Makalah Jadi Perkawinan Campuran
Makalah Jadi Perkawinan Campuran
PENDAHULUAN
Contoh konkretnya kita ambil masalah Pernikahan. Suatu hal yang sering
menjadi bagian dari kehidupan para insan selama di dunia ini. Akan tetapi sangat
disayangkan, pernikahan yang terjadi sekarang kebanyakan adalah pernikahan
dalam perbedaan agama. Kenyataannya sampai saat ini, pernikahan salah aturan
ini semakin lama menjadi gejala yang semakin umum di dalam kehidupan
masyarakat di negeri ini. Dengan semakin banyak dan semakin diterimanya
pernikahan beda agama di negara yang konon katanya merupakan negara dengan
jumlah penganut agama Islam terbesar di dunia dan adanya fakta bahwa terjadi
pro kontra di dalam kalangan umat Islam sendiri dalam menyikapi masalah
pernikahan beda agama ini. Karena hal tersebutlah, maka patutlah hal ini ditulis.
Agar tak berlangsung akan kesalahan yang telah terlampau dibiarkan terjadi ini.
Sebagai umat yang mengaku beragama Islam, beriman kepada Allah dan
juga beriman kepada kitab suci Al Qur’an. Maka sudah selayaknya Al Qur’an
yang dijadikan sebagai referensi utama. Sebelum bertindak yang hanya berkaca
pada suatu kebiasaan belaka. Demi keselamatan umat islam selanjutnya.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui pengertian nikah, tujuan serta manfaatnya bagi setiap insan dalam
kehidupannya.
2. Mengetahui apa yang harus kita lakukan ketika dihadapkan pada permasalahan
atau pada suatu hal yang berhubungan dengan masalah pernikahan
3. tidak membiarkan serta tidak mempraktekkan apa yang telah menjadi larangan
didalam kitab al-Qur’an
2
1.4 Manfaat Penulisan
Sudah terlampau banyak hal yang menjadi larangan terjadi di dunia ini,
khususnya di Indonesia. Termasuk tentang nikah. Atau dalam pernikahan. Sudah
banyak umat yang tidak memperhatikan al-qur’an dan al-hadist sebagai tuntunan
bagi setiap gerak dan tingkah dalam hidupnya. Sehingga tak ayal, terjadilah
keamburadulan dalam kehidupannya.
Maka dari hal itu, penulisan ini, guna untuk mengajak semua umat islam
untuk kembali menyadarkan dirinya, kembali menatap serta mengilhami isi dalam
al-qur’an dan al-hadist. Agar apa yang akan mereka sikapi tidak salah kaprah
dalam kacamata agama mereka sendiri. Termasuk, dalam memilih calon
pendamping hidup. Suami atau isteri-isteri mereka. Dimana dalam ajaran islam,
yang pantas menjadi pendamping mereka adalah yang seagama dengan diri
mereka.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga
oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan
memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin
adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.
4
Nikah menurut majasi (wadl’iyah) ada empat kemungkinan:
1. Nikah yang sah ialah: pelaksanaan akad nikah secara benar menurut tata cara
yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan, dan mengetahui ilmunya. Nikah seperti
ini mendapat pahala dari Allah SWT.
2. Nikah yang sah tetapi haram ialah: Pelaksanaan akad nikah secara benar sesuai
tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan tetapi tidak mengetahui
ilmunya. Praktik nikah seperti ini jelas berdosa.
3. Nikah yang tidak sah dan haram ialah: Pelaksanaan akad nikah yang tidak
sesuai tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan, karena tidak mengetahui
ilmunya dan praktiknya juga salah. Selain tidak benar praktik nikah seperti ini
mengakibatkan berdosa.
5
2.3 Dasar Pernikahan Menurut Agama Islam
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi
kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan
dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti:
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang
telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh Islam.
6
(shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat
Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri
melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya
rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap
muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal
yaitu: (a) sesuai kafa’ah; dan (b) shalih dan shalihah.
7
d. Memilih yang shalih dan shalihah
Lelaki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah dan
wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur’an: “Wanita yang
shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak
ada, olkeh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34). Menurut
Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah
ialah : “Ta’at kepada Allah, ta’at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang
menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti
wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32).
