Anda di halaman 1dari 3

Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi

Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas
pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan
pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah
penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan
Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan
yang berdiri sendiri. Selama hampir 3 abad Kesultanan

Kesultanan Banten mengalami kemakmuran pada saat pemerintahan Sultan Ageng pada
paruh kedua abad ke-17 M. Kedua syahbandarnya berhasil menyesuaikan ekonomi negerinya
dengan situasi baru yang muncul dengan kehadiran bangsa Eropa di Asia Tenggara. Kota Banten
Lama pada masa itu menjadi kota yang sangat kosmopolitan dengan perdagangan internasional
yang sangat ramai. Orang Tionghoa yang bermukim sejak lama memainkan peran utama dalam
perekonomian dan mendapatkan dukungan dari Sultan (Guillot 2008:212). Menjelang akhir
pemerintahannya, Sultan Ageng telah menunjuk putra sulungnya yang masih sangat muda untuk
menghindari konflik. Putra mahkota tersebut telah naik haji pada usia muda sehingga ia
mendapatkan nama panggilan “Sultan Haji”.

Sultan Haji memiliki ideologi syariat Islam dan nasionalisme. Ia bercita-cita menjadikan
Banten sebuah Negara Islam sepenuhnya. Sultan Haji memiliki kebencian terhadap orang asing
terutama orang Tionghoa yang menurutnya telah mendapatkan kekuasaan di Banten. Seperti
telah dituliskan sebelumnya bahwa Sultan Ageng lebih sering tinggal di Tirtayasa dan
membiarkan putranya menjalankan pemerintahan dari Ibukota (Kawasan Banten Lama
sekarang). Ketika Sultan Haji melakukan tindakan yang terlalu semena-mena terhadap para
pejabat keturunan Tionghoa, Sultan Ageng memutuskan untuk mengangkat senjata dan
mengusirnya dari ibu kota serta mengangkat adik bungsunya untuk menggantikannya.

Kejadian tersebut menimbulkan perang saudara. Saat itu Sultan Haji meminta bantuan
kepada orang Belanda di Batavia. Belanda memulai taktik untuk menghancurkan Banten dari
dalam, yakni dengan menghasut Sultan Haji, putra dari Sultan Ageng Tirtayasa. Belanda
mengadu domba Sultan Haji dengan ayahnya. Mereka menyebarkan isu bahwa orang yang akan
menjadi pewaris tahta Banten adalah Pangeran Purbaya saudara Sultan Haji. Hal ini membuat
Sultan Haji merasa iri hati dan memutuskan untuk melancarkan serangan melawan ayahnya
sendiri. Dengan bantuan Belanda, Sultan Haji akhirnya dapat melumpuhkan kesultanan Banten.
Bahkan, karena peperangan antara ayah dan anak ini, Keraton Surosowan yang dibangun oleh
nenek moyangnya hancur rata dengan tanah. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya dipenjara di
Batavia hingga meninggal pada tahun 1692. Alhasil, Sultan Haji yang bekerja sama dengan
Belanda pun naik tahta. Sejak saat itu, Kesultanan Banten sangat dipengaruhi oleh Belanda.
Terlebih lagi setelah Sultan Haji mengadakan perjanjian dengan pihak Belanda. Namun,
perjanjian yang dilakukan oleh Sultan Haji dengan Belanda ini justru merugikan Sultan Haji.
Beliau harus membayar 12.000 ringgit dan menyetujui pendirian Benteng Speelwijk.

Nama Benteng Speelwijk diambil dari nama seorang gubernur Jenderal VOC yang
bernama Speelma. Bangunan ini diarsitekturi oleh Hendrik Lucaszoon Cardeel yang juga
merancang arsitektur Masjid Agung Banten. Benteng Speelwijk sebagai bentuk dalam
membangun poros pertahanan maritim kekuasaan kerajaan di masa lalu. Benteng setinggi 3
meter ini dibangun pada tahun 1585. Selain berfungsi sebagai pertahanandari serangan laut,
benteng ini juga digunakan untuk mengawasi aktivitas pelayaran disekitar Selat Sunda. Benteng
ini juga memiliki Mercusuar, dan didalamnya juga ada beberapa meriam, serta sebuah
terowongan yang menghubungkan benteng tersebutdengan Istana Keraton Surosowan.

Benteng Speelwijk merupakan lambang keruntuhan kedaulatan dan independensi


Kesultanan Banten. Dengan didirikannya benteng ini oleh VOC, berarti Kesultanan Banten
sudah berada di bawah kendali VOC. Setelah berhasil melumpuhkan kesultanan Banten, Sultan
Haji kemudian mengasingkan dua menteri yang sangat dekat dengan ayahnya ke Lampung.
Ketika ayahnya mengunjungi dua menteri tersebut, keduanya telah meninggal. Peristiwa tersebut
menyebabkan Sultan Ageng sangat marah dan mengutus pasukannya untuk menyerang Banten.
Pasukan bantuan dari Batavia yang diminta oleh Sultan Haji memasuki Banten pada tanggal 7
April 1682 (Guillot 2008:326-8). Pada tanggal 27 Mei 1682, semua orang asing diusir dari
Banten (Guillot 2008:331). Perang saudara tersebut adalah awal dari kejatuhan Kesultanan
Banten sehingga dikuasai oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) Belanda atau
perusahaan dagang Belanda yang berpusat di Batavia. Puncaknya, pada tahun 1808 Belanda
menghancurkan Istana Surosowan dan menggantinya dengan Kabupaten Serang, Waringin, dan
Lebak di bawah pemerintahan Hindia-Belanda. Pada tahun 1813, Pemerintahan Inggris
membubarkan Kesultanan Banten dan PangeranSyafiudin yang sedang berkuasa dipaksa untuk
turun tahta. Saat itulah Kesultanan Banten runtuh.

Pasaribu, Yosua Adrian. "PENATAAN RUANG DALAM RANGKA PELESTARIAN


KAWASAN CAGAR BUDAYA: KAJIAN KOTA KUNO BANTEN LAMA."
Anwar, Saepul. "Berdirinya Kerajaan banten." (2020).

Anda mungkin juga menyukai