PENGANTAR K3
Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam
pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja,
peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Disisi lain kegiatan industri dalam
proses produksinya selalu disertai faktor-faktor yang mengandung resiko bahaya dengan
terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat kerja.
Setiap ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja harus dicegah. Karena
ancaman seperti itu akan membawa kerugian baik material, moril maupun waktu terutama
terhadap kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Lebih-lebih perlu disadari bahwa
pencegahan terhadap bahaya tersebut jauh lebih baik dari pada menunggu sampai kecelakaan
terjadi yang biasanya memerlukan biaya yang lebih besar untuk penanganan dan pemberian
kompensasinya.
Keselamatan Kerja merupakan faktor yang sangat diperhatikan dalam dunia industri
moren terutama bagi mereka yang berstandart internasional. Kondisi kerja dapat dikontrol
untuk mengurangi bahkan menghilangkan peluang terjadinya kecelakaan kerja di tempat
kerja. Kecelakaan dan kondisi kerja yang tidak aman akibat pada luka-luka pada pekerja,
penyakit, cacat, bahkan kematian, juga harus diperhatikan ialah hilangnya efisiensi dan
produktifitas pekerja dan perusahaan. Saat ini sekitar 7 orang dari 100 pekerja penuh (full
time) yang penyakitnya di tempat kerja. Di dunia sekitar 2,8 juta kasus mengakibatkan
hilangnya waktu berproduksi dan setiap tahunnya pula 6000 pekerja meninggal dunia akibat
kecelakaan di tempat kerja.
Perhatian pada keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan:
- Mengontrol semua resiko dan potensi kecelakaan yang menghasilkan kecelakaan dan
kerusakan
- Mencegah kecelakaan
- Menghindari kerugian harta benda dan nyawa
- Kerugian bagi perusahaan (cost)
Mengingat kegiatan sektor industri tidak terlepas dengan penggunaan
teknologi maju yang dapat berdampak terhadap keselamatan dan kesehatan kerja terutama
masalah penyakit akibat kerja. Selain itu masih banyak perusahaan yang belum melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang mengarah kepencegahan penyakit akibat kerja, hal ini disebabkan
karena kurangnya perhatian, waktu dan memerlukan biaya yang tinggi. Dari pihak pekerja
sendiri disamping pengertian dan pengetahuan masih terbatas, ada sebagian dari mereka
masih segan menggunakan alat pelindung atau mematuhi aturan yang sebenarnya. Oleh
karena itu masalah keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri
tetapi harus dilakukan secara terpadu yang melibatkan berbagai pihak baik pemerintahan,
perusahaan, tenaga kerja serta organisasi lainnya.
BAB 1
PENDAHULUAN
3. Konsisten dengan pengalaman operasi dan kemampuan pengontrol resiko yang dimiliki
4. Menentukan fasilitas yang diperlukan, identifikasi pelatihan yang mungkin diperlukan
atau pengembangan control operasional
5. Memonitor langkah-langkah yang mungkin diperlukan untuk memastikan efektifitas
dan ketepatan waktu implementasi
6. Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengontrolan resiko dijelaskan dalam formulir
HIRARC (Hazard Identifacation Resiko Assesement & Resiko Control)
Suatu Perusahaan Minyak dan Gas diharapkan selalu memenuhi perundangan,
standardisasi dan semua peraturan yang dikeluarkan oleh:
1. Pemerintah Indonesia
2. Pemerintahan Negara pemakai jasa
3. SK ESDM
4. SK Dirjen Migas
5. Asosiasi Perusahaan
6. Pelanggan
7. Internal suatu perusahaan
Informasi diatas harus diperbaharui dan dikontrol dengan hadir pada sosialisasi undang-
undang yang bersangkutan. Tujuan dari pengaplikasian Sistem Manajemen di suatu
Perusahaan ditentukan secara periodik untuk setiap pelanggan. Hal ini harus selalu dipantau,
dokumentasikan, dan dieavaluasi bersama dengan pelanggan secara periodik. Obyektif umum
ialah jumlah maksimum 3 LTA (Lost Time Accident) setiap tahun. Obyektif harus konsisten
dengan kebijakan yang berlaku untuk memenuhi komitmen dan kemajuan yang kontinu di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja (SHE).
Persiapan dan pemantauan program dilakukan manajemen SHE untuk mencapai
tujuannya, tanggungjawab dan otoritas berdarkan fungsi dan tingkat, cara dan penjadwalan
objektif yang ingin dicapai. Program manajemen SHE dievaluasi secara terencana dan
terjadwal, bila diperlukan dapat dilakukan perubahan sesuai dengan aktivitas, produk, servis,
dan kondisi operasi perusahaan. Manajemen harus menunjuk posisi, tanggungjawab dan
otoritas untuk memastikan sistem manajemen SHE dan segala keperluannya telah disiapkan,
dilaksanakan, dan dipantau sesuai dengan spesifikasi OHSAS. Laporan mengenai performa
sistem manajemen SHE harus diperlihatkan pada jajaran atas manajemen untuk dievaluasi
yang merupakan basis bagi kemajuan sistem manjemen SHE.
Para personel harus mempunyai kompetensi dalam melaksanakan tugasnya yang
mungkin berpengaruh pada keselamatan dan kesehatan di tempat kerja. Kompetensi diartikan
sebagai hasil dari pelatihan yang sesuai dan pengalaman di lapangan kerjanya. Program
Pelatihan yang dilakukan oleh suatu Perusahaan memuat :
1. Pentingnya penegasan materi kepada kebijakan OH&S (Occupational Health and
Safety), prosedur, dan hal - hal yang diperlukan untuk sistem manajemen SHE
2. Konsekuensi penerapan SHE, potensi, aktivitas kerja, dan keuntungan penerapan SHE
terhadap unjuk kerja pribadi
3. Peran dan kewajiban mereka untuk mencapai kesesuaian dengan kebijakan dan
prosedur SHE termasuk kesiapan dalam keadaan darurat
4. Konsekuensi atau sanksi bila tidak mematuhi prosedur operasi yang sudah ditetapkan
5. Prosedur pelatihan yang sesuai dengan kedudukan dan lokasi kerjanya
6. Tanggungjawab, kemampuan dan resiko di tempat kerja
7. Tahapan atas pengontrolan pada kecelakaan yang mungkin terjadi akibat kegiatan
operasi di lapangan kerja:
8. Pencegahan : upaya untuk meniadakan keadaan potensi kecelakaan
9. Langkah Korektif : bila terdapat potensi kecelakaan diambil langkah untuk
menghindarkannya
10. Kontak : penanganan lebih lanjut bila terjadi sebuah kecelakaan atau hampir (near
miss)
11. Minimisasi kerugian : kecelakaan sudah terjadi dilakukan evakuasi dan litigasi
Pengukuran dan pengawasan pelaksanaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan keperluan dan ruang lingkup
perusahaan. Pengukuran proaktif dilakukan sesuai dengan program manajemen SHE yang
telah ada, kriteria operasional, dan undang - undang yang berlaku. Pengukuran reaktif
dilakukan untuk lemahnya performa dan monitor kecelakaan, penyakit, insiden (nyaris
celaka), dan bukti historis lainnya. Data- data dan hasil monitoring dan pengukuran disimpan
agar dapat dihasilkan analisa berkenaan dengan pelaksanaan korektif, dan preventif. Jika
diperlukan peralatan khusus bagi kegiatan monitoring maka perusahaan berkewajiban untuk
mengkalibrasi dan memelihara keakuratan alat tersebut. Prosedur pelaporan disediakan oleh
perusahaan berikut otoritas dan tanggungjawab untuk memeriksa atau mengusut kecelakaan,
insiden dan ketidaksesuaian didalam pelaksanaan
1.3. Manajemen K3
Suatu perusahaan memiliki kewajiban-kewajiban di dalam manajemen keselamatan
kerja, yaitu :
1. Safety Policy
Mendefinisikan kebijaksanaan umum suatu perusahaan di dalam hal keselamatan kerja
2. Organisation/Management Commitment
Merinci komitmen manajemen di setiap level dan dalam bentuk tindakan sehari-hari.
3. Accountability
Mengindikasikan hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh bawahan untuk menjamin
keselamatan kerja.
Yang dimaksud dengan Accountability dalam manajemen keselamatan kerja adalah
suatu pengukuran yang aktif oleh manajemen untuk menjamin terpenuhinya suatu target
keselamatan. Di dalam accountability ini tercakup dua hal, yaitu:
1. Responsibility: keharusan menanggung aktivitas dan akibat-akibatnya di dalam suatu
keselamatan.
2. Authority: hak untuk memperbaiki, memerintahkan dan menentukan arahan dan
tahapan suatu tindakan.
BAB II
PERATURAN PERUNDANGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
baik karena kelalaian, kecerobohan, maupun sebagai akibat tempat dan peralatan yang
tidak memenuhi syarat - syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
HAZOP (cth Analisa Bahaya dan Resiko/Hazard and Risk Analysis) Identifikasi
penyimpangan/deviasi yang terjadi pada pengoperasian suatu instalasi industri dan kegagalan
operasinya yang menimbulkan keadaan tidak terkendali. Dilakukan pada tahap perencanaan
untuk instalasi industri baru. Dilakukan sebelum melakukan modifikasi peralatan atau
penambahan instalasi baru dari instalasi industri lama. Analisa sistematis terhadap kondisi
kritis disain instalasi industri, pengaruhnya dan penyimpangan potensial yang terjadi serta
potensi bahayanya. Dilakukan oleh kelompok para ahli dari multi disiplin ilmu dan dipimpin
oleh spesials keselamatan kerja yang berpengalaman atau oleh konsultan pelatihan khusus.
Perencanaan Keadaan Darurat bertujuan untuk melokalisasi bahaya dan meminimalisasi
dampaknya. Identifikasi jenis-jenis kecelakaan yang potensial:
On site emergency
1. Perencanaan keadaan darurat didasarkan pada konsekuensi yang timbul dari kecelakaan
besar yang potensial
(Wilayah Kuasa Pertambangan terhadap pemerintah). Baru pada tahun 1930 aspek
keselamatan kerja termasuk pengawasannya ditangani secaaara hukum, yakni dengan
diundangkannya Mijn Ordonnantie dan Mijn Politie Reglement yang antara lain mengatur
wewenang instansi pemerintah yang bertanggungjawab tentang pengawasan dan
pengendalian atas keselamatan kerja yaitu Kepala Inspeksi Tambang dan para petugasnya.
Usaha pertambangan minyak dan gas bumi telah mengalami perombakan dari sistim
konsensi pada zaman penjajahan Belanda menjadi sistim perjanjian karya setelah
diberlakukannya undang - undang no. 44 tahun 1960 dan kemudian berkembang menjadi
sistem kontrak Production Sharing yang beroperasi sejak dimulainya kegiatan di lepas pantai
Indonesia tahun 1966.
Sejarah perkembangan usaha pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia sejak
masa penjajahan menunjukkan bahwa hal - hal yang menyangkut keselamatan dan kesehatan
kerja serta lingkungan hidup telah menjadi masalah utama yang perlu diawasi oleh
pemerintah secara ketat.
Pada saat ini instansi pemerintah yang bertanggungjawab atas pengawasan operasi
minyak dan gas bumi adalah Direktorat Teknik Migas dan Departemen Pertambangan dan
Energi. Aspek–aspek keselamatan ke rja dan lindungan lingkungan (dalam arti luas) operasi
pertambangan minyak, gas dan panas bumi diawasi oleh Direktorat Teknik Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi. Dalam organisasi, Direktorat ini terdapat Kepala Inspeksi Tambang
dan para Pelaksana Inspeksi.
Perlu disadari bahwa usaha pertambangan minyak dan gas bumi adalah kegiatan yang
mempunyai resiko yang cukup besar, sehingga masalah keselamatan kerja perlu mendapat
perhatian khusus. Oleh karena itu untuk mendorong peningkatan prestasi dalam bidang
keselamatan kerja di sub sektor minyak dan gas, pemerintah dalam hal ini diadakan
penetapan kebijaksanaan pemberian tanda penghargaan keselamatan kerja migas, sertifikasi
tenaga teknik khusus pertambangan migas dan sertifikasi instalasi dan peralatan.
Dalam kenyataannya kontrol dan inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja telah
dilaksanakan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya undang – undang Indishe Mijnwet tahun
1899 tetapi secara hukum, pengawasan pemerintah dilaksanakan setelah terbitnya Mijn
Ordonanntie dan Mijn Politie Reglement pada tahun 1930, yaitu dengan resmi dibentuknya
Kepala Inspeksi Tambang . Undang – undang yang disebuttkan diatas juga berlaku pada
penambangan mineral non migas.