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan
berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga
adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah
dan amal-amal shalih yang lain. Sampai-sampai bersetubuh (berhubungan suami-
istri) pun termasuk ibadah (sedekah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!.”
Mendengar sabda Rasulullah itu para shahabat keheranan dan bertanya: “Wahai
Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya
akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab:
“Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain
istrinya, bukankah mereka berdosa .? “Jawab para shahabat : “Ya, benar”. Beliau
bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat
8
yang halal), mereka akan memperoleh pahala!”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim,
Ahmad dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).
Allah tidak akan pernah memerintahkan kepada hambaNya akan suatu hal
yang tak memberi manfaat. Termasuklah suatu hal yang tak ada hikmahnya. Maka
karena itu, jika kita selalu berpedoman terhadap al-Qur’an dan al-Hadist akan kita
9
dapatkan hikmah dibalik kepatuhan kita terhadap ajaran Allah SWT. Termasuk
disini disebutkan akan hikmah dalam suatu pernikahan:
* Menjaga keturunan
10
hidup non-muslim. Hal ini tentu saja dianggap oleh masyarakat kita yang
mayoritas beragama Islam sebagai penyalahan atau pergeseran nilai-nilai Islam
yang ada.
Tak jarang hal ini sering menimbulkan gejolak dan reaksi keras di
kalangan masyarakat kita. Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua
pihak pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki argumen rasional maupun
argumen logikal yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap
dalil-dalil Islam tentang pernikahan beda agama.
11
mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah
membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir
sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah
amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi”.(Al-Maaidah Ayat
5).
Pada surat Al-Baqarah ayat 221 terang di jelaskan bahwa :Baik laki-laki
ataupun perempuan memiliki larangan untuk menikahi atau dinikahkan oleh
seorang musyrik dan dalam surat Al-Maidah di jelaskan kembali bagi seorang
laki-laki, boleh menikahi AHLI KITAB. Namun terdapat beberapa pendapat
bahwa ahli kitab di sini bukanlah penganut injil,ataupun taurat yang ada pada saat
ini. Ahli kitab yang dimaksudkan disini ialah mereka yang bersyahadat Mengakui
adanya ALLAH akan tetapi tidak mengakui adanya Muhammad.
Namun akhir-akhir ini, timbul banyak pendapat baru yang secara legal
membolehkan pernikahan beda agama dengan argumen larangan kawin beda
agama dalam berbagai kitab tafsir dan fiqh dihasilkan oleh ideologi politik yang
memandang manusia dalam batas-batas agama dimana terlihat jelas bahwa
pelarangan ini untuk menjaga stabilitas, keutuhan dan terpeliharanya dar al-Islam
12
(teritori Islam). Dan salah satu yang membuat terobosan lain dalam hal
pembolehan pernikahan beda agama ialah yang dilakukan oleh Pusat Studi Islam
Paramadina, lembaga yang didirikan Nurcholis Madjid 30 Oktober 1986 silam ini
dalam Klub Kajian Agama (KKA) ke-200, yang digelar pada 17 Oktober 2003
lalu berani mengeluarkan penafsiran baru atas pernikahan beda agama.
Oleh karena melihat fakta yang seperti ini, kita dapat berpendapat bahwa
sudah lama perkawinan antar agama menjadi perdebatan. Dan meskipun
pengakuan legal formal pembolehan hal ini belum tersurat, prakteknya warga
yang melakukan perkawinan beda agama terus bertambah, lantas bagaimana
sebenarnya pandangan hukum dari perspektif fiqh (baca: hukum Islam). Dalam
makalah ini akan dijelaskan global permasalahan dengan tidak bermaksud untuk
menjustifikasi mana yang benar maupun mana yang salah.
Asbab al-nuzul dari surat ini ialah ketika salah seorang sahabat yang
bernama Ibnu Mursyid al-Ghanawi akan mengawini seorang wanita musyrik
dengan memohon izin terlebih dahulu kepada Rasulullah sampai dua kali, setelah
kedua kali Rasulullah berdoa dan turunlah ayat ini.
13
Dari ayat ini, secara zahir jelas-jelas melarang wanita maupun laki-laki
muslim untuk menikah dengan calon pasangannya yang musyrik. Musyrik yang
dalam hal ini bisa kita kaitkan dengan seseorang yang melakukan perbuatan syirik
(menyekutukan Allah) salah satu dosa paling besar, mereka semua itu haram
untuk dinikahi oleh semua umat Islam (laki-laki maupun perempuan). Kedua,
dalam surat al-Mumtahanah: 10 yang berisi larangan perkawinan wanita muslim
dengan laki-laki kafir. Teks ayat tersebut :
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi
mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara
14
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu”
Dari ayat ini memang jelas bahwa laki-laki muslim boleh menikahi
perempuan ahli kitab. Dan setelah turunnya ayat ini, banyak sebagian sahabat
yang menikahi wanita-wanita ahli kitab, seperti Usman bin Affan kawin dengan
Nailah binti Quraqashah al-Kalbiyah yang Nasrani, Thalhah bin Ubaidillah
dengan perempuan Yahudi di Damaskus, Huzaifah kawin dengan perempuan
Yahudi di Madyan, bahkan Rasulullah saw pun pernah menikahi perempuan ahli
kitab yaitu Nabi Maria Qibtiyah, perempuan Kristen Mesir dan Sophia yang
Yahudi.
Namun masalah pernikahan ahli kitab ini terdapat masalah pokok, ialah
yang pertama siapakah yang dimaksud ahli kitab kalau dikaitkan dengan konteks
sekarang? Sebelumnya terlebih dahulu kita lihat definisi ulama mengenai ahli
kitab ini. Imam Abu Hanifah dan mayoritas ulama fiqh, seperti dikutip Zainun
(dosen UIN Syarif Hidayatullah), berpendapat bahwa siapapun yang mempercayai
salah seorang nabi atau salah satu kitab suci yang pernah diturunkan oleh Allah,
maka ia termasuk ahlul kitab. Rasyid Ridha bahkan menegaskan bahwa Majusi,
Sabian, Hindu (Brahmanisme), Budha, Konghucu, Shinto dan agama-agama lain
dapat dikategorikan sebagai ahli kitab. Namun kiranya pendapat dari Haji
Abdullah ini kami rasa lebih mewakili, beliau berpendapat, apa yang dimaksud
dengan ahli kitab ini ialah seorang yang dapat membuktikan bahwa agamanya
mempunyai kitab yang diturunkan pada seorang Rasul dari keluarga Ibrahim dan
agama itu ialah Islam, Yahudi, Nasrani serta suhuf-suhuf kepada Nabi/Rasul
tertentu. Maka yang dimaksud ahli kitab ialah mereka yang menganut keyakinan:
1) Iman dan percaya kepada Allah SWT, 2) Iman dan percaya kepada salah satu
kitab sebelum al-Qur’an diturunkan (sebelum Muhammad saw), 3) Iman dan
percaya kepada rasul-rasul Allah SWT.
Jadi kita dapat sedikit menarik kesimpulan bahwa ahli kitab itu orang-
orang yang menerima dan mempercayai kitab yang diturunkan Allah kepada
15
Rasul-Nya sebelum Nabi Muhammad saw (al-Qur’an) itu ada. Sehingga ini sesuai
dengan konsep pernikahan yang dilakukan sahabat yang pernah nikah dengan
wanita ahli kitab, karena memang di zaman itu ahli kitab itu masih benar-benar
ahli kitab yang hidup sebelum (dekat) al-Qur’an diturunkan. Sedangkan orang-
orang (Yahudi, Nasrani) sekarang tidaklah dapat disebut sebagai ahli kitab.
Mahmud Yunus mengatakan bahwa sekarang ini tidak ada lagi ahli kitab
(kalaupun ada, itupun dalam jumlah yang sangat sedikit sekali). Terlebih sekarang
kitab mereka perjanjian lama dan perjanjian baru sudah banyak terkontaminasi
atau dalam bahasa lainnya sudah banyak campur tangan manusia.
Terakhir dapat kita katakan perkawinan beda agama dalam kajian hukum
Islam dilarang dengan ketentuan yaitu pelarangan secara tegas untuk wanita dan
laki-laki muslim yang haram untuk menikahi orang kafir. Kedua, mengungkapkan
pelarangan wanita muslim untuk dinikahkan dengan laki-laki non-muslim, ketiga
ialah dibolehkannya laki-laki muslim menikahi wanita yang benar-benar ahli
kitab.
16
masing-masing agamanya, yang sesuai dengan pasal 60 ayat (1) sesuai dengan
tata cara hukum agama suaminya.
