Anda di halaman 1dari 4

Ajaran Mengenal diri Dalam Tasawuf Sempalan

A. Pendahuluan

Tasawuf adalah salah satu ilmu Islam yang menekankan dimensi spiritual dari
ajaran Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk yang beraneka di
dalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek
ruhaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannnya dengan kehidupan, ia
lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia. Sedangkan
dalam kaitannya dengan pemahaman keagamaan, ia lebih menekankan aspek
esoterik ketimbang eksoterik, lebih menekankan penafsiran batiniah ketimbang
penafsiran lahiriah. Ini karena para ahli tasawuf, atau kaum sufi, mempercayai
keutamaan spirit ketimbang jasad. Secara ontologi, mereka percaya bahwa dunia
spiritual lebih hakiki dan real dibanding dengan dunia jasmani1 dan dari berbagai
sudut pandang. Hal ini dikarenakan bebeda cara memandang aktifitas para kaum
sufi kita ambil dari pendapat

Ma’ruf al Karkhi mendefinisikan tasawuf adalah “mengambil hakikat dan


meninggalkan yang ada di tangan mahkluk”2 Abu Bakar Al Kattani mengatakan
tasawuf adalah budi pekerti. Barangsiapa yang memberikan bekal budi pekerti
atasmu, berarti ia memberikan bekal bagimu atas dirimu dalam tasawuf3 menurut
Abuddin Nata, bahwa walaupun setaip para tokoh sufi berbeda dalam
merumuskan arti tasawuf tapi pada intinya adalah sama, bahwa tasawuf adalah
upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya
dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat
dengan Allah. Atau dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang
berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dan bersama
Allah4 Dari kesimpulan ini maka kemudian melahirkan beberapa teori tentang asal
usul ajaran tasawuf, apakah ajaran-ajaran tentang pembersihan jiwa itu.

1
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2006) , h.2-3.
2
AS-Suhrawardi, Awarif al_Ma,rif (Kamisy Ihya’ Ulum al-Din, Singapura: Mar’i), tt, hlm. 313
3
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, (Semarang: Maktabah Usaha Keluarga), tt., hlm. 376
4
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 181
Murni dari Islam atau justru pengaruh unsur lain di luar Islam. Maka untuk
memaknai tujuan dan hakekat tasawuf dalam Islam kita Para tokoh sufi dan juga
termasuk dari kalangan cendikian muslim memberikan pendapat bahwa sumber
utama ajaran tasawaf adalah bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits. Al-Qur’an
adalah kitab yang di dalam ditemukan sejumlah ayat yang berbicara tentang inti
ajaran tasawuf. Ajaran tentang khauf, raja, taubat, zuhud, tawakal, syukur, shabar,
ridha, fana, cinta, rindu, ikhlas, ketenangan dan sebagainya secara jelas
diterangkan dalam al-Qur’an5 Ada pun kita liat dari kaca mata hadits
menerangkan bahwa Hadits juga banyak berbicara tentang kehidupan rohaniah
sebagaimana yang ditekuni oleh kaum sufi setelah Rasulullah. Dua hadits populer
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:“Sembahlah Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya, maka apabila engkau tidak melihat Nya maka Ia pasti
melihatmu” dan juga sebuah hadits yang mengatakan:“Siapa yang kenal pada
dirinya, niscaya kenal dengan Tuhan-Nya” disini menjadi landasan yang kuat
bahwa ajaran-ajaran tasawuf tentang masalah rohaniah bersumber dari ajaran
Islam. Mengenai dari ajaran-ajaran yang dianggap sesat dalam bertasawuf itu
adalah dari kalangan yang menyalah gunakan dalam tanda petik menyimpang
jawuh dari ajaran tasawuf murninya dan berbeda dalam ajaran cara ritual dalam
mengenal Tuhan nya atau mengenal diri nya itu lah yang dinama kan Tasawuf
sempalan.

