rasul yang mengharamkan nyanyian. Bahkan hadits shahih (banyak yang)
menunjukkan kebolehan nyanyian itu. Setiap hadits yang diriwayatkan maupun ayat yang
dipergunakan untuk menunjukkan keharamannya maka ia adalah bathil dari segi sanad,
bathil juga dari segi I’tiqad, baik ia bertolak dari nash maupun dari satu penakwilan.”
Tentang surah Luqman ayat 6 yang dijadikan dalil untuk haramnya nyanyian, menurut pakar
fiqh yang bukunya puluhan ini, ayat itu tidak terkait dengan nyanyian. “Tetapi ayat tersebut
berkaitan erat dengan sikap orang-orang kafir yang berusaha menjadikan ayat-ayat Allah
SWT sebagai sendau gurau,”terangnya.