Anda di halaman 1dari 4

http://nekadnulis.blogspot.

sg/2012/01/e
stetika-islam-menurut-pandangan-
tokoh.html

Estetika Islam menurut


pandangan tokoh Islam Timur
Tengah dan Indonesia
11:28 PM P O S T E D B Y L I LY R O F I L P H I LO S O P H Y NO COMMENTS

Estetika dalam Seni Islam


Islam, seni dan estetika sangat erat hubungannya. Sifat dinamik ajaran Islam
memperbolehkan umatnya menghayati keindahan dalam pelbagai bidang tidak hanya
seni saja. Seperti yang kita bahas pada bab sebelumnya, Islam meletakkan
pengaruhnya pada setiap cabang seni, bahkan ikut menentukan arah perkembangan
seni dunia. Seni Islam yang banyak mengandung unsur sakral meletakkan nilai estetika
Islam sebagai estetika suci yang dekat hubungannya dengan sifat-sifat Allah.
Sedangkan Seni yang telah dirancang oleh filsuf barat, seni profan, jauh dari spirit
wahyu bahkan lepas sama sekali dari kaca mata keagamaan dan tentu saja
mengandung sekulerastik akut. Barat sebagai pemerhati seni, menurut schuon, tidak
bisa menentukan arah perkembangan seni itu sendiri karena bagi mereka, segala yang
bisa disebut keindahan adalah anugrah alam semesta kepada manusia untuk dinikmati
sebagai pelampiasan hasrat nafsu badaniah semata. Dalam pandangan Kristen
misalnya, seni hanya dianggap sebagai media untuk menyalurkan aspirasi terpendam
dan bukan sebagai bentuk persembahan agung pada sang pencipta. Banyak karya seni
dan kriya hasil budaya Barat lebih menonjolkan bentuk lekuk tubuh wanita telanjang
bahkan sedang melakukan persetubuhan. Dari sini muncul pertanyaan, apakah
keindahan dari seni hanya berasal dari keindahan lekuk tubuh wanita saja? Jawabannya
tentu bukan. Islam tidak mengajarkan tentang hal seperti itu. Seni dalam Islam lebih
menonjolkan nilai suci (sakral)yang bisa dilihat nilai estetiknya. Nilai estetik Islam sendiri
lebih menonjolkan satu-kesatuan bentuk yang berulang-ulang sehingga tercipta sesuatu
yang harmonis dan seimbang. Keteraturan itu menggambarkan seni sebagai pengantar
jiwa manusia ke Tuhan, ke Allah.
Dalam buku Estetika Islam oleh Oliver Leaman menyebutkan tiga argumen kuat yang
menentang penggunaan seni dalam budaya Islam yaitu, penggambaran visual yang
kreatif berakibat pada dikuasainya akal pikiran, pemusatan pada gambaran yang
menghambat pemahaman hakikat segala sesuatu, dan yang terakhir yaitu bahwa nabi
mencela segala bentuk pemberhalaan. Hal tersebut menjelaskan bahwa seni dan
estetika Islam sangat menghargai dan memikirkan tentang hubungan kreatifitas otak
manusia dengan moralitas untuk menghasilkan karya yang indah, suci dan bisa dihargai
sebagai karya seni yang sebenarnya.

Seni dalam Islam bisa diartikan sebagai sebuah upaya untuk menuturkan kebesaran
Ilahi yang mengungkapkan pelbagai aspek kehidupan terutama esensi ketauhidan
karena segala sesuatu melantunkan puji-pujian bagi yang Esa. Dapat disimpulkan
bahwa kejamakan pada akhirnya dapat direduksi menjadi ke-Esaan.

Beberapa hal yang menyangkut tentang gambaran dunia yang disajikan Al Quran dan
pengaruhnya terhadap estetika, khususnya karya sastra, musik dan seni rupa salah
satunya menjelaskan bahwa dalam Al Quran dinyatakan alam semesta, juga pribadi
manusia, di mana ayat-ayat-Nya terbentang, diumpamakan sebagai kitab agung atau
sebuah karya sestra yang ditulis oleh Sang Pencipta dengan kalam-Nya di atas
lembaran terpelihara. Berdasarkan pandangan tersebut, para sufi memberikan
pendapatnya mengenai fungsi seni yaitu, seni adalah pembawa nikamat mencapai
keadaan jiwa yang damai dan menyatu dengan keabadian yang abadi. Seni juga
sebagai pembebasan jiwa dari alam benda melalui sesuatu yang berasal dari alam
benda itu sendiri. Fungsi seni yang lain yaitu sebagai penyucian diri dari pemberhalaan
terhadap bentuk-bentuk itu sendiri. Fungsi keempat yaitu untuk menyampaikan hikmah,
yaitu kearifan yang menbantu kita bersifat adil dan benar terhadap Tuhan. Seni juga
berfungsi sebagai sarana efektif untuk menyebarkan gagasan pengetahuan, informasi
yang berguna bagi kehidupan seperti pengetahuan dan informasi yang berkenaan
dengan sejarah, geografi,hokum, undang-undang, adab, pemerintahan, politik, ekonomi,
dan gagasan keagamaan. Fungsi yang terakhir yaitu, karya seni juga merupakan cara
untuk menyampaikan puji-pujian kepada yang Maha Esa.

Dalam hadist Rasulullah menyebutkan Allah itu Indah dan menyukai keindahan. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa estetika juga ada dan berpengaruh penting dalam Islam dan
seni.

Estetika Menurut Pandangan Sayyid Hussein Nasser


Estetika dalam Islam mempunyai banyak pengertian. Salah satu pendapat mengenai
estetika Islam yang terkenal datang dari Ibnu Arabi Hossein Nasser atau yang lebih
dikenal Sayyid Hussein Nasser. Hussein Nasser mengistilahkan kemampuan berbahasa
atas serapan pengalaman mistik itu sebagai scientia sacra (tradisi seni suci) yang
memandang realitas tertinggi itu sebagai kemutlakan, ketakterbatasan dan
kesempurnaan atau kebakaan. Keindahan yang dihubungkan dengan semua hipotesis
tentang riil merupakan refleksi kemutlakan dalam keteraturan dan tatanan
ketakterhinggan dalam pengertian batin dan misteri, yang menuntut kesempurnaan.
Dengan kata lain, keindahan menurut Sayyid Hussein Nasser adalah suatu bentuk
keteratuaran yang tak terbatas untuk mencapai kesempurnaan Ilahi.

Filosofi Estetika Al Ghazali


Abu Hamid Muhammad Alghazali Altusi adalah seorang tokoh ulama' yang
luas ilmu pengetahuannya dan merupakan seorang pemikir besar dalam sejarah
falsafah Islam dan dunia. Kitab Ihya Ulumuddin merupakan karyanya yang terkenal yang
memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia dalam semua
masalah.

Keindahan merupakan landasan dari seni. Berdasarkan pernyataan itu, Al Ghazali


membagi keindahan menjadi beberapa tingkat yaitu, keindahan inerawi dan natsani
(sensual) yang disebut juga keindahan lahir, keindahan imajinatif dan emotif, keindahan
aqliyah atau rasional, keindahan ruhaniah atau irfani, dan yang terakhir yaitu keindahan
ilahiyah atau transendental. Dua keindahan terakhir dari Al Ghazali tersebut itulah yang
biasanya dieksplorasi oleh para sufi dalam setiap karyanya. Secara teori, imajinasi puitis
sebenarnya merupakan sarana prinsip para penyair mistikus untuk membawa pembaca
ke suatu pengertian tentang wahyu kenabian. Sedangkan keindahan ruhania dan irfani
(mistikal) dapat dilihat dalam pribadi nabi. Nabi merupakan pribadi yang indah bukan
semata-mata disebabkan kesempurnaan jasmani dan pengetahuannya tentang agama
dan duia, melainkan karena akhlaknya yang mulia dan tingkat makrifatnya yang tinggi.

Pendapat Nurcholis Majid Mengenai Estetika Islam


Bahasan tentang estetika Islam tidak hanya datang dari wilayah Timur Tengah yang
terkenal dengan sufi-sufi maupun pemikirnya. Indonesia sebagai bangsa yang
berbudaya dan merupakan negara mayoritas berpenduduk muslim juga memiliki
pemerhadi terhadap estetika Islam. Salah satu pemerhati tersebut adalah Dr. Nurcholis
Majid.
Nurcholis Majid atau yang biasa disapa Cak Nur merupakan cendekiawan muslim dan
merupakan ikon pergerakan muslim di Indonesia. Gagasannya tentang pluralisme yang
menjelaskan tentang interaksi antarkelompok dengan mengedepankan rasa hormat dan
saling toleransi tanpa konflik atau asimilasi. Paham pluralisme Cak Nur setidaknya
melarang segala tindakan diskriminasi terhadap non-muslim. Cak Nur berpandangan
bahwa manusia hidup dalam keberagaman termasuk keberagaman beragama. Dalam Al
Quran sendiri telah dijelaskan bahwa umat muslim harus bisa menjaga toleransi
beragama debgan umat agama lain. Cak Nur meyakini Islam adalah agama pada tiap
masa dan tempat sebagai definisi universal Islam itu sendiri.

Cak nur membedakan antara keberagaman simbolik dan keberagaman subtansial. Cak
nur menentang keras terhadap simbolisme yang berlebihan dalam keberagaman
walaupun dia juga tidak menegasikan pentingnya simbolisme. Tanpa simbol orang tidak
mungkin bisa mencapai yang Ilahi. Ini menjelaskan bahwa suatu keberagaman juga bisa
dinilai sebagai nilai estetik terutama keberagaman simbol.

Estetika Islam dari Sudut Pandang Sayyid Qutub


Sayyid Qutub Ibrahim Hussein Syazili, lahir pada 9 Oktober 1906, di Mosyah, dalam
wilayah Asyut. Beliau merupakan pemikir, pujangga, penulis, sasterawan, juga ulama
ulung di Mesir pada kurun ke-20. Sebagai penulis, Sayyid dikatakan paling banyak
dicetak bukunya. Karyanya masih terus diterbitkan hingga kini malah diterjemahkan
dalam berbagai bahasa. Terutama tafsirnya Fi Zilalil Quran (Di Bawah Lindungan al-
Quran) yang dianggap karya agung oleh kebanyakan ulama. Sebagaimana petikan
mukadimah tafsir tersebut yang berbunyi: Kehidupan di bawah lindungan al-Quran itu
nikmat. Nikmat yang tidak akan dinikmati selain orang yang merasakannya.

Sebagai muslim yang total mempersembahkan hidupnya hanya untuk Islam, Sayyid
Qutub memiliki keyakinan yang kuat tentang kebenaran tauhid. Keyakinannya itu tetap
bertahan meskipun ia mendekam dalam penjara atas fitnah kudeta yang tidak pernah ia
lakukan. Meskipun akhir hidupnya dinikmati di penjara, Sayyid Qutub tidak berhenti
menulis karya terutama karya sastra. tulisan sastranya yang indah mengisyaratkan
keadaan ruhani dan pikirannya. Baginya keindahan itu berasal dari sifat ruhani manusia
dalam memahami arti hidup dan Islam terutama.

Anda mungkin juga menyukai