Pada tahun 1960 kedua bentuk pertambangan termaksud dipisahkan dan sebagai
penggantinya untuk pertambangan minyak dan gas bumi diterbitkan undang-undang No. 44
Prp/1960. Undang –undang ini k emudian menjadi dasar dalam pengaturan pertambangan
minyak dan gas bumi setelah tahun 1960 di Indonesia. Berdasarkan UU no 44 tahun 1960
telah diterbitkan seperangkat perundang-undangan yang menjadi dasar hukum untuk
mengatur, membina dan mengawasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja pada Sub
Sektor Minyak dan Gas Bumi seperti pada UU No.8 tahun 1971 tentang Pertamina, Peraturan
Pemerintah No. 17 tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi
di Daerah Lepas Pantai dan Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1979 tentang keselamatan
kerja pada permunian dan pengolahan minyak dan gas bumi.
Sebagai pelaksanaan UU No.1 tahun 1970 pada sektor pertambangan, pemerintah telah
membuat pengaturan melalui PP no, 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan
keselamatan kerja di bidang pertambangan dan pengawasan keselamatan kerja dalam sektor
pertambangan yang dilakukan oleh Menteri Pertambangan dan Energi.
Pesatnya perkembangan kegiataan pertambangan serta teknologi yang diterapkan
didalamnya menuntut dilakukannya pengawasan yang ketat dan terpadu dengan melibatkan
tenaga – tenaga ahli yang memenuhi syarat kualitas maupun jumlah yang pada dasarnya
menguasai pengetahuan teori dan pengalaman pada bidang pertambangan khususnya
pertambangan minyak dan gas bumi.
Direktur Jendral MIGAS dan Kepala Inspeksi Tambang menerbitkan petunjuk,
prosedur dan pengarahan dalam bidang teknis keselamatan dan kesehatan kerja :
1. Peraturan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 17P/123/D.DJM/1989 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Tenaga Teknik Khusus Pemboran
2. Peraturan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 43K/38/D.DJM/1989 tentang
Tata Cara Penilaian dan Pemberian Tanda Penghargaan dalam bidang Keselamatan
Kerja Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta Pengusahaan sumber
daya Panas Bumi.
3. Peraturan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No.29P/03/D.DJM/1990 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Sertifikasi Tenaga Teknik Khusus Penyelidikan Seismik
4. Peraturan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No.42K/382/D.DJM/1992 tentang
Tim Evaluasi Jasa Inspeksi Teknik
5. Keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 234/382/D.DJM/1993 tentang
Pemeriksaan Teknis dan Pengujian Instalasi Peralatan dan Teknik yang digunakan
6. Peraturan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 1K/03/D.DJM/1994 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Sertifikasi Tenaga Teknik Khusus Operator Pesawat Angkat
7. Keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 139K/03/D. DJM/1995 tentang
Sertifikasi Tenaga Khusus Perawatan Sumur Pertambangan
Tugas pembinaan dan pengawasan Ditjen Migas pada kegiatan pertambangan minyak
dan gas bumi dan pengusahaan sumber daya panas bumi tercermin pada keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No 1748 tahun 1992 tanggal 31 Desember 1992 tentang susunan
organisasi Departemen Pertambangan dan Energi dimana disebutkan bahwa tugas Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi adalah : melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen
Pertambangan dan Energi di bidang minyak dan gas bumi dan pengusahaan sumber daya
panasbumi berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri.
Berdasarkan surat keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748 tahun
1992, maka Direktorat Teknik Pertambangan Minyak dan Gas Bumi bertanggung jawab
untuk:
1. Melakukan pengawasan dan memberikan bimbingan teknis pelaksanaan keselamatan
kerja dibidang eksplorasi, pemboran dan produksi minyak dan gas bumi serta panas
bumi.
2. Melakukan pengawasan dan memberikan bimbingan keselamatan kerja dibidang
pemurnian, pengolahan, proses khusus, pengangkutan, distribusi dan pemasaran minyak
dan gas bumi.
3. Melakukan pengawasan dan memberikan bimbingan penggunaan instalasi dan
peralatan serta teknik yang dipergunakan pada pertambangan minyak dan gas bumi dan
pengusahaan sumber daya panas bumi.
4. Melaksanakan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan
dibidang kalibrasi alat ukur minyak, gas bumi dan panas bumi.
5. Melaksanakan pengawasan dan evaluasi serta memberikan bimbingan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran lingkungan termasuk dampaknya pada pertambangan
minyak dan gas bumi serta pengusahaan sumber daya panas bumi.
telah mengeluarkan instruksi khusus No. PPS-1 s/d PPS-12 yang memuat ketentuan
pelaksanaan umum atas operasi perminyakan di daerah lepas pantai.
Pada tahun 1974 telah diterbitkan peraturan pemerintah No.17 tentang pengawasan
pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di daerah lepas pantai yang
memuat antara lain mengenai keamanan dan keselamatan kerja. Dalam PP No. 17 tahun 1974
tersebut diatas telah diatur juga kewajiban - kewajiban perusahaan perminyakan antara lain
menjamin keamanan pekerja, menjamin keamanan pelayaran, mencengah kemungkinan
rusaknya kabel atau pipa bawah air, mencengah kemungkinan pelongsoran dan penghanyutan
instalasi perminyakan.
Untuk memenuhi ketentuan diatas, pemerintah telah menentukan daerah - daerah yang
berbahaya terbagi atas :
1. Daerah terlarang (prohibited area) adalah merupakan daerah terlarang untuk pelayaran
umum ataupun untuk kegiatan penangkapan ikan. Daerah ini meliputi sekeliling
platform dengan jarak radius 500 m dari bagian terluar platform.
2. Daerah terbatas (restricted area) adalah merupakan daerah terlarang bagi kapal umum
untuk membuang jangkar, tetapi masih terbuka, bagi kegiatan penangkapan ikan oleh
nelayan tradisional. Daerah terbatas ini meliputi jarak 1250 m yang diukur dari batas
luar daerah terlarang. Daerah terlarang maupun daerah terbatas tidak berlaku bagi
kapal-kapal perang RI dan kapal dinas pemerintah lainnya yang karena tugasnya harus
berada di daerah tersebut.
Peraturan - peraturan yang menjadi dasar pengawasan dan pemeriksaan instalasi dan
peralatan platform lepas pantai tersebut adalah Peraturan Menteri Pertambangan
No.05/P/M/Pertamb/1977 mengenai Sertifikat Kelayakan Konstruksi Platform dan Peraturan
Menteri Pertambangan dan Energi No. 06 P/0746/M.PE/I 991 untuk peralatan.
Prinsip - prinsip dari OHSAS 18001, yang harus diperhatikan oleh lembaga atau
perusahaan sedang mengembangkan diri untuk berstandar keselamatan dan kesehatan kerja
internasional ataupun mengaplikasikan kebijaksanaan OHSAS, adalah :
- Komitmen
- Perencanaan
17
18
Kata ISO yang menjadi nama dari organisasi ini,berasal dari bahasa Yunani
yaitu isos yang berarti sama atau ekuiavalen. Dalam bentuk modern kata isos
kemudian ditransformasikan menjadi "iso"seperti istilah yang digunakan dalam
pengertian kesamaan. Contoh: isotermis (kesamaan panas), isobar, dll. ISO
merupakan federasi internasional dari badan - badan standaridasi nasional di seluruh
dunia, dan mencakup lebih dari 130 negara.
ISO pada awal mulanya dikembangkan dari standard mutu NATO dan BS
(British Standard) pada perjalananya dibentuk Komite Teknis ISO/ TC 176 yang
membuat satu draft pemastian mutu, dan pada tahun 1987 berhasil merampungkan
tugasnya dan menerbitkan ISO 9000 Series (ISO 9000: 1987). Pengembangan lebih
lanjut untuk menyempurnakan standarisasi tersebut sesuai dengan kecenderungan
kompetisi global dan kebutuhan universal menghasilkan versi baru dari ISO 9000
Series pada tahun 1994 (ISO 9000:1994).
ISO 9000:2000 merupakan seri ISO yang terbaru mengacu pada prinsip -
prinsip Manajemen Mutu yang mempunyai visi yaitu satu standar jaminan mutu,
pemastian mutu, dan acuan proyeksi kualitas. ISO 9000:2000 juga melebur ISO
19
9001, ISO 90002, ISO 9003 menjadi satu standar persyaratan pemastian mutu yaitu
ISO 9001: 2000.
Proses yang ada dalam sistem manajemen mutu ISO 9001: 2000 mencakup 4
tahapan + 1 tahap yaitu :
20
1. Menjadikan kepedulian utama anda untuk sadar akan keselamatan setiap saat.
2. Semua cedera sekecil apapun harus dilaporkan dengan segera kepada safety
officer atau supervisor yang akan melakukan penyelidikan kecelakaan yang
menimpa anda dan kemudian membuat laporan kecelakaan pada manajemen dan
mengirim salinannya ke kantor di Jakarta dalam waktu 24 jam.
3. Setiap crew harus dengan segera melaporkan setiap kecelakaan, nyaris (near
miss) celaka, keadaan dan tindakan yang tidak aman kepada atasannya langsung,
dan salinannya kepada safety officer di lapangan dan melakukan tindakan yang
perlu untuk perbaikan.
4. Setiap kebakaran apakah itu dapat dipadamkan atau tidak harus segera dilaporkan
kepada safety officer atau supervisor tingkat pertama yang bertugas pada daerah
tersebut.
7. Pekerjaan tidak boleh dimulai pada setiap unit dan alat tanpa sepengetahuan dan
seijin petugas yang bertanggung jawab terhadap daerah tersebut.
21
9. Bila menaiki dan menuruni tangga, pergunakan pegangan tangan dan lakukan
selangkah demi selangkah.
10. Udara bertekanan di atas 30 psi tidak boleh dipergunakan untuk keperluan
pembersihan kecuali untuk abrasive blasting, dan tidak boleh dipakai untuk
membersihkan pakaian atau badan pada tekanan berapapun.
11. Udara bertekanan hanya boleh dipakai untuk alat-alat yang digerakkan dengan
tekanan angin (pneumatic).
12. Di setiap fasilitas dilarang memakai sepatu dengan besi terbuka pada sol
sepatunya.
13. Cincin-cincin, jam tangan atau gelang dari logam atau asesoris lain dan pakaian
yang terlalu longgar tidak boleh dikenakan, rambut tidak boleh terurai saat
bekerja dalam jarak dekat dengan peralatan-peralatan yang tidak terlindung atau
sistem pencatu listrik.
15. Setiap lantai harus benar-benar dijaga dan diperhatikan untuk menghindari
kemungkinan tersandung dan terjatuh.
16. Alat pemadam kebakaran, kotak alarm, pintu darurat pada saat kebakaran, alat
Bantu pernafasan, tempat membilas mata, dan semua peralatan darurat yang
harus dalam keadaan baik dan lokasinya bebas dari hambatan.
17. Semua anjungan lepas pantai yang dihuni mempunyai papan petunjukl untuk
keadaaan darurat (Muster Area). Semua personel harus memahami muster point
masing masing bila berada di fasilitas lepas pantai.
18. Setiap crew harus melapor ke lokasi pada setiap kedatangan atau saat
meninggalkan fasilitas.
Bila bunyi tanda keadaan darurat terdengar atau ada pengumuman bahwa
tempat kerja berada dalam keadaan darurat, hentikan semua kegiatan kerja, putuskan
sambungan semua peralatan listrik, dan tutup semua kerangan silinder
22
gas. Jangan melanjutkan pekerjaan sampai ada pemberitahuan dari operator. Bila kondisi
darurat yang menyebabkan tanda bahaya berbunyi terletak di daerah ijin kerja dan
evakuasi harus dilakukan, ijin ke daerah yang aman.
Cilacap–Empat pekerja cleaning servis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses,
Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/07/09), tewas setelah tersiram air panas didalam tangki. Satu
pekerja lainnya selamat namun mengalami luka parah. Diduga kecelakaan ini akibat operator kran
tidak tahu masih ada orang di dalam tangki. Pihak perusahaan terkesan menutup-nutupi insiden ini.
Peristiwa tragis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses yang ada di komplek
Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap ini terjadi sekitar pukul 10.00 WIB. Musibah bermula saat 5
pekerja tengah membersihkan bagian dalam tangki gula kristal di pabrik tersebut. Tiba-tiba kran
yang berada di atas dan mengarah kedalam tangki mengeluarkan air panas yang diperkirakan
mencapai 400 derajat Celsius. Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya tewas seketika
dengan kondisi mengenaskan karena panasnya uap.
Para korban yang tewas semuanya warga Cilacap yakni Feri Kisbianto, Jumono, Puji Sutrisno
dan Kasito. Sedangkan pekerja yang bernama Adi Purwanto berhasil menyelamatkan diri, namun
mengalami luka parah.
Menurut salah seorang rekan pekerja, air panas tersebut mengucur ke dalam tangki setelah
tombol kran dibuka oleh salah seorang karyawan pabrik. Diduga operator kran tidak mengetahui
jika pekerjaan didalam tangki tersebut belum selesai.
Hingga saat ini belum diperoleh keterangan resmi terkait kecelakaan kerja tersebut, karena semua
pimpinan di Pabrik PT Darma Pala Usaha Sukses berusaha menghindar saat ditemui wartawan.
Sementara polisi juga belum mau memberikan keterangan atas musibah tersebut.
Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja, penyebab dasar kecelakaan kerja adalah
human error. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada operator kran. Menanggapi kecelakaan yang
telah menewaskan empat orang tersebut, seharusnya sang operator kran bersikap lebih hati-hati
serta teliti yaitu dengan benar-benar memastikan bahwa tangki gula krsital tersebut telah kosong
serta aman dialirkan air ke dalamnya, maka mungkin kecelakaan kerja tersebut tidak akan terjadi.
Karyawan saat memasuki tangki seharusnya juga mengenakan alat-alat pelindung diri agar
terhindar dari bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan manajemen dalam
bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada perusahaan tersebut. Sistem manajemen yang
baik seharusnya lebih ketat pengawasannya terhadap alat ini menyadari alat ini memiliki risiko
yang besar untuk menghasilkan kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang bisa dilakukan
adalah dengan meletakkan kamera-kamera di dalam alat tersebut sehingga operator kran dapat
memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar tidak ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang
lebih canggih dapat diterapkan di sana, maka pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat
pendeteksi di mana apabila di dalam tangki masih terdapat orang atau benda asing, maka ada
sebuah lampu yang menyala yang mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang atau
benda asing.
Ledakan yang terjadi di lantai 3 Gedung Puslabfor Mabes Polri Akibat Tabung Pemanas Meledak
JAKARTA - Ledakan yang terjadi di lantai 3 Gedung Puslabfor Mabes Polri pukul 13.30 WIB.
Seorang korban luka, bernama Iptu Syarifuddin diketahui sedang menganalisa bahan kimia dan
menggunakan tabung pemanas untuk menganalisa logam. Tiba-tiba ledakan pun terjadi akibat
tangki untuk tabung pemanas rusak.
"Sedang kita analisa, tapi ini kecelakaan kerja, itu Syarifuddin namanya, dia ahli kimia
kecelakaannnya karena kimia juga. Dia sedang kerja tahu-tahu meletus," kata Kapuslabfor Mabes
Polri, Brigjen Budiono di Mabes Polri, Jakarta Jumat (4/2/2011).
Dijelaskan Budiono penyebab ledakan adalah tabung berukuran tiga liter. "Tangki untuk tabung
pemanas. Dia (Syarifuddin) sedang menganalisa logam. Akibat ledakan itu kaca pintu rusak dan
melukai tangannya," kata Budiono.
Ditegaskan Budiono penyebab ledakan adalah tabung pemanas untuk analisa logam.
Lebih lanjut ia menegaskan, tak ada korban luka lain selain Syarifuddin. "Dia Sendirian, sementara
kami sembahyang Jumat, saat ini ia sudah dibawa ke Rumah Sakit Tebet," kata Budiono.
Analisa Kasus
Menurut saya, kecelakaan diatas adalah kecelakaan kerja akibat faktor teknis karena kecelakaan
tersebut terjadi disebabkan oleh ledakan tabung pemanas ketika sedang menganalisa bahan kimia
untuk menganalisa logam. Akibatnya tangan Syarifuddin terluka. Nah ini sebagai akibat dari
minimnya penerapan standar keselamatan kerja di kalangan pekerja. Yang pertama, tidak
melengkapi diri dengan alat-alat keselamatan kerja, padahal dengan perlengkapan keselaman kerja
merupakan alat antisipasi terhadap kemungkinan negatif yang timbul saat bekerja. Kedua, tidak
konsentrasi. Dan yang ketiga, kurang memperhatikan alat-alat yang menunjang pekerjaannya,
karena bekerja di laboratorium maka sebelum bekerja sudah seharusnya memeriksa apakah alat
yang akan kita gunakan layak pakai atau tidak, jika rusak maka lebih baik tidak dipergunakan
sebelum diperbaiki terlebih dahulu atau diganti dengan alat yang baru. Oleh karena itu, dalam
bekerja kita harus menerapkan secara tepat konsep-konsep keselamatan kerja sebagai langkah
antisipasi yang sangat penting bagi keamanan dan kesehatan kita saat bekerja. Dengan langkah ini
maka setidaknya kita telah mempersiapkan diri untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut.