Anda di halaman 1dari 20

UJIAN AKHIR SEMESTER

ILMU HADITS

Oleh kelompok 11

Andini Sugiharti (1194060010)

Ilham Juliana (1194060030)

Humas 2-A

Hadits tentang Ikhlas

1. ‫ن س ْف َيانُ َحدَّثَنَا ع َم َُر أ َ ِبي ابْنُ َحدَّثَنَا‬ ُْ ‫ع‬ َ ُِ‫ْن ْال َملِك‬
َ ‫ع ْب ُِد‬ ُْ ‫ع‬
ُِ ‫ن ع َميْرُ ب‬ َ ‫ع ْب ُِد‬
َ ‫ن‬ُِ ‫الر ْح َم‬
َّ ‫ْن‬ ُِ ‫ع ْب ُِد ب‬ َُِّ ‫ْن‬
َ ‫ّللا‬ ُِ ‫ن ي َحدِثُ َمسْعودُ ب‬ ُْ ‫ع‬َ ‫أ َ ِبي ُِه‬
ُْ ‫ع‬
‫ن‬ َ ِ‫ي‬ ُ ‫ص َّلى النَّ ِب‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َُ ‫َّر قَا‬
َ ‫ل َو‬ َ ‫عاهَا َمقَالَتِي‬
َُّ ُ‫سمِ َُع ا ْم َرأ‬
َُ ‫ّللا نَض‬ َ ‫ظ َها فَ َو‬ َ ‫ل فَربَُّ َوبَلَّغَ َها َو َح ِف‬ ُِ ‫ن إِلَى ِف ْقهُ َحا ِم‬ُْ ‫ه َُو َم‬
ُ‫ل ث َ ََلثُ مِ ْنهُ أ َ ْفقَه‬ َ ُ‫لِل ْالعَ َم ِلُ إِ ْخ ََلصُ م ْسلِمُ قَ ْلب‬
َُّ ‫علَ ْي ِه‬
ُ َ ُ‫ن يغِل‬ َ ‫عتِ ِه ُْم َولزومُ ْالم ْس ِلمِينَُ أَئِ َّم ُِة َومنَا‬
َُِّ ِ ُ‫ص َحة‬ َ ‫الدَّع َْو ُةَ فَإ ِ َّنُ َج َما‬
ُ‫ِن تحِ يط‬ ُْ ‫َو َرائِ ِه ُْم م‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abi Umar] telah menceritakan kepada kami
[sufyan] dari [Abdul Malik bin Umair] dari [Abdurrahman bin Abdullah bin Mas'ud]
dia telah menyampaikan hadits dari [Bapaknya] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataanku, dia
memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya, bisa jadi orang yang mengusung
fiqih menyampaikan kepada orang yang lebih faqih darinya. Dan tiga perkara yang
mana hati seorang muslim tidak akan dengki terhadapnya; mengikhlaskan amalan
karena Allah, saling menasehati terhadap para pemimpin kaum muslimin, berpegang
teguh terhadap jama'ah mereka, sesungguhnya da'wah meliputi dari belakang mereka."
– Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam Kitab Sunan Tirmidzi hadits nomor 2582
Perawi : al-Tirmidzi
Sanad : Ibnu abi umar, sufyan, Abdul malik bin umair, Abdurhaman bin abdullah bin
ma'sud, rasulullah
2. ‫سى أ َ ْخبَ َرنَا‬
َ ‫صيُ ه ََِللُ بْنُ عِي‬ ِ ‫ل ْالحِ ْم‬ َُ ‫ل حِ ْميَرُ بْنُ م َح َّمدُ َحدَّثَنَا قَا‬ َُ ‫س ََّلمُ بْنُ معَا ِويَةُ َحدَّثَنَا قَا‬ َ ‫ن‬ َ َ‫ْن ِع ْك ِر َم ُة‬
ُْ ‫ع‬ ُِ ‫ع َّمارُ ب‬ ُْ ‫ع‬
َ ‫ن‬ َ
َ ‫ع َّمارُ أَبِي‬
ُ‫ش ُدَّاد‬ ُْ ‫ع‬
َ ‫ن‬ ُ ‫ل ْالبَا ِهل‬
َ ‫ِي ِ أ َما َم ُةَ أَبِي‬ َُ ‫ي ِ ِإلَى َرجلُ َجا َُء قَا‬ ُ ‫ص َّلى النَّ ِب‬َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َُ ‫يَ ْلت َمِسُ غَزَ ا َرجَلُ أ َ َرأَيْتَُ فَقَا‬
َ ‫ل َو‬
ُ‫الذ ْك َُر ْاْلَج َْر‬
ِ ‫ل َمالَهُ َو‬ َُ ‫ّللا َرسولُ فَ َقا‬ َُِّ ‫صلَّى‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫ل َو‬ ُ َ ‫ش ْي َُء‬ َ َ ‫ّللا َرسولُ لَهُ يَقولُ َم َّراتُ ث َ ََلثَُ فَأ‬
َ ُ‫عادَهَا لَه‬ َُِّ ‫صلَّى‬
َ
‫ّللا‬ َ ‫س َّل َُم‬
َُّ ‫ع َل ْي ُِه‬ ُ َ ‫ل ث َُّم َلهُ ش َْي َُء‬
َ ‫ل َو‬ َُ ‫ن قَا‬ َُّ ‫ّللا ِإ‬
ََُّ ‫ل‬ُ َ ُ‫ِن يَ ْقبَل‬
ُْ ‫ل م‬ ُِ ‫ل ْال َع َم‬ُ َّ ‫ِي خَالِصا َلهُ كَانَُ َما ِإ‬ َُ ‫َو ْجههُ ِب ُِه َوابْتغ‬
Terjemahan :
Telah mengabarkan kepada kami [Isa bin Hilal Al Himshi], ia berkata; telah
menceritakan kepada kami [Muhammad bin Humair], ia berkata; telah menceritakan
kepada kami [Mu'awiyah bin Sallam] dari ['Ikrimah bin 'Ammar] dari [Syaddad bin Abi
'Ammar] dari [Abu Umamah Al Bahili], ia berkata; telah datang seorang laki-laki
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; bagaimana pendapat anda
mengenai seseorang yang berjihad mengharapkan upah dan sanjungan, apakah yang ia
peroleh? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Ia tidak mendapatkan apa-
apa, " lalu ia mengulanginya tiga kali, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
kepadanya: "Ia tidak mendapatkan apa-apa". Kemudian beliau bersabda: " Allah tidak
menerima amalan kecuali jika dilakukan dengan ikhlas dan mengharapkan wajahNya."
– Diriwayatkan oleh al-Nasai dalam Kitab Sunan Nasai hadis nomor 3089
Perawi : al-Nasai
Sanad : isa bin hilal al himshi, muhammad bin umair, mu'awiyah bin salam, krimah bin
ammar, syaddad bin abi ammar, Abu umamah al bahlil, rasulullah
3. ‫يس بْنُ م َح َّمدُ ْخبَ َرنَا‬
َُ ‫ل إِد ِْر‬ ُ ِ ‫ْن َح ْف‬
َُ ‫ص بْنُ ع َمرُ َحدَّثَنَا َقا‬ ُِ ‫ن ِغيَاثُ ب‬ َ ‫ن أَبِي ُِه‬
ُْ ‫ع‬ ُْ ‫ع‬
َ ُ‫ن ِم ْسعَر‬ َ َ‫ط ْل َح ُة‬
ُْ ‫ع‬ َ ‫ْن‬
ُِ ‫ص ِرفُ ب‬ ُْ ‫ع‬
َ ‫نم‬ َ ‫ب‬
ُِ َ‫صع‬
ْ ‫م‬
ُ‫س ْعدُ ب ِْن‬ َ ‫ن‬ ُْ ‫ع‬ َ ‫ن أ َ َّنهُ أَبِي ُِه‬ َ ‫ن‬
َُّ ‫ظ‬ َُّ َ ‫ع َلى َفضَْلُ َلهُ أ‬ َ ‫ن‬ ُْ ‫ِن دون َُه َم‬ ُْ ‫ب م‬ ُِ ‫ص َحا‬ ْ َ‫ي ِ أ‬
ُ ِ‫ص َّلى ال َّنب‬ َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َُِّ ‫صلَّى‬
َُ ‫ّللا نَبِيُ فَقَا‬
َ ‫ل َو‬ َ
َُّ ‫ع َل ْي ُِه‬
‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬ َُّ ‫ضعِي ِف َها ْاْل َّمةَُ هَ ِذُِه‬
َ ‫ّللا يَ ْنصرُ ِإنَّ َما َو‬ َ ِ‫ص ََلتِ ِه ُْم بِدَع َْوتِ ِه ُْم ب‬
َ ‫ص ِه ُْم َو‬ ِ ‫َو ِإ ْخ ََل‬
Terjemahan :
Telah mengkhabarkan kepada kami [Muhammad bin Idris], ia berkata; telah
menceritakan kepada kami [Umar bin Hafsh bin Ghiyats] dari [ayahnya] dari [Mis'ar]
dari [Thalhah bin Musharrif] dari [Mush'ab bin Sa'd] dari [ayahnya] bahwa ia
menyangka bahwa ia memiliki keutamaan di atas orang selainnya dari kalangan para
