Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

OLEH : Nur’Azmi Ayuningtyas


PEMBIMBING : dr. Hilmi Kurniawan Riskawa, Sp.A, M.Kes

DEMAM DENGUE (A.90) DENGAN SPASME CERVICAL (M.62.838) ET


CAUSA KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT ET CAUSA SUSP INFEKSI
DENGUE DAN GANGGUAN MENTAL ORGANIK (F06.8) ET CAUSA SUSP
INFEKSI DENGUE PADA ANAK LAKI-LAKI USIA 13 TAHUN

A. Identitas
D, anak laki-laki berusia 13 tahun 11 bulan, nomor rekam medik (RM) 127728,
dirawat di ruang perawatan Dahlia Rumah Sakit Kartika Husada selama 4 hari dari
tanggal 6 November 2017 sampai 9 November 2017.

B. Anamnesis (anamnesis secara alloanamnesis (orang tua pasien) dan autoanamnesis


tanggal 6 November 2017, perawatan hari ke-1, hari sakit ke-5)
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan mengeluhkan demam 4 hari sebelum masuk rumah
sakit (SMRS), demam dirasakan tiba-tiba tinggi dan terus menerus. Demam disertai
muntah satu kali di hari keempat demam, volume ±1/2 gelas air mineral, muntah
berisi makanan dan cairan lambung berwarna kuning karena menurut orang tua
pasien, pasien kurang makan. Penurunan nafsu makan dimulai sejak awal demam,
pasien hanya dapat makan 4-5 sendok makan setiap makan dan minum 1-2 gelas
air selama sakit. Selain itu, dirasakan juga nyeri perut terutama di ulu hati. Nyeri
dirasakan berkurang ketika makan dan memberat jika pasien banyak bergerak.
Demam juga disertai nyeri kepala sejak awal demam, nyeri kepala dirasa seperti
terikat dan khususnya dirasakan di bagian depan kepala. Nyeri kepala dirasakan
berkurang ketika tidur dan memberat jika beraktifitas. Keluhan demam juga
disertai gusi berdarah di hari kelima demam, perdarahan dirasakan tiba-tiba,

1
berwarna merah segar bercampur dengan air liur dan perdarahan berhenti setelah
ditekan dengan kain. Demam juga disertai dengan buang air besar (BAB) cair satu
kali di hari keempat demam, volume kurang lebih satu gelas air mineral, berwarna
kuning kecoklatan, lendir dan darah tidak ada. Buang air kecil (BAK) tidak ada
keluhan, normal seperti biasa.
Demam disertai leher kiri terasa terik sehingga sulit menggerakkan leher.
Serangan berlangsung selama empat kali, dua kali di rumah, satu kali ketika dalam
perjalanan ke rumah sakit dan satu kali di IGD. Saat serangan terjadi, pasien sadar
dan mengatakan lehernya terasa sakit dan sulit menoleh. Keluhan dirasakan baru
pertama kali, dan baru muncul sejak pagi di hari kelima demam dengan durasi
sekitar 1-2 menit.
Sejak hari kedua demam, pasien mengaku ada mendengar suara bisikan-
bisikan, bisikan berupa suara laki-laki yang tidak tampak wujudnya yang
menyuruhnya untuk sholat. Keluhan dirasakan baru pertama kali dan pasien merasa
bersalah jika tidak mengikuti perintah dari suara yang didengarnya.
Keluhan demam pada pasien tidak disertai dengan ruam kemerahan,
mimisan, muntah darah, BAB kehitaman, pembesaran kelenjar di leher, mata
merah, nyeri kencing maupun kulit berubah warna menjadi kekuningan. Pasien
juga tidak mengeluhkan nyeri berkemih, nyeri telinga, penurunan kesadaran hingga
kejang.
Karena keluhan demam pasien meminum obat penurun panas di hari kelima
demam, namun karena keluhan tidak membaik orang tua pasien membawa pasien
ke IGD RS Tingkat II Kartika Husada, Kubu Raya. Pasien kemudian diperiksa
laboratorium darah dan didapatkan penurunan jumlah trombosit sehingga
disarankan untuk rawat inap. Riwayat alergi obat dan konsumsi obat-obatan lain
seperti anti muntah, obat kejiwaan, obat paru dan obat anti kejang tidak ada. Pasien
pernah menderita demam, tapi tidak sampai dirawat di RS. Riwayat kejang
sebelumnya tidak ada, riwayat trauma tidak ada.

2
Tidak ada keluarga maupun tetangga yang menderita demam berdarah
maupun demam seperti yang dialami pasien. Tidak ada riwayat alergi pada
keluarga, batuk lama, kejang demam maupun riwayat sakit kejiwaan.
Pasien merupakan anak satu-satunya dan lahir tanpa ayah. Ibu pasien
ditinggal ayahnya sejak mengandung pasien usia 2 bulan kehamilan. Saat
mengandung pasien, ibu tidak pernah mengalami sakit berat, sesak, darah tinggi,
muntah berlebihan, perdarahan melalui jalan lahir, kejang maupun sakit kuning.
Saat hamil, ibu pasien rajin memeriksakan diri ke bidan. Pasien lahir cukup bulan,
lahir spontan, langsung menangis, lahir di klinik oleh bidan dan meminum ASI
selama 6 bulan, kemudian meminum susu formula hingga usia 2 tahun. Pasien
mulai tumbuh gigi pertama saat usia 5 bulan, dapat tengkurap saat usia 5 bulan,
duduk saat usia 7 bulan, mulai berjalan dan mulai mengucapkan ma-ma pa-pa saat
berusia 11 bulan. Pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai dengan
program imunisasi dari pemerintah. Saat bayi, pasien tidak pernah demam tinggi,
kejang maupun sakit yang mengharuskan pasien dirawat di rumah sakit. Riwayat
tumbuh kembang pasien baik, menurut ibu pertumbuhan dan perkembangan sama
dengan anak-anak sebayanya.
Saat ini pasien duduk di bangku SMP dan bersekolah di pesantren dengan
waktu belajar dari jam 07.30 hingga jam 14.00 kemudian setelah sholat ashar
pasien melanjutkan kegiatan hingga jam 21.00. Pasien memiliki target hapalan
yang harus disetor setiap paginya. Prestasi pasien di sekolah baik, pasien memiliki
banyak teman.
Pasien tinggal bersama ibu, nenek dan kakeknya. Tinggal di rumah milik
kakeknya dengan ukuran 36 m² dan memiliki kamar sendiri. Rumah memiliki
ventilasi baik, jendela banyak dan selalu dibuka setiap hari. Keluarga pasien
mengonsumsi air hujan yang dimasak untuk masak dan minum dan mandi dengan
sumber air hujan yang ditampung dalam tempayan yang ditutup. Rumah berada di
kawasan bebas banjir. Rumah dilengkapi dengan jamban yang berada di dalam
rumah dan kamar mandi dengan dasar semen. Di rumah, pasien tidak ada
memelihara binatang. Perekonomian keluarga ditanggung oleh ibu yang bekerja

3
sebagai pedagang dengan penghasilan ± Rp. 1.500.000 per bulan dan dirasa cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pasien memiliki keinginan untuk
bersekolah ke jawa namun keluarga keberatan karena masalah biaya.

C. Pemeriksaan fisik (tanggal 6 November 2107, hari rawat ke-1 hari sakit ke-5)
1) Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2) Kesadaran : Kompos mentis
3) Antropometri
- Berat badan : 32 kg
- Panjang badan : 155 cm
- Body mass index : 13,3
- Status Gizi (WHO) :
 Tinggi Badan/Umur : -1 >Z>-2
 BMI/U : <-3 SD
4) Status Generalis
Tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit, reguler, nadi teraba kuat
- Napas : 22 kali/menit, irama teratur, tipe abdominotorakal
- Suhu : 38,8° C

Status Generalis:
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada edema
palpebra
- Telinga : Tidak ada sekret, aurikula tidak hiperemis, membran timpani
intak
- Hidung : Tidak ada sekret, mukosa hidung tidak hiperemi (-)
- Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-/-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)

4
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), spasme otot trapezius
sinistra.
- Paru
a. Inspeksi : Bentuk dan gerak dada simetris
b. Palpasi : Fremitus taktil paru kanan dan kiri sama
c. Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
d. Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler di paru kanan dan kiri, tidak
ada wheezing, tidak ada ronki
- Jantung : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak ada murmur,
tidak ada gallop.
- Abdomen
a. Inspeksi : Tampak datar, tidak tampak adanya massa, tidak
tampak bekas luka
b. Auskultasi: Bising usus dalam batas normal
c. Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
d. Palpasi : supple, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan a/r
epigastrium.
- Anus dan genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time (CRT) < 2 detik,
tidak sianosis, tidak edema.
- Kulit : Turgor kulit baik, tidak ada ruam.
- Uji Rumple leede : (+)
5) Status Neurologis
 Kesadaran : Compos mentis
 Kuantitatif (GCS) : E4M6V5
 Mata : pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
 Tingkah laku : dalam batas normal
 Perasaan Hati : dalam batas normal
 Orientasi : Orientasi baik, masih mengenal tempat, waktu dan
orang.

