Anda di halaman 1dari 68

1.

FRAKTUR

A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dn
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price &
Wilson,2006)
B. Etiologi
Klasifikasi fraktur: (Khairudin,2003)
Klasifikasi etiologis
1. Fraktur traumatic
2. Fraktur patologisterjadi pada tulang karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang (infeksi,tumor,kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan
atau akibat trauma ringan
3. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah
tulang yang menopang berat badan. Fraktur stres jarang sekali ditemukan pada anggota
gerak atatas.
C. Klasifikasi klinis
1. Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. Karena adanya perlukaan dikulit
3. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi tulang

Klasifikasi radiologi

1. Lokalisasi: diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi


2. Konfigurasi: F.transfersal, F.oblik, F.spiral, F.Z, F.segmetal, F.komunitif (lebih dari deaf
ragmen), F.baji biasa pada vertebra karena trauma, F.avulse, F.depresi, F.pecah, F.epifisis
3. Menurut ekstensi: F.total, F.tidak total, F.buckel atau torus, F.garis rambut, F.green stick
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya: tidak bergeser, bergeser
(bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi)

Fraktur terbuka dibagi atas tiga derajat (menurut R.Gustino), yaitu

Derajat I :

- Luka <1cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit,tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal

Derajat II :

- Laserasi >1cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang

Derajat III :

1
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler
serta kontaminasi derajat tinggi

Fraktur dapat dikategorikan berdasarkan

1. Jumlah garis
a. Simple fraktur : terdapat satu garis fraktur
b. Multiple fraktur : lebih dari satu garis fraktur
c. Comminutive fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah menjadi fragmen kecil
2. Luas garis fraktur
a. Fraktur incomplete : tulang tidak terpotong secara total
b. Fraktur komplikasi : tulang terpotong total
c. Hair line fraktur : garis fraktur yang tidak tampak
3. Bentuk pragmen
a. Greenstick : retak pada sebelah sisi dari tulang
b. Fraktur transversal : fraktur fragmen melintang
c. Fraktur obligue : fraktur fragmen miring
d. Fraktur spiral : fraktur fragmen melingkar
D. Manifestasi klinis
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas,jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi
pada orang tua,penganiayaan,tertimpa benda berat,kecelakaan kerja,trauma olahraga)
4. Gangguan fungsio anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krefitasi atau datang dengan gejala-gejala lain

Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa

Falang/metacarpal/metatarsal/kosta : 3-6 minggu

Distal radius : 6 minggu

Diafisis ulna dan radius : 12 minggu

Humerus : 10-12 minggu

Klavikula : 6 minggu

Panggul : 10-12 minggu

Femur : 12-16 minggu

Kondilus femur/tibia : 8-10 minggu

Tibia/fibula : 12-16 minggu

Vertebra : 12 minggu

Pemeriksaan penunjang

2
1. X-ray : menentukan lokasi /luasnya fraktur
2. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebh jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati

Penatalaksanaan

a. REPOSISI : pengembalian fragmen tulang keposisi semula

1. Reposisi tertutup : dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang reposisinya dgn


memanipulasi dan traksi manual.

2. Reposisi terbuka : dilakukan dengan pendekatan bedah,fragmen tulang direposisi.

b. IMOBILISASI : mempertahankan reposisi sampai tahap penyembuhan.

1. Konservatif fiksasi eksterna : gips,bidai,traksi

2. ORIF(Open Reduction Internal Fixation): pen,flat,screw

c. REHABILITASI : pemulihan kembali/pengembalian fungsi dan kekuatan normal bagian


yang terkena

E. Pathway

3
F. Asuhan keperawatan

1. PENGKAJIAN

Pemeriksaan Fisik Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah
yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

a) Gambaran Umum Perlu menyebutkan:

1.Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan
klien.

(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut.

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.

2.Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.

(b)Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.

(c) Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

4
(d) Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

(e) Mata Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)

(f) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

(g) Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

(h)Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.

(i) Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

(j) Paru

1. Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.

2. Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

3. Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya4. Auskultasi Suara
nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

(k)Jantung

1. Inspeksi Tidak tampak iktus jantung.

2. Palpasi Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

3. Auskultasi Suara tunggal, tak ada mur-mur.

(l) Abdomen

1. Inspeksi Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

2. Palpasi Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

3. Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

4. Auskultasi Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit. Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada


hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

5. Keadaan Lokal Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia,
Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:

(1)Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

a. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).

b. Cape au lait spot (birth mark).

c. Fistulae.

5
d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).

f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih
dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang
perlu dicatat adalah:

a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal 3 – 5

b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.

c.Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot:
tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada
tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri
atau tidak, dan ukurannya. Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan
pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan
sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran 36 derajat, dari tiap arah pergerakan
mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995) 3)

Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”


menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan xray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-
ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu
tehnik khususnya seperti:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu
struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

6
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase
(AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab
infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.

(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Donna D, 1995)

Data Subjektif : klien mengatakan-”sakit pada bagian tulang tertentu”

-“sakit saat menggerakkan anggota


tubuh tertentu”
-“kemerahan atau lebam pada
bagian tubuh tertentu”
-“bengkak pada bagian tulang
tertentu”
-“tidak dapat bergerak leluasa dan
memenuhi kebutuhannya”
-“aktivitasnya dibantu”
-“badannya terasa lemah”
-“tulang tertentu tampak bengkok”
-“khawatir dengan keadaannya”

7
Data Objektif : klien tampak lemah,wajah tampak meringis saat bergerak, tampak hati2 dan
melindungi bagian tubuh tertentu saat bergerak,tampak kemerahan,kebiruan dan bengkak
pada bagian tubuh tertentu,tampak adanya deformitas tulang tertentu,tampak imobilisasi dan
ADL dibantu,ekspresi wajah tampak cemas dan tegang

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pohon masalah pada patofisiologi di atas dapat dirumuskan beberapa diagnosa
keperawatan yang mngkin muncul :
1. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder terhadap: fraktur tertutup
d.d klien mengatakan sakit pada bagian tubuh tertentu,sakit saat menggerakan anggota tubuh
tertentu, wajah tampak meringis saat bergerak dan tampak hati2 dan melindungi bagian tubuh
tertentu saat bergerak.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder terhadap :
fraktur tertutup d.d klien mengatakan tidak dapat bergerak leluasa dan memenuhi
kebutuhannya,aktivitasnya dibantu,badannya terasa lemah, tulang tertentu tampak bengkok,
tampak adanya deformitas tulang, tampak imobilisasi dan ADL dibantu.
3. Ansietas b.d ancaman actual atau dirasakan adanya ancaman terhadap konsep diri sekunder
terhadap : perubahan status kesehatan d.d klien mengatakan khawatir dengan keadaannya,dan
ekspresi wajah tampak cemas dan tegang.
4. Risiko perubahan Perfusi jaringan perifer b.d trauma atau kompresi pembuluh darah.
5. PK(Potensial Komplikasi): Emboli Lemak

3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


a.Prioritas Diagnosa keperawatan:
Dari kelima Diagnosa Keperawatan yang muncul dapat ditentukan prioritas diagnsa
keperawatan berdasarkan berat ringannya masalah sbb :
1. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder terhadap: fraktur tertutup
d.d klien mengatakan sakit pada bagian tubuh tertentu,sakit saat menggerakan anggota tubuh
tertentu, wajah tampak meringis saat bergerak dan tampak hati2 dan melindungi bagian tubuh
tertentu saat bergerak.
2. Risiko perubahan Perfusi jaringan perifer b.d trauma atau kompresi pembuluh darah.
3. Kerusakan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder terhadap :
fraktur tertutup d.d klien mengatakan tidak dapat bergerak leluasa dan memenuhi
kebutuhannya,aktivitasnya dibantu,badannya terasa lemah, tulang tertentu tampak bengkok,
tampak adanya deformitas tulang, tampak imobilisasi dan ADL dibantu.
4. Ansietas b.d ancaman actual atau dirasakan adanya ancaman terhadap konsep diri
sekunder terhadap : perubahan status kesehatan d.d klien mengatakan khawatir dgn
keadaannya, dan ekspresi wajah tampak cemas dan tegang
5. PK(Potensial Komplikasi): Emboli Lemak

8
b. Rencana keperawatan ( Carpenito,2000 dan Wilkinson 2007)
1. Nyeri akut b.d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder terhadap : Fraktur tertutup
Tujuan : nyeri teratasi dengan menunjukan tanda2 nyeri hilang atau terkontrol dan
penggunaan keterampilan relaksasi
Intervensi :
- Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi
Rasional : menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang dan jaringan yang
cedera.
- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
Rasional : meningkatkan aliran balik vena, menurunkan odem dan menurunkan nyeri
- Hindari penggunaan sprei atau bantal plastik dibawah ekstremitas dalam gips
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan akibat
produksi panas.
- Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik
termasuk intensitas/skala nyeri (1-10)
Rasional : mengetahui intensitas nyeri sehingga
memudahkan intervensi.
- Berikan alternatif tindakan kenyamanan dengan pemijatan punggung atau perubahan
posisi
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
- Berikan kompres dingin sesuai keperluan
Rasional : menurunkan odema,pembentukan hematoma,menurunkan sensasi nyeri.
- Delegatif dalam pemberian Analgetik sesuai indikasi
Rasional : analgetik membantu menurunkan nyeri dan atau spasme otot.
2. Risiko terhadap Perubahan Perfusi Jaringan Perifer b.d trauma atau kompresi pembuluh
darah
Tujuan : perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.
Intervensi :
- Awasi vital sign,palpasi nadi perifer
Rasional : sebagai indikator umum keadekuatan perfusi dan status sirkulasi.
- Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit,
dan suhu
Rasional : balutan yang terlalu ketat pada gips atau bidai misal dapat mengganggu sirkulasi
darah.
- Kolaborasi dalam pengawasan pemeriksaan laboratorium
Rasional : sebagai indicator keadekuatan perfusi jaringan.
- Delegatif dalam pemasangan IVFD
Rasional : mempertahankan volume sirkulasi dan memaksimalkan perfusi jaringan.

9
3. Kerusakan Mobilitas Fisik b.d penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder terhadap:
fraktur tertutup
Tujuan : meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang memungkinkan
dan mampu memenuhi ADL secara bertahap.
Intervensi :
- Kaji derajat mobilitas yg dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan perhatikan persepsi
klien terhadap imobilisasi
Rasional : perlu untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
- Latih ROM aktif dan ROM pasif pada area yang sakit ataupun tidak sakit
Rasional : meningkatkan aliran darah sehingga meningkatkan tonus otot dan mempertahankan
gerakan sendi.
- Berikan papan kaki, bebat pergelangan,gulungan trokanter atau tangan yang sesuai.
Rasional : mempertahankan posisi fungsional ekstremitas dan mencegah komplikasi.
- Bantu/dorong perawatan diri
Rasional : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi,meningkatkan kontrol pasien dalam
situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
- Awasi ttv saat beraktivitas
Rasional : mencegah hipotensi postural akibat tirah baring lama dan kemudian berdiri.
- Ubah posisi secara periodik
Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit/pernafasan akibat tirah baring lama.
- Kolaborasi dengan fisiotherapis untuk memberikan latihan ROM aktif dan ROM pasif
serta latihan pemenuhan ADL bertahap
Rasional : membantu mempercepat proses penyembuhan dan pemenuhan ADL mandiri.

4. Ansietas b.d ancaman actual atau dirasakan adanya ancaman terhadap konsep diri
sekunder terhadap : perubahan status kesehatan.
Tujuan : Ansietas menurun bahkan dapat ditangani.
Intervensi :
- Dorong pengungkapan kecemasan atau masalah
Rasional : mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
- Akui kenyataan /normallitas perasaan termasuk marah
Rasional : memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui penilaian awal
juga selama pemulihan.
- Beri penjelasan tentang perubahan status kesehatan yang dialami.
Rasional : memberikan informasi yang jujur tentang apa yang dialami klien sehingga proses
penerimaan situasi lebih efektif.
- Dorong penggunaan manajemen stress spt : nafas dalam,bimbingan imajinasi, visualisasi
Rasional : membantu memfokuskan perhatian,
meningkatkan relaksasi dan
kemampuan koping.

10
- Anjurkan pasien untuk berdoa
Rasional : berdoa memberikan ketenangan.
5. PK(Potensial Komplikasi) : Emboli Lemak
4. EVALUASI
Evaluasi perkembangan klien dapat dilihat dari pencapaian tujuan dari rencana tindakan yang
ditetapkan. Dalam hal ini pada kasus Fraktur Tertutup evaluasinya sbb:
1. Nyeri teratasi dengan menunjukan tanda2 nyeri hilang atau terkontrol dan penggunaan
keterampilan relaksasi.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer tidak terjadi.
3. Klien mampu meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang memungkinkan
dan mampu memenuhi ADL secara bertahap.
4. Ansietas menurun bahkan dapat ditangani

11
2. KUSTA
A. DEFINISI
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)
Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium leprae.
(Mansjoer Arif, 2000)
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang
interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (
djuanda, 4.1997 )
Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi ulit dan saraf perifer, tetapi
mempunyai cakupan maifestasi klinis yang luas ( COC, 2003)

B. ETIOLOGI
Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler,
menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati,
sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21
hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu,
hidup dalam sel dan BTA.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda
kardinalberikut: 1) Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat
tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau
berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit
merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai
kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. 2) BTA positif, Pada beberapa kasus ditemukan
BTA dikerokan jaringan kulit.Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, parastesi.
KLASIFIKASI
Kelainan kulit & hasil
No. Pause Basiler Multiple Basiler
pemeriksaan
1. Bercak (makula)  1-5  Banyak
 jumlah  Kecil dan besar  Kecil-kecil
 ukuran  Unilateral atau  Bilateral, simetris
 distribusi bilateral asimetris  Halus, berkilat
 konsistensi  Kering dan kasar  Kurang tegas
 batas  Tegas  Biasanya tidak jelas,

12
 kehilangan rasa pada  Selalu ada dan jelas jika ada terjadi pada
bercak yang sudah lanjut
 kehilangan  Bercak tidak  Bercak masih
berkemampuan berkeringat, ada bulu berkeringat, bulu tidak
berkeringat,berbulu rontok pada bercak rontok
rontok pada bercak
2. Infiltrat  Tidak ada  Ada,kadang-kadang
 kulit  Tidak pernah ada tidak ada
 membrana mukosa  Ada,kadang-kadang
tersumbat perdarahan tidak ada
dihidung
3. Ciri hidung ”central healing” a. punched out lession
penyembuhan ditengah b. medarosis
c. ginecomastia
d. hidung pelana
e. suara sengau
4. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada
5. Penebalan saraf tepi Lebih sering terjadi dini, Terjadi pada yang lanjut
asimetris biasanya lebih dari 1 dan
simetris
6. Deformitas cacat Biasanya asimetris terjadi Terjadi pada stadium
dini lanjut
7. Apusan BTA negatif BTA positif

Dibagi menjadi 2 :
Untuk para petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis penyakit kusta cukup dibedakan atas
dua jenis yaitu:
1. Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)
Merupakan bentuk yang tidak menular.Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar
uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi, punggung, pantat,
paha atau lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang
tepinya meninggi.Pada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi pada, sering
gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas.Komplikasi saraf serta
kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul lebih awal dari pada bentuk
basah.Pemeriksaan bakteriologis sering kali negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman

13
penyebab.Bentuk ini merupakan yang paling banyak didapatkan di indonesia dan terjadi pada
orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi
2. Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)
Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik di selaput lendir
hidung, kulit maupun organ tubuh lain.Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk
kering dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman
kusta.Kelainan kulit bisa berupa bercak kamarahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh
badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan
berminyak. Bila juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar biji jagung yang sebesar di
badan, muka dan daun telinga.Sering disertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga
dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidung.Kecacatan
pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakit.Pada bentuk yang
parah bisa terjadi ”muka singa” (facies leonina).

Diantara kedua bentuk klinis ini, didapatkan bentuk pertengahan atau perbatasan (tipe
borderline) yang gejala-gejalanya merupakan peralihan antara keduanya. Bentuk ini dalam
pengobatannya dimasukkan jenis kusta basah.

D. PATOGENESIS
Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta
bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada
derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler
tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah
lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu
daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan
derajat infeksi karena imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan
tingkat reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit
imonologik.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:
1. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
2. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi
ditempat lain.
3. Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan
lesi kulit yang baru timbul.

14
4. Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:
a. Cuping telinga kiri atau kanan
b. Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain
5. Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:
a. Tidak menyenangkan pasien
b. Positif palsu karena ada mikobakterium lain
c. Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila
sedian apus kulit negatif.
d. Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif
dari pada sediaan kulit ditempat lain.
6. Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:
a. Semua orang yang dicurigai menderita kusta
b. Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasienkusta
c. Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karenatersangka kuman resisten
terhadap obat
d. Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali
7. Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl neelsen
atau kinyoun gabett
8. Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf
z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan
adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan
clumps.

Indeks Bakteri (IB):


Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB digunakan untuk
menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala
logaritma RIDLEY sebagai berikut:
0 :bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang
1 :bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang
2 :bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang
3 :bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
4 :bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
5 :bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang
6 :bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

Indeks Morfologi (IM)

15
Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk mengetahui
daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi
terhadap obat.

TERAPI MEDIK
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama
tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.Program Multi Drug
Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981.
Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi
ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta
dalam jaringan.Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO 1995 sebagai
berikut:
a) Tipe PB ( PAUSE BASILER)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugasDDS tablet 100 mg/hari diminum di
rumah.Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis
dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO(1995) tidak lagi
dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion Of Treatment Cure dan pasien tidak
lagi dalam pengawasan.
b) Tipe MB ( MULTI BASILER)
Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:
Rifampisin 600mg/bln diminum didepan petugas.Klofazimin 300mg/bln diminum didepan
petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg /hari diminum di rumah.DDS 100 mg/hari
diminum dirumah,Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah
selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan
pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis
yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
c) Dosis untuk anak
Klofazimin:
Umur,dibawah10tahun:Bulanan100mg/blnHarian 50mg/2kali/minggu,
Umur 11-14 tahun, Bulanan 100mg/bln,Harian 50mg/3kali/minggu,DDS:1-2mg /Kg
BB,Rifampisin:10-15mg/Kg BB
d) Pengobatan MDT terbaru
Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB
dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan
minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-

16
5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan
dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.

e) Putus obat
Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya
maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat
12 dosis dari yang seharusnya.

KOMPLIKASI.
Akibat langsung dari penyakit Morbus Hansen atau kusta ialah kerusakan urat saraf
tepi,kecacatan,terjadinya kerontokan alis mata,menebalnya cuping telinga,kadang-kadang terjadi
hidung pelanaakibat dari kerusakan tulang rawan hidung,pada bentuk yang parah bisa terjadi
wajah singa(faces leonina)

17
F. PATH WAY
Etiologi : micobakterium
leprae,bersifat (BTA) dan
obligat intraseluller
Masuk ketubuh manusia

Menyerang saraf
perifer,kulit,mukosa saluran
pernafasan bagian atas

Derajat imunitas tinggi Derajat imunitas rendah

Lepromatosa
Tuber koloid

Kelainan kulit berupa


Kelainan kulit berupa
bercak kemerahan
bercak putih, bercak
tampak kering dan
perasaan kulit hilang Benjolan2 kecil diseluruh tubuh
sama sekali disertai rontoknya alis mata,cuping
telinga,hidung pelana,wajah singa
Gangguan saraf tepi,
saraf perifer Nyeri,kerusakan jaringan
kulit dan saraf

Kecacatan akibat kerusakan


jaringan tubuh

18
G. Asuhan keperawatan
a. BIODATA
Umur memberikan petunjuk mengenai dosis obat yang diberikan, anak-anak dan dewasa
pemberian dosis obatnya berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi dan
tingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa sebagian besar penderita
kusta adalah dari golongan ekonomi lemah.
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Biasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat
tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan
umum penderita (demam ringan) dan adanya komplikasi pada organ tubuh
c. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Pada klien dengan morbus hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah,
kehamilan, malaria, stres, sesudah mendapat imunisasi.
d. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman
kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu
anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.
e. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan
beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup
diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena
penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
f. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI
Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun
kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena
kondisinya yang tidak memungkinkan
g. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi
ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.Sistem
penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga
reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik
terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen
tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan
irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan
rontok.Sistem pernafasan. Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat
gangguan pada tenggorokan.

19
Sistem persarafan:a.)Kerusakan fungsi sensorik,Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan
terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat
terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.b).
Kerusakan fungsi motorikKekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan
lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki
menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi
pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).c). Kerusakan
fungsi otonom,Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan
sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-
pecah.
Sistem muskuloskeletal. Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau
kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.Sistem integumen. Terdapat
kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat
(penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan
kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal,
mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan
3. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan
fungsi tubuh

INTERVENSI
Diagnosa 1
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-
angsur sembuh.
Kriteria hasil :1) Menunjukkan regenerasi jaringan
2) Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi
Intervensi:
1. Kaji/ catat warna lesi,perhatikan jika ada jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
Rasional:Memberikan inflamasi dasar tentang terjadi proses inflamasi dan atau mengenai
sirkulasi daerah yang terdapat lesi.
2. Berikan perawatan khusus pada daerah yang terjadi inflamasi
Rasional:menurunkan terjadinya penyebaran inflamasi pada jaringan sekitar.

20
3. Evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi perhatikan adakah penyebaran pada
jaringan sekitar
Rasional :Mengevaluasi perkembangan lesi dan inflamasi dan mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.
4. Bersihan lesi dengan sabun pada waktu direndam
Rasional:Kulit yang terjadi lesi perlu perawatan khusus untuk mempertahankan kebersihan
lesi
5. Istirahatkan bagian yang terdapat lesi dari tekanan
Rasional:Tekanan pada lesi bisa maenghambat proses penyembuhan

Diagnosa 2
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi berhenti dan berangsur-angsur
hilang
Kriteria hasil:setelah dilakukan tindakan keperawatan proses inflamasi dapat berkurang dan
nyeri berkurang dan beraangsur-angsur hilang
Intervensi:
1. Observasi lokasi, intensitas dan penjalaran nyeri
Rasional:Memberikan informasi untuk membantu dalam memberikan intervensi.
2. Observasi tanda-tanda vital
Rasional:Untuk mengetahui perkembangan atau keadaan pasien
3. Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional:Dapat mengurangi rasa nyeri
4. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional:Posisi yang nyaman dapat menurunkan rasa nyeri
5. kolaborasi untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional:menghilangkan rasa nyeri
Diagnosa 3
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelemahan fisik dapat teratasi dan aktivitas
dapat dilakukan
Kriteria hasil:1) Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari,2) Kekuatan otot penuh
Intervensi:
1. Pertahankan posisi tubuh yang nyaman
Rasional: meningkatkan posisi fungsional pada ekstremitas
2. Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit
Rasional: oedema dapat mempengaruhi sirkulasi pada ekstremitas
3. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif

21
Rasional: mencegah secara progresif mengencangkan jaringan, meningkatkan pemeliharaan
fungsi otot/ sendi
4. Jadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk memberikan periode istirahat
Rasional: meningkatkan kekuatan dan toleransi pasien terhadap aktifitas
5. Dorong dukungan dan bantuan keluaraga/ orang yang terdekat pada latihan
Rasional: menampilkan keluarga / oarng terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan
memberikan terapi lebih konstan
Diagnosa 4
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan tubuh dapat berfungsi secara optimal dan
konsep diri meningkat
Kriteria hasil: 1) Pasien menyatakan penerimaan situasi diri
2) Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
1. Kaji makna perubahan pada pasien
Rasional: episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba. Ini memerlukan dukungan
dalam perbaikan optimal
2. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan kemarahan. Perhatikan perilaku
menarik diri.
Rasional: penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu
perbaikan
3. Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan kenyakinan yang salah
Rasional: meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun tujuan
dan rencana untuk masa depan berdasarkan realitas
4. Berikan penguatan positif
Rasional: kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif
5. Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat
Rasional: meningkatkan ventilasi perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu
pasien

22
3.INFEKSI SALURAN KEMIH

A.Pengertian

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya infasi
mikroorganisme pada saluran kemih.

Istilah :

1. Asymptomatic Significant Bacteriuria (ASB) ialah bacteriuria yang bermakna tanpa


disertai gejala.
2. Bacterial Cystitis adalah syndrome yang terdiri dari :
a. Sedikit waktu kencing.
b. Sering kencing (siang maupun malam).
3. Abacterial Cystitis (Urethra Syndrom) adalah syndrom yang terdiri dari :
a. Sedikit waktu kencing.
b. Sering kencing tanpa disertai bakteri di dalam kandung kemih.

B.Etiologi

Penyebab terbanyak ISK adalah Gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni
usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram negatif ternyata E. Coli menduduki
tempat teratas, yang kemudian diikuti oleh Proteus, Klebsiela, Enterobacter, dan Pseudomonas.

Jenis Coccus Gram-positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan Enterococcus dan
Stapilococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut
dengan hipertrophi prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter. Bila ditemukan S. aureus
dalam urin harus dicurigai adanya infeksi hematogen dari ginjal. Demikian juga dengan pseudomonas
aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih dari jalur hematogan dan pada kira-kira 25% pasien
dengan tipoid dapat diisolasi salmonilla pada urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui
jalan hematogen ialah brusela, nokardia, aktinormises, dan mycobacterium tuberkolosae.

Virus sering juga ditemukan dalam urintanpa gejala ISK akut. Adenovirua tipe 11 dan 12
diduga sebagai penyebab sistitis hemoragik. Sistitis hemoragik dapat juga disebabkan oleh
Scistosoma hematobium yang termasuk golongan cacing pipih. Kandida merupakan jamur yang
paling sering menyebabkan ISK terutama pada pasien dengan kateter, pasien DM atau yang mendapat
pengobatan dengan antibiotik spktrum luas.

C.Patogenesis

23
Masuknya mikroorgaisme dalam saluran kemih dapat melalui :

 Penyebab endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat.


 Hematogen
 Limfogen
 Eksodan sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadinya ISK ialah Hematogen dan Asending, tetapi dari kedua cara ini
asendinglah yang paling sering terjadi.

Gejala Klinis

Gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa gejala. Gejala yang
sering ditemukan ialah disuria, polaki suria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan.
Nyeri supra pubik dan daerah pelvis. Polikisuria terjadi akibat daerah kandung kemih tidak dapat
menampung urin lebih dari 500 ml karena mukosa yang meradang sehingga sering kencing.
Stranguria yaitu kencing yang susah dan disertai kejang otot pinggang yang sering ditemukan pada
sistitis akut. Tenesmus ialah nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kemih meskipun telah
kosong. Nokturia adalah cenderung sering kencing pada malam hari akibat kapasitas kandungkemih
menurun. Sering juga ditemukan enuresis nokturnal sekunder yaitu ngompol pada orang dewasa,
prostatismus yaitu kesulitan memulai kencing dan kurang deras arus kencing. Nyeri urethra, kolo\ik
ureter dan ginjal.

Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian kemih yang terinfeksi sebagai berikut :

1. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau panas di
urethra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah
supra pubik.
2. Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah,
demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri pinggang.
Pemeriksaan Diagnostik

1. Urinalisis
a. Leukosuria
b. Hematuria
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
b. Biakan bakteri
3. Tes kimiawi

24
4. Tes Plat-Celup (Dip-slide)
5. Pemeriksaan radiologist dan pemeriksaan lainnya.

D.Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius.
Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen,
limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu:
- masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada
wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya
ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke
dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus
yang terinfeksi.
- Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah
sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran
hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung
kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
- Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang tidak lengkap atau kurang efektif.
- Mobilitas menurun
- Nutrisi yang sering kurang baik
- System imunnitas yng menurun
- Adanya hambatan pada saluran urin
- Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi yang berlebihan
sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri
dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus
urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran
kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter
yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu,
neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.

E.Asuhan keperawatan
Pengkajian

Identitas Pasien

Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Suku, Bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Status Perkawinan,
Alamat, Tanggal Masuk Rumah Sakit.

Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama:

Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan pasien, biasanya jika klien
mengalami ISK bagian bawah keluhan klien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra
sewaktu kencing dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapubik. Dan

25
biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien biasanya sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri pinggang.

RKS

Merupakan riwayat kesehatan klien saat ini yang meliputi keluhan pasien, biasanya jika klien
mengalami ISK bagian bawah keluhan klien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra
sewaktu kencing dengan air kemih sedikit- sedikit serta rasa sakit tidak enak di suprapubik. Dan
biasanya jika klien mengalami ISK bagian atas keluhan klien biasanya sakit kepala, malaise, mual,
muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak atau nyeri pinggang.

RKD

Pada pengkajian biasanya ditemukan kemungkinan penyebab infeksi saluran kemih dan memberi
petunjuk berapa lama infeksi sudah di alami klien. Biasanya klien dengan ISK pada waktu dulu
pernah mengalami penyankit infeksi saluran kemih sebelumnya atau penyakit ginjal polikistik atau
batu saluran kemih, atau memiliki riwayat penyakit DM dan pemakaian obat analgetik atau estrogen,
atau pernah di rawat di rumah sakit dengan dipasangkan kateter.

RKK

Merupakan riwayat kesehatan keluarga yang biasanya dapat meperburuk keadaan klien akibat adanya
gen yang membawa penyakit turunan seperti DM, hipertensi dll. ISK bukanlah penyakit turunan
karena penyakit ini lebih disebabkan dari anatomi reproduksi, higiene seseorang dan gaya hidup
seseorang, namun jika ada penyakit turunan di curigai dapat memperburuk atau memperparah keadan
klien.

Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran : kesadaran menurun

2. Tanda – tanda vital :

· Tekanan darah : meningkat

· Nadi : meningkat

· Pernapasan : meningkat

· Suhu : meningkat

3. Pemeriksaan fisik head to toe

No. Bagian Tubuh Pemeriksaan Fisik

1. Rambut keadaan kepala klien ISK biasanya baik


(tergantung klien): distibusi rambut merata, warna
rambut normal (hitam), rambut tidak bercabang,
rambut bersih. pada saat di palpasi keadaan rambut
klien ISK biasanya lembut,tidak berminyak, rambut
halus.

26
2. Mata keadaan mata penderita ISK biasanya normal. Mata
simetris, tidak udema di sekita mata,sklera tidak
ikterik, konjugtiva anemis, pandangan tidak kabur.

3. Hidung normal. Simetris tidak ada pembengkakan ,tidak


ada secret, hidung bersih

4. Telinga Normal. telinga simetris kiri dan kanan, bentuk


daun teling normal, tidak terdapat
serumenm,keberihan telinga baik.

6. Mulut mukosa bibir kering, keadaan dalam mulut


bersih(lidah,gigi,gusi).

7. Leher biasanya pada klien ISK Normal

I : leher simetris,tidak ada penonjolan JVP,terlihat


pulsasi

Pa: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


pembesaran nodus limfa

7. Thoraks I : dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dada


sama, pernapasan cepat dan dangkal, tidak ada
· Paru penonjolan rusuk.

Pa : Normal.tulang rusuk lengkap, tidak ada nyeri


tekan dan nyeri lepas serta edema atau massa.tractil
fremitus positif kiri dan kanan.

Pe: suara dullness pada daerah payudara, dan suara


resonan pada intercosta.

Au: Normal.tidak terdengar suara tambah pada


pernapasan (ronchi,whezing)

· Jantung biasanya klien dengan ISK Normal. Yaitu Tidak


ada terjadi ganguan pada jantung klien (kecuali
klien memilki riwayat sakit jantung).teraba pulsasi
pada daerah jantung klien pada intercosta 2 dan
pada intercosta 3-5 tidak teraba, pada garis mid
klavikula teraba vibrasi lembut ketukan
jantung.suara jantung S1 dan s2 terdengar dan
seimbang pada intercosta ke 3 dan pada intercosta
ke 5 bunyi s1 lebih dominan dari pada s2.

8. Abdomen I : perut rata, tidak ada pembesaran hepar yang di


tandai dengan perut buncit, tidak ada pembuluh
darah yang menonjol pada abdomen, tidak ada
selulit.

27
Pa : ada nyeri tekan pada abdomen bagian bawah
akibat penekanan oleh infeksi

Pe : bunyi yang di hasilkan timpani

Au : bising usus terdengar

9. Ekstermitas kekuatan eks.atas dan eks.bawah baik, dapat


melakukan pergerakan sesuai perintah, tidak ada
nyeri tekan atau lepas pada ekstermitas,tidak ada
bunyi krepitus pasa ekstermitas

Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan baik untuk penegakkan diagnosa atau pengobatan
antara lain adalah :

1. Laboratorium

a. Analisa urine : terdapat leukosit, eritrosit, crystal, pus, bakteri dan pH meningkat.

b. Urine kultur :

· Untuk menentukan jenis kuman atau penyebab infeksi saluran kemih misalnya :
streptococcus, E. Coli, dll

· Untuk menentukan jenis antibiotik yang akan diberikan

c. Darah : terdapat peningkatan leukosit, ureum dan kreatinin.

2. Blass Nier Ophage – Intra Venous Pyelogram ( BNO – IVP )

Menunjukkan konfirmasi yang cepat tentang penyebab nyeri abdominal, panggul.

Menunjukkan abnormalitas anatomi saluran perkemihan.

Cystoscopy : Mengetahui kerusakan dari serabut-serabut otot pada kandung kemih.

Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi/ dorongan kontraksi uretral


2. Eliminasi urine : perubahan b/d iritasi uretral
3. Kekurangan volume cairan : resiko tinggi terhadap b/d nousea vomitus sekunder terhadap iritasi
saraf abdominal

Fokus Intervensi

28
1. / dorongan kontraksi uretral
Tujuan :

Nyeri klien berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, dengan
kriteria hasil :

 Melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol


 Tampak relaks, mampu tidur/istirahat dengan tepat
 Menunjukkan perilaku mengontrol nyeri
Intervensi :

a. Catat lokasi, lama intensitas, dan penyebaran. Perhatikan tanda nonverbal, contoh
peningkatan TD dan nadi, gelisah, merintih, menggelepar.
Rasional :

Membantu mengevaluasi tempat obstruksi. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung,


lipat paha, genitalia, sehubungan dengan praksimitas saraf pleksus dan pembuluh darah yang
menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah, dan
ansietas berat.

b. Anjurkan melakukan tindakan untuk kenyamanan, contoh pijatan punggung, lakukan


istirahat.
Rasional :

Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan koping.

c. Bantu dan dorong penggunaan napas berfokus, bimbingan imajinasi, dan aktifitas terapeutik.
Rasional :

Mengarajkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot.

2. Eliminasi urine : perubahan b/d iritasi uretral


Tujuan :

Eliminasi urine kembali seperti biasa setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam,
dengan kriteria hasil :

 Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya.


 Tak mengalami tanda obstruksi.
Intervensi :

29
a. Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine.
Rasional :

Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi, contoh infeksi dan
perdarahan. Perdarahan dapat mengindikasikan npeningkatan obstruksi dan iritasi ureter.

b. Tentukan pola berkemih klien dan perhatikan variasi.


Rasional :

Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan


berkemih segera. Biasanya frekuensi atau urgensi meningkat bila kalkulus mendekati
pertemuan uretrovesikal.

c. Dorong peningkatan masukan cairan.


Rasional :

Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris.

d. Selidiki keluhan kandung kemih penuh; palpasi untuk distensi suprapubik. Perhatikan
penurunan keluaran urine, adanya edema periorbital/tergantung.
Rasional :

Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal) dan resiko
infeksi, gagal ginjal.

30
4.GAGAL GINJAL

A. Definisi

Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi dua kategori yaitu kronik
dan akut. Gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa
tahun dan tidak revesible), gagal ginjal akut sering berkaitan dengan penyakit kristis, berkembang
cepat dalam hitungan beberapa hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien dapat
bertahan dengan penyakit kritisnya. (Price&wilson, 2006)

B. Etiologi

penyebab lazim gagal ginjal

Azotemia prarenal (penurunan perfusi ginjal)

1. Deplesi volume cairan (ECF) absolute

a. Pendarahan: operasi besar, trauma-trauma , trauma pascapartum

b. Diuresis berlebihan

c. Kehilangan cairan dari ruang ketiga: luka bakar, peritonitis, pankreatitis

2. Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif

a . Penurunan curah jantung: infark miokardium, distrima, gagal jantung kongestif, tamponade
jantung, emboli paru.

b. Vasodilatasi perifer : sepsis, analfilalsis, obat anastesi, antihipertensi, nitrat

c. Hipoalbuminemia: sindrom nefrotik, gagal hati(sirosi)

3. Perubahan hemodinamik ginjal primer

a. Penghambat sintesis prostaglandin, aspirin dan obat NSAID lain

b. Vasodilatasi arteriol eferen: penghambat enzim penkorvensi angiotensin, misal kaptopril

c. Obat vasokontriksi: obat alfa - adrenergik (misal, norepinefrin) angiotensin II

d. Sindrioma hepatorenal

4. Obstruksi vascular ginjal bilateral

a. Stenosis arteri ginjal, emboli, trombosis

b. Thrombosi vena renalis bilateral

31
Azotemia pascarenal (obstruksi saluran kemih)

1. Obstruksi uretra : katup uretra, struktur uretra

2. Obstruksi aliran keluar kandungan kemih : hipertrofi prostat, karsinoma

3. obstruksi ureter bilateral (unilateral jika sat ginjal berfungsi)

a. Intraureter : Batu, bekuan darah

b. Thrombosis vena renalis bilateral

4. Kandungan kemih neurogenik

Gagal ginjal akut intrinsic

1. NekrososisTubular akut

a. Paskaiskemik.syok, sepsis, bedah jantung-terbuka, bedah aorta (semua penyebab azotemia prarenal
berat)

b. Nefrotoksis

(1) Nefroptoksis eksogen

a) antibody : aminoglikosida, amfoterisisn B

b) media kontras teriodinasi (terutama pada penderita diabetes)

c) logam berat : siap latin bill krida merkuri, arsen

d) siklosporin: takrolimus

e) pelarut: karbon tetraklorida, etilene glikol, methanol

(2) nefrotoksin endogen

a) pigmen intratubular:hemaglobin , moglobin

b) protein intratubular: myeloma multiple

c) kristal intratubular: asam urat

2. Penyakit vascular atau glomelurus ginjal primer

a. Glomerulonefritis progresif cepat atau pascastreptokokus akut

b. Hipertensi maligna

c. Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait apel batasan garam atau air

32
3. Nefritis tubulointerstisial akut

a. Alergi: beta-laktam (penisilin, sefalosporin, sulfonamide)

b. Infeksi(misal, pielonefritis akut)

C. Manifestasi klinis

1. Gagal ginjal kronik

Menurut perjalanan klinisnya:

a. Menurutnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hinga 25% dari
normal

b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR 10% hingga
25% dari normal, kadar creatin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal

c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (voleme over load), neuropati prifer , pritus, uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10
ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan
gejala yang komplek.

Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis
metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)

2. Gagal ginjal akut

Perjalanan klinis gagal ginjal akut biasanya dibagi menjadi 3 stadium: oliguria, dieresis, dan
pemulihan. Pembagian ini dipakai pada penjelasan dibawah ini, tetapi harus diingat bahwa gagal
ginjal akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih dari 400ml/24 jam

a. Stadium oliguria

Oliguri timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan disertai azotemia

b. Stadium seuresis

-stadium GGA dimulai bilabkeluaran urine lebih dari 400ml/hari

- berlangsung 2-3 minggu

- pengeluaran urine harian jarang melebih 4 liter asalkan pasien tidak mengalami dehidrasi yang
berlebih

- tingginya kadar urea darah

33
- kemungkinan menderita kekurangan kalium , natrium , dan air

- selama stadium Dini dieresis kadar BUN kemungkinan meningkat terus

c. Stadium penyembuhan

Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia dan kemampuan
pemengkatan ginjal sedikit demi sedikit membaik

Penatalaksanaan

Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal , adanya penyakit penyerta, derajat penurunan
fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal, faktor risiko untuk penurunan fungsi ginjal
, dan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular. Pengelolaan dapat meliputi :

1. Terapi penyakit ginjal

2. Pengobatan penyakit penyerta

3. Penghambatan penurunan fungsi ginjal

4. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat kardiovaskular

5. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal

6. Terapi pengganti ginjal dengan dialisis atau transplantasi jika timbul gejala dan tanda uremia

D. Masalah yang lazim muncuk

1. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, penurunan curah jantung, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat

2. Nyeri akut

3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan pengeluaran urine , diet berlebih dan restensi cairan serta
natrium

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia, mual dan muntah, pembatasan
diet, dan perubahan membrane mukosa mulut

5. Ke tidak efektif dan perfusi jaringan perifer b.d perkemahan aliran darah keseluruh tubuh

6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia , retensi, produk sampah

7. Kerusakan integritas kulit b.d pruritas, gangguan status metabolic sekunder

E. Patofisiologi

34
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan penimbunan zat-zat sisa
masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. sampai fungsi ginjal turun kurang dari
25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang
mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Seiring dengan
penyusutan progesif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal
mungkin berkurang. pelepasan renin mungkin meningkat yang bersama dengan kelebihan beban
cairan, dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan
meningkatkan filtrasi (dan dengan demikian tuntutan untuk reabsorbsi) protein-protein plasma
(Corwin, 2009, hal: 729).

F. Asuhan keperawatan

1.Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam penentuan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta
merumuskan diagnosa keperawatan.
a. Identitas klien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua,
pekerjaan orang tua.tas dan koma
b. Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicard/tachipnea pada
waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum
obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
d. Aktifitas / istirahat :
• Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
• Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen
• Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
e. Sirkulasi
• Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
• Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
• Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir.
• Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
• Kecenderungan perdarahan
f. Integritas Ego
• Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
• Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
g. Eliminasi
• Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut
• Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
• Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h. Makanan / cairan
• Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
• Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan
amonia)
• Penggunaan diuretik
• Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
• Perubahan turgor kulit/kelembaban.
• Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.

35
i.Neurosensori
• Sakit kepala, penglihatan kabur.
• Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan
dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
•Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
• Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
• Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
j. Nyeri / kenyamanan
• Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
• Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
k. Pernapasan
• Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
• Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
• Batuk dengan sputum encer (edema paru).
l. Keamanan
• Kulit gatal
• Ada / berulangnya infeksi
• Pruritis
• Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien
yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
• Ptekie, area ekimosis pada kulit
• Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
m. Seksualitas
• Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n. Interaksi sosial
• Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran
biasanya dalam keluarga.
o. Penyuluhan / Pembelajaran
• Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter,
kalkulus urenaria, maliganansi.
• Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
• Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi
cairan serta natrium.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah,
pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.
c. Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan
rencana tindakan.
3. Intervensi
Dx
NO Tujuan dan KH Intervensi Rasional
kep
1 1 Tujuan - Kaji status cairan - Pengkajian
Mempertahankan berat tubuh : merupakan
ideal tanpa kelebihan cairan. • Timbang berat dasar dan data
badan harian dasar
Kriteria hasil : • Keseimbangan berkelanjutan
• Menunjukkan pemasukan dan masukan dan untuk
pengeluaran mendekati haluaran memantau
seimbang • Turgor kulit dan perubahan dan

36
• Turgor kulit baik adanya oedema mengevaluasi
• Membran mukosa lembab • Distensi vena leher intervensi.
• Berat badan dan tanda vital • Tekanan darah, Keperawatan
stabil denyut dan irama Medikal
• Elektrolit dalam batas normal nadi Bedah edisi 8
- Batasi masukan vol 2, Brunner
cairan & Suddart, hal
1452)

- Pembatasan
cairan akan
menentukan
berat badan
ideal, haluaran
urine dan
respons
terhadap
- Jelaskan pada terapi.
pasien dan keluarga (Keperawatan
rasional Medikal
pembatasan Bedah edisi 8
vol 2, Brunner
& Suddart, hal
1452).
- Sumber
- Pantau kreatinin kelebihan
dan BUN serum cairan yang
tidak diketahui
dapat
diidentifikasi.
(Keperawatan
Medikal
Bedah edisi 8
vol 2, Brunner
& Suddart, hal
1452).

- Pemahaman
meningkatkan
kerjasama
pasien dan
keluarga
dalam
pembatasan
cairan
(Keperawatan
Medikal
Bedah edisi 8
vol 2, Brunner
& Suddart, hal
1452).

- Perubahan ini

37
menunjukkan
kebutuhan
dialisa segera.
(Rencana
Asuhan
Keperawatan
Medikal
Bedah, vol 1,
Barbara
Ensram, hal
156).

2 2 Tujuan Mempertahankan - Kaji / catat - Membantu


masukan nutrisi yang adekuat pemasukan diet dalam
mengidentifika
Kriteria hasil : si defisiensi
· Mempertahankan/meningkatkan dan kebutuhan
berat badan seperti yang diet. Kondisi
diindikasikan oleh situasi fisik umum
individu. gejala uremik
· Bebas oedema - Kaji pola diet dan
nutrisi pasien pembatasan
• Riwayat diet diet multiple
• Makanan mempengaruhi
kesukaan pemasukan
• Hitung kalori makanan.
(Rencana
Asuhan
Keperawatan,
Marylinn E.
Doenges, hal
620).

- Pola diet
dahulu dan
sekarang dapat
dipertimbangk
an dalam
menyusun
menu.
(Keperawatan
Medikal
Bedah edisi 8
vol 2, Brunner
& Suddart, hal
1452)

3 3 Tujuan : Berpartisipasi dalam - Kaji faktor yang - Menyediakan


aktifitas yang dapat ditoleransi menimbulkan informasi
keletihan tentang
Kriteria hasil : · Anemia indikasi
· Berkurangnya keluhan lelah · Ketidakseimbangan tingkat
· Peningkatan keterlibatan pada cairan dan keletihan
aktifitas social elektrolit (Keperawatan

38
· Laporan perasaan lebih · Retensi produk Medikal
berenergi sampah Bedah edisi 8
· Frekuensi pernapasan dan · Depresi vol 2, Brunner
frekuensi jantung kembali dalam - Tingkatkan & Suddart, hal
rentang normal setelah kemandirian dalam 1454).
penghentian aktifitas. aktivitas perawatan
diri yang dapat
ditoleransi, bantu
jika keletihan
terjadi. -
Meningkatk
- Anjurkan aktivitas an aktivitas
alternatif sambil ringan/sedang
istirahat. dan
memperbaiki
harga diri.

- Mendorong
latihan dan
aktivitas
- Anjurkan untuk dalam batas-
beristirahat setelah batas yang
dialisis dapat
ditoleransi dan
istirahat yang
adekuat.
(Keperawatan
Medikal
Bedah edisi 8
vol 2, Brunner
& Suddart, hal
1454).

- Istirahat yang
adekuat
dianjurkan
setelah
dialisis, yang
bagi banyak
pasien sangat
melelahkan.
(Keperawatan
Medikal
Bedah edisi 8
vol 2, Brunner
& Suddart, hal
1454).
4 4 Tujuan: - Bila mungkin atur - Individu
Ansietas berkurang dengan untuk kunjungan yang berhasil
adanya peningkatan pengetahuan dari individu yang dalam koping
tentang penykit dan pengobatan. mendapat terapi. dapat
pengaruh
Kriteria hasil : positif untuk
membantu

39
· Mengungkapkan pemahaman pasien yang
tentangkondisi, pemeriksaan baru
diagnostic dan rencana tindakan. didiagnosa
· Sedikit melaporkan perasaan mempertahank
gugup atau takut. an harapan dan
mulai menilai
perubahan
gaya hidup
yang akan
diterima.
(Rencana
Asuhan
Keperawatan
vol 1, Barbara
Engram hal
159).

4. Implementasi
a. Membantu Meraih Tujuan Terapi
- Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah dipesankan.
- Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai pantangan sodium, potassium,
phosphorus dan protein.
- Tenekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.
- Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
- Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
- Melindungi pasien dari infeksi.
- Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang seksama.
- Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan sikat gigi yang berbulu
halus dan pemberian antacid.
b. Mengusahakan Kenyamanan
- Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut kebutuhan.
- Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki bawah.
- Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
- Mengusahakan istirahat bila kecapaian.
- Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana.
c. Konsultasi dan Penyuluhan
- Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai perasaan tentang
kronisitas dari penyakit.
- Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi.
- Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya mengelola cara
hidup baru.
- Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan keperluan
melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long).

40
5.STROKE

A. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Sudoyo Aru). Istilah
stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum.
B. Etiologi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik.
a. Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah keotak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3jenis, yaitu:
1. Stroke trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke embolik: tertutupnya pembulh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion sistemik: berkurangnya alira darah keseluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung.
b. Adalah stroke yang disebabkan pleh pecahnya pembuluh darahotak. Hampir 70% kasus
stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1. Hemoragik intraserebral: perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik subaraknoid: perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan jaringan lapisan jaringan yang menutupi otak).

Faktor-faktor yang menyebabkan stroke

1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)


Jenis kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita.
Usia: makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
Keturunan: adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Kolesterol tinggi
- Obesitas
- Diabetes melitus
- Polisetemia
- Stress emosional

3. Kebiasaan hidup
- Merokok
- Peminum alkohol
- Obat-obatan terlarang
- Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan berkolesterol.
C. Manifestasi klinis

Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
otak dan lokasinya. Menurut smeltzer,2001 manifestasi stroke dapat berupa :

41
a. Kehilangan motorik, stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter. Gangguan kontrol volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron atas pada sisi yang berlawanan dari otak.

b. Disfungsi otak paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) dan
hemiparesis ( kelemahan pada salah satu sisi) dan disfagia.

c. Kehilangan komunikasi disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan bicara)
dan afasia (kehilangan berbicara).

d. Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

e. Disfungsi kandung kemih, meliputi : inkontinensia urinaria transier, inkontinensia urinaria


paristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), inkontinensia
urinaria dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

f. Gangguan sensibilitas pada satu atau semua anggota badan (gangguan hemisensorik).

g. Vertigo mual muntah atau nyeri kepala.

D. Pemeriksaan Penunjang

Menurut smeltzer,2001, pemeriksaan penunjang pada pasien stroke berupa :

a. Angiografi Untuk mendeteksi aneurisme serebrovaskuler, thrombosis serebral, hematoma ,


tumor dari peningkatan vaskularisasi, plaque serebral/spasme dan fistula serebral. Selain itu,
angiografi berfungsi untuk mengevaluasi aliran darah serebral (penyebab peningkatan tekanan
intrakranial).

b. Computerized tomografi (scan CT) Untuk menunjukan hematoma, infark dan perdarahan.
Scan CT ini juga dapat diandalkan untuk mendiagnosis lesi dengan diameter 1,5 cm atau
lebih.

c. Elektro encephalogram (EEG) Dapat membantu melokalisasi gelombang delta lebih lambat
di daerah yang mengalami gangguan.

d. Fungsi lumbal Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli
serebral dan transient iskemik attack (TIA).

e. Magnetic resonance imaging (MRI). Menunjukkan daerah yang mengalami infark,


hemoragik, malformasi arterio vena (MVA).

E. Penatalaksaaan
Stadium hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindaka
resusitasi sekrebo-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2L/mnt dan cairan kristaloid/koloid.
Stadium akut

42
pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik,okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien.
Stadium subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training(termasuk terapi fisik). Terapi fase subakut antara lain:
1. Melanutkanterapi sesuai kondisi akut sebelumnya
2. Penatalaksanaan komplikasi
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi
4. Prevensi sekunder
5. Edukasi keluarga dan discharge planning.

F. Masalah yang sering muncul


1. Gangguan menelan b.d penurunan fungsi nerfus vagus atau hilangnya refleks muntah
2. Ketidakseimbangan nutri kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
3. Nyeri akut
4. Hambatan mobilitas b.d hemiparesis,spastisitas dan cedera otak
5. Defisit perawatan dir b.d gejala sisa stroke
6. Kerusakan integritas kulit b.d hemiparesis, penurunan mobilitas
7. Resiko jatuh b.d perubahan ketajaman penglihatan
8. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan fungsi otot facial/oral
9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan aliran darah ke otak
(aterosklerosis,embolisme)
G. Discharge planning
1. Mencegah terjadinya luka dikulit akibat tekanan
2. Mencegah terjadinya ke kakuan otot dan sendi
3. Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau torso
4. Mengontrol faktor resiko stroke
5. Diet rendah lemak, garam, berhenti merokok
6. Kelola stress dengan baik
7. Mengetahui tanda dan gejala stroke

H. Pathway

43
I. Asuhan keperawatan

Pengkajian Pengkajian adalah langkah pertama dalam berfikir untuk menentukan diagnosa
keperawatan.Sedangkan menurut Kozier (2010) pengkajian meliputi beberapa hal yang
berkesinambungan yakni pengumpulan data, pengaturan data, validasi data serta pencatatan data
(Wilkinson & Nancy, 2012). 16 Anamnesa pemeriksaan stroke menurut Jonathan (2007) meliputi:
a. Identitas pasien : nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, nomor registrasi, diagnosa
medis
b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, alamat, pendidikan, hubungan dengan pasien
c. Keluhan utama : pasien biasanya mengalami nyeri kepala disertai gangguan bicara,
kelemahan anggota gerak baik sebagian maupun seluruh bagian tubuh, tubuh tiba-tiba lemas
tanpa diketahui penyebabnya
d. Riwayat penyakit dahulu : pada pasien stroke biasanya ditemukan riwayat hipertensi,
diabetes melitus, sering merokok
e. Riwayat kesehatan keluarga : kemungkinan adanya riwayat stroke dalam keluarga
Sedangkan dalam pola pengkajian fungsional Gordon yang dikutip dari Kozier (2010)meliputi :
a. Pola nutrisi : penderita stroke mengalami penurunan nafsu makan, status gizi dan berat badan
karena gangguan pada glosofaringeus sehingga reflek menelan berkurang
b. Pola aktifitas dan latihan : penderita stroke tidak akan mampu melakukan aktifitas dan
perawatan diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak adalah tanda yang pasti ada pada
penderita stroke. Kekuatan otot berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan
keseimbangan (vestibularis) beserta penurunan kesadaran pasien bisa sampai pada keadaan koma
17
c. Pola tidur dan istirahat : penderita stroke lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem
tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran sehinnga lebih banyak diam
d. Pola persepsi dan kognitif : penderita stroke akan mengalami gangguan pada semua pola
pengecapan (fasialis), peraba, pendengaran (koklearis), penglihatan (optikus, okulomotorius,
troklearis), penciuman (olfaktorius), sehingga pasien akan terlihat sangat tertekan dengan

44
keadaannya. Dan untuk pemeriksaan fisik pada seseorang yang mengalami gangguan mobilisasi
stroke non hemoragik meliputi :
a. Kepala : bentuk mesocephal, rambut kotor tidak terawat, nyeri kepala
b. Mata : sklera ikterik, reflek pupil negatif, konjungtiva anemis, penglihatan berkurang dan
mengalami gangguan
c. Hidung : banyak polip, mengalami gangguan penciuman
d. Telinga : keadaan kotor, banyak serumen, ada gangguan pendengaran
e. Mulut : sianosis, mukosa bibir kering, stomatitis, ada plak, karies gigi, mengalami gangguan
pengecapan, reflek mengunyah dan menelan buruk, paralisis lidah
f. Paru : suara nafas nafas abnormal, menggunakan otot bantu aksesori, batuk, penumpukan sekret
g. Abdomen : hipoperistaltik atau hiperperistaltik
h. Ekstremitas : kelemahan akstremitas baik sebagian maupun seluruhnya
i. Genetalia : kotor, distensi kandung kemih

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke menurut Marilynn E
Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C Geissler adalah:
1) Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan
oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia ;flaksid / paralisis
hipotonik ( awal ); paralisis spastis.
3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol otot fasial/oral, kelemahan /
kelelahan umum.
PERENCANAAN
a. Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan
oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral, edema serebral.
Tujuan:
Perfusi jaringan serebral kembali baik.
Kriteria Evaluasi:
– Tingkat kesadaran komposmentis.
– Tidak terdapat tanda peningkatan TIK seperti dilatasi pupil, cegukan, penglihatan ganda,
muntah yang proyektif.
– Tanda-tanda vital dalam batas normal.
· Tekanan darah < 160/95 mmHg
· Nadi 70-80x /menit
· Respirasi 16-29 x/menit
· Suhu 360C-37,50 C
1. Pantau/catat keadaan 1. Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan
status neurologis potensial peningkatan TIK, mengetahui lokasi, luas dan
sesering mungkin dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP.
bandingkan dengan
keadaan normal. 2. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi faktor
2. Pantau tanda-tanda pencetus. Hipertensi dapat terjadi karena syok. Disritmia
vital. atau murmur mencerminkan adanya gangguan jantung
3. Letakkan kepala yang menjadi pencetus CVA. Ketidakteraturan pernafasan
dalam posisi agak dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan
ditinggikan dan dalam serebral/peningkatan TIK.
keadaan anatomis 3. Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
(netral) 15-30 derajat. drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
4. Cegah terjadinya 4. Manuver valsava dan batuk dapat meningkatkan TIK
mengedan dan batuk. dan memperbesar resiko terjadi perdarahan.
5. Berikan obat sesuai 5. Dapat digunakan untuk memperbaiki/meningkatkan

45
indikasi, berupa: aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah
– Anti koagulasi pembekuan saat embolus/trombus merupakan faktor
– Antifibrotik masalahnya.
– Anthipertensi – Untuk mencegah lisis atau pembekuan yang terbentuk
– Vasodilator perifer dan perdarahan yang berulang yang serupa.
– Steroid – Hipertensi lama / kronik, memerlukan penanganan yang
berlebihan dapat memperluas kerusakan jaringan.
– Digunakan untuk memperbaiki sirkulasi kolateral atau
menurunkan vasospasme.
– Penggunaan kontroversial dalam mengendalikan edema
serebral.
Intervensi
b. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan kekuatan otot, penurunan
kesadaran, atropi otot.
Tujuan: Klien dapat meningkatkan mobilisasi fisiknya Kriteria Evaluasi: · Tidak terjadi kontaktur ·
Tidak terjadi atropi otot · Dapat melakukan ROM aktif dan pasif · Kekuatan otot penuh pada
ekstremitas atas dan bawah
Intervensi Rasional
1. Ubah posisi setiap minimal 2 jam 1. Menurunkan resiko terjadinya trauma
(terlentang dan miring kanan kiri) atau ischemik jaringan.
2. Lakukan latihan rentang gerak (ROM) 2. Meminimalkan atropi otot,
aktif dan pasif pada semua ektremitas. meningkatkan sirkulasi, membantu
3. Sokong ekstrimitas dalam posisi mencegah kontaktur.
fungsionalnya, gunakan papan kaki, 3. Mencegah kontraktur/foot droop dan
pertahankan posisi neteral. memfasilitasi kegunaannya jika
4. Libatkan keluarga untuk berpartisipasi berfungsi kembali
dalam latihan bagi klien 4. Meningkatkan harapan bagi
5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi perkembangan / peningkatan kontrol
untuk latihan resisitif dan ambulasi klien kemandirian
5. Program khusus dapat dikembangkan
untuk menemukan kebutuhan yang
berarti/menjaga kekurangan dalam hal
keseimbangan, koordinasi dan kekuatan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk berbicara,
kehilangan kontrol/tonus otot fasia. Tujuan: Komunikasi verbal dapat tetap terjalin. Kriteria evaluasi:
· Klien dapat memahami tentang masalah komunikasi · Klien dapat membuat metode komunikasi
dimana kebutuhan dapat diekspresikan · Klien dapat menggunakkan sumber-sumber yang tepat
(isyarat, tulisan).
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat disfungsi komunikasi 1. Menentuka daerah dan derajat
verbal klien . kerusakan serebral yang terjadi serta
derajat kesulitan proses komunikasi
2. Bedakan antara afasia dan disartria.
2. Afasia adalah gangguan dalam
3. Mintalah pasien untuk mengikuti menggunakan dan menginterpretasikan
perintah sederhana seperti buka mata dan simbol-simbol bahasa. Disartria adalah
tunjuk pintu. dapat memahami, membaca, menulis
4. Tunjukkan objek dan mintalah pasien tetapi kesulitan membentuk /
menyebutkannya. mengucapkan kata-kata karena
5. Mintalah pasien untuk mengucapkan kelemahan dan paralise dari otot-otot.
suara sederhana seperti “ah” dan “pas”. 3. Melakukan penelitian terhadap adanya

46
6. Berikan metode komunikasi alternatif kerusakan sensoris (afasia sensoris).
seperti menulis dan menggambar. 4. Melakukan penilaian terhadap adanya
7. Antisipasi dan penuhi kebutuhannya. kerusakan afasia motorik, bisa
8. Anjurkan pengunjung mengenali tidak dapat menyebutkan
mempertahankan usahanya untuk 5. Mengidentifikasikan disartria sesuai
berkomunikasi dengan pasien. komponen motorik dan bicara seperti
9. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara lidah, gerakan bibir dan kontrol nafas
6. Memberikan komunikasi tentang
kebutuhan berdasarkan keadaan / defisit
yang mendasari
7. Bermanfaat dalam menurunkan
frustasi bila tergantung pada orang lain
dan tidak dapat berkomunikasi secara
berarti
8. Mengurangi isolasi sosial pasien dan
meningkatkan penciptaan komunikasi
yang efektif
9. Pengkajian secara individual
kemampuan bicara dan sensori, motorik
dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasikan kekurangan /
kebutuhan terapi

47
6. LUKA BAKAR

A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas sepeti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Untuk membantu
mempermudah penilaian dalam memberikan terapi perawatan, luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan penyebab, kedalaman dan keseriusan luka, yakni:
1. Berdasarkan penyebab
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka
a. Luka bakar derajat I
b. Luka bakar derajat II
- Derajat II dangkal (superficial)
- Derajat II dalam (deep)
c. Luka bakar derajat III
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American burn association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori :
a. Luka bakar mayor
b. Luka bakar moderat
c. Luka bakar minor
4. Ukuran luas luka bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa metode
yaitu :
a. Rule of nine
- Kepala dan leher : 9%
- Dada depan dan belakang : 18%
- Abdomen depan dan belakang : 18%
- Tangan kanan dan kiri : 18%
- Kaki kanan dan kiri : 18%
- Genital : 1%
b. Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram lund dan
browder sebagai berikut:
B. Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh melalui konduksi atau
radiasi elektromagnetik.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya
cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi.Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan
sirkulasi cairan dan elekrolit akibat cedera termis bersifat sistemik.

48
2. Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir.luka bakar akibat kerusakan jaringan (kulit
dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan
tubuh disertai panas/energy.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.Masalah pada
fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur,
dan deformitas lainnya.

C. Manifestasi klinis
1. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hiperemi berupa eritema
- Tidak dijumpai bullae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung ujung saraf teriritasi
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit
normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 yaitu:
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis
- Organ organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih
rendah disbanding kulit sekitar
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari luka
bakar.
2. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American burn association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori :
a. Luka bakar mayor

49
- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20%
pada anak-anak
- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan
luasnya luka
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi
b. Luka bakar moderat
- Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak
- Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
- Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh trofino (1991) dan griglak (1992)
adalah :
- Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari
10% pada anak-anak
- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki
- Luka tidak sirkumfer
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium : Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah, Elektrolit, Kreatinin, Ureum,
protein, Albumin, Hapusa luka, Urine lengkap, AGD (bila diperlukan), dll.
2. Rontgen : foto thorax, dan lain-lain
3. EKG
4. CVP: untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar lebih dari 30%
dewasa dan lebih dari 20% pada anak.

Penatalaksanaan

Pertolongan pertama

1. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti atau
menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala.
2. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek torniket, karena jaringan
yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
3. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dengan air atau menyiramnya
dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya limabelas menit. Akan tetapi, cara ini tidak
dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena bahaya terjadi hipotermi. Es tidak
seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun.
1. Evaluasi awal
Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat trauma
yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan
pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder. Saat
menilai Airway, perhatikan apakan terdapat luka bakar inhalasi.Biasanya ditemukan

50
sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong, luka bakar pada wajah, oedem
oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status mental.Bila benar terdapat luka bakar
inhalasi lakukang intubasi endotracheal, kemudian beri oksigen melalui mask face atau
endotracheal tube.Meskipun perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas
utama disbanding luka bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan
pengganti.Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk
menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma.
Resusitasi cairan
Perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, pemberian cairan intravena yang adekuat
harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian
ekstremitas yang tidak terkena luka bakar.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan fungsi
jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam
pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimus edema adalah 24 jam pertama setelah
luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.
Pemberian cairan paling sering adalah dengan ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena
luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5 ml/kgbb/jam.

Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula parkland: 24 jam pertama:
cairan ringer laktat: 4ml/kgbb/%luka bakar.

Contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25% membutuhkan cairan :
(25) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam pertama.

½ jumlah cairan 4000 ml di berikan dalam 8 jam, ½ jumlah cairan sisanya 4000 ml
Cara lain adalah cara evans : diberikan dalam 16 jam berikutnya.
1. Luas luka bakar dalam % X berat badan dalam kg = jumlah NaCl/24 jam
2. Luas luka bakar dalam % X berat badan dalam kg= jumlah plasma/24 jam (nomor 1
dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti plasma
yang keluar dari pembulu darah dan meninggikan tekanan osmosis hingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
3. 2000 cc dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberi dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan pada hari
pertama.Dan hari ketiga diberikan setengan jumlah cairan hari kedua.

Pengganti darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel darah merah
sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Karena plasma predominan hilang
pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi
pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak
dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah
proses eksisi luka bakar dimulai pemberian darah biasanya diperlukan.

Perawatan luka bakar


Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan, selanjutnya
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari
luka:

51
1. Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barrier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak dapat dibalut, cukup dengan pemberian
salep antibiotic untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu
dapat diberi NSAID (ibuprofen, acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan
pembengkakan.
2. Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-
tama luka diolesi dengan salep antibiotic, kemudian dibalut dengan perban kartun
dan dibalut lagi dengan perban elastic. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan
penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (xenograft (pig skin) atau
allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane,
transcyte, integra)

Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari
orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermrtabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi
hipermetabolik yang ada adalah :
1. Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa
bebas lemak.
2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit
ginjal dan lain-lain.
3. Luas dan derajat luka bakar
4. Suhu dan kelembaban ruangan (mempengaruhi kehilangan panas melalui
evaporasi)
5. Aktivitas fisik dan fisioterapi
6. Penggantian balutan
7. Rasa sakit dan kecemasan
8. Penggunaan obat-obatan tertentu dan pembedahan
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah
dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek
kalorimetri karena alat ini telat memperhitungkan beberapa factor seperti BB,
jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukaan tubuh, dan adanya infeksi .
untuk menghitung kebutuhan kalori total harus ditambah factor stress sebesar
20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit. Yang sering
direkomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal dengan formula
harris benedick yang melibatkan factor bb, tb dan umur. Sedangkan untuk
kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula dengan
menambahkan factor aktifitas fisik dan factor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x u) x AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) +(1,8 X TB) – (4,7 X U) X AF X FS

Dengan metode ini eschar di angkat secara operatif dan kemudian luka
ditutup dengan cangkok kulit (autotograft atau allograft), setelah terjadi
penyembuhan, graft akan terkelupas sendiri. E&G dilakukan 3-7 hari setelah
terjadi luka, pada umumnya tiap harinya dilakukan eksisi 20% dari luka
bakar kemudian dilanjutkan pada hari berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah
yang sekaligus melakukan eksisi pada seluruh luka bakar, tapi cara ini
memiliki resiko yang lebih besar yaitu dapat terjadi hipotermi, atau terjadi

52
perdarahan massive akibat eksisi. Metode ini mempunyai beberapa
keuntungan dengan penutupan luka dini, mencegah terjadinya infeksi pada
luka.

Luka bakar grade III yang melinhkar pada eksremitas dapat menyebabkan
iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat resusitasi
cairan, dan saat adanya pengerutan keropng.Iskemi dapat menyebabkan
gangguan vaskuler pada jari-jari tangan dan kaki.Tanda dini iskemi adalah
nyeri, kemudian kehilangan tanda rasa baal pada ujung-ujung distal.Juga luka
bakar menyeluruh pada bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan
gangguan respirasi, dan hal ini dapat dihilangkan dengan
escharotomy.Dilakukan insisi memanjang yang membuka keropeng sampai
penjepitan bebas.

Antibiotik

Pemberian antibiotik ini dapat secara topical atau sistemik.Pemberian secara topikal dapat dalam
bentuk salep atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering dipakai berupa salep antara
lain: silver sulfadiazine, mafenide acetate, silver nitrate, povidone-iodine, bacitracin (biasanya untuk
luka bakar grade I), neomycin, polymiycin B, nysatatin, mupirocin, mebo.

MEBO/MEBT (Moist exposed burn ointment/therapy)

Merupakan broad spectrum ointment, suatu preparat herbal, menggunakan zat alami tanpa kimiawi,
terdiri dari:

1. Komponen pengobatan: beta sitosterol, bacailin, berberine, yang mampu efek analgesic, anti-
inflamasi, anti-infeksi pada luka bakar dan mampu mengurangi pembentukan jaringan parut.
2. Komponen nutrisi: amino acid, fatty acid dan amylose, yang memberikan nutrisi untuk
regenerasi dan perbaikan kulit yang terbakar.

Efek pengobatan :

1. Menghilangkan nyeri luka bakar


2. Mencegah perluasan nekrosis pada jaringan yang terluka

3. Mengeluarkan jaringan nekrotik dengan mencairkannya


4. Membuat lingkungan lembab pada luka, yang dibutuhkan selama perbaikan jaringan kulit
tersisa
5. Control infeksi dengan membuat suasana yang jelek untuk pertumbuhan kuman bukan dengan
membunuh kuman.
6. Merangsang pertumbuhan PRCs (potential regenerative cell) dan stem cell untuk
penyembuhan luka dan mengurangi terbentuknya jaringan parut
7. Mengurangi kebutuhan untuk skin graft

Prinsip penanganan luka bakar dengan MEBO:

1. Makin cepat diberi MEBO, hasilnya lebih baik (dalam 4-12 jam setelah kejadian)

53
2. Biarkan luka terbuka
3. Kelembaban yang optimal pada luka dengan MEBO
4. Pemberian salep harus teratur dan terus menerus tiap 6-12 jam dibersihkan dengan kain kassa
steril jangan dibiarkan kulit terbuka tanpa salep >2-3 menit untuk mencegah penguapan
cairan dikulit dan microvascular menyebabkan thrombosit merusak jaringan dibawahnya yang
masih vital.
5. Pada pemberian jangan sampai kesakitan/berdarah, menimbulkan perlukaan pada jaringan
hidup tersisa
6. Luka jangan sampai maserasi maupun kering.
7. Tidak boleh menggunakan desinfektan, saline atau air untuk wound debridement

Flowchart dari penanganan luka bakar

1. Earlier period (1-6 hari): blister dipungsi, kulitnya dibiarkan utuh. Beri MEBO pada luka
setebal 0,5-1mm. ganti dan beri MEBO tiap 6 jam, hari ke 3-5 kulit penutup bulla diangkat.
2. Liquefaction period (6-15 hari): angkat zat cair yang timbul diatas luka, bersihkan dengan
kasa, beri MEBO lagi setebal 1 mm.
3. Preparative period (10-21 hari): bersihkan luka seperti sebelumnya. Beri MEBO dengan
ketebalan 0,5-1mm. ganti dan beri lagi MEBO tiap 6-8 jam
4. Rehabilitation: bersihkan luka yang sembuh dengan air hangat. Beri MEBO 0,5 mm,1-
2kali/hari. Jangan cuci luka yang sudah sembuh berlebihan. Lindungi luka yang sembuh dari
sinar matahari.

kontrol rasa sakit

terapi farmakologi yang digunakan biasanya dari golongan opioid dan NSAID. Preparat anestesi
seperti ketamin, N20 (nitrous oxide) digunakan pada prosedur yang dirasakan sangat sakit seperti saat
ganti balut. Dapat juga digunakan obat psikotropik seperti anxiolitik, tranquilizer dan anti
depresan.Penggunaan benzodiazepine bersama opioid dapat menyebabkan ketergantungan dan
mengurangi efek dari opioid.

D. Masalah yang lazim muncul


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d deformitas dinding dada, keletihan otot-otot pernafasan,
hiperventilasi
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (evaporasi akibat luka bakar)
3. Penurunan curah jantung b.d penurunan volume sekuncup jantung, kontraktilitas dan
frekuensi jantung
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipermetabolisme dan
kebutuhan bagi kesembuhan luka
5. Kerusakan integritas kulit b.d luka bakar terbuka
6. Nyeri akut b.d saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan penanganan luka bakar
7. Gangguan citra tubuh b.d perubahan pada penampilan tubuh (trauma)
8. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d menurunnya sirkulasi darah keginjal (hipoksia
di ginjal)
9. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
10. Resiko infeksi b.d hilangnya barrier kulit dan terganggunya respons imun
11. Defisiensi pengetahuan b.d proses penanganan luka bakar

54
12. Ansietas b.d perubahan pada status kesehatan dan pola interaksi

E. Discharge planning
1. Jangan menaruh es batu, margarine, atau air es langsung pada bagian kulit yang
mengalami luka bakar karena bisa mengakibatkan kerusakan lebih lanjut
2. Mempertahankan status nutrisi yang normal
3. Oleskan krim antibiotika atau salep khusus luka bakar sesuai anjuran dokter
4. Tutupi luka bakar dengan kasa steril
5. Cucilah tangan dengan sabun dan air sebelum mengganti kasa pembalut
6. Jangan memecahkan dan menggaruk lepuhan luka bakar agar luka tidak terinfeksi
7. Bersihan luka bakar dengan kasa steril secara berkala
8. Awasi luka bakar secara berkala terhadap tanda-tanda infeksi
9. Singkirkan pakaian atau kain yang melekat pada kulit yang mengalami luka bakar dengan
merendamnya didalam larutan salin
10. Jelaskan penggunaan obat dan cara penanganan luka bakar

Patofisiologi

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut dapat
dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik, derajat luka bakar yang berhubungan
dengan beberapa faktor penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak dengan
sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun
jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya. Terjadinya integritas kulit memungkinkan
mikroorganisme masuk kedalam tubuh. Kehilangan cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan
dan elektrolit tubuh akibat dari peningkatan pada permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
perpindahan cairan dari intravaskular ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang berakibat
tubuh kehilangan natrium, air, klorida, kalium dan protein plasma. Kemudian terjadi edema
menyeluruh dan dapat berlanjut pada syok hipovolemik apabila tidak segera ditangani (Hudak dan
Gallo, 1996). 4 Menurunnya volume intra vaskuler menyebabkan aliran plasma ke ginjal dan GFR
(Rate Filtrasi Glomerular) akan menurun sehingga haluaran urin meningkat. Jika resusitasi cairan
untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat bisa terjadi gagal ginjal dan apabila resusitasi cairan
adekuat, maka cairan interstitiel dapat ditarik kembali ke intravaskuler sehingga terjadi fase diuresis.

Asuhan keperawatan

PENGAJIAN DATA DASAR Menurut Doenges (2000) data pengkajian tergantung pada tipe, berat
dan permukaan tubuh yang terkena, antara lain :

1. Aktivitas / Istirahat Tanda : Penundaan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak, perubahan
tonus.

2. Sirkulasi Tanda : Hipotensi (syok), perubahan nadi distal pada ekstremitas yang cidera, kulit putih
dan dingin (syok listrik), edema jaringan, disritmia.

3. Integritas ego Tanda dan Gejala : Kecacatan, kekuatan, menarik diri

4. Eliminasi Tanda : diuresis, haluaran urine menurun fase darurat, penurunan motilitas usus.

5. Makanan / Cairan Tanda : edema jaringan umum, anoreksi, mual dan muntah

55
6. Neurosensori Gejala : area kebas, kesemutan Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, aktivitas
kejang, paralisis (Cidera aliran listrik pada aliran Isaraf)

7. Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri, panas

8. Pernafasan Gejala : Cidera inhalasi (terpajan lama) Tanda : serak, batuk, sianosis, jalan nafas atas
stridor bunyi nafas gemiricik, ronkhi secret dalam jalan nafas

9. Keamanan Tanda : distruksi jaringan, kulit mungkin coklat dengan tekstur seperti : lepuh, ulkus,
nekrosis atau jaringan parut tebal

I. FOKUS INTERVENSI

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbonmonoksida, obstruksi


trakeobronkial, keterbatasan pengembangan dada (Doenges, 2000).

Tujuan : Pemeliharaan oksigenasi jaringan adekuat

Intervensi :

1. Awasi frekwensi, irama, kedalaman napas

2. Berikan terapi O2 sesuai pesanan dokter

3. Berikan pasien dalam posisi semi fowler bila mungkin

4. Pantau AGD, kadar karbonsihemoglobin

5. Dorongan batuk atau latihan nafas dalam dan perubahan posisi

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan perpindahan cairan
dari intravaskuler ke ruang Interstitiel (Effendi. C, 1999)

Tujuan : Pemulihan cairan optimal dan keseimbangan elektrolit serta perfusi organ vital

Intervensi :

1. Pantau tanda-tanda vital

2. Pantau dan catat masukan dan haluaran cairan

3. Berikan pengganti cairan intravena dan elektrolit (kolaborasi)

4. Timbang berat badan setiap hari

5. Awasi pemeriksaaan laboratorium (Hemoglobin, Hematokrit, Elektrolit).

3. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi, penurunan aliran darah arteri
(Doenges, 2000)

Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat

Intervensi :

1. Kaji warna, sensasi, gerakan dan nadi perifer

56
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat

3. Berikan dorongan untuk melakukan ROM aktif

4. Hindari memplester sekitar yang terbakar

5. Kolaborasi ; pertahankan penggantian cairan perprotokol

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status hipermetaboik, katabolisme
protein (Doenges, 2000)

Tujuan : masukan nutrisi adekuat 10

Intervensi :

1. Pertahankan jumlah kalori ketat

2. Berikan makanan sedikit tapi sering

3. Timbang berat badan setiap hari

4. Dorong orang terdekat untuk menemani saat makan

5. Berikan diit tinggi protein dan kalori

6. Kolaborasi dengan ahli gizi

5. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema
(Doenges, 2000)

Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol, ekspresi wajah rileks

Intervensi :

1. Kaji terhadap keluhan nyeri lokasi, karakteristik, dan intensitas (skala 0-10)

2. Anjuran tehnik relaksasi

3. Pertahanan suhu lingkungan yang nyaman

4. Jelaskan setiap prosedur tindakan pada pasien

5. Kolaborasi pemberian analgetik

6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan respon imun,
prosedur invasif (Effendi. C, 1999)

1. Kaji adanya tanda-tanda infeksi

2. Terapkan tehnik aseptik antiseptik dalam perawatan luka

3. Pertahankan personal hygiene pasien

4. Ganti balutan dan bersihkan areal luka bakar tiap hari 11

5. Kaji tanda-tanda vital dan jumlah leukosit

57
6. Kolaborasi pemberian antibiotic

7. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan permukaan kulit (Doenges,
2000). Tujuan : Menunjukkan regresi jaringan, mencapai penyembuhan tepat waktu.

Intervensi :

1. Kaji atau catat ukuran, warna, kedalaman luka terhadap iskemik

2. Berikan perawatan luka yang tepat

3. Pertahankan tempat tidur bersih, kering

4. Pertahankan masukan cairan 2500-3000 ml/hr

5. Dorong keluarga untuk membantu dalam perawatan diri

8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur (Effendi. C, 1997)

Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi, meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit.

Intervensi :

1. Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka bakar

2. Pertahankan area luka bakar dalam posisi fungsi fisiologis

3. Beri dorongan untuk melakukan ROM aktif tiap 2-4 jam

4. Jelaskan pentingnya perubahan posisi dan gerakan pada pasien

5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam rehabilitasi

58
7.CEDERA KEPALA

A. Definisi
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
(Morton,2012)
Klasifikasi cedera kepala
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS(Glasgown Coma Scale)
1. Cedera kepala ringan/minor
- GCS 14-15
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
- Tidak ada kontusia serebral,hematoma
2. Cedera kepala sedang
