Anda di halaman 1dari 2

Hukum Islam tentang Seni Rupa

Oleh Luay Habibi, 0706271916

Judul : Islam dan Seni Rupa


Pengarang : Agung Puspito
Data Publikasi: Tribisana Karya, Bandung 2004

Seni rupa Islam adalah seni rupa yang berkembang pada masa lahir hingga akhir masa
keemasan Islam. Rentang ini bisa didefinisikan meliputi Jazirah Arab, Afrika Utara,
Timur Tengah, dan Eropa sejak mulai munculnya Islam pada 571 M hingga mulai
mundurnya kekuasaan Turki Ottoman. Walaupun sebenarnya Islam dan keseniannya
tersebar jauh lebih luas daripada itu dan tetap bertahan hingga sekarang.

Seni rupa Islam adalah suatu bahasan yang khas dengan prinsip seni rupa yang memiliki
kekhususan jika dibandingkan dengan seni rupa yang dikenal pada masa ini. Tetapi
perannya sendiri cukup besar di dalam perkembangan seni rupa modern. Antara lain
dalam pemunculan abstraksi dan filsafat keindahan. Seni rupa Islam juga memunculkan
inspirasi pengolahan kaligrafi menjadi motif hias.

Seni rupa dan Islam adalah dua kategori yang berbeda. Seni rupa, sejauh cakupan makna
yang membatasinya, tentu tak akan melampaui wilayah yang lebih besar daripada
budaya, karena seni adalah bagian dari kebudayaan manusia. Seni rupa adalah kreasi
manusia, yang artinya berasal dari kebebasan manusia untuk berkarya. Islam, berbeda
dengan seni, bukanlah kebudayaan yang merupakan hasil kreasi manusia. Islam adalah
seperangkat aturan dari Allah yang diturunkan kepada manusia agar ia mencapai
keselamatan di dunia dan akhirat. Karena Islam bukan kebudayaan, maka yang disebut
“kesenian Islam” tentunya tidak mengacu kepada jenis budaya tertentu yang bersifat
lokal atau etnik, seperti kesenian Bali (contohnya, lukisan Bali) atau kesenian Timur
Tengah (semisal orkes gambus). Yang dinamakan kesenian Islam tentunya kesenian yang
setidaknya tidak mengandung nilai-nilai yang bertentangan dengan akidah maupun
akhlak Islam. Kesenian ini bisa berupa apa saja sesuai konteks geokultural tempat
kesenian itu berasal, juga sesuai komunitas pendukungnya (tradisional, modern, atau
kontemporer). Dia bisa berupa kesenian lokal seperti lukisan kaca khas Cirebon atau pun
instalasi karya alumni perguruan tinggi seni.

Karena Islam bukanlah entitas budaya tertentu, akan lebih tepat bila menjelaskan
kesenian yang dimaksud secara ajektifal yaitu sebagai “kesenian yang islami”. Kesenian
yang dimaksud mengandung –atau setidaknya tak menyalahi– nilai-nilai Islam, meski tak
berasal dari etnik atau komunitas yang berafiliasi dengan agama Islam. Tari perut, meski
berasal dari daerah berpenduduk muslim di Timur Tengah, bukanlah kesenian yang
islami karena bertentangan dengan nilai-nilai akhlak Islam.
Ada banyak sekali pendapat mengenai seni rupa di dalam Islam. Pandangan kaum
konservatif yang populer pada awal kemunculan Islam beranggapan bahwa segala bentuk
peniruan adalah usaha menyaingi kesempurnaan Tuhan dan wujud keinginan
menciptakan Tuhan baru. Tetapi banyak pula yang menyatakan bahwa bagaimanapun
hasil penciptaan manusia tetap tidak akan bisa menyamai apa yang telah diciptakan
Tuhan ataupun Tuhan itu sendiri, sehingga seni rupa tidak bisa dianggap penjiplakan saja,
tetapi diiringi pula dengan stilasi yang memperlihatkan keagungan Pencipta. Sementara
pendapat lain terbentuk atas pengaruh kebudayaan Eropa, yang menganggap proses seni
rupa adalah hal normal, ia sama sekali tidak bisa dianggap sebagai usaha menciptakan
makhluk baru ataupun Tuhan baru, sehingga sama sekali tidak perlu dilarang.

Tapi, benarkah Islam melarang penggambaran manusia? Pertanyaan ini mengantarkan


kita kepada tinjauan seni berdasarkan syariat (hukum Islam). Kontroversi tentang
larangan membuat gambar, patung, atau fotografi yang melanda hampir di seluruh dunia
muslim, sebetulnya berpangkal dari penafsiran terhadap larangan yang dimaksud. Jika
para ulama dan penulis muslim tampak sependapat dalam satu hal, yaitu tentang adanya
beberapa hadis yang melarang penciptaan sesuatu (gambar atau patung), mereka tidak
menyebutkan adanya larangan yang sama yang berasal dari ayat Al-Quran –kitab suci
yang wajib diimani sebagi pegangan sekaligus pelajaran bagi orang beriman.

Pandangan bahwa Islam melarang seni rupa adalah tafsiran sebagian orang Islam. Dan
pandangan ini, menurut penulis Pakistan Sehzad Saleem justru tidak konsisten dengan
Islam sendiri. Saleem mengingatkan, hanya kitab suci Al-Quran yang melarang segala
sesuatu dalam Islam. Menurutnya, kebanyakan hadis mengenai larangan membuat patung
atau gambar memiliki redaksi sebagai berikut, “Barang siapa membuat gambar seperti ini
…, ” yang berarti mengacu kepada bentuk tertentu secara spesifik, dan tak menyebut
semua jenis imaji (lihat Agung Puspito, 2005. “Nuditas, Seni Rupa, dan Agama, ” dalam
Buletin Citta YSRI Edisi IX).

Lalu, Islam bukanlah aliran atau genre kesenian tertentu. Yang disebut kesenian Islam
adalah istilah yang tak punya batasan ketat tentangnya. Seni dapat digolongkan ke dalam
ibadah muamalat dengan “aturan main” bahwa semua boleh kecuali bila ada nash yang
melarangnya.

Bahkan, semua karya seni, sepanjang tak melanggar akhlak yang islami, adalah seni
Islam. Sebuah definisi yang longgar, yang justru memberi peluang yang luas bagi para
seniman untuk berkarya.

Anda mungkin juga menyukai