B. Ritual Tasawuf Sempalan Mengenal Diri

Diantara nya yang seperti abah pal 5 banjarmasin yang ajaran nya sangat
sakral dalam ber tasawuf sangat menyimpang pada umum nya diantara ajaran
ritual abah pal 5 banjarmasin seperti kata dia: Allah berkata aku tidak pernah
memandang amal ibadahmu, salat, puasa, zakat dan hajimu, kecuali batinmu yang
sempurna. Sifatku jar Allah la banla wa la kuata illa billabil aliyil azım: "bahwa
sifatku lemah gaib kuatkan, kuasaku, melainkan kuat kuasaku, bahwa tidak
satupun gerak kecuali gerakku, pantaskah Allah memerintahkan salat, puasa hajI

5
Yasir Nasution, Cakrawala Tasawuf (Jakarta: Putra Grafika, 2007, hlm. 10
kepada kita padahal ini berarti Allah memerintahkan kepada diri
sendiri, karena kita adalah mati, kita bagai kepompong yang tidak
bergerak. Dari perkata abah pal 5 itu tentang orang islam yang wajib
membaca dua kalimat syahadat di saat mau masuk islam dan meyakini
agama islam seperti lafat yang dibaca:

‫اشهد ان ال اله اال هللا واشهد ان محمدا رسول هللا‬

Dia mengatakan siapa saja yang mengucapkan dua kalimat syahadat


itu, maka dikatakan oleh ustaz, kiai, habib ataupun tuan guru, bahwa orang
yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat itu telah beragama Islam.
Namun sebenarnya mereka tidak menyadari, bahwa mereka telah memakai
syahadat orang lain, sebab ucapan: seperti menyebut allah dan muhammad
hanya Muhammad yang memilikinya. Dan ternyata syahadat untuk ustaz,
kiai, habib, ataupun tuan guru serta pengikutnya tidak ada. Ini berarti
ustaz, habib, kiai, ataupun tuan guru itu belum atau tidak beragama, karena
syahadat seperti itu adalah milik orang lain sedangkan kami adalah orang
batin bagi kan kepompong yang tak bergerak ujar nya Kita dalam hidup
harus kamalul yakin, bukan yakin saja. Yakin milik manusia, ainal yakin
milik jin dan bagul yakin milik malaikat. Kamalul yakin sifat-Ku yang
sempurna6 Kita Percaya bahwa qodrah kuasa Allah, iradat kehendak
Allah, Ilmu, ilmunya Allah, hayat hidupnya Allah, Sama' mendengar
Allah,

Rasa melihat Allah, kalam, kata-kata Allah. Tidak ada yang kita
miliki disitu. Lebih jauh dikatakannya, bahwa dia dan pengikutnya adalah
"orang batin" yang tidak mengaku hidup. La haw lawala. Tidak adil Allah
kalau memerintahan salat kepada orang yang mati.Pembahasan yang
berhubungan dengan kalam Ilahi, dikatakan bahwa Alquran sebagai kalam
Allah itu tidak benar bagi "orang batin", sebab kalau kita letakan di atas
meja dia tidak bisa berbunyi (bersuara). Kalau memang bisa berbunyi
betul itu kalam Allah. Sedangkan bagi "orang lahir", Alquran itu memang
benar kalam Allah. Dalam Alquran ada "Hudallinnas" (petunjuk bagi
manusia). Kalau sebagai petunjuk berarti manusia tidak selamat. Allah
berkata Alquran itu petunjuk sifat-Ku Sudah jelas jar Allah jangan
diduakan hidup-Ku. Bila menduakan hidup-Ku tunggu azab-Ku di neraka
nanti. Dikatakannya bahwa Alquran itu baginya hampir sdh di luar kepala,
sekarang baca surat yasin saja tidak bisa lagi, sudah lupa setelah mendapat
"ilmu Laduni

6
Wawancara dengan MAR, 12 Agustus 2018
DAPTAR PUSTAKA

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta:


Erlangga, 2006) , h.2-3.

AS-Suhrawardi, Awarif al_Ma,rif (Kamisy Ihya’ Ulum al-Din,


Singapura: Mar’i), tt, hlm. 313

Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, (Semarang: Maktabah Usaha


Keluarga), tt., hlm. 376

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT.Raja Grafindo


Persada, 2009), hlm. 181

Yasir Nasution, Cakrawala Tasawuf (Jakarta: Putra Grafika,


2007, hlm. 10

Wawancara dengan MAR, 12 Agustus 2018

Anda mungkin juga menyukai