sahabat nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Sesungguhnya Allah menolong umat ini dengan orang lemahnya, dengan
doa mereka, shalat mereka, dan keikhlasan mereka." – Diriwayatkan oleh al-Nasai
dalam Kitab Sunan Nasai hadis nomor 3127
Perawi: Al-nasai
Sanad: muhammad bin idris, umar bin hafsh bin ghiyats, mis'ar, thalhah bin musharrif,
mush'ab bin sa'd, rasulullah .
4. ‫عبْدُ َحدَّثَنَا‬ ُِ ‫ع ْب ُِد بْنُ ْال َع ِز‬
َ ‫يز‬ َُِّ ‫ل‬
َ ‫ّللا‬ َُ ‫ان َحدَّثَنِي قَا‬ُ ‫ن سلَ ْي َم‬ُْ ‫ع‬
َ ‫ع ْم ِرو‬ َ ‫ْن‬ُِ ‫ب‬ ‫ع ْمرو أ َ ِبي‬ َ ‫ن‬ ُْ ‫ع‬ َ ‫سعِي ُِد‬ ُِ ‫سعِيدُ أ َ ِبي ب‬
َ ‫ْن‬ َ ِ‫ي‬ُ ‫ن ْال َم ْقب ِر‬ ُْ ‫ع‬
َ
‫ل أ َ َّنهُ ه َري َْرُة َ أ َ ِبي‬
َُ ‫ل َقا‬
َُ ‫ل َيا قِي‬ َُّ ‫ن‬
َُ ‫ّللاِ َرسو‬ ْ َ ‫اس أ‬
ُْ ‫س َعدُ َم‬ ُ ِ َّ‫عتِكَُ الن‬
َ ‫شفَا‬
َ ‫ِب‬ ‫ل ْال ِق َيا َم ُِة َي ْو َُم‬ َُ ‫صلَّى ّللاَُِّ َرسولُ قَا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َ َُّ‫علَ ْي ُِه ّللا‬ َ ‫َو‬
َ ‫ن ه َري َْر ُة َ أَبَا يَا‬
ُْ‫ظنَ ْنتُ لَقَد‬ ُْ َ ‫ل أ‬ُ َ ‫ن يَ ْسأَلنِي‬ ُْ ‫ع‬ ُِ ‫ِن َرأَيْتُ ِل َما ِم ْنكَُ أ َ َّولُ أ َ َحدُ ْال َحدِي‬
َ ‫ث َهذَا‬ ِ ‫علَى حِ ْر‬
ُْ ‫صكَُ م‬ ُِ ‫اس أ َ ْسعَدُ ْال َحدِي‬
َ ‫ث‬ ُ ِ َّ‫الن‬
‫عتِي‬ َ ِ‫ن ْال ِقيَا َم ُِة يَ ْو َُم ب‬
َ ‫شفَا‬ ُْ ‫ل َم‬ َُ ‫ل قَا‬ ُ َّ ِ‫ّللا إ‬
ُ َ َُ‫ل إِلَه‬ ُْ ‫نَ ْف ِس ُِه أ َ ُْو قَ ْلبِ ُِه م‬
َُّ ‫ِن خَالِصا‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepada kami [Abdul 'Aziz bin Abdullah] berkata, telah
menceritakan kepadaku [Sulaiman] dari ['Amru bin Abu 'Amru] dari [Sa'id Al Maqburi]
dari [Abu Hurairah], bahwa dia berkata: ditanyakan (kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling berbahagia dengan
syafa'atmu pada hari kiamat?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Aku
telah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada orang yang mendahuluimu dalam
menanyakan masalah ini, karena aku lihat betapa perhatian dirimu terhadap hadits.
Orang yang paling berbahagia dengan syafa'atku pada hari kiamat adalah orang yang
mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya". –
Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Shahih Bukhari hadis nomor 97
Perawi: Imam Bukhari
Sanad: Abdul aziz abdullah, Sulaiman, Ambu bin Abu Amru, Sa'id al makrubi, Abu
hurairah
5. ‫َام َحدَّثَنَا‬
ُ ‫ع َّمارُ بْنُ ِهش‬ َ ‫عيَّاشُ بْنُ ِإ ْس َمعِيلُ َحدَّثَنَا‬ َ ‫ن َعجْ ََلنَُ بْنُ ثَا ِبتُ َحدَّثَنَا‬ َ ‫ن ْالقَاس ُِِم‬
ُْ ‫ع‬ َ ‫ن أ َما َمةَُ أ َ ِبي‬
ُْ ‫ع‬ ُْ ‫ع‬
َ ِ‫ي‬ُ ‫صلَّى النَّ ِب‬
َ
‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َُ ‫ّللا يَقولُ قَا‬
َ ‫ل َو‬ ُْ ِ‫صبَ ْرتَُ إ‬
َُّ ُ‫ن آدَ َُم ابْنَُ س ْب َحانَه‬ َ َُ‫سبْت‬ َّ ‫ض لَ ُْم ْاْلولَى ال‬
َ َ ‫صدْ َم ُِة ِع ْن ُد َ َوا ْحت‬ َُ ‫ن ث َ َوابا لَكَُ أ َ ْر‬
َُ ‫دو‬
ُ‫ْال َجنَّ ِة‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin Ammar] berkata, telah menceritakan
kepada kami [Isma'il bin Ayyasy] berkata, telah menceritakan kepada kami [Tsabit bin
'Ajlan] dari [Al Qasim] dari [Abu Umamah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
beliau bersabda: "Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman: "Hai anak Adam, jika kamu
bersabar dan ikhlas saat tertimpa musibah, maka aku tidak akan meridlai bagimu sebuah
pahala kecuali surga. " – Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab Sunan Ibnu Majah
hadis nomor 1586
Perawi : Ibnu Majah
Sanad : Hisyam bin ammar, Ismail bin ayyasy, Tsabit bin 'Ajlan, al-Qasim, Abu
umamah, Rasulullah
6. ‫ع ْب ُِد بْنُ م َح َّمدُ َحدَّثَنَا‬ َُّ ‫ْن‬
َ ِ‫ّللا‬ ُِ ‫ن أَبِي َحدَّثَنَا ن َميْرُ ب‬
ُْ ‫ع‬
َ ‫ْن م َح َّم ُِد‬ ُِ ‫ن إِ ْس َحقَُ ب‬ ُْ َ‫ع ْب ُِد ع‬
َ ‫ن الس َََّل ُِم‬ُْ ‫ع‬ ُ ‫ن الز ْه ِر‬
َ ِ‫ي‬ ُْ ‫ع‬َ ‫ْن م َح َّم ُِد‬
ُِ ‫ْر ب‬
ُِ ‫جبَي‬
ُِ ‫طعِمُ ب‬
‫ْن‬ ْ ‫نم‬ َ ‫ل أ َ ِبي ُِه‬
ُْ ‫ع‬ َُ ‫ام قَا‬
َُ ‫ّللا َرسولُ َق‬ َُِّ ‫صلَّى‬َ ‫ّللا‬ َ ‫ِن ِب ْال َخيْفُِ َو‬
َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ ُْ ‫ل مِنى م‬ َُ ‫َّر فَقَا‬ َ ‫فَ َبلَّغَ َها َمقَالَتِي‬
َُّ ُ‫سمِ َُع ا ْم َرأ‬
َُ ‫ّللا نَض‬
َُّ‫غيْرُ فِ ْقهُ َحا ِم ِلُ فَرب‬ َ ُ‫ل َوربَُّ فَقِيه‬ ُِ ‫ن ِإ َلى فِ ْقهُ َحا ِم‬ ُْ ‫ل ث َ ََلثُ ِم ْنهُ أ َ ْف َقهُ ه َُو َم‬ َ ُ‫ْال َع َم ِلُ ِإ ْخ ََلصُ م ْؤمِنُ قَ ْلب‬
ُ َ ُ‫علَ ْي ِه َّنُ يغِل‬
ِ ‫ع ِت ِه ُْم َولزومُ ْالم ْس ِلمِينَُ لِو َل ُِة َوال َّن‬
َُِّ ِ ُ‫صي َحة‬
‫لِل‬ َُّ ِ ‫ِن تحِ يطُ دَع َْوت َه ُْم فَإ‬
َ ‫ن َج َما‬ ُْ ‫َو َرا ِئ ِه ُْم م‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abdullah bin Numair]; telah
menceritakan kepada kami [Ayahku] dari [Muhammad bin Ishaq] dari [Abdussalam]
dari [Az Zuhri] dari [Muhammad Jubair bin Muth'im] dari [Bapaknya], ia berkata;
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri di kaki bukit Mina seraya bersabda:
'Semoga Allah menyenangkan seseorang yang mendengarkan perkataanku lalu
menyampaikannya. Berapa banyak orang yang membawa berita ilmu tetapi ia bukanlah
orang yang berilmu, dan beberapa banyak orang yang membawa ilmu kepada orang
yang lebih berilmu darinya.' Tiga perkara dimana hati orang beriman tidak akan
berkhianat kepadanya: mengikhlaskan perbuatannya hanya karena Allah, memberi
nasehat kepada penguasa kaum muslimin dan bergabung dengan jama'ah (kelompok)
mereka. Karena doa mereka akan selalu menyelimuti (meliputi) dibelakang mereka." –
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab Sunan Ibnu Majah hadis nomor 3047
Perawi : Ibni Majah
Sanad : muhammad bin abdullah bin umar, muhammad bin ishaq, Abdussalam, Az
zuhri, muhammad zubair bin muth'in, rasulullah
7. ‫سى دَّثَنَا‬ َ ‫ل بْنُ مو‬َُ ‫طاءُ أ َ ْخ َب َرنَا َح َّمادُ َحدَّثَنَا ِإ ْس َمعِي‬
َ ‫ع‬
َ ُ‫ب بْن‬ ُِ ‫ن السَّا ِئ‬ َ ‫ن َيحْ َيى أ َ ِبي‬
ُْ ‫ع‬ ُْ ‫ع‬
َ ‫ْن‬ ُِ ‫عبَّاسُ اب‬ َ ‫ن‬َُّ َ ‫ْن أ‬
ُِ ‫ص َما َرجلَي‬ ْ ‫ِإ َلى‬
َ َ ‫اخت‬
ُ ‫صُلَّى النَّ ِب‬
ِ‫ي‬ َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َ ‫ل َو‬ َُ َ ‫سأ‬
َ َ‫صلَّى النَّبِيُ ف‬ َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َ ‫ِب َو‬ َّ ‫ن فَلَ ُْم ْالبَيِنَ ُةَ ال‬
َُ ‫طال‬ ُْ ‫ف بَيِنَةُ لَهُ ت َك‬ َُ َ‫وب فَا ْست َ ْحل‬
َُ ‫طل‬ ْ ‫ْال َم‬
ُ‫ف‬ َُِّ ِ‫ل الَّذِي ب‬
َ ‫الِل فَ َح َل‬ ُ َّ ِ‫ل ه َُو إ‬
ُ َ َُ‫ل إِلَه‬ َُ ‫صلَّى ّللاَُِّ َرسولُ فَقَا‬ َ َُّ‫علَُ ْي ُِه ّللا‬َ ‫سلَّ َُم‬ َ ‫ِن فَعَ ْلتَُ قَدُْ بَلَى َو‬
ُْ ‫ص لَكَُ غف َُِر قَ ُدْ َولَك‬
ُ ِ ‫ل بِإ ِ ْخ ََل‬ َُ
ُِ ‫ل قَ ْو‬
ُ َّ ‫ّللا ِإ‬
َُ‫ل ِإ َله‬ َُّ ‫ل‬ َُ ‫ِن ي َرادُ دَاود أَبو َقا‬ ُْ ‫ث َهذَا م‬ ُِ ‫ارةُِ يَأْم ْرهُ َل ُْم أ َ َّنهُ ْال َحدِي‬ َ ‫بِ ْال َك َّف‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma'il], telah menceritakan kepada kami
[Hammad], telah mengabarkan kepada kami ['Atho` bin As Saib] dari [Abu Yahya] dari
[Ibnu Abbas] bahwa dua orang laki-laki mempermasalahkan kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminta penuntut agar
mendatangkan bukti, dan ia tidak memiliki bukti. Kemudian beliau meminta agar orang
yang dituntut untuk bersumpah, lalu ia bersumpah dengan nama Allah yang tidak ada
tuhan yang berhak disembah kecuali Dia. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ya, sungguh engkau telah melakukan, akan tetapi engkau telah
mendapat ampunan karena keikhlasan ucapanmu LAA ILAAHA ILLALLAAH." Abu
Daud berkata; yang dimaksudkan dari hadits ini adalah bahwa beliau tidak
memerintahkannya agar membayar kafarah. – Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam
Kitab Sunan Abu Daud hadis nomor 2850
Perawi : Abu daud
Sanad : musa bin ismail, hammad, atho bin as saib, abu yahya, ibnu abbas, rasulullah
َ ‫ضي ه َري َْر ُة َ أ َ ِبي‬
8. ُ‫ع ْن‬ ِ ‫ع ْنهُ للاُ َر‬
َ ،‫ن‬ ُِ ‫ع‬ َ ِ‫ي‬ ُ ِ‫صلَّى النَّب‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َ ُ‫علَ ْي ُِه للا‬ َ ‫ل َو‬ ُْ ‫س َم‬
َُ ‫ قَا‬: ‫ن‬ َُ َّ‫ن نَف‬
ُْ ‫ع‬
َ ُ‫ِن ك ْربَةُ مؤْ مِن‬ُْ ‫الد ْنيَا ك َربُِ م‬
َُ ‫ع ْنهُ للاُ نَ َّف‬
‫س‬ ْ ‫ن‬
ُْ ‫ال ِقيَا َم ُِة يَ ْو ُِم ك َربُِ م‬،
َ ُ‫ِن ك ْربَة‬ ُْ ‫علَى يَس ََُّر َو َم‬
َ ُ‫علَ ْي ُِه للاُ يَس ََُّر م ْعسِر‬
َ ‫واآلخِ َرةُِ الد ْنيَا فِي‬،
َ ‫ن‬ ُْ ‫سُت َ َُر َو َم‬
َ ُ‫م ْسلِما‬
ُ‫ست ََره‬ َ ُ‫اآلخ َرةُِ الد ْن َيا فِي للا‬
ِ ‫ن فِي َوللاُ َو‬ ُِ ‫ع ْو‬َ ‫ن فِي ْال َعبْدُ كاَنَُ َما ْال َع ْب ُِد‬ َ ‫أَخِ ْي ُِه‬. ‫ن‬
ُِ ‫ع ْو‬ ُْ ‫سلَكَُ َو َم‬ َ ُ‫عِلماُ فِ ْي ُِه َي ْلت َمِس‬
َ ُ‫ط ِريْقا‬ ْ
َُ‫س َّهل‬
َ ُ‫ط ِريْقاُ ِب ُِه للا‬ ْ ‫ِن َبيْتُ فِي قَ ْومُ اجْ ت َ َم َُع َو َما‬
َ ‫ال َجنَّ ُِة ِإلَى‬، ُْ ‫ت م‬ ُِ َُ‫َاب َيتْل ْون‬
ُِ ‫للا بي ْو‬ َُ ‫للا ِكت‬ُِ ُ‫ارس ْونَه‬َ َ‫ت ِإلَُّ َب ْينَه ُْم َو َيتَد‬
ُْ َ‫نَزَ ل‬
ُ‫علَ ْي ِه ْم‬ َّ ‫غ ِشيَتْهمُ ال‬
َ ُ‫س ِك ْينَة‬ َ ‫الرحْ َمةُ َو‬، ْ ُ‫ن للاُ َوذَك ََرهم‬
َّ ُ‫ال َمَلَئِكَةُ َو َحفَّتْهم‬، ُْ ‫طُأ َ َو َم‬
ُْ ‫ ِع ْندَهُ فِ ْي َم‬، ‫ن‬ َ َ‫ب‬ َ ‫ع لَ ُْم‬
‫ع َم ِل ُِه فِي‬ ُْ ‫ْر‬
ُِ ‫سبهُ بِ ُِه يس‬
َ َ‫ن‬
.
Terjemahan :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, dari Rasulullah SAW bersabda : Siapa yang
menyelesaikanُ kesulitanُ seorangُ mu’minُ dariُ berbagaiُ kesulitan-kesulitan dunia,
niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang
memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di
dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan
aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya
menolong saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan
Allah mudahkan baginya jalan ke syurga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu
rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya diantara mereka, niscaya
akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat,
dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada makhluk disisi-
Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan dipercepat oleh nasabnya. -
Diriwayatkan oleh al-Nawawi dalam Kitab Arbain Nawawi II hadits nomor 36
Perawi : al-Nawawi
Sanad : Abu hurairah , rasulullah
9. ‫غسَّانَُ أَبو َحدَّثَنِي‬ َ ُ‫ع ْب ِدُ بْنُ َمالِك‬ َ ‫ن أَبِي َحدَّثَنِي ِهشَامُ ابْنَُ يَ ْعنِي معَاذُ َحدَّثَنَا ْال ِم ْس َمعِيُ ْال َواحِ ُِد‬ ُْ ‫ع‬َ ‫ْن يَحْ يَى‬ ُِ ‫َكثُِيرُ أ َ ِبي ب‬
‫ن ق ََِلبَةَُ أَبو َحدَّثَنِي‬ ُِ َّ‫ن َحدَّثَهُ ْالم َهل‬
َُّ َ ‫ب أَبَا أ‬ ُْ ‫ع‬َ َُ‫ْن ع ِْم َران‬ ُِ ‫صيْنُ ب‬َ ‫نح‬ َُّ َ ‫ام َرأَةُ أ‬
ْ ‫ِن‬ُْ ‫َت ج َه ْينَ ُةَ م‬ ُْ ‫ي أَت‬
َُّ ‫صلَّى ّللاَُِّ نَ ِب‬َ َُّ‫علَ ْي ُِه ّللا‬ َ
‫سلَّ َُم‬ َُ ‫ِن ح ْبلَى َوه‬
َ ‫ِي َو‬ ُْ ‫الزنَى م‬ ِ ‫ت‬ ُْ َ‫ي يَا فَ َقال‬ َُِّ ُ‫صبْت‬
َُّ ِ‫ّللا نَب‬ َ َ ‫ي فَأَقِ ْمهُ َحدُا أ‬ َُّ َ‫عل‬
َ ‫ّللا نَبِيُ فَدَ َعا‬ َُِّ ‫صلَّى‬ َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫علَ ْي ُِه‬ َ ‫َو ِليَّ َها َو‬
َُ‫ت َفإِذَا ِإلَ ْي َها أ َ ْحس ِْنُ فَقَال‬ َ ‫ل ِب َها فَأ ْ ِتنِي َو‬
ُْ ‫ض َع‬ َُ ‫ّللا نَ ِبيُ ِب َها َفأ َ َم َُر فَفَ َع‬
َُِّ ‫صلَّى‬ َ ‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َُّ ‫ع َل ْي ُِه‬ َ ‫ت َو‬ ُْ ‫علَ ْي َها فَش َّك‬ َ ‫أ َ َم َُر ث َُّم ثِ َياب َها‬
‫ت ِب َها‬ُْ ‫صلَّى ث َُّم َفر ِج َم‬ َ ‫علَ ْي َها‬َ ‫ل‬َُ ‫صلِي ع َمرُ لَهُ فَقَا‬ َ ‫علَ ْي َها ت‬ َ ‫ي َيا‬ َُِّ ُْ‫َت َوقَد‬
َُّ ‫ّللا نَ ِب‬ ُْ ‫ل زَ ن‬ َُ ‫ت لَقَدُْ فَقَا‬ُْ ‫ت لَ ُْو ت َْو َبةُ ت َا َب‬
ُْ ‫َبيْنَُ ق ِس َم‬
َُ‫س ْبعِين‬ َ ‫ِن‬ ُْ ‫ل م‬ُِ ‫َل لَ َو ِسعَتْه ُْم ْال َمدِينَ ُِة أ َ ْه‬
ُْ ‫ل ت َْوبَةُ َو َجدْتَُ َوه‬ َ ‫ِن ُأ َ ْف‬
َُ ‫ض‬ ُْ َ ‫ت أ‬
ُْ ‫ن م‬ َُّ ِ ‫أَبِي بْنُ بَ ْك ُِر أَبو َحدَّثَنَاه و تَعَالَى‬
ُْ َ‫لِلِ بِنَ ْف ِس َها َجاد‬
َ‫ش ْيبَ ُة‬
َ ‫عفَّانُ َحدَّثَنَا‬ َ ُ‫طارُ أَبَانُ َحدَّثَنَا م ْسلِمُ بْن‬ َّ َ‫اْل ْسنَا ُِد بِ َهذَا َكثِيرُ أ َ ِبي بْنُ يَحْ يَى َحدَّثَنَا ْالع‬
ِ ْ ُ‫مِثْلَه‬
Terjemahan :
Telah menceritakan kepadakuu [Abu Ghassan Malik bin Abdul Wahid Al Misma'i]
telah menceritakan kepada kami [Mu'adz] -yaitu Ibnu Hisyam- telah menceritakan
kepadaku [ayahku] dari [Yahya bin Abu Katsir] telah menceritakan kepadaku [Abu
Qilabah] bahwa [Abu Al Muhallab] telah menceritakan kepadanya dari ['Imran bin
Hushain], bahwa seorang wanita dari Juhainah datang menghadap kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, padahal dia sedang hamil akibat melakukan zina. Wanita
itu berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah melanggar hukum, oleh karena itu
tegakkanlah hukuman itu atasku." Lalu Nabi Allah memanggil wali perempuan itu dan
bersabda kepadanya: "Rawatlah wanita ini sebaik-baiknya, apabila dia telah
melahirkan, bawalah dia ke hadapanku." Lalu walinya melakukan pesan tersebut.
setelah itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk merajam wanita
tersebut, maka pakaian wanita tersebut dirapikan (agar auratnya tidak terbuka saat
dirajam). Kemudian beliau perintahkan agar ia dirajam. Setelah dirajam, beliau
menshalatkan jenazahnya, namun hal itu menjadkan Umar bertanya kepada beliau,
"Wahai Nabi Allah, perlukah dia dishalatkan? Bukankah dia telah berzina?" beliau
menjawab: "Sungguh, dia telah bertaubat kalau sekiranya taubatnya dibagi-bagikan
kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah, pasti taubatnya akan mencukupi mereka
semua. Adakah taubat yang lebih utama daripada menyerahkan nyawa kepada Allah
Ta'ala secara ikhlas?" Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu
Syaibah] telah menceritakan kepada kami ['Affan bin Muslim] telah menceritakan
kepada kami [Aban Aal 'Athar] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Abu
Katsir] dengan isnad seperti ini." - Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shahih
Muslim hadits nomor 3209
Perawi : imam muslim
Sanad : Abu ghasan malik, mu'adz, ibnu hisyam, yahya bin abdul katsir, abu qilabah,
abu al muhallab, 'imran bin husain, rasulullah
10. ‫عيَ ْينَ ُةَ بْنُ س ْفيَانُ أ َ ْخبَ َرنَا‬، ‫ن‬ ُْ ‫ع‬
َ ‫ع ْب ُِد‬َ ُِ‫ْن ْال َملِك‬ ُْ ‫ع‬
ُِ ‫ع َميْرُ ب‬، ‫ن‬ َ ‫ع ْب ُِد‬
َ ‫ن‬ ُِ ‫الرحْ َم‬
َّ ‫ْن‬ َ َُِّ‫ْن ّللا‬
ُِ ‫ع ْب ُِد ب‬ ُِ ‫ َمسْعودُ ب‬، ‫ن‬ ُْ ‫ع‬َ ‫أَبِي ُِه‬، ‫ن‬َُّ َ ‫ل أ‬
َُ ‫َرسو‬
َُِّ ‫صلَّى‬
‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َُم‬
َ ُ‫ع َل ْي ُِه للا‬ َُ ‫قَا‬: " ‫َّر‬
َ ‫ل َو‬ َُّ ‫عبْدا‬
َُ ‫ّللا نَض‬ َ ‫ظ َها َمقَالَتِي‬
َ ‫سمِ َُع‬ َ ‫وأَدَّاهَا َو َو‬،
َ ‫عاهَا فَ َح ِف‬ ُِ ‫غي ُِْر فِ ْقهُ َحا ِم‬
َ َُّ‫ل فَرب‬ َ ُ‫فَقِيه‬، َُّ‫َورب‬
ِ ‫مِ ْنهُ أ َ ْفقَهُ ه َوُ َم ْنُ ِإ َلى فِ ْقهُ َح‬، ُ‫ل ث َ ََلث‬
ُ‫امِل‬ َ ُ‫م ْسلِمُ قَ ْلب‬: ُ‫لِل ْال َع َم ِلُ ِإ ْخ ََلص‬،
ُ َ ُ‫علَ ْي ِه َّنُ يغِل‬ ِ َّ‫ل ِْلم ْس ِلمِينَُ َوالن‬، ُ‫َولزوم‬
َُِّ ِ ُ‫صي َحة‬
‫عتِ ِه ُْم‬
َ ‫ َج َما‬، ‫ن‬ ُْ ‫َو َرائِ ِه ُْم م‬
َُّ ِ ‫ِن تحِ يطُ دَع َْوت َه ُْم َفإ‬
Terjemahan :
Sufyan bin Uyainah mengabarkan kepada kami dari Abdul Mulk bin Umair, dari
Abdurrahman bin Abdullah bin Mas'ud, dan ayahnya bahwa Rasulullah pernah
bersabda, "Semoga Allah mencerahkan wajah seorang hamba yang telah mendengar
sabdaku lalu ia menghafal dan memeliharanya serta menyampaikannya seperti apa
yang ia dengar, karena ada kalanya orang yang hafal suatu pengetahuan tidak mengerti
(pengetahuan tersebut) dan adakalanya orang yang hafal suatu pengetahuan
menyampaikannya kepada orang lain yang lebih mengerti darinya. Ada tiga hal yang
hati seorang muslim tidak boleh berkhianat bersamanya, yaitu: ikhlas dalam beramal
karena Allah, bersikap ikhlas terhadap kaum muslim, dan menetapi jamaah mereka,
karenaُsesungguhnyaُdoaُmerekaُselaluُ meliputiُdariُbelakangnya.”ُ – Diriwayatkan
olehُSyafi’iُdalamُMusnadُSyafi'iُhaditsُnomorُ119
Perawi : Imam syafi'i
Sanad : sufyan bin uyainah, abdul mulk bin umair, Abdurahman bin abdullah bin
ma'sud, rasulullah.

Biografi Ulama-ulama Muhaditsin dalam Hadits-hadits di atas

1. Imam At-Tirmidzi

Nama Imam at-TirmidziُadalahُMuhammadُbinُ‘IsaُbinُSaurah bin Musa bin


adl Dlahhak. Kunyah Imam at-TirmidziُadalahُAbuُ‘Isa.

Para pakar sejarah tidak menyebutkan tahun kelahiran Imam at-Tirmidzi


secara pasti, akan tetapi sebagian yang lain memperkirakan bahwa kelahiran Imam at-
Tirmidzi pada tahun 209 hijriah. Sedang Adz Dzahabi berpendapat dalam kisaran
tahun 210 hijriah.Ada satu berita yang mengatakan bahwa imam at-Tirmidzi
dilahirkan dalam keadaan buta, padahal berita yang akurat adalah, bahwa Imam at-
Tirmidzi mengalami kebutaan di masa tua, setelah mengadakan lawatan ilmiah dan
penulisan Imam at-Tirmidzi terhadap ilmu yang ia miliki.

Imam at-Tirmidzi tumbuh di daerah Tirmidz, mendengar ilmu di daerah ini


sebelum memulai rihlah ilmiah Imam at-Tirmidzi. Dan Imam at-Tirmidzi pernah
menceritakan bahwa kakeknya adalah orang marwa, kemudian berpindah dari Marwa
menuju ke tirmidz, dengan ini menunjukkan bahwa Imam at-Tirmidzi lahir di
Tirmidzi.

Berbagai literatur-literatur yang ada tidak menyebutkan dengan pasti kapan


Imam Tirmidzi memulai mencari ilmu, akan tetapi yang tersirat ketika kita
memperhatikan biografi Imam at-Tirmidzi, bahwa Imam at-Tirmidzi memulai
aktifitas mencari ilmunya setelah menginjak usia dua puluh tahun.Maka dengan
demikian, Imam at-Tirmidzi kehilangan kesempatan untuk mendengar hadits dari
sejumlah tokoh-tokoh ulama hadits yang kenamaan, meski tahun periode Imam at-
Tirmidzi memungkinkan untuk mendengar hadits dari mereka, tetapi Imam at-
Tirmidzi mendengar hadits mereka melalui perantara orang lain. Yang nampak adalah
bahwa Imam at-Tirmidzi memulai rihlah pada tahun 234 hijriah.
Imam at-Tirmidzi memiliki kelebihan; hafalan yang begitu kuat dan otak encer
yang cepat menangkap pelajaran. Sebagai permisalan yang dapat menggambarkan
kecerdasan dan kekuatan hafalan Imam at-Tirmidzi adalah, satu kisah perjalan Imam
at-Tirmidzi menuju Makkah, dia menuturkan;

“PadaُsaatُakuُdalamُperjalananُmenujuُMakkah,ُketikaُituُakuُtelahُmenulisُ
dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang syaikh. Kebetulan Syaikh
tersebut berpapasan dengan kami. Maka aku bertanya kepadanya, dan saat itu aku
mengiraُbahwaُ“duaُjilidُkitab”ُyangُakuُtulisُituُbersamaku.ُTetapiُyangُkubawaُ
bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang masih putih bersih belum
ada tulisannya. aku memohon kepadanya untuk menperdengarkan hadits kepadaku,
dan ia mengabulkan permohonanku itu. Kemudian ia membacakan hadits dari
lafazhnya kepadaku. Di sela-sela pembacaan itu ia melihat kepadaku dan melihat
bahwa kertas yang kupegang putih bersih.

Makaُdiaُmenegurku:ُ‘Tidakkahُengkauُmaluُkepadaku?’ُmakaُakuُpunُ
memberitahukanُkepadanyaُperkaraku,ُdanُakuُberkata;ُ“akuُtelahُmengahafalُ
semuanya.”ُMakaُsyaikhُtersebutُberkata;ُ‘bacalah!’.ُMakaُakuُpunُmembacakanُ
kepadanyaُseluruhnya,ُtetapiُdiaُtidakُmempercayaiku,ُmakaُdiaُbertanya:ُ‘Apakah
telahُengkauُhafalkanُsebelumُdatangُkepadaku?’ُ‘Tidak,’ُjawabku.ُKemudianُakuُ
meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan
empatُpuluhُbuahُhadits,ُlaluُberkata:ُ‘Cobaُulangiُapaُyangُkubacakanُtadi,’ُLaluُ
aku membacakannyaُdariُpertamaُsampaiُselesaiُtanpaُsalahُsatuُhurufُpun.”

Menurut para ulama, kitab hadits Imam at-Tirmidzi dipandang sebagai kitab
keempat dari Kutubussittah setelah Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan
Abu Dawud.

Imam at-Tirmidzi keluar dari negerinya menuju Khurasan, Iraq dan Haramain
dalam rangka menuntut ilmu. Di sana Imam at-Tirmidzi mendengar ilmu dari
kalangan ulama yang Imam at-Tirmidzi temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits
dan memahaminya. Akan tetapi sangat disayangkan Imam at-Tirmidzi tidak masuk ke
daerah Syam dan Mesir, sehingga hadits-hadits yang Imam at-Tirmidzi riwayatkan
dari ulama kalangan Syam dan Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya Imam
at-Tirmidzi mengadakan perjalanan ke Syam dan Mesir, niscaya ia akan mendengar
langsung dari ulama-ulamaُtersebut,ُsepertiُHisyamُbinُ‘Ammarُdanُsemisalnya.
Para pakar sejarah berbeda pendapat tentang masuknya Imam at-Tirmidzi ke
daerahُBaghdad,ُsehinggaُmerekaُberkata,ُ“KalauُsekiranyaُdiaُmasukُkeُBaghdad,ُ
niscaya dia akan mendengar dari Ahmad bin Hanbal. Al Khathib tidak menyebutkan
at-Tirmidzi (masuk ke Baghdad) di dalam tarikhnya, sedangkan Ibnu Nuqthah dan
yang lainnya menyebutkan bahwa Imam at-Tirmidzi masuk ke Baghdad. Ibnu
Nuqthah menyebutkan bahwasanya Imam at-Tirmidzi pernah mendengar di Baghdad
dari beberapa ulama, di antaranya adalah; Al Hasan bin AshShabbah, Ahmad bin
Mani’ُdanُMuhammadُbinُIshaqُAshُshaghani.ُ

Dengan ini bisa diprediksi bahwa Imam at-Tirmidzi masuk ke Baghdad


setelah meninggalnya Imam Ahmad bin Hanbal, dan ulama-ulama yang di sebutkan
oleh Ibnu Nuqthah meninggal setelah imam Ahmad. Sedangkan pendapat Al Khathib
yang tidak menyebutkannya, itu tidak berarti bahwa Imam at-Tirmidzi tidak pernah
memasuki kota Baghdad sama sekali, sebab banyak sekali dari kalangan ulama yang
tidak di sebutkan Al Khathib di dalam tarikhnya, padahal mereka memasuki Baghdad.

Setelah pengembaraannya, imam at-Tirmidzi kembali ke negerinya, kemudian


Imam at-Tirmidzi masuk Bukhara dan Naisapur, dan Imam at-Tirmidzi tinggal di
Bukhara beberapa saat.

Negeri-negeri yang pernah Imam at-Tirmidzi masuki adalah; Khurasan,


Bashrah, Kufah,Wasith, Baghdad, Makkah, Madinah, Ar Ray.

2. Imam Nasai

Nama Imam an-Nasa`iُadalahُAhmadُbinُSyu’aibُbinُAliُbinُSinanُbinُBahr.ُ


Kuniyah Imam an-Nasa`i: Abu Abdirrahman Nasab Imam an-Nasa`i: An Nasa`i dan
An Nasawi, yaitu nisbah kepada negeri asal Imam an-Nasa`i, tempat Imam an-Nasa`i
di lahirkan. Satu kota bagian dari Khurasan. Beliau diahirkan pada tahun 215 hijriah.

An-Nasa`i merupakan seorang lelaki yang ganteng, berwajah bersih dan segar,
wajahnya seakan-akan lampu yang menyala. Beliau adalah sosok yang karismatik dan
tenang, berpenampilan yang sangat menarik.

Kondisi itu karena beberapa faktor, diantaranya; dia sangat memperhatikan


keseimbangan dirinya dari segi makanan, pakaian, dan kesenangan, minum sari buah
yang halal dan banyak makan ayam.
Imam Nasa`i memulai menuntut ilmu lebih dini, karena Imam an-Nasa`i
mengadakanُperjalananُkeُQutaibahُbinُSa’idُpadaُtahunُ230ُhijriah,ُpadaُsaatُituُ
Imam an-Nasa`i berumur 15 tahun. Beliau tinggal di samping Qutaibah di negerinya
Baghlan selama setahun dua bulan, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menimba ilmu
darinya begitu banyak dan dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.

Imam Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki oleh
orang-orang pada zamannya, sebagaimana Imam an-Nasa`i memiliki kejelian dan
keteliatian yang sangat mendalam. Imam an-Nasa`i dapat meriwayatkan hadits-hadits
dari ulama-ulama besar, berjumpa dengan para imam huffazh dan yang lainnya,
sehingga Imam an-Nasa`i dapat menghafal banyak hadits, mengumpulkannya dan
menuliskannya, sampai akhirnya Imam an-Nasa`i memperoleh derajat yang tinggi
dalam disiplin ilmu ini.

Beliau telah menulis hadits-haditsُdla’if,ُsebagaimanaُImamُan-Nasa`ipun


telah menulis hadits-hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama
pengkritik hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini, bahkan
Imam an-Nasa`i memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat, sebagaimana yang
digambarkanُolehُalُHafizhُAbuُThalibُAhmadُbinُSazhr;ُ‘ُsiapaُyangُdapatُ
bersabarُsebagaimanaُkesabaranُAnُNasa`i?ُdiaُmemilikiُhaditsُIbnuُLahi’ahُdenganُ
terperinci – yaituُdariُQutaibahُdariُIbnuُLahi’ah-, maka dia tidak meriwayatkan
haditsُdarinya.’ُMaksudnyaُkarenaُkondisiُIbnuُLahi’ahُyangُdha’if.

Dengan ini menunjukkan, bahwa tendensi Imam an-Nasa`i bukan hanya


memperbanyak riwayat hadits semata, akan tetapi Imam an-Nasa`i berkeinginan
untuk memberikan nasehat dan menseterilkanُsyarea’atُ(dariُbid’ahُdanُhal-hal yang
diada-adakan).

Imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits dan selalu selektif
dalam meriwayatkannya. Maka ketika Imam an-Nasa`i mendengar dari Al Harits bin
Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi Imam an-Nasa`i tidak
mengatakan;ُ‘telahُmenceritakanُkepadaُkami,’ُatauُ‘telahُmengabarkanُkepadaُ
kami,’ُsecaraُserampangan,ُakanُtetapiُdiaُselaluُberkata;ُ‘denganُcaraُmembacakanُ
kepadanyaُdanُakuُmendengar.’ُ

Para ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal tersebut
karena terdapat kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak
memungkinkan baginya untuk menghadiri majlis Al Harits, kecuali Imam an-Nasa`i
mendengar dari belakang pintu atau lokasi yang memungkinkan baginya untuk
mendengar bacaan qari` dan Imam an-Nasa`i tidak dapat melihatnya.

Para ulama memandang bahwa kitab hadits Imam an-Nasa`iُ“Sunanُan-


Nasa`i”ُsebagaiُkitabُkelimaُdariُKutubussittahُsetelahُShahihُal-Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan Abu Dawud danُJami’ُat-Tirmidzi.

Imam Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, Imam an-Nasa`i


berkeliling ke negeri-negeri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga Imam an-
Nasa`i dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh
dan syaikh.

Di antara negeri yang Imam an-Nasa`i kunjungi adalah sebagai berikut;


Khurasan, Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah, Al Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan
sekitarnya, Syam, Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negeri islam dengan
kekuasaan Ramawi, Hijaz, Mesir.

KemampuanُintelektualُImamُNasa’iُmenjadiُmatangُdanُberisiُdalamُmasaُ
lawatanُilmiahnya.ُNamunُdemikian,ُawalُprosesُpembelajarannyaُdiُdaerahُNasa’ُ
tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, Imam an-Nasa`i
mengalami proses pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya
dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.

3. Imam Bukhari

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin al-Mughirah bin Bardizbah. Lahir
pada bulan Syawwal, tahun 194 Hijriyah. Pengarang Kitab Shahih Bukhari, kitab
paling shahih setelah Al-Qur’an.ُPernahُmengalamiُkebutaanُsewaktuُkecilُlaluُ
sembuh berkat doa ibunya yang dikabulkan oleh Allah.

Beliau memulai menuntut ilmu hadits ketika berumur 10 tahun dan mengambil
hadith dari ulama yang berada di kota beliau. Telah hafal kitab Ibnul Mubarak dan
Waqi’ُbinُJarrahُketikaُberumurُ16ُtahun.ُLaluُpergiُkeُMekkahُbersamaُIbuُdanُ
saudaranya Ahmad untuk menunaikan haji. Dan beliau tetap tinggal di sana untuk
menuntut ilmu, sedangkan Ibu dan saudaranya kembali ke kampung halaman.
Mengenai guru-gurunya, beliau sendiri pernah mengatakan bahwa dia telah
mengambil hadits dari 1080 syaikh dan semuanya adalah ahlus sunnah. Beliau juga
terkenal sebagai ulama sekaligus ahli ibadah. Murid dekat beliau Al-Firabri
mengisahkan bahwa tidaklah Imam Bukhari menulis satu hadits di dalam kitab
shahihnya, kecuali beliau shalat dua rakaat sebelumnya.

Beliau juga terkenal sebagai ulama yang memiliki hafalan ya sangat kuat.
Pernah suatu hari sepuluh ulama di kota Baghdad berkumpul untuk menguji hafalan
beliau. Setiap orang membacakan kepada beliau sepuluh hadits, setiap hadits telah
diacak sanad dan matannya. Dan setiap kali ditanya, beliau selalu mengatakan tidak
tahu tentang riwayat hadits tersebut. Pada akhirnya beliau sendiri yang menyusun
kembali riwayat hadits ke matannya yang yang benar.

Adapun pujian para ulama kepada Imam Bukhari, maka banyak sekali. Ada di
antara mereka yang mengatakan bahwa keutamaan beliau dibandingkan ulama
lainnya seperti keutamaan laki-laki atas perempuan. Bahkan, ada seorang ulama yang
ingin menyumbangkan umurnya kepada Imam Bukhari agar beliau tetap hidup dan
mengajarkan ilmu kepada ummat.

Beliau wafat pada malam sabtu, bertepatan dengan malam idul fitri, dan dikebumikan
setelah shalat dzuhur pada tahun 256 Hijriah di desa Hartank yang terletak dengan
Samarkand atau yang lebih dikenal dengan Uzbekistan.
4. Ibnu Majah

Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabi’ُbinُMajahُAl-Qazwinî Al-


Hâfidz, namun beliau biasa dipanggil Ibnu Majah. Sebutan Majah ini dinisbatkan
kepadaُayahnyaُYazid,ُyangُjugaُdikenalُdenganُsebutanُMajahُMaulaُRab’at.ُAdaُ
juga yang mengatakan bahwa Majah adalah ayah dari Yazid. Walaupun demikian,
tampaknyaُpendapatُpertamaُyangُlebihُshahih.ُKataُ“Majah”ُadalahُgelarُayahُ
Muhammad, bukan gelar kakeknya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal.
208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.

Imam Ibnu Majah mulai menginjakkan kakinya di dunia pendidikan sejak usia
remaja, dan menekuni pada bidang hadits sejak menginjak usia 15 tahun pada seorang
guru yang ternama pada kala itu, yaitu Ali bin Muhammad At-Tanafasy (wafat
tanggal 233 H). Bakat dan minat yang sangat besar yang dimilikinyalah yang
akhirnya membawa Imam Ibnu Majah berkelana ke penjuru negeri untuk menelusuri
ilmu hadits. Sepanjang hayatnya beliau telah mendedikasikan pikiran dan jiwanya
dengan menulis beberapa buku Islam, seperti buku fikih, tafsir, hadits, dan sejarah.

DalamُbidangُsejarahُImamُIbnuُMajahُmenulisُbukuُ“At-Târîkh”ُyangُ
mengulas sejarah atau biografi para muhaddits sejak awal hingga masanya, dalam
bidangُtafsirُbeliauُmenulisُbukuُ“Al-Qur’ânُAl-Karîm”ُdanُdalamُbidangُhaditsُ
beliauُmenulisُbukuُ“SunanُIbnuُMajah”.ُDisayangkanُsekaliُkarenaُbukuُ“At-
Târîkh”ُdanُ“Al-Qur’ânُAl-Karîm”ُtidakُsampai pada generasi selanjutnya karena
dianggap kurang monumental.

Sama halnya dengan para imam-imam terdahulu yang gigih menuntut ilmu,
seorang imam terkenal Imam Ibnu Majah juga melakukan perjalanan yang cukup
panjang untuk mencari secercah cahaya ilmu, karena ilmu yang dituntut langsung dari
sumbernya memiliki nilai lebih tersendiri daripada belajar di luar daerah ilmu itu
berasal. Oleh sebab itu Imam Ibnu Majah sudah melakukan rihlah ilmiyah-nya ke
beberapa daerah; seperti kota-kota di Iraq, Hijaz, Syam, Pârs, Mesir, Bashrah, Kufah,
Mekah, Madinah, Damaskus, Ray (Teheran) dan Konstatinopel.

Dalam pengembaraannya Imam Ibnu Majah bertemu banyak guru yang


dicarinya, dari merekalah nantinya ia menggali sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan
dan menggali potensinya. Rihlah ini akhirnya menghasilkan buah yang sangat manis
dan bermanfaat sekali bagi kelangsungan gizi umat Islam, karena perjalanannya ini
telahُmembidaniُlahirnyaُbukuُyangُsangatُmonumental,ُyaituُkitabُ“SunanُIbnuُ
Majah”.

Dalam perjalanan konteks rihlah ilmiyah-nya ternyata banyak para syeikh


pakar yang ditemui sang imam dalam bidang hadits; diantaranya adalah kedua anak
syeikh Syaibah (Abdullah dan Usman), akan tetapi sang imam lebih banyak
meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Abi Syaibah. Dan juga Abu Khaitsamah Zahîr
binُHarb,ُDuhîm,ُAbuُMus’abُAz-Zahry, Al-Hâfidz Ali bin Muhammad At-
Tanâfasy, Jubârah bin Mughallis, Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam bin
Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar bin Adam dan para pengikut perawi dan ahli
hadits imam Malik dan Al-Lays.

Sepertiُdikatakanُpepatahُ“Ilmuُyangُtakُdiamalkanُbagaikanُpohonُyangُtakُ
berbuah”,ُbaitُsyairُiniُsaratُmaknaُyangُluas.ُWalaupunُpohonُituُindahُdanُtegar,ُ
namun kalau tidak bisa mendatangkan manfaat bagi yang lain maka tidak ada
maknanya, seorang penuntut ilmu sejati biasanya sangat senang sekali untuk
men’transfer’ُilmunyaُkepadaُorangُlain,ُkarenaُdenganُseringnyaُpengulanganُmakaُ
semakin melekatlah dalam ingatan. Imam Ibnu Majah giat dalam memberikan
pelajaran bagi murid-murid yang patut untut diacungi jempol.

Di antara murid yang belajar padanya adalah Abu Al-Hasan Ali bin Ibrahim
Al-Qatthân,ُSulaimanُbinُYazid,ُAbuُJa’farُMuhammadُbinُIsaُAl-Mathû’îُdanُAbuُ
Bakar Hamid Al-Abhâry. Keempat murid ini adalah para perawi Sunan Ibnu Majah,
tapi yang sampai pada kita sekarang adalah dari Abu Hasan bin Qatthân saja.

5. Abu Daud

Abu Dawud memiliki nama lengkap Sulaiman bin al-Asy’asُbinُIshakُbinُ


Basyir bin Syidad bin Amar al-Azdi as-Sijistani. Beliau adalah Imam dan tokoh ahli
hadits, serta pengarang kitab sunan. Beliau dilahirkan tahun 202 H. di Sijistan.

Sejak kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu dan sudah bergaul dengan para
ulama untuk menimba ilmunya. Sebelum dewasa, dia sudah mempersiapkan diri
untuk melanglang ke berbagai negeri. Dia belajar hadits dari para ulama yang
ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya.
Pengemba-raannya ke beberapa negeri itu menunjang dia untuk mendapatkan hadits
sebanyak-banyaknya. Kemudian hadits itu disaring, lalu ditulis pada kitab Sunan.

Abu Dawud sudah berulang kali mengunjungi Bagdad. Di kota itu, dia
mengajar hadits dan fiqih dengan menggunakan kitab sunan sebagai buku pe-gangan.
Kitab sunan itu ditunjukkan kepada ulama hadits terkemuka, Ahmad bin Hanbal.
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa kitab itu sangat bagus. Dan kitabnya
“SunanُAbuُDawud”ُdianggapُsebagaiُkitabُketigaُdariُKutubussittahُsetelahُImamُ
al-Bukhari dan Imam Muslim.

Jumlah guru Imam Abu Dawud sangat banyak. Di antara gurunya yang paling
menonjol antara lain: Ahmad bin Hanbal, al-Qan’abi,ُAbuُAmarُad-Darir, Abu Daud
binُIbrahim,ُAbdullahُbinُraja’,ُAbdulُWalidُat-Tayalisi dan lain--lain. Sebagian
gurunya ada yang menjadi guru Bukhari dan Abu Daud, seperti Ahmad bin Hanbal,
UsmanُbinُAbuُSyaibahُdanُQutaibahُbinُsa’id.

Ulama yang pernah menjadi muridnya dan yang meriwayatkan hadits-nya


antara lain Abu Isa at-Tirmizi, Abu Abdur Rahman an-Nasa’i,ُputranyaُsendiri Abu
BakarُbinُAbuُDawud,ُAbuُAwana,ُAbuُSa’idُaI-Arabi, Abu Ali al-Lu’lu’i,ُAbuُ
BakarُbinُDassah,ُAbuُSalimُMuhammadُbinُSa’idُal-Jaldawi dan lain-lain.

Abu Dawud termasuk ulama yang mencapai derajat tinggi dalam beribadah,
kesucian diri, kesalihan danُwara’ُyangُpatutُditeladani.Sebagianُulamaُberkata:ُ
"Perilaku Abu Dawud, sifat dan kepribadiannya menyerupai Imam Ahmad bin
Hanbal.ُImamُAhmadُbinُHanbalُmenyerupaiُWaki’;ُsepertiُSufyanُas-Sauri, Sufyan
seperti Mansur, Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha’i,ُIbrahimُmenyerupaiُ
Alqamah.ُ"AlqamahُsepertiُIbnuُMas’ud,ُdanُIbnuُMas’udُsepertiُNabiُMuhammadُ
Shalallahualaihi wasallam.

Sifat dan kepribadian seperti ini menunjukkan kesempurnaan beragama,


prilaku dan akhlak Abu Dawud.Abu Dawud mempunyai falsafah tersendiri dalam
berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Bila ada yang
bertanya, dia menjawab: "Lengan yang lebar ini untuk membawa kitab, sedang yang
satunya tidak diperlukan. Kalau dia lebar, berarti pemborosan.

6. Imam Nawawi
Imam Nawawi adalah ulama dan pemikir besar Islam. Dia lahir dan meninggal
di Nawa (631-676H). Kitab-kitab besar yang ditulis adalah Syarah Muslim, Bustaanul
‘Arifiin,ُKhulaasahtulُAhkaamُfiُMuhimmaaatisُSunanُwaُQawaa’idilُIslamُdanُ
yang lainnya. Nama lengkapnya adalah Abu Zakariya bin Syaraf bin Mari bin Hasan
binُHusainُbinُMuhammadُbinُJum’ahُbinُHizamُAn-Nawawi Ad-Dimasyqi.

Ayahnya mendorong sang Imam menghafazkan Al-Qur’anُdanُilmu.ُMakaُ


An-Nawawi mulai menghafal Al-Qur’anُdanُdididikُolehُorang-orang terkemuka
dengan pengorbanan harus meninggalkan masa bermain-mainnya karena harus
menekuni Al-Qur’anُdanُmenghafaznya.ُSebagainُgurunyaُpernahُmelihatُbahwaُ
Imam Nawawi bersama anak-anak lain dan diajak bermain bersama-sama. Karena
sesuatu terjadi diantara mereka, Imam Nawawi lari meninggalkan mereka sambil
menangis karena merasa dipaksa. Dalam keadaan yang demikian itu dia tetap
membaca Al-Qur’an.

Beliau tidak mau menghabiskan waktunya kecuali menuntut ilmu. Bahkan


ketika beliau pergi ke manapun, dalam perjalanan hingga pulang ke rumah, beliau
sibuk mengulangi hafalan-hafalan dan bacaan-bacaannya. Beliau bermujadalah dan
mengamalkan ilmunya dengan penuh warak dan membersihkan jiwa dari pengaruh-
pengaruh buruk sehingga dalam waktu yang singkat baliau telah hafal hadits-hadits
dan berbagai disiplin ilmu hadits. Belaiu juga memimpin Yayasan Daarul Hadits Al-
Asyrafiyyah Al-Ulla dan mengajar di sana tanpa mengambil bayaran sedikitpun.

7. Imam Muslim

Nama lengkap beliau ialah Imam Abdul Husain bin al-Hajjaj bin Muslim bin
Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Dia dilahirkan di Naisabur tahun 206 H.
Sebagaimana dikatakan oleh al-HakimُAbuُAbdullahُdalamُkitabnyaُ"Ulama’ulُ
Amsar. Imam Muslim adalah penulis kitab syahih dan kitab ilmu hadits. Dia adalah
ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal sampai kini.

Kehidupan Imam Muslim penuh dengan kegiatan mulia. Beliau meran-tau ke


berbagai negeri untuk mencari hadits. Dia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan
negara-negara lainnya. Dia belajar hadits sejak masih kecil, yakni mulai tahun 218 H.
Dalam perjalanannya, Muslim bertemu dan berguru pada ulama hadis. Di Khurasan,
dia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray, dia berguru
kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Ansan. Di Irak, dia belajar kepada Ahmad
bin HanbalُdanُAbdullahُbinُMaslamah.ُDiُHijaz,ُberguruُkepadaُSa’idُbinُMansurُ
danُAbuُMas’ab.ُDiُMesir,ُbelajarُkepadaُ’AmarُbinُSawadُdanُHarmalahُbinُ
Yahya dan berguru kepada ulama hadits lainnya.

Imam Muslim berulangkali pergi ke Bagdad untuk belajar hadits, dan


kunjungannya yang terakhir tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur,
Muslim sering berguru kepadanya. Sebab dia mengetahui kelebihan ilmu Imam
Bukhari. Ketika terjadi ketegangan antara Bukhari dengan az--Zuhali, dia memihak
Bukhari. Sehingga hubungannya dengan az-Zuhali menjadi putus. Dalam kitab
syahihnya maupun kitab lainnya, Muslim tidak memasukkan hadits yang diterima dari
az-Zuhali, meskipun dia adalah guru Muslim. Dan dia pun tidak memasukkan hadits
yang diterima dari Bukhari, padahal dia juga sebagai gurunya. Bagi Muslim, lebih
baik tidak memasukkan hadits yang diterimanya dari dua gurunya itu. Tetapi dia tetap
mengakui mereka sebagai gurunya.

Setelah mengarungi kehidupan yang penuh berkah, Muslim wafat pada hari
Ahad sore, dan di makamkan di kampung Nasr Abad daerah Naisabur pada hari
Senin, 25 Rajab 261 H. dalam usia 55 tahun. Selama hidupnya, Muslim menulis
beberapa kitab yang sangat bermanfaat.
Imam Muslim mempunyai guru hadits sangat banyak sekali, diantaranya
adalah: Usman bin Abi Syaibah, Abu Bakar bin Syaibah, Syaiban bin Farukh, Abu
Kamil al-Juri,ُZuhairُbinُHarab,ُ’Amarُan-Naqid, Muhammad bin Musanna,
MuhammadُbinُYasar,ُHarunُbinُSa’idُal-Aili,ُQutaibahُbinُsa’idُdanُlainُ
sebagainya.

Banyak para ulama yang meriwayatkan hadits dari Muslim, bahkan di


antaranya terdapat ulama besar yang sebaya dengan dia. Di antaranya, Abu Hatim ar-
Razi, Musa bin Harun, Ahmad bin Salamah, Abu Bakar bin Khuzaimah, Yahya bin
Said, Abu Awanah al-Isfarayini, Abi isa at-Tirmidzi, Abu Amar Ahmad bin al-
Mubarak al-Mustamli, Abul Abbas Muhammad bin Ishaq bin as-Sarraj, Ibrahim bin
Muhammad bin Sufyan al-Faqih az-Zahid. Nama terakhir ini adalah perawi utama
bagi Syahih Muslim. Dan masih banyak lagi muridnya yang lain.

8. Imam Syafi'i

ImamُSyafi’iُlahirُdiُGaza pada tahun 150 Hijriyah dengan nama Abu


Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi’iُAlُMuthalibiُAlُQuraisyi.ُDariُnamanya,ُ
beliau masih tergolong kerabat dari Rasulullah saw. melalui klan Quraisy dari Bani
Muthalib yang mana merupakan kakek Rasul. Imam Syafi’iُdikenalُsebagaiُulamaُ
besar yang cerdas, bahkan di usianya yang ke-15,ُkeilmuanُImamُSyafi’iُsudahُ
setaraf seorang mufti. Tak pelak saat ini sosoknya telah dianggap sebagai mufti besar
Islam Sunni.

Sebelum kelahirannya, Rasulullah saw. sudah jauh-jauh hari meramalkan


tentang kelahiran seseorang yang baik laku budinya, cerdas akal pikirnya, dan kelak
akan menjadi mujaddid Islam penerus perjuangan Rasulullah. Rasulullah bersabda:

“SetiapُseratusُtahunُsekaliُAllahُakanُmembangkitkanُseorangُpemimpinُ
besar dari keturunanku (Quraisy) yang akan memperbarui keadaan umat dalam hal
keagamaan. Adapun orang pertama adalah Umar bin Abdul Aziz, sedangkan pada
Abad Kedua adalah Muhammad bin Idris As-Syafi’i.”

Padaُusiaُduaُtahun,ُibundaُImamُSyafi’iُFatimahُbintiُUbaidillah Al
Azdiyahُmembawaُpulangُbeliauُkeُtanahُairnya.ُKetikaُituُkondisiُImamُSyafi’iُ
adalah seorang anak yatim yang ditinggal mati ayahanda ketika ia masih di dalam
kandungan.ُDiُMekkah,ُImamُSyafi’iُdibesarkanُolehُibunyaُdenganُsederhanaُdanُ
bahkan serba kekurangan.

Namun di tengah kondisi ekonomi yang serba kurang itu tak membuat Imam
Syafi’iُputusُasaُapalagiُbermalas-malasan dalam menuntut ilmu. Bahkan saking
cintanyaُterhadapُilmuُAllah,ُImamُSyafi’iُselaluُmencatatُilmu-ilmu yang
didapatnya di medium seperti tembikar, tulang-belulang, serta pelepah kurma.

Tentangُduniaُliterasiُyangُdigelutinya,ُImamُSyafi’iُmenulisُsebuahُsyairُ
soal pentingnya mencatat dan menulis ilmu pengetahuan yang didapat:

“Pengetahuanُituُibaratُbinatangُburuan,ُyangُjikaُditangkap lekas diikat erat-


erat. Suatu kebodohan bagi seorang pemburu jika berburu rusa di hutan, setelah
didapatinyaُburuanُtersebut,ُlaluُdilepaskan,”

ImamُSyafi’iُbanyakُmenghabiskanُwaktunyaُdiُMasjidilُHaramُuntukُ
mempelajari berbagai macam ilmu agama seperti ilmu fiqih, Alquran, Hadis, bahasa,
danُkesusasteraan.ُPadaُusiaُtujuhُtahun,ُImamُSyafi’iُdapatُmenghafalُAlquranُ
sebanyak 30 juz dengan lancar dan fasih. Inilah bukti kecerdasan otak dan akal budi
yangُdimilikiُImamُSyafi’i.ُKarenaُtakُsemua manusia yang memiliki kecerdasan
otak bisa menghafal Alquran di usia semuda itu, kecuali jika Allah menjaganya dari
perbuatan dosa.

Selainُkecerdasannya,ُImamُSyafi’iُjugaُdikenalُsebagaiُimamُyangُrajinُ
berkelanaُdemiُmenuntutُilmu.ُMenurutُImamُSyafi’i dari syair yang pernah
ditulisnya, seseorang yang tidak pergi dari kampung halamannya untuk menuntut
ilmu, maka ia diibaratkan seperti air jernih yang ada di dalam wadah kecil seperti
gelas. Seiring berjalannya waktu, air jernih itu akan keruh. Beda halnya dengan orang
yang pergi menuntut ilmu, ia diibaratkan seperti air yang mengalir di sungai. Jikapun
bermuara, ia akan bertemu samudera yang luas dan jernih.

ImamُSyafi’iُmerupakanُmuridُImamُMalik.ُPadaُusiaُsepuluhُtahun,ُImamُ
Syafi’iُmampuُmenghafalُkitab Muwatha yang disusun oleh Imam Malik. Dari
kecintaannya pada kitab tersebut jugalah yang pada akhirnya melabuhkan kakinya ke
Madinah untuk berguru dan nyantri kepada Imam Malik.

HausُakanُilmuُjugalahُyangُpadaُakhirnyaُmembuatُImamُSyafi’iُmemohonُ
izin pada Imam Malik untuk menuntut ilmu kepada Imam Abu Yusuf, Imam
Muhammad bin Hasan, dan ulama-ulama lainnya di Iraq. Tak hanya restu, Imam
MalikُjugaُmengantarnyaُhinggaُkeُBaqiُdanُmembekaliُImamُSyafi’iُdenganُuangُ
45 dinar sebagai bentuk mengaminkan keinginanُmuliaُImamُSyafi’i.

Tercatat,ُImamُSyafi’iُtelahُmenuntutُilmuُkeُberbagaiُdaerah.ُSelainُ
Mekkah,ُMadinah,ُdanُIraq,ُImamُSyafi’iُjugaُberkelanaُmenuntutُilmuُkeُBaghdad,ُ
Persia, Yaman, hingga Mesir. Setelah lima tahun tinggal di Mesir inilah kemudian
kondisiُImamُSyafi’iُmulaiُsakit-sakitan dan pada akhirnya imam besar Sunni itu
wafat di sana pada tahun 204 Hijriyah.

PeninggalanُkhazanahُkeilmuanُImamُSyafi’iُpadaُIslamُSunniُyaituُadanyaُ
mazhabُSyafi’iُyangُdasar-dasarnya meliputi lima hal: Alquran, Hadis, Ijmak, Qiyas,
danُIstidlal.ُMazhabُSyafi’iُjugaُdikenalُdenganُadanyaُpemahamanُqaulul-qadim
danُqaululُjadid.ُSelainُmazhabُSyafi’iُyangُdikenalُdanُdiamalkanُolehُIslamُSunni,ُ
ImamُSyafi’iُjugaُmeninggalkanُkarya-karya tulisnya yang begitu banyak. Salah satu
yang paling monumental adalah kitab Al Jadid yang terdiri atas 20 jilid.

Referensi/rujukan :

http://carihadis.com/Sunan_Abu_Daud/=ikhlas

http://carihadis.com/?teks=ikhlas&perintah=Cari%21

http://carihadis.com/Sunan_Daraquthni/=ikhlas

http://carihadis.com/Shahih_Ibnu_Hibban/=ikhlas

http://carihadis.com/Sunan_Ibnu_Majah/=ikhlas

http://carihadis.com/Sunan_Nasai/=ikhlas

http://carihadis.com/Sunan_Tirmidzi/=ikhlas

http://carihadis.com/Musnad_Darimi/=ikhlas

http://carihadis.com/Musnad_Syafii/=ikhlas

http://carihadis.com/Arbain_Nawawi_II/=ikhlas

https://penaungu.com/hadist-tentang-ikhlas/#forward

https://wakidyusuf.wordpress.com/2018/04/06/kumpulan-hadits-ikhlas/
http://faizelmujahidy.blogspot.com/2013/10/memahami-hadits-yang-berkenaan-
dengan.html

https://muslim.or.id/59-sejarah-hidup-imam-al-ghazali-1.html

https://muslim.or.id/671-biografi-ringkas-imam-nawawi.html

https://www.laduni.id/post/read/44939/biografi-imam-an-nasai

https://wahdah.or.id/biografi-imam-bukhari/

https://www.laduni.id/post/read/44848/riwayat-imam-ibnu-majah

https://www.atsar.id/2017/11/biografi-imam-abu-dawud.html

https://ibtimes.id/biografi-imam-syafii-mufti-besar-sunni-pendiri-madzhab-syafii/

https://muslim.or.id/21590-biografi-imam-at-tirmidzi.html

Anda mungkin juga menyukai