ANALISIS
17
kesulitan dalam melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab, yaitu mendidik
anak-anaknya secara Islam, karena kesempatan bergaul anak-anak lebih banyak
dengan ibunya. Kesulitan itu akan diperparah lagi apabila istrinya (ibu anak-anak)
masih fanatik terhadap agamanya.
60. Al Mumtahanah
18
(perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta
mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah
mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
5. Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-
orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi
mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan[402]
diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu
telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan
maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang
kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah
amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.
19
melestarikan keturunan dengan cara menikah. Hewan dan tumbuh-tumbuhan yang
dikenal mahluk tak ber-akal, ternyata juga perlu menikah.
Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi setiap orang yang ber-imam supaya
memilih pasangan yang se-iman. Wajar, jika al-Qur’an dan hadis, banyak
memberikan penjelasan seputar wanita atau lekaki yang akan menjadi pasangan
hidup. Allah Swt menegaskan bahwa ke-imanan (tauhid), merupakan syarat
mutlaq untuk menjadi pasangan hidup seseorang. Sebab, pernikahan itu
sebenarnya tidak hanya berlangsung di alam fana’, tetapi hingga sampai pada
kehidupan abadi (surga).
Oleh karena itu, orang tua hendaknya selektif di dalam menentukan pilihan
menantunya. Belum tentu lelaki atau pemilik (benih) yang akan tertanam di dalam
20
rahim putrinya adalah benih yang bagus, sehingga membawa kebaikan bagi
banyak orang, khususnya keluarganya. Atau sebaliknya, wanita pemilik (ladang)
itu banyak hama, kuman dan virus, sehingga benihnya tidak bisa tumbuh dengan
baik dan sempurna.
Asbabun al-Nuzul ayat ini turun pada seorang sahabat yang beranama Abi
Marsad al-Ganawi. Ia datang kepada Nabi agar supaya di zinikan menikah dengan
seorang wanita yang sangat cantik dan menarik, akan tetapi wanita itu seorang
yang menyekutukan Allah SWT. Lantas ia bertanya” Wahai Rosulullah,
sesungguhnya wanita sangat cantik dan memikat hatiku” Kemudian, turunlah ayat
ini sebagai bukti larangan menikahi wanita musrik.
21
terperinci, menikah itu hendaknya juga memperhatikan (penampilan (cantik/
ganteng), materi (cukup), nasab (keturunan) dan moral (agama). Masing-masing
yang disebutkan di atas akan saling menyempurnakan dan melengkapi menuju
rumah tangga yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan itu pula, sudah jelas. Bahwa Allah melarang hubungan nikah
antara umat muslim dan non muslim guna keselamatan umat itu sendiri. Baik
keselamatan dunia dan akhirat. Serta untuk keselamatan keturunannya dan
keselamatan akan agama islam. Karena dengan benar-benar menjaga hubungan
sesama muslimlah yang akan menjadikan kita selamat.
Kita harus ingatpula akan tujuan dari nikah diatas. Dengan dampak yang
begitu memprihatinkan, jika sampai diantara kita terlampau melakukan
pernikahan dengan seseorang yang berbeda agama dengan diri kita.
Marilah kita pahami dan lihat kembali hikmah pernikahan dengan sesame
muslim yang Allah janjikan:
* Menjaga keturunan
Dengan itulah, kitapun harus patut bersyukur karena Allah telah menjaga
kita sebagai umatnya dengan segala aturannya. Marilah, kita lihat.. kembalikan
diri kita untuk hanya berpatokan pada al-Qur’an dan al-Hadist atas setiap lakon
kehidupan kita. Agar kita selamat.
23
3.2 Saran
Karena sejatinya, untuk menjaga diri kita kita harus menjaga aturan agama
kita. Seiring dengan itulah, keselamatan dunia akhirat akan kita dapatkan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan,Abdul aziz (et.al). 1996 Ensiklopedi Hukum Islam. Ictiar Baru Hoeve:
Jakarta.
Al-Qur'an al-Karim
http://andreprikitiew.wordpress.com/2012/10/08/munakahat-menurut-islam-
download-ppt-dan-word/
http://www.fatihsyuhud.net/2012/11/pernikahan-beda-agama-dalam-islam/
http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/09/status-hukum-anak-hasil-perkawinan.html
25