5
 Cara Berpikir : kesan dalam batas normal
 Daya Ingat : kesan dalam batas normal
 Kecerdasan : kesan dalam batas normal

Pemeriksaan nervus kranialis


N I. (OLFAKTORIUS) Kanan Kiri
Daya pembau Normal Normal

N II. (OPTIKUS) Kanan Kiri


Daya penglihatan Normal Normal
Fundus Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang penglihatan Normal Normal

N III.(OKULOMOTORIUS) Kanan Kiri


Reflek cahaya langsung Normal Normal
Gerak mata ke atas Normal Normal
Gerak mata ke bawah Normal Normal
Gerak mata media Normal Normal
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat, isokor Bulat, isokor
Diplopia (-) (-)

N IV. (TROKHLEARIS) Kanan Kiri


Gerak mata lateral bawah Normal Normal
Diplopia (-) (-)

N V. (TRIGEMINUS) Kanan Kiri


Menggigit Normal Normal
Membuka mulut Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal
Reflek kornea Normal Normal

N VI. (ABDUSEN) Kanan Kiri


Gerak mata ke lateral Normal Normal
Diplopia (-) (-)

N VII. (FASIALIS) Kanan Kiri


Kedipan mata Normal Normal
Lipatan naso-labia Normal Normal
Sudut mulut Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal

6
Mengerutkan alis Normal Normal
Menutup mata Normal Normal

N VIII. (AKUSTIKUS) Kanan Kiri


Mendengar suara Normal Normal
Penurunan pendengaran (-) (-)

N IX. (GLOSOFARINGEUS) Kanan Kiri


Arkus faring Normal Normal
Sengau (-) (-)
Tersedak (-) (-)

N X. (VAGUS) Kanan Kiri


Bersuara (+) (+)
Menelan (+) (+)

N XI. (AKSESORIUS) Kanan Kiri


Memalingkan kepala (+) (+)
Mengangkat bahu (+) (+)
Sikap bahu Normal Normal
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N XII. (HIPOGLOSUS) Kanan kiri
Sikap lidah Normal Normal
Kekuatan lidah Normal Normal
Artikulasi Normal Normal
Trofi otot lidah (-) (-)
Tremor lidah (-) (-)
Menjulurkan lidah Normal, bisa Normal, bisa

Anggota gerak atas


a. Motorik
Lengan Atas Lengan Bawah Tangan
D S D S D S
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas
Kekuatan 5 5 5 5 5 5
Tropi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus N N N N N N

7
b. Sensibilitas
Jenis Lengan atas Lengan bawah Tangan
Rangsang Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

Taktil N N N N N N
Nyeri + + + + + +
Posisi N N N N N N

Anggota gerak bawah


Tungkai atas Tungkai bawah Kaki
D S D S D S
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas
Kekuatan 5 5 5 5 5 5
Tonus N N N N N N
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Sensibilitas :
Nyeri + + + + + +
Taktil + + + + + +
Posisi N N N N N N

REFLEX FISIOLOGI
Reflex Biceps : +/+ Reflex Patella : +/+
Reflex Trisep : +/+ Reflex Achilles: +/+
Reflex Radius: +/+ Reflex Glabella : -
Refleks Patologik Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddocck - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Gonda - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechterew - -

8
Pemeriksaan Klonus
 Klonus paha/ lutut : - -
 Klonus kaki : - -

Pemeriksaan otonom dan fungsi vegetatif


 Miksi
 Inkontinesia urin : Negatif
 Retensio urin : Negatif
 Defekasi
 Inkontinensia alvi : Negatif
 Retensio alvi : Negatif
6) Pemeriksaan status psikiatrikus
a) Gambaran umum
Penampilan: dekorum kurang baik
Perilaku dan aktivitas psikomotor: tenang
Karakter bicara: spontan
b) Mood, afek dan keserasian
Mood: biasa saja
Afek : tumpul
Keserasian : inappropriate
c) Pikiran /proses pikir:
Bentuk : autistik
Arus: inkoheren
Isi: waham kendali (+)
d) Persepsi: halusinasi auditorik (+)
e) Sensorium dan kognisi:
Kesadaran: compos mentis
GCS: E4V5M6
Orientasi waktu: baik
Orientasi tempat: baik
Orientasi orang: baik

9
Daya ingat jangka panjang: baik
Daya ingat jangka pendek: baik
Daya ingat jangka segera: baik

Pengetahuan umum: baik


Konsentrasi dan perhatian:
Kemampuan visuospasial: baik
Kemampuan berpikir abstrak: baik
Informasi dan intelegensi: baik
Daya tilikan: 3

D. Pemeriksaan Penunjang
- Leukosit : 7.400/mm3 (Normal : 4.000-10.500 /mm3 )
- Eritrosit : 5,99 juta/mm3(Normal : 3.50-5.50 juta/mm3)
- Hemoglobin : 12,8 g/dl (Normal : 12,5-16,1 g/dl)
- Hematokrit : 36,1% (Normal : 36-47%)
- Trombosit : 87.000/mm3 Normal : 150.000-400.000/mm3 )
- Mean Corpuscular Hemoglobin : 21,3 pg (Normal : 25-35 pg)
- Mean Corpuscular Volume : 60,3 fl (Normal : 75-100 fl)
- % Limfosit : 9,8% (Normal : 15-50%)
- % Granulosit : 87,1%(Normal : 35-80%)

E. Diagnosis Banding
1. Demam dengue
+ Gangguan mental organik ec infeksi
2. Demam berdarah dengue dengue
3. Demam typhoid
+ Spasme cervical ec
4. Demam chikungunya ketidakseimbangan elektrolit ec susp
infeksi dengue
5. Leptospirosis

10
F. Diagnosis Kerja
Demam dengue + Gangguan mental organik ec infeksi dengue + spasme cervical ec
ketidakseimbangan elektrolit ec susp infeksi dengue

G. Tatalaksana
- Tirah baring
- Diet TKTP
- Intra Venous Fluid Drop (IVFD) Ringer Laktat 20 tetes per menit makro
- Inj. Ampicillin 4x1500 mg IV
- Inj. Dexametasone 3x0,4 cc IV
- Inj. Phenobarbital loading dose 500 mg IV selanjutnya 3x75 mg IV
- Inj. Paracetamol 3x500 mg IV
- Inj. Ranitidin 2x30 mg IV
- Inj. Ondancetron 3x4 mg IV

H. Saran Usulan Pemeriksaan Penunjang


- DL serial
- Elektrolit
- Urinalisis
- Pemeriksaan widal (tidak dilakukan karena keterbatasan biaya)
- IgG dan IgM antidengue (tidak dilakukan karena keterbatasan biaya)
- Titer Chikungunya
- Microscopic Agglutination Test (MAT) Leptospira
- CT scan kepala tanpa kontras
- Serum bilirubin
- Serum ureum dan kreatinin

11
I. Pemantauan
a. 6 November 2017 (Hari rawat ke 1, hari sakit ke 5 pukul 21:26 WIB)
S: Demam masih dirasakan. Nyeri kepala masih dirasakan, berat dan
berpindah namun lebih sering di bagian depan kepala. Rasa terik di leher
tidak ada, badan terasa lemah. Nafsu makan menurun dari biasanya, minum
banyak. BAB tidak ada sejak satu hari yang lalu, BAK banyak, tidak ada
keluhan.
O: KU tampak sakit sedang, tampak lemah, TD : 120/80 mmHg, RR : 24 x /
menit, HR : 88 x / menit, T : 380 C, BB : 34 kg, konjungtiva anemis (-/-),
epistaksis (-/-), perdarahan gusi (-), tonsil T2/T2 hiperemis (-), ptekie (-),
abdomen supel, timpani, bising usus normal, nyeri tekan a/r epigastrium
(+), hepar dan lien tidak teraba, akral hangat, CRT < 2 detik. Pemeriksaan
fisik lain dalam batas normal.
A: Demam dengue + Gangguan mental organik ec infeksi dengue + spasme
cervical ec ketidakseimbangan elektrolit ec susp infeksi dengue

P: Terapi lanjut
Periksa Darah Lengkap (DL) setiap hari.
Hasil laboratorium terlampir di Tabel Pemantauan Hasil Laboratorium.

b. 7 November 2017 (21:26) (Hari rawat ke 2, hari sakit ke 6)


BB : 32 kg
S: Demam (-), bebas demam ± 18 jam dengan pemberian antipiretik rutin per
8 jam. Rasa terik di leher sudah tidak dirasakan sejak dirawat di ruang
perawatan. Nyeri kepala dirasakan terik dan dirasakan berpindah-pindah.
O: KU : sakit sedang, tampak lemah, TD : 110/80 mmHg, RR : 20 x / menit,
HR : 80 x / menit, T : 36,5 C, abdomen: nyeri tekan a/r epigastrium masih
dirasakan namun hanya muncul sekali-sekali terutama bila ditekan,
pemeriksaan fisik lain sama seperti sebelumnya.

12
A: Demam dengue + Gangguan mental organik ec infeksi dengue + spasme
cervical ec ketidakseimbangan elektrolit ec susp infeksi dengue
P: Terapi lanjut

c. 8 November 2017 (Hari rawat ke 3, hari sakit ke 7)


S: Demam sudah tidak dirasakan, demam terakhir hari selasa siang. Nyeri
kepala masih dirasakan, namun sudah banyak berkurang. Nyeri perut masih
dirasakan namun sudah jauh berkurang. Pasien masih mendengar suara
yang menyuruhnya untuk sholat.
Rasa terik di leher sudah tidak dirasakan.
O: KU : sakit sedang, tampak lemah, TD : 120/80 mmHg, RR : 20 x / menit,
HR : 80 x / menit, T : 36,50 C, abdomen nyeri tekan a/r epigastrium
berkurang, pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
A: Demam dengue + Gangguan mental organik ec infeksi dengue + spasme
cervical ec ketidakseimbangan elektrolit ec susp infeksi dengue
P: Terapi lanjut

b. 9 November 2017 (Hari rawat ke 4, hari sakit ke 8)


S: Demam sudah tidak dirasakan, demam terakhir hari selasa siang. Nyeri kepala,
nyeri perut, rasa terik di leher sudah tidak dirasakan.
Makan minum membaik, nafsu makan sudah kembali seperti sebelum saat sakit.
O: KU : tampaksakit ringan, TD : 110/70 mmHg, RR : 22 x / menit, HR : 80 x /
menit, T : 36,50 C, abdomen nyeri tekan a/r epigastrium berkurang,
pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
A: Demam dengue + Gangguan mental organik ec infeksi dengue + spasme
cervical ec ketidakseimbangan elektrolit ec susp infeksi dengue
P: Terapi lanjut

13
J. Prognosis
Quo Ad Vitam : ad Bonam
Quo Ad Functionam : ad Bonam
Quo Ad Sanactionam : dubia

K. Diagnosis akhir
Demam dengue

L. Ringkasan
D, anak laki-laki berusia 13 tahun 11 bulan dirawat di ruang perawatan Dahlia
Rumah Sakit Kartika Husada selama 4 hari dari tanggal 6-9 November 2017.
Pasien mengalami febris sejak ± 4 hari SMRS, demam dirasakan mendadak
tinggi dan terus menerus. Keluhan febris disertai keluhan nausea, vomitus, BAB
cair, nyeri kepala dan nafsu makan minum yang menurun. Pasien telah
mengonsumsi antipiretik oral untuk keluhan febris namun keluhan tidak berkurang
sehingga pasien dibawa ke IGD RSKH. Dari hasil anamnesis ditemukan adanya
gejala psikosis pada pasien ini. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya
tanda perdarahan maupun tanda kegagalan sirkulasi namun terdapat spasme di otot
trapezius sinistra. Pemeriksaan Rumple Leede menunjukkan hasil positif. Hasil
pemeriksaan darah didapatkan trombositopenia dan limfositosis. Pasien didiagnosis
menderita Demam Dengue dan disarankan untuk rawat inap. Selama dirawat,
pasien mendapatkan terapi rehidrasi dengan infus Ringer Laktat, antibiotik,
antipiretik, H2 antagonis, anti muntah, kortikosteroid dan pelemas otot untuk
keluhan tegang di leher.

M. Pembahasan
Permasalahan pada pasien ini adalah penegakkan diagnosis, tatalaksana, dan
prognosis.

14
Penegakkan diagnosis pada pasien ini dilakukan berdasarkan dengan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang yang dilakukan saat
pertama kali masuk RS dan juga melalui pemantauan perkembangan selama
perawatan. Pada pasien ini didapatkan gejala dan tanda berupa demam yang
berlangsung selama 5 hari secara terus menerus disertai anoreksia, vomitus, nyeri
abdomen, nyeri kepala, perdarahan gusi dan BAB cair. Pemeriksaan fisik yang
dilakukan pada pasien tidak ditemukan adanya epistaksis, ptekieae dan tidak
ditemukana adanya hepatosplenomegali dan tidak ditemukan adanya tanda syok
berupa kulit terasa lembab dan dingin, sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi
lembut dan cepat, hipotensi dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi lainnya. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien dapat mengarah demam dengue
ataupun demam berdarah dengue karena pola demam yang dialami pasien ini masih
dalam rentang demam 2-7 hari yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan WHO
dimana demam biasa diikuti dengan wajah kemerahan, eritema pada kulit, badan
pegal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retroorbita, fotofobia, eksantema, nyeri kepala,
nyeri tenggorokan, injeksi faring, injeksi konjungtiva serta anoreksia, nausea dan
vomitus yang biasanya juga ikut menyertai gejala demam. Pada pemeriksaan fisik
juga ditemukan uji Rumple leede yang positif dimana hal ini menambah angka
kemungkinan infeksi dengue, namun hasil uji yang positif tidak bisa menjadi
indikator derajat keparahan infeksi dengue. Pada hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya penurunan leukosit secara porgresif dimana hal ini dapat
menunjukkan angka kemungkinan infeksi dengue.1,2
Diagnosis banding demam dengue antara lain demam tifoid dengan
karakteristik demam yang naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik
tertinggi pada akhir minggu pertama setelah itu demam akan bertahan tinggi hingga
minggu keempat, kemudian demam turun perlahan secara lisis kecuali ada fokus
infeksi lain maka demam akan menetap. Pada demam tifoid, dapat pula muncul
nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan radang
tenggorokan, bahkan dapat menunjukkan gejala syok hipovolemik dan gejala
gastrointestinal seperti obstipasi ataupun diare, namun demam tifoid khas ditandai

15
dengan lidah kotor berwarna putih di tengah sedang tepi dan ujungnya berwarna
kemerahan. 3
Selain itu, demam chikungunya dan leptospirosis juga menjadi diagnosis
banding pada demam dengue. Demam chikungunya, merupakan penyakit yang
diperantarai vektor yang sama dengan demam dengue yakni oleh Aedes aegypti
dimana demam ini ditandai dengan demam tinggi mendadak selama 1-6 hari,
namun mereda setelah dua hari demam. Nyeri sendi atau atralgia sering juga
dijumpai pada sakit ini, keluhan penyerta seperti anoreksia, nausea, vomitus, nyeri
kepala, dan nyeri otot juga sering dilaporkan ada pada penyakit ini.3
Sedangkan leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan akibat kontak
dengan urin, darah atau organ dari vektor penyakit ini, yakni binatang seperti tikus,
landak, anjing, musang ataupun hewan ternak yang terinfeksi. Dimana demam
chikungunya memiliki gejala klinis berupa demam, malaise dan pada pemeriksaan
fisik ditemukan nyeri otot khususnya di otot betis, pinggang dan abdomen; nyeri
kepala, nyeri abdomen, fotofobia, nyeri mata, perdarahan konjungtiva, dehidrasi,
limfadenopati menyeluruh, hepatosplenomegali dan ruam kulit.3
Ketiga diagnosis banding tersebut memiliki manifestasi klinis yang mirip
dengan demam dengue, manifestasi klinis pada demam tifoid adalah karakteristik
demam yang berangsur naik sedangkan pada demam dengue demam mendadak
tinggi dan menetap. Penegakkan diagnosa demam tifoid dapat dilakukan dengan
pemeriksaan serologi widal, dimana merupakan metode serologi untuk memeriksa
antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H). Apabila titer O
aglutinin >1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination menunjukkan nilai
ramal positif 96%, dimana berarti apabila positif maka benar sakit demam tifoid
namun jika negatif masih belum bisa menyingkirkan kemungkinan demam tifoid.
Pada pasien ini demam tifoid dapat disingkirkan berdasarkan pola demam dan
gejala yang dikeluhkan oleh pasien, namun jika ingin lebih pasti dapat diperiksakan
widal setelah hari ketujuh demam 3
Dibandingkan dengan chikungunya, karakteristik demam di kedua penyakit
ini mirip dimana keduanya muncul demam mendadak tinggi, namun pada kasus

16
chikungunya, demam mereda setelah hari kedua, sedangkan pada demam dengue
demam menetap. Selain itu, pada kasus ini diagnosa banding chikungunya dapat
disingkirkan karena pada chikungunya manifestasi tersering berupa adanya ruam
makulopapular, injeksi konjungtiva dan atralgia dimana gejala ini tidak ditemukan
pada pasien walaupun dapat dilakukan penegakkan diagnosa berdasarkan
laboratorium menggunakan tes antigenik hemaglutinasi inhibisi (HI) dan uji
complement fixation (CF).3
Sedangkan pada leptospirosis, demam akut yang berlangsung 4-7 hari namun
dengan syarat harus ada kontak dengan binatang atau memiliki faktor risiko tinggal
di lingkungan yang kemungkinan tercemar dengan urin, darah maupun organ
binatang vektor sedangkan pada pasien ini, tidak ada riwayat kontak dengan
binatang maupun adanya kejadian banjir di daerah tempatnya tinggal. Pada kasus
ini didiagnosa banding dengan leptospirosis an-ikterik dimana ada kemiripan antara
karakteristik demam dan gejala yang muncul namun karena riwayat kontak dengan
binatang tidak ada, maka diagnosa banding ini dapat disingkirkan.
Demam dengue merupakan permasalahan infeksi yang sering pada daerah
tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh flaviviridae yang merupakan
RNA rantai tunggal yang terdiri dari 4 serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4.
Keempat serotype ini ditemukan di Indonesia dimana den-3 merupakan serotipe
yang dominan dan menyebabkan infeksi yang berat. Vektor penyebab demam
dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti dan aedes albopictus.3 Nyamuk-nyamuk
ini bersarang di air jernih yang menggenang seperti di bak mandi, cawan minum
hewan peliharaan. Dimana daerah tempat tinggal sehari-hari pasien, yakni di
asrama dan pesantren tempat pasien tinggal dikatakan banyak tempat penampungan
air hujan yang tidak ditutup yang dapat menjadi sarang dari vektor penyakit ini.
Gejala klinis yang ditemukan pada pasien adalah demam akut berkisar 2-7
hari yang disertai sakit kepala, nyeri perut, muntah, gangguan pencernaan berupa
buang air cair, penurunan leukosit dan trombosit serta adanya tanda perdarahan
yakni perdarahan gusi dan dapat disertai dengan manifestasi perdarahan lain seperti
uji Rumple Leede positif, ptekiae, perdarahan mukosa, perdarahan saluran

17
gastrointestinal yang ditandai dengan muntah darah ataupun BAB berdarah. Pada
pasien ini demam berdarah dengue dapat disingkirkan karena tidak adanya tanda
kebocoran plasma yang ditandai dengan adanya efusi pleura, asites dan
berdasarkan perhitungan nilai hematokrit dari pemeriksaan darah serial, kenaikan
hematokrit tidak sampai 20 % dimana hal ini mengeksklusikan pasien dari kasus
demam berdarah dengue. Demam berdarah dengue merupakan suatu keadaan
dengue yang disertai dengan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,
dimana kasus ini yang lebih serius dibandingkan dengan demam dengue terkait
adanya kebocoran plasma.3 Keadaan lain yang lebih serius dari demam berdarah
dengue adalah syok, yakni dimana ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi yang
ditandai dengan akral dingin, sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan
lembut hingga tidak teraba dan dari penampakannya anak tampak lesu dan gelisah
sedangkan dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya
hipoproteinemia, hiponatremia kadar transaminase darah serum dan urea nitrogen
darah meningkat dan kadang ditemukan albuminuria ringan yang bersifat
sementara. Berdasarkan informasi di atas, pasien ini termasuk demam dengue
karena tidak adanya tanda kebocoran plasma, baik secara pemeriksaan fisik
maupun laboratorik.3
Pada pasien ini juga disampaikan adanya spasme pada otot leher, dimana hal
ini sangat dimungkinkan terkait dengan ketidakseimbangan elektrolit terkait infeksi
dengue. Penurunan kadar sodium atau keadaan hiponatremia merupakan masalah
yang sering pada serum pasien dengan demam dengue. Kalium serum ditemukan
juga menurun pada beberapa kasus sehingga sering terjadi hipokalemia ringan pada
pasien dengan demam dengue. Pada studi baru-baru ini ditemukan abnormalitas
pada kadar natrium, kalium, kalsium dan klorida serum pada pasien dengue.
Hiponatremia pada pasien demam dengue disebabkan oleh karena berkurangnya
pasien mengonsumsi garam, adanya peningkatan reabsorbsi tubulus dan
peningkatan sekresi hormon antidiuretik dalam mekanisme sekunder terkait stres,
demam dan dehidrasi merupakan penyebab tersering dibanding adanya kelainan
fungsi di tubulus ginjal. Abnormalitas elektrolit yang dilaporkan berupa

18
hiponatremi terutama pada pasien dengan syok dan hiperkalemi, sedangkan kadar
kalsium biasanya di atas rentang nilai normal.4
Selain itu, pada pasien ini ada menunjukkan gejala psikosis berupa halusinasi
auditorik sejak hari kedua demam. Sebenarnya, untuk gejala psikiatri yang
menyertai infeksi dengue sangat jarang dan biasanya dikaitkan dengan kejadian
ensefalitis akibat adanya infeksi virus yang menyerang otak. Penegakkan diagnosis
psikosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah untuk menyingkirkan
kelainan metabolik, CT scan kepala untuk menyingkirkan perdarahan intraserebral,
edema serebri dan pada pasien ini tidak ditemukan adanya defisit neurologis
sehingga dapat menyingkirkan ensefalopati namun masih belum dapat
menyingkirkan kemungkinan lain karena hal-hal diatas tidak diperiksakan pada
pasien ini. Untuk itu, masih belum dapat ditegakkan apakah keluhan halusinasi
yang muncul berhubungan dengan infeksi dengue ataukah murni kelainan psikiatri
yang menyertai pasien. Hipotesis sementara menurut Gulati, et al oleh karena
adanya keterlibatan neurologis akibat virus dengue berupa lesi di jaringan saraf
akibat virus, perdarahan kapiler, disseminated intravascular coagulation dan
gangguan metabolik. Berdasarkan laporan kasus di India, pemberian antipsikotik
atipikal bersamaan dengan pengobatan demam dengue memiliki respon yang baik
dimana ada satu kasus, gejala psikosis hilang setelah 3 hari sedangkan pasien lain
menunjukkan perbaikan dalam seminggu.6 Berdasarkan hasil anamnesis, tidak
didapatkan adanya riwayat masalah kejiwaan sebelumnya pada pasien maupun
pada keluarganya sehingga pada pasien ini harus dimonitor kondisi setelah
sakitnya, apakah masih ada gejala psikosis tersebut atau gejala tersebut hilang
seiring penyembuhan dari penyakit dasarnya.
Pada pasien ini diberikan terapi berupa terapi simtomatik dan suportif, yakni
antibiotik, dimana pemberian antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya
infeksi nososkomial yang mungkin terjadi, sebab pada pasien ini dilakukan pungsi
vena berulang kali untuk keperluan laboratorium dan akibat infeksi dengue daya
tahan tubuh pasien juga turun sehingga rentan terhadap penyakit.7 Pada pasien juga
diberikan parasetamol, dimana pasrasetamol merupakan antipiretik yang aman

19
pada kasus ini dan tidak dianjurkan pemberian obat golongan NSAID lain termasuk
asetosal/salisilat karena pada kasus infeksi seperti demam dengue terdapat
gangguan koagulasi dan fibrinolisis sehingga pemberian asetosal dapat
memperberat keluhan pasien.3 Kemudian pemberian dexametason pada kasus ini
berperan sebagai antiinflamasi yang bekerja dengan menghambat sintesis
prostaglandin sehingga menurunkan suhu tubuh yang demam.7 Obat lain yang
diberikan yakni antihistamin H-2 blocker untuk keluhan nyeri perut dan anti
muntah untuk penanganan muntah sering pada pasien untuk mencegah dehidrasi.
Sedangkan pemberian fenobarbital pada kasus berperan sebagai pelemas otot untuk
keluhan spasme pada pasien ini.3
Beberapa edukasi yang diberikan pada pasien yaitu minum air yang banyak
dan makan makanan tinggi karkohidrat dan tinggi protein. Selain itu, diberikan
pula edukasi kepada keluarga pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan infeksi
dengue dengan 3M, yaitu menutup dan menguras bak air, serta mengubur barang-
barang bekas dan menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan pakaian
lengan panjang.
Fase penyembuhan yang terjadi pada pasien dengan infeksi dengue dapat
dilihat dari penurunan suhu tubuh. Meskipun begitu, pasien harus tetap diobservasi
untuk melihat ada tidaknya komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah
suhu turun, yakni di hari 3-7 sakit. Setelah melalui masa kirtisnya, akan terjadi
reabsorsi cairan secara bertahap, klinis pasien membaik, nafsu makan mulai baik,
gejala gastrointestinal membaik, hemodinamik stabil dan diuresis kembali
membaik. Pada demam dengue, umumnya penurunan suhu mengarah kepada
terjadinya penyembuhan, sedangkan pada demam berdarah dengue kemungkinan
dapat terjadi kegagalan sirkulasi, yang ditandai dengan tanda-tanda syok lainnya
seperti penuruan kesadaran, takipneu, takikardi/bradikardi dengan denyut nadi yang
teraba lemah, akral dingin, CRT>2”, dan tekanan nadi menyempit.1,2
Prognosis pada anak umumnya baik dengan pengawasan dan terapi yang
adekuat. Prognosis pada pasien quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada
pasien saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis quo ad functionam adalah

20
bonam karena organ vital pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat
adanya manisfestasi perdarahan. Prognosis quo ad sanactionam adalah dubia ad
bonam karena infeksi berulang dengue dapat menyebabkan derajat infeksi yang
lebih serius dari infeksi sebelumnya. Dengan edukasi yang tepat, maka dapat
dilakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi virus dengue berulang.3
Pasien dapat dipulangkan karena sudah memenuhi kriteria pulang pasien
dengan demam dengue antara lain bebas demam 24-48 jam tanpa menggunakan
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, urin output
adekuat, jumlah trombosit > 50.000/mm3, serta tidak dijumpai adanya distress
pernafasan maupun asites.3,8

21
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and


Dengue Hemorrhagic Fever. 2011; 17-45.
2. WHO. Handbook for Clinical Management of Dengue. 2012; 22-50.
3. IDAI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Cetakan kedua.
Jakarta : IDAI. 2010; 226-30, 338-42, 364-7.
4. Lumpaopong A, Kaewplang P, et al., Electrolyte disturbances and abnormal
urine analysis in children with dengue infection,Southeast Asian J Trop Med
Public Health,2010;41(1):72-6.
5. Gulati S, Maheshwari A. Atypical manifestations of dengue. Trop Med Int
Health 2007;12:1087‑95.
6. Chaudhury S, Jagtap B, Ghosh DK. Case report: Psychosis in dengue fever.
Departments of psychiatry and pathology, Rural Medical College, Pravara
Intitute medical science (DU), Loni, Maharashtra, India. 2017.
7. Departemen Kesehatan RI. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. 2004; 11-43.
8. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jakarta: IDAI. 2010; 141-9.

22
LAMPIRAN PEMERIKSAAN DARAH SERIAL
Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan
Darah Rutin 6/11/2017 6/11/2017 7/11/2017 8/11/2017 9/11/2017 9/11/2017
(12:32) (21:26) (06:40) (06:40) (18:21) (06:07)
Leukosit 7.400/mm3 4.900/mm3 5.800/mm3 4.700/mm3 6.900 mm3 7.400 mm3

Eritrosit 5,99 juta/mm3 5,52 juta/mm3 4.94 juta/mm3 5,58 juta/mm3 5,51 juta/mm3 5,31 juta/mm3

Hemoglobin 12,8 g/dl 11,9 g/dl 12,9 g/dl 11,9 g/dl 11,5 g/dl 11,3 g/dl

Trombosit 87.000/mm3 81.000/mm3 121.000/mm3 65.000/mm3 82.000/mm3 109.000/mm3

Hematokrit 36,1% 32,9% 32,6% 33,6% 32,9% 32,9%

23

Anda mungkin juga menyukai