Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

atar Belakang
Selama beberapa waktu, sifilis telah keluar dari pandangan, pikiran, dan memori,
Tetapi insiden di dunia Barat sekarang telah bangkit lagi dan bisa sekali lagi menjadi masalah
kesehatan utama. Perubahan ini telah mengikuti jumlah meningkat pesat manusia
Immunodeficiency Virus (HIV) positif di seluruh dunia, bersama dengan kedatangan
wisatawan kesehatan, ekonomi migran, pencari suaka, dan ketersediaan mudah murah
perjalanan.
Sama seperti sifilis tetapi menghilang sebagai sebuah entitas dalam memori kerja besar
sebagian dokter anestesi, maka tiba-tiba muncul kembali sebagai kondisi yang ada pada
wanita menyajikan operasi untuk SC. Gambar 1 menunjukkan perubahan kejadian sifilis di
Inggris selama 10 tahun terakhir. Tinjauan ulang ini dimaksudkan menginformasikan untuk
dokter anestesi merawat wanita dengansifilis.

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sifilis?


2. Apa etiologi dari sifilis?
3. Apa patofisiologi dari sifilis?
4. Bagaimana tanda dan gejala sifilis?
5. Apa klasifikasi sifilis?
6. Apa saja komplikasi dari sifilis itu?
7. Bagaimana cara penularan dari sifilis itu?
8. Bagaimana pengaruh terhadap kehamilan itu?
9. Apa itu dari diagnosis?
10. Apa saja penatalaksanaan dan terapi sifilis?

11. Bagaimana asuhan setelah persalinan pada penderita dan sifilis

1.3. Tujuan
1. 1.Untuk mengetahui definisi sifilis
2. Untuk mengetahui etiologi dari sifilis
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari sifilis
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala siilis
5. Untuk mengetahui klasifikasi sifilis
6. Untuk mengetahui komplikasi sifilis
7. Untuk mengetahui penularan sifilis
8. Untuk mengetahui pengaruh terhadap kehamilan
9. Untuk mengetahui diagnosis
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan terapi
11. Untuk mengetahui asuhan setelah persalinan pada penderita dan sifilis

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bias
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya.
Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit
ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang
seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi,
dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya
dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus
dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis
kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap
janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum
pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

2.2Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan
salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang
sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue,
Treponema pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang
umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang
melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan
kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum
bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti
lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem
peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.

2.3 Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat
tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang
menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat
terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati,
sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.
2.4 Tanda dan gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-
4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum,
bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya
penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker
berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi
suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah,
tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah
bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka
biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara
keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-
12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa
bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan
kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi
pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri.
Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati
bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan
pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan
ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan
bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami
kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit
ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan,
mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten
dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau
berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang
luka yang infeksi kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan
sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai
organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut.
Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah
pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa
terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk
di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau
kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.

3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3
jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan
neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada
bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk,
kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental,
kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia)
dan kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah,
menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai
kejang otot (paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan
peradangan sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian
terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan
kendur (paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami
demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan
yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan
ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan
kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan
akan kebesaran dan penurunan persepsi.
c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang progresif,
yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada
tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama
dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil
mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian
terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan
tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan
wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh,
terutama lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga
terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang,
sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan
pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi
penderita bisa mengalami cedera.
5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

2.5 Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap
stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ
tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum.
Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil
yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya
tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa
hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya
seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat
paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan
dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1
kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil,
putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu,
cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh.
Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri
kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang
bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau
tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali
disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya
menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat
mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
C. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma
umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma
dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar
mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru,
testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
D. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis
(pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10%
penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak
terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis
ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan
mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi
positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non
treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya
VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi
negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau
ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI.
Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan
dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis.
2.6 Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat
dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
2. Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-abuan dan
licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan cacat.

2.7 Penularan
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam
kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada
di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau pada saat
menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi jika
pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan cara
lain, yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis,
Treponema pallidum, walaupun itu baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh
dikatakan tidak pernah terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan penyakit syphilis
dapat terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika tidak
(pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia tidak akan
punya resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.

2.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan


Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya dan
janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini,
dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki,
serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.

2.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin terjadi
minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat bawaan pada
janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi
perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat spirokaeta
treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.

2.10 Penatalaksanaan dan Terapi


Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil
atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan
menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati dangan terapi penisilin G
injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu
memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan
eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh buruk
terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang
sedang hamil.
Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi
Infeksi Primer
Infeksi Sekunder
Fase Laten kurang dari 1 tahun

• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15 hari
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
Sifilis laten lebih dari 1 tahun

• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari
selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis

• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti pinisilin G
Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg
sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin sebanyak 2,4
juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan
Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer,
sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu
penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi dapat diganti
dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM selama 10
hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis kardiovasculer
diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap minggu 3x, tetapi
jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500 ng PO selama 30
hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous kristalin 2,4
juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta unit secara IM.
Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM setiap hari dengan probenesid
500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta secara
IM.
2.11 Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis
1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak mendapatkan
pinisilin ibu harus mendapatkan terapi
2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang dapat
menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bisa
terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan
melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Penyebab infeksi
sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri
spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang
melalui 4 tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang
sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis, transplasenta, melakukan hubungan
seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis.
Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain itu juga diberikan
eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.

3.2 Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan. Oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan membangun,
guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarata :
Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates

http://artiasofftiyani.blogspot.co.id/2013/10/makalah-sifilis.html

Anda mungkin juga menyukai