Anda di halaman 1dari 16

A.

Distribusi energi peledakan


Bahan peledak kimia adalah senyawa kimia atau campuran senyawa
kimia yang apabila dikenakan panas, benturan, gesekan, atau kejutan
(shock) secara cepat dengan sendirinya akan bereaksi dan terurai
(exothermic decomposition). Penguraian ini menghasilkan produk yang
lebih stabil, umumnya berupa gas-gas bertekanan tinggi yang
mengembang pada suhu tinggi akibat panas yang dihasilkan dari reaksi
eksothermis. Besarnya tenaga yang dihasilkan suatu bahan peledak
terutama tergantung pada jumlah panas yang dihasilkan selama peledakan.

Terdapat dua macam istilah untuk reaksi yang terjadi pada bahan
peledak kimia, yaitu:
a. Detonasi (detonation)
Detonasi merupakan proses penyebaran atau propagasi
gelombang kejut (shock wave) melalui kolom bahan peledak yang diikuti
oleh yang menambah energi untuk memacu penyebaran gelombang
kejut, disusul oleh pembentukan gas dalam waktu sangat singkat. Reaksi
kimia yang terjadi pada bahan peledak dengan kecepatan reaksi yang
lebih tinggi dibanding kecepatan suara dan menyebabkan shattering
effects.
b. Deflagrasi (deflagration)
Merupakan reaksi pembakaran yang berlangsung secara amat cepat
(berkecepatan tinggi), sehingga mengakibatkan pembentukan gas-gas
dan meningkatnya tekanan selama proses pembakaran berlangsung.
Ekspansi tekanan ini menghasilkan efek pengangkatan (heaving effect),
yang besarnya sebanding dengan proses pembakaran yang terjadi.
Reaksi deflagrasi ini merupakan ciri bahan peledak lemah (low explosive).

Energi bahan peledak ditimbulkan karena adanya reaksi eksotermis


pada saat terjadi reaksi kimia antara bahan-bahan penyusun bahan peledak
menjadi gas-gas dalam waktu yang sangat singkat melalui penyalaan oleh
suatu inisiator (primer). Energi yang dilepaskan tersebut tidak dapat
terkonsentrasi sepenuhnya untuk menghancurkan massa batuan
(membentuk fragmentasi), tetapi terbagi dalam beberapa jenis energi yang
terdistribusi menjadi dua bagian besar, yaitu energi terpakai (work energy)
dan energi tak terpakai (waste energy) (lihat Gambar 1.1). Energi terpakai
maksudnya adalah energi yang menimbulkan tenaga untuk
menghancurkan batuan pada proses peledakan, sedangkan energi tak
terpakai adalah energi yang tidak berperan secara langsung dalam proses
penghancuran batuan, bahkan dalam kondisi tertentu terkonversi menjadi
energi yang merugikan operasional peledakan serta lingkungan di sekitar
peledakan.

1
ENERGI PELEDAKAN
(EXPLOSIVE ENERGY)

ENERGI TERPAKAI ENERGI TAK TERPAKAI


(WORK ENERGY) (WASTE ENERGY)

ENERGI KEJUT ENERGI GAS ENERGI PANAS ENERGI SINAR ENERGI SUARA ENERGI SEISMIK
(SHOCK ENERGY) (GAS ENERGY) (HEAT ENERGY) (LIGHT ENERGY) (SOUND ENERGY) (SEISMIC ENERGY)

Gambar 1.1. Distribusi energi yang dihasilkan peledakan

B. Energi terpakai (work energy)


Terdapat dua jenis produk energi terpakai, yaitu energi kejut dan
energi gas. Ditinjau dari aspek pemanfaatannya, bahan peledak yang
memiliki enegi kejut yang tinggi dapat diterapkan dalam proses peledakan
bongkah batu (boulder) dengan metode mud capping boulders yang disebut
juga plaster shooting atau untuk proses peruntuhan bangunan (demolition).
Dengan demikian energi kejut secara efektif akan terlihat pada peledakan
dengan menggunakan metode external charge atau muatan di luar lubang
tembak. Sedangkan pada kolom lubang ledak dengan bahan peledak
didalamnya disumbat atau dikurung rapat oleh material penyumbat
(stemming), maka digunakan bahan peledak yang memiliki energi gas yang
tinggi.
Ditinjau dari aspek reaksinya, dapat dilihat dari sifat reaksi bahan
peledak lemah (low explosives) dan bahan peledak kuat (high explosives).
Reaksi bahan peledak lemah adalah deflagrasi atau rambatan pembakaran
secara cepat dengan kecepatan rambat antara 600 - 1200 m/s (2000 – 4000
f/s). Bahan peledak ini tidak menghasilkan energi kejut, tetapi hanya
menghasilkan tenaga dari rambatan ekspansi gas, contohnya adalah black
powder yang merupakan campuran antara potasium nitrat atau sodium
nitrat, sulphur, dan charcoal. Sementara reaksi bahan peledak kuat adalah
detonasi atau meledak dan menghasilkan tenaga dalam bentuk tekanan
kejut maupun tekanan dari ekspansi gas. Gambar 1.2 memperlihatkan
perbedaan prilaku reaksi peledakan cartridge bahan peledak lemah dan
kuat.

2
Batas reaksi Batas reaksi

Cartridge bahan peledak lemah Cartridge bahan peledak kuat

Energi kejut

Energi gas
Energi gas
Tekanan

Tekanan
(a) Bahan peledak lemah (b) Bahan peledak kuat
Gambar 1.2. Perilaku reaksi peledakan bahan peledak lemah dan kuat.

Pada Gambar 1.2.a terlihat diagram profil tekanan hasil reaksi


peledakan bahan peledak lemah. Setelah sebagian cartridge meledak atau
bereaksi, akan terbentuk profile tekanan maksimum yang konstan sampai
garis batas antara bagian cartridge yang telah bereaksi dan yang belum
terganggu. Peristiwa ini membuktikan bahwa peledakan bahan peledak
lemah hanya menghasilkan tekanan gas selama proses reaksi
pembakaran. Energi gas pada saat proses peledakan atau pembakaran
(deflagrasi) lebih besar dibanding dengan energi gas yang dilepaskan.
Sementara hasil reaksi pada peledakan bahan peledak kuat
memperlihatkan perilaku tekanan yang sangat berbeda dengan bahan
peledak lemah (lihat Gambar 1.2.b). Pada garis batas reaksi terlihat profil
tekanan kejut sebelum energi gas dilepaskan. Energi kejut umumnya
menghasilkan tekanan yang lebih besar dibanding tekanan gas, tetapi
hanya terjadi dalam waktu yang singkat, jadi peristiwa reaksi peledakan
pada bahan peledak kuat diawali oleh terbentuknya energi kejut yang tinggi
dalam waktu sangat singkat, setelah itu diikuti oleh pelepasan energi gas.
Tekanan kejut merupakan tekanan yang bersifat sementara (transient)
yang terjadi saat ledakan berlangsung dan besar tekanan ini diperkirakan
15% dari total energi terpakai, sedangkan 85% lagi merupakan tekanan
gas. Energi gas menghasilkan gaya tekanan konstan hingga batas bahan
peledak di dalam kolom lubang ledak, sampai kemudian lubang ledak
hancur.

C. Energi kejut (shock energy)


Energi kejut adalah energi yang ditransmisikan terhadap batuan
sebagai akibat dari tekanan detonasi bahan peledak. Tekanan detonasi
adalah fungsi dari densitas bahan peledak kali kuadrat kecepatan reaksi
bahan peledak yang hasilnya merupakan energi kinetik. Tekanan detonasi
atau tekanan ledak dibentuk oleh rambatan atau propagasi gelombang
detonasi sepanjang kolom bahan peledak.

3
Cukup sulit untuk merumuskan besarnya tekanan detonasi karena
adanya perbedaan simbul matematis yang pada akhirnya terjadi perbedaan
jawaban. Namun demikian, besar tekanan detonasi akibat reaksi kimia
dalam proses peladakan dapat diestimasi menggunakan persamaan:

(1.1) 4,18 x 10 7 x SGe x Ve 2


P
(1  0,8 SGe)

Di mana: P = tekanan detonasi, kbar (1 Kbar = 14,504 psi = 1,02


2
kg/cm )
SGe = berat jenis bahan peledak
Ve = kecepatan detonasi, ft/sec

Tekanan detonasi maksimum terjadi pada arah aliran gelombang


kejut dan pada bahan peledak cartridge dimana posisi tekanannya
berlawanan arah dengan arah inisiasi peledakan. Pada bagian sisi
cartridge, tekanan detonasi mendekati nol sepanjang gelombang detonasi
tidak melebihi bagian ujung cartridge. Untuk mendapatkan efek tekanan
detonasi maksimum dari bahan peledak (cartridge), maka inisiasi bahan
peledak sebaiknya dilakukan pada salah satu ujung yang berlawanan arah
terhadap bagian ujung lain yang kontak dengan material atau batuan
(Gambar 1.3.b). Permukaan material yang sejajar dengan bagian sisi
cartridge akan menerima efek tekanan detonasi kecil (Gambar 1.3.a),
namun demikian, material akan hancur karena dampak yang disebabkan
oleh ekspansi gas secara radial setelah gelombang detonasi berlangsung.
Detonator

Cartridge dengan bagian sisi


Lumpur
sejajar permukaan batu
(plaster)

Boulder (a)

Cartridge yang salah satu


ujungnya bersentuhan detonator
dengan permukaan batu Lumpur
(plaster)

Boulder (b)

Gambar 1.3. Metode mud capping boulders

Untuk memaksimalkan penggunaan tekanan detonasi diperlukan


juga memaksimalkan daerah kontak antara bahan peledak dengan bahan

4
galian. Proses peledakan dapat dipicu pada ujung yang berlawanan dengan
daerah kontak bahan galian yang akan diledakkan (lihat Gambar 1.3).
Bahan peledak yang digunakan harus bertekanan dan berdensitas tinggi.
Perpaduan antara kekuatan detonasi dan densitas yang tinggi akan
menghasilkan tekanan ledak yang tinggi pula. Besar tekanannya dapat
dihitung menggunakan rumus (1.1).

D. Energi gas (gas energy)


Energi gas hasil proses peledakan adalah tekanan dari ekspansi gas
yang menerobos dinding lubang ledak setelah reaksi kimia peledakan
selesai. Energi gas yang dilepaskan selama proses detonasi tersebut
merupakan penyebab utama pecahnya batuan. Tekanan gas, disebut juga
dengan tekanan ledak, dipengaruhi oleh temperatur reaksi dan volume gas
yang dibebaskan pada saat terjadinya reaksi yang besarnya diperkirakan
satu setengah kali tekanan detonasi. Besarnya tekanan ledakan
berhubungan langsung dengan volume gas per unit berat bahan peledak
dan besarnya jumlah panas yang dikeluarkan selama proses reaksi kimia
berlangsung. Semakin tinggi temperatur reaksinya pada keadaan volume
gas yang konstan, maka akan semakin tinggi tekanan gasnya. Semakin
banyak volume gas yang dikeluarkan pada temperatur yang sama, maka
tekanannya akan semakin meningkat. Tekanan ledak dapat diukur melalui
uji ledakan bawah air atau underwater test.

E. Energi tak terpakai (waste energy)


Reaksi peledakan disamping menghasilkan energi yang mampu
menghancurkan batuan, juga akan selalu menghasilkan energi yang tidak
berkaitan langsung dengan tujuan penghancuran batuan, bahkan akan
memberi dampak negatif terhadap lingkungan. Energi yang tidak berkaitan
langsung dengan proses penghancuran batuan dikelompokkan ke dalam
“energi tak terpakai” atau waste energy. Jenis energi tak terpakai adalah
energi panas, energi suara, energi sinar/cahaya dan energi seismik (lihat
Gambar 1.1).
Kelompok energi tidak terpakai terbentuk oleh adanya deformasi
elastis dan plastis batuan dari energi peledakan. Energi peledakan yang
mengakibatkan terjadinya deformasi elastis akan menghasilkan gelombang
regangan, disebut juga stress waves atau body waves, yang bergerak
melalui massa batuan dan dapat menyebabkan retakan lanjutan akibat
pantulan energi dari bidang diskontinuitas. Deformasi elastis juga
menyebabkan gelombang seismik yang cukup mengganggu, karena
gelombang seismik ini pada tingkatan tertentu akan dapat merusak
bangunan dan mengganggu manusia.

F. Energi panas (heat energy)


Reaksi kimia yang terjadi pada bahan peledak bersifat eksotermis,
yaitu suatu reaksi yang menghasilkan panas. Pada peledakan dengan

5
reaksi kimia yang menghasilkan zero oxygen balance akan diperoleh
temperatur panas sebesar 2980 K pada tekanan 760 mm Hg.

G. Energi sinar (light energy)


Energi sinar merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari
reaksi kimia bahan peledak pada saat inisiasi atau penyalaan (diledakkan).
Kontribusi energi untuk menimbulkan kilatan sinar ini relatif kecil dan
cahaya yang dihasilkan tidak membahayakan.

H. Energi suara (sound energy)


Hampir semua peristiwa peledakan menghasilkan suara, kontribusi
energi peledakan untuk menimbulkan suara jumlahnya cukup besar. Pada
keadaan normal, suara peledakan dapat mencapai 140 dB yang merupakan
batas ambang peledakan yang tidak menimbulkan kerusakan material atau
aman bagi infrastruktur, peralatan dan lain-lain.
Peledakan menghasilkan gelombang suara yang terdengar sebagai
ledakan. Peledakan juga menghasilkan suara bias yang tidak terdengar.
Suara merupakan energi transmisi yang merambat melalui atmosfer, bila
tidak ada atmosfer maka tidak akan ada suara. Suara tidak akan
ditransmisikan pada ruang hampa udara karena suara memerlukan media
transmisi untuk menghantarkan gelombangnya.
Suara peledakan mewakili energi tak terpakai yang mirip dengan energi
seismik karena energi ini tidak dapat memecah batuan. Dari bentuk fisiknya,
atmosfer merupakan fluida yang tetap bertahan pada perubahan volume,
namun tidak tahan pada perubahan bentuk. Gelombang suara mempunyai
elastisitas volume tetapi tidak mempunyai elastisitas memotong. Karena itu
semua jenis fluida, termasuk udara, merupakan media transmisi untuk
gelombang datar atau tekan (compressional waves) dan tidak untuk
gelombang tegak (shear waves) yang bersifat naik turun (lihat Gambar 1.4).

Arah gelombang

(a) Gelombang tekan

Arah gelombang

(b) Gelombang geser

Gambar 1.4. Tipikal gerakan gelombang tekan dan geser

6
Kecepatan suara merupakan fungsi temperatur, jika temperatur
udara berkurang maka kecepatan suara akan berkurang pula. Hal ini
menjadikan beban yang signifikan terhadap suara yang merambat melalui
atmosfer dan terkadang menyebabkan arah suara akan berubah serta
terjadinya konsentrasi energi. Pada kondisi normal, kecepatan suara
sebesar ± 330 m/det (1.000 ft/sec). Energi suara ini terjadi pada saat:
a. batuan terpecah dan tekanan gas dalam lubang ledak terlepas ke
udara bebas/atmosfer.
b. penyumbat bahan peledak terlepas
c. permukaan batuan bergeser
d. pada saat terjadi pergeseran di sekitar lubang ledak. Salah satu atau
semua keadaan tersebut dapat terjadi saat peledakan berlangsung.

I. Energi seismik (seismic energy)


Energi seismik menghasilkan gelombang yang merupakan transmisi
energi melalui massa batuan yang solid. Gelombang inilah yang
menyebabkan getaran peledakan yang dapat dirasakan manusia dan dapat
merusak bangunan. Peledakan yang diatur dan diperhitungkan dengan
seksama dapat mengurangi efek gelombang seismik. Oleh sebab itu
sasaran peledakan tidak saja terkonsentrasi pada fragmentasi batuan,
tetapi juga perlu diasosiasikan untuk meminimalkan energi tak terpakai,
diantaranya energi seismik.
Terdapat dua jenis gelombang seismik, yaitu gelombang badan
(body waves) dan gelombang permukaan (surface wave). Disebut
gelombang badan karena gelombang ini merambat ke sepanjang batuan
serta menembus massa batuan. Gelombang badan ada dua jenis, yaitu
gelombang tekan (compressional waves) dan gelombang geser (shear
waves) seperti prilaku gelombang suara dan bentuknya seperti terlihat pada
Gambar 1.4.a dan 1.4.b.
a. Gelombang tekan disebut juga gelombang primer (P-waves)
menghasilkan gerakan partikel tekan-tarik secara bergantian
yang akan menghasilkan kompresi dan dilatasi dan merambat
serta bergetar searah dengan perambatan gelombang.
b. Gelombang geser disebut juga gelombang sekunder (S-waves)
adalah gelombang tegak (transversal) yang menghasilkan
getaran partikel naik-turun dengan arah tegak lurus perambatan
gelombang.
Gelombang permukaan merambat di luar lapisan atau dipermukaan
batuan dan tidak menembus lapisan massa batuan. Gelombang ini akan
terbentuk apabila gelombang badan menemukan permukaan bebas dan
mengalami mengalami refleksi. Terdapat dua jenis gelombang permukaan,
yaitu:
a. Gelombang Reyleigh (R-waves), yaitu gerakan partikel berputar
mundur (retograde circular motion) membuat lapisan eliptis pada
bidang vertikal sejajar arah perambatan gelombang (Gambar
1.5.a).

7
b. Gelombang Love (Q-waves), yaitu gerakan partikel tegak lurus
dengan arah perambatan gelombang (Gambar 1.5.b).

(b) Gelombang Love


(a) Gelombang Rayleigh

Gambar 1.5. Tipikal gerakan gelombang Rayleigh dan Love

Masalah getaran jadi meningkat seiring dengan peningkatan


penggunaan bahan peledak, hal ini berarti bahwa proses peledakan
menghasilkan gelombang seismik yang cukup kuat sehingga getarannya
dapat terasa. Walaupun diketahui getaran muncul tidak hanya oleh
peledakan karena terdapat pula aktivitas lain yang dapat meninmbulkan
getaran, misalnya kegiatan penempaan besi, pengepresan berat, dan
kegiatan konstruksi seperti pemasangan tiang pancang, pembongkaran
aspal dan beton, dan lain-lain. Masyarakat terasa terganggu, risau, dan
bahkan ketakutan pada saat mereka merasakan getaran tersebut, hal ini
menimbulkan masalah yang harus diatasi.

J. Perhitungan Energi Dan Keseimbangan Oksigen


Energi maksimal suatu bahan peledak tergantung pada komposisi
kimia pembentuk bahan peledak tersebut dan hasil reaksinya. Setiap unsur
kimia, baik tunggal maupun campuran, memiliki energi bawaan yang
mempengaruhi energi maksimum peledakan. Campuran unsur-unsur kimia
pembentuk bahan peledak yang seimbang akan menghasilkan energi
peledakan maksimum dan keseimbangan reaksi peledakan diukur oleh
tingkat kecukupan unsur oksigen di dalam campuran tersebut.

1. Perhitungan energi
Untuk mengestimasi energi yang dilepaskan dari hasil
peledakan harus dianggap bahwa energi tersebut sepenuhnya
diperoleh dari hasil reaksi peledakan tersebut dan tidak terdapat
energi tambahan dari luar. Reaksi setiap unsur pembentuk bahan
peledak juga diasumsikan merupakan reaksi yang ideal. Karena
tekanan merupakan fungsi langsung dari jumlah molekul dan
temperatur gas, maka energi potensial peledakan berhubungan
langsung juga dengan jumlah panas yang dilepaskan (Qe).

8
Panas yang dilepaskan adalah perbedaan antara total panas
formasi produk atau hasil reaksi (Qp) dengan total panas formasi
reaktan (Qr), jadi:
Qe  Q p  Qr
(1.2)

Dimana: Qe = panas ledakan


Qp = panas pembentukan produk
Qr = panas pembentukan reaktan

Formasi panas beberapa unsur dan senyawa kimia terlihat pada Tabel 1.1.

Corundum AL2O3 102.0 -399.1


Fuel Oil CH2 14.0 -7.0
Nitromethane CH3O2N 61.0 -21.3
Nitroglycerin C3H5O9N3 227.1 -82.7
PETN C5H8O12N4 316.1 -123.0
TNT C7H5O6N3 227.1 -13.0
Carbon monoxide CO 28.0 -26.4
Carbon dioxide CO2 44.0 -94.1
Water H2O 18.0 -57.8
Ammonium Nitrate N2H4O3 80.1 -87.3
Aluminium AL 27.0 0.0
Carbon C 12.0 0.0
Nitrogen N2 14.0 0.0
Nitrogen oxide NO 30.0 21.6
Nitrogen dioxide NO2 46.0 8.1
Tabel 1.1. Formasi panas beberapa senyawa kimia
BERAT Qp atau Qr,
SENYAWA RUMUS
MOLEKUL Kcal/Mol

Contoh: Panas yang dihasilkan Ammonium Nitrate dan Fuel Oil


(ANFO)
Reaksi: 3N2H4O3 + CH2  CO2 + 7H2O + 3N2

(a) Perhitungan kalori panas:


3N2H4O3 + CH2 = Reaktan
3(-87,3) + (-7) = Panas pembentukan reaktan
-268,9 Kcal = Qr

9
CO2 + 7H2O + 3N2 = Produkta
-94.1 + 7(-57,8) + 3(0) = Panas pembentukan produk
-498,7 Kcal = Qp

Qp – Qr = Qe (Panas peledakan)
-498,7 – (-268,9) = -229,8 Kcal = Qe

(b) Perhitungan berat molekul:


3N2H4O3 + CH2 = 3(80,1 gr) + (14 gr) = 254,3 gr

(c) Panas peledakan (Kcal/Kg):


 229,8 Kcal 1000 gr
x  903,7 Kcal / Kg
254,3 gr Kg

2. Keseimbangan Oksigen (Oxygen Balance)


Jumlah relatif oksigen di dalam bahan peledak secara
kuantitatif dinyatakan sebagai keseimbangan oksigen (oksigen
balance). Mengacu pada proses oksidasi bahan peledak CcHhNnOo,
terlihat bahwa untuk membakar seluruh karbon menjadi CO 2, maka
jumlah atom oksigen yang diperlukan adalah dua kali jumlah atom
karbon. Demikian pula, untuk membakar seluruh hidrogen menjadi
H2O, maka akan diperlukan satu atom oksigen untuk setiap pasang
(dua) atom hidrogen. Dengan demikian agar terjadi keseimbangan
diperlukan atom oksigen 2c + h/2. Bila terdapat sejumlah o atom
oksigen pada bahan peledak atau reaktan, maka rumus untuk
mengukur keseimbangan oksigen (oksigen balance) molekulnya
adalah:
h
( 1.3) OB  o  2c 
2
Apabila hasil perhitungan persamaan (1.3) negatif, maka
bahan peledak kekurangan oksigen untuk menyelesaikan reaksi
pembakaran atau detonasinya dan tergolong underoxidized. Apabila
O pada suatu bahan peledak lebih besar dibanding (2c + h/2),
perhitungannya akan positif. Artinya pada reaksi tersebut tersedia
lebih dari cukup atom oksigen untuk proses pembakaran atau
detonasi dan bahan peledak tergolong overoxidized.
Keseimbangan oksigen (OB) dihitung berdasarkan prosen
berat oksigen dibanding dengan berat molekul bahan peledak
dikalikan [o – (2c + h/2)]. Jadi rumus umumnya dapat dituliskan
sebagai berikut:

(1.4) OB 
100 BAO
o  (2c  h/2)
BMexp
Berat atom oksigen adalah 16, maka persamaan (1.4) menjadi:

10
(1.5)
OB (%) 
1600
o  (2c  h/2)
BMexp
Untuk menghitung berat molekul bahan peledak CHNO perlu
diketahui berat atom masing-masing unsur atau elemen dikalikan
jumlah atomnya. Dengan menggunakan Tabel 1.2 dapat dihitung
berat molekul bahan peledak secara umum, yaitu:
BMexp  12,01 c 1,008 h 14,008 n 16 o
(1.6)

Tabel 1.2. Berat atom elemen-elemen bahan peledak


Elemen Kimia
Berat Atom
Nama Simbol
Karbon C 12,010
Hidrogen H 1,008
Nitrogen N 14,008
Oksigen O 16,000
Kalsium Ca 10,060
Air raksa (Mercury) Hg 200,610
Alumunium AL 27,000
Natrium Na 20,000
Timbal Pb 207,210

Berikut ini diberikan beberapa contoh perhitungan keseimbangan


oksigen (OB) terhadap bahan peledak CHNO.
(1). Nitroglycol: C2H4N2O6 ; jadi c = 2, h = 4, n = 2, dan o = 6
BMexp = 12.01(2) + 1,008 (4) + 14,008 (2) + 16 (6) = 152,068
1600 4
OB  (6  ( 2(2)  )  0%
152,068 2
Dari perhitungan terlihat
nitroglycol sangat seimbang, OB = 0%.

(2). Nitroglycerin: C3H5N3O9 ; jadi c = 3, h = 5, n = 3, dan o = 9


BMexp = 12.01(3) + 1,008(5) + 14,008(3) + 16(9) = 227,094

1600 5
OB  (9  ( 2 (3)  )  3,51
227,094 2
Nitroglycerin tergolong sedikit overoxidized.

(3). RDX: C3H6N6O6 ; jadi c = 3, h = 6, n = 6, dan o = 6

11
BMexp = 12.01(3) + 1,008(6) + 14,008(6) + 16(6) = 222,126
1600 6
OB  (6  (2 (3)  )   21,61
222,126 2
RDX termasuk underoxidized.

(4). TNT: C7H5N3O6 ; jadi c = 7, h = 5, n = 3, dan o = 6


BMexp = 12.01(7) + 1,008(5) + 14,008(3) + 16(6) = 227,134

1600 5
OB  (6  (2 (7)  )   73,97
227,134 2
TNT termasuk sangat underoxidized.

Untuk mengukur OB campuran beberapa bahan peledak atau kandungan


elemen-elemen tambahan yang memiliki gaya gabung (afinitas) terhadap
oksigen, maka o pada persamaan (1.3), harus dikoreksi menjadi sebagai
berikut:

OB  o  oNa/2  oCa .... dan lain  lain  2c  h/2


(1.7)

Dimana oNa/2 menunjukkan bahwa untuk menyempurnakan reaksi


pembakaran setiap atom natrium diperlukan ½ atom oksigen dan oCa
artinya dibutuhkan 1 atom oksigen untuk 1 atom kalsium. Selanjutnya,
perlu ditentukan harga-harga berat atom (gram atom) setiap elemen per
satuan berat. Tabel 1.3 memperlihat-kan data gram atom elemen
pembentuk beberapa bahan peledak per 100 gram.

Berikut ini diberikan beberapa contoh perhitungan berat (gram) atom untuk
elemen pembentuk bahan peledak.
(1). Nitroglycerin: C3H5(ONO2)3 ; jadi c = 3, h = 5, n = 3, dan o = 9
BMexp = 12.01 (3) + 1,008 (5) + 14,008 (3) + 16 (9) = 227,094

 Gram atom C = 3/227,094 x 100 = 1,32 gram atom/100 gram


 Gram atom H = 5/227,094 x 100 = 2,20 gram atom/100 gram
 Gram atom N = 3/227,094 x 100 = 1,32 gram atom/100 gram
 Gram atom O = 9/227,094 x 100 = 3,96 gram atom/100 gram

Jumlah gram untuk masing-masing elemen per 100 gram senyawa


nitroglycerin atau prosentase komposisi adalah:

 C = 1,32 x 12,01 = 15,86 gram (15,86% berat senyawa)


 H = 2,20 x 1,008 = 2,23 gram ( 2,23% berat senyawa)
 N = 1,32 x 14,008 = 18,51 gram (18,51% berat senyawa)

12
 O = 3,96 x 16,00 = 63,37 gram (63,37% berat senyawa)

(2). Ammonium Nitrate: NH4NO3 ; jadi h = 4, n = 2, dan o = 3


BMexp = 1,008(4) + 14,008(2) + 16(3) = 80,048
 Gram atom H = 4/80,048 x 100 = 5,00 gram atom per 100 gram
 Gram atom N = 2/80,048 x 100 = 2,50 gram atom per 100 gram
 Gram atom O = 3/80,048 x 100 = 3,75 gram atom per 100 gram

Jumlah gram untuk masing-masing elemen per 100 gram senyawa


ammonium nitrate atau prosentase komposisi adalah:
 H = 5,00 x 1,008 = 5,00 gram ( 5,00% berat senyawa)
 N = 2,50 x 14,008 = 35,00 gram (35,00% berat senyawa)
 O = 3,75 x 16,00 = 60,00 gram (60,00% berat senyawa)

(3). Mercury fulminate: Hg(CNO)2 ; jadi c = 2, n = 2, o = 2, dan hg = 1


BMexp = 12.01(2) + 14,008(2) + 16(2) + 200,61(1) = 284,646
 Gram atom C = 2/284,646 x 100 = 0,70 gram atom per 100
gram
 Gram atom N = 2/284,646 x 100 = 0,70 gram atom per 100
gram
 Gram atom O = 2/284,646 x 100 = 0,70 gram atom per 100
gram
 Gram atom Hg = 1/284,646 x 100 = 0,35 gram atom per 100
gram

Jumlah gram untuk masing-masing elemen per 100 gram senyawa


mercury fulminate atau prosentase komposisi adalah:
 C = 0,70 x 12,01 = 8,41 gram ( 8,41% berat senyawa)
 N = 0,70 x 14,008 = 9,81 gram ( 9,81% berat senyawa)
 O = 0,70 x 16,00 = 11,20 gram (11,20% berat senyawa)
 Hg = 0,35 x 200,61 = 70,21 gram (70,21% berat senyawa)

Tabel 1.3. Berat atom elemen pembentuk beberapa bahan peledak


Berat Komposisi Gram Atom/100 gram
Nama Formula
Molekul C H N O
Nitroglycerin 227,1 C3H5(ONO2)3 1,32 2,20 1,32 3,95
Ethylene glycol dinitrate 152,0 C2H4(NO3)2 1,32 2,63 1,32 3,95
Nitrocellulose (11,05% N2) 297,1 C6H7(NO3)3O2 2,39 3,19 3,57 0,79
Trinitrotoluene (TNT) 227,1 C6H2CH3(NO2)3 3,08 2,20 1,32 2,64
Dinitrotoluene (DNT) 182,1 C7N2O4H6 3,84 3,29 1,10 2,20
Lead Azide 291,3 Pb(N3)2 -- Pb = 0,34 2,06 --
Mercury fulminate 284,7 Hg(CNO)2 0,70 Hg = 0,35 0,70 0,70

13
SG pulp 162,2 C6H10O5 4,17 6,30 -- 2,14
X pulp C6H10O5 4,05 5,85 -- 2,80
Paraffin (FO) 14,0 CH2 7,10 14,60 -- --
Cellulose 3,71 6,18 -- 3,09
Ammonium Nitrate 80,1 NH4NO3 -- 5,00 2,50 3,75
Sodium Nitrate 85,0 NaNO3 -- Na = 1,18 1,18 3,53
Calcium Carbonate 100,0 CaCO3 1,00 Ca = 1,00 -- 3,00
Tetryl 287,2 CH3N(NO2)4 0,35 1,05 1,74 2,78
PETN 316,1 C(CH2NO3)4 1,56 2,53 1,27 3,80
Pieric Acid 229,0 C6H2(NO2)3OH 2,62 1,31 1,31 3,06
RDX 222,1 (CH2)3(NO2)3N3 1,35 2,70 2,70 2,70

Perhitungan prosentase berat atom di dalam senyawa bahan peledak


digunakan untuk mengukur keseimbangan oksigen campuran beberapa
jenis bahan peledak atau tambahannya. Dengan memakai Tabel 2.3
perhitungan akan lebih cepat dan mudah. Misalnya akan dihitung OB suatu
campuran dengan komposisi sebagai berikut:
 Nitroglycerin (NG) = 18%
 Trinitrotoluene (TNT) = 3%
 Ammonium Nitrate (AN) = 55%
 Sodium Nitrate (SN) = 10%
 SG pulp (SG) = 12%
 Calcium Carbonate (CC) = 2%
Jadi 18% (atau gram) NG dalam 100 gram campuran terdapat elemen
hidrogen (H) sebanyakTotal = 100%
0,18 x 2,20 = 0,396 gram atom. Dengan cara yang
sama jumlah gram atom setiap elemen dalam setiap bahan pembentuk
campuran bahan peledak baru dapat ditabelkan (lihat contoh Tabel 1.4).

Tabel 1.4. Contoh analisis gram atom/100 gram campuran pembentuk


bahan peledak

Bahan % c h n o oCa oNa


NG 18 0,238 0,396 0,238 0,713 -- --
TNT 3 0,093 0,066 0,040 0,079 -- --
AN 55 -- 2,748 1,374 2,061 -- --
SN 10 -- -- 0,118 0,353 -- 0,118
SG 12 0,500 0,756 -- 0,257 -- --
CC 2 0,020 -- -- 0,060 0,020 --
Total 100 0,851 3,966 1,770 3,523 0,020 0,118

Selanjutnya dengan memakai persamaan (1.7), maka OB dapat ditentukan


sebagai berikut:
OB = (o – oNa / 2 – oCa) – 2c – h / 2

14
OB = 3,523 – ½ (0,118) – 0,020 – 2(0,851) – ½ (3,966)
OB = 3,444 – 3,685 = – 0,241 gram atom/100 gram campuran

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa campuran tersebut underoxidized


dan akan menghasilkan sejumlah gas CO.

Meramu suatu bahan peledak dengan kualitas yang memenuhi persyaratan


tertentu memerlukan pengertian tentang campuran bahan-bahan dalam
bahan peledak dan bagaimana kemungkinan reaksinya. Sebagai prosedur
dasar telah digambarkan di atas, yaitu dengan prinsip keseimbangan
oksigen yang hasil reaksinya membentuk produk CO2, H2O, N2 dan
biasanya oksida padat.

Perbandingan bahan-bahan dalam campuran dapat ditentukan dengan dua


cara, yaitu berdasarkan persamaan reaksinya sudah diketahui dan
persamaan reaksi belum diketahui. Contohnya sebagai berikut:

(1). Persamaan reaksi diketahui


Campuran bahan peledak AN, NG dan SG akan menghasilkan produk N 2,
CO2, dan H2O, persamaan umumnya:
11 NH4NO3 + 2 C3H5(NO3)3 + C6H10O5  12 CO2 + 32 H2O + 14
N2

Substitusikan berat molekul masing-masing senyawa:

11(80) + 2(227) + 1(162) = 12(44) + 32(18) + 14(28)


1496 gram = 1496 gram

Jadi prosentase berat masing-masing senyawa adalah:


AN = NH4NO3 = (880 / 1496) x 100 = 58,80%
NG = C3H5(NO3)3 = (454 / 1496) x 100 = 30,40%
SG = C6H10O5 = (162 / 1496) x 100 = 10,80%

(2). Persamaan reaksi tidak diketahui


Misalnya akan dibuat bahan peledak ANFO yang dapat menghasilkan
keseimbangan oksigen nol (zero oxygen balance). Berapa prosen berat
masing-masing bahan atau senyawa reaktan.
a AN + b FO c CO2 + d H2O + e N2

Tabel 1.5. Jumlah gram atom campuran bahan pembuatan ANFO


Bahan % c h n o
AN X -- 5,00 X 2,50 X 3,75 X
FO Y 7,10 Y 14,80 Y -- --

15
Total 1,00 7,10 Y (5,00X + 14,80Y) 2,50 X 3,75 X

Karena pada senyawa reaktan tidak terdapat unsur natrium dan kalsium,
maka dapat digunakan persamaan (1.3) untuk menghitung zero oxygen
balance.
OB = o – 2c – ½ h
OB = 3,75X – 2(7,10Y) – ½(5,00X + 14,80Y) = 0
1,25 X = 21,60 Y
X = 17,30 Y
Apabila X + Y = 1, maka 17,3 Y + Y = 1
Y = FO = 0,055 ( 5,5%)
X = AN = 0,945 (94,5%)

Dengan demikian mencampur ammonium nitrat 94,5% dengan fuel oil


(misalnya solar) 5,5% akan diperoleh reaksi oksidasi yang seimbang dan
dapat diharapkan zero oxygen balance.

16

Anda mungkin juga menyukai