sg/2012/01/e
stetika-islam-menurut-pandangan-
tokoh.html
Seni dalam Islam bisa diartikan sebagai sebuah upaya untuk menuturkan kebesaran
Ilahi yang mengungkapkan pelbagai aspek kehidupan terutama esensi ketauhidan
karena segala sesuatu melantunkan puji-pujian bagi yang Esa. Dapat disimpulkan
bahwa kejamakan pada akhirnya dapat direduksi menjadi ke-Esaan.
Beberapa hal yang menyangkut tentang gambaran dunia yang disajikan Al Quran dan
pengaruhnya terhadap estetika, khususnya karya sastra, musik dan seni rupa salah
satunya menjelaskan bahwa dalam Al Quran dinyatakan alam semesta, juga pribadi
manusia, di mana ayat-ayat-Nya terbentang, diumpamakan sebagai kitab agung atau
sebuah karya sestra yang ditulis oleh Sang Pencipta dengan kalam-Nya di atas
lembaran terpelihara. Berdasarkan pandangan tersebut, para sufi memberikan
pendapatnya mengenai fungsi seni yaitu, seni adalah pembawa nikamat mencapai
keadaan jiwa yang damai dan menyatu dengan keabadian yang abadi. Seni juga
sebagai pembebasan jiwa dari alam benda melalui sesuatu yang berasal dari alam
benda itu sendiri. Fungsi seni yang lain yaitu sebagai penyucian diri dari pemberhalaan
terhadap bentuk-bentuk itu sendiri. Fungsi keempat yaitu untuk menyampaikan hikmah,
yaitu kearifan yang menbantu kita bersifat adil dan benar terhadap Tuhan. Seni juga
berfungsi sebagai sarana efektif untuk menyebarkan gagasan pengetahuan, informasi
yang berguna bagi kehidupan seperti pengetahuan dan informasi yang berkenaan
dengan sejarah, geografi,hokum, undang-undang, adab, pemerintahan, politik, ekonomi,
dan gagasan keagamaan. Fungsi yang terakhir yaitu, karya seni juga merupakan cara
untuk menyampaikan puji-pujian kepada yang Maha Esa.
Dalam hadist Rasulullah menyebutkan Allah itu Indah dan menyukai keindahan. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa estetika juga ada dan berpengaruh penting dalam Islam dan
seni.
Cak nur membedakan antara keberagaman simbolik dan keberagaman subtansial. Cak
nur menentang keras terhadap simbolisme yang berlebihan dalam keberagaman
walaupun dia juga tidak menegasikan pentingnya simbolisme. Tanpa simbol orang tidak
mungkin bisa mencapai yang Ilahi. Ini menjelaskan bahwa suatu keberagaman juga bisa
dinilai sebagai nilai estetik terutama keberagaman simbol.
Sebagai muslim yang total mempersembahkan hidupnya hanya untuk Islam, Sayyid
Qutub memiliki keyakinan yang kuat tentang kebenaran tauhid. Keyakinannya itu tetap
bertahan meskipun ia mendekam dalam penjara atas fitnah kudeta yang tidak pernah ia
lakukan. Meskipun akhir hidupnya dinikmati di penjara, Sayyid Qutub tidak berhenti
menulis karya terutama karya sastra. tulisan sastranya yang indah mengisyaratkan
keadaan ruhani dan pikirannya. Baginya keindahan itu berasal dari sifat ruhani manusia
dalam memahami arti hidup dan Islam terutama.