Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami. (QS. 18:65)
Asbabun Nuzul
Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa setelah Nabi Musa dan Yusa menyusuri kembali
jalan yang mereka lalui tadi sampailah keduanya pada batu itu yang pernah mereka jadikan
tempat beristirahat. Di sana mereka mendapatkan seorang hamba di antara hamba-hamba Allah
ialah Al Khidir yang berselimut dengan kain putih bersih. Menurut Said bin Jubair, kain putih itu
menutupi leher sampai dengan kakinya.
Dalam ayat ini Allah SWT juga menyebutkan bahwa Al Khidir itu ialah orang yang mendapat
ilmu langsung dari Allah, yang ilmu itu tidak diberikan kepada Nabi Musa. Sebagaimana juga
Allah telah menganugerahkan suatu ilmu kepada Nabi Musa yang tidak diberikan kepada Al
Khidir.
Menurut Hujjatul Islam Al Ghazali bahwa pada garis besarnya, seseorang mendapat ilmu itu ada
dengan dua cara:
1. Proses pengajaran dari manusia, disebut: At Talim Al Insani, yang dibagi menjadi dua, yaitu:
Belajar kepada orang lain (di luar dirinya).
Self study dengan menggunakan kemampuan akal pikirannya sendiri.
2. Pengajaran yang langsung diberikan Allah kepada seseorang yang disebut At Talim Ar
Rabbani. Ini dibagi menjadi dua, yaitu:
Diberi dengan cara wahyu, yang ilmunya disebut: ilmu Al Anbiya (Ilmu Para Nabi) dan ini
khusus untuk para nabi.
Diberikan dengan cara ilham yang ilmunya disebut Ilmu ladunny (ilmu dari sisi Tuhan). Ilmu
ladunny ini diperoleh dengan cara langsung dari Tuhan tanpa perantara. Kejadiannya dapat
diumpamakan seperti sinar dari suatu lampu gaib yang sinar itu langsung mengenai hati yang
suci bersih, kosong lagi lembut. Ilham ini merupakan perhiasan yang diberikan Allah kepada
para kekasih-Nya (para wali).
Adakah Metode Untuk Mendapatkan Ilmu Laduni?
Perdebatan dalam tahapan ini semakin seru, ada yang berpendpat ilmu laduni tidak bisa
diupayakan,karena ilmu laduni semata-mata murni anugerah dari Alloh SWT tanpa perantara
ikhtiyar hamba-Nya. Sehingga mereka beranggapan omong kosong jika ada yang mengaku dapat
membantu mendapatkan ilmu laduni dengan metode-metode tertentu, seperti yang banyak
digembar-gemborkan paranormal tertentu.
Pendapat lainnya adalah, memang benar ilmu ladunni adalah ilmu mukasyafah (mampu melihat
dengan pandangan bathinnya) yang berasal dari ilha. Ilmu mukasyafah ini bukan hasil
mempelajari suatu ilmu tetapi merupakan ilham yang diletakkan kedalam jiwa orang mukmin
yang hatinya bersih.
Namun demikian ada tanda-tanda untuk mendapatkan ilmu laduni, diantaranya ; Mengamalkan
ilmu yang diketahuinya, sebagaimana disabdakan Nabi SAW :
Siapa yang mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, Allah akan mewariskan kepadanya
ilmu yang belum diketahuinya.
Tanbihun !
Juga dapat disimpulkan bahwa ilmu mukasyafah banyak bertentangan dengan ilmu syariat yang
ada, sehigga tidak bisa dijadikan landasan hukum agama. Karena itu Musa selalu membantah apa
yang dilakukan oleh nabi Khaidhir. Maka dari itu ilmu mukasyafah itu hanya untuk diri sendiri
dan bagi yang mengerti ilmu ini saja, bukan dijadikan dalil hukum-hukum agama. Kecuali yang
tidak bertentangan dengan nash Alquran dan Al hadist .
Adapun manfaat ilmu mukasyafah ini adalah untuk menjaga dan mempersiapkan segala
kemungkinan yang akan terjadi terhadap kita maupun terhadap lingkungan, sehingga kita bisa
mengantisipasi sedini mungkin ittaquu firasatal mukmin percayalah kepada firasatnya
orang-orang mukmin.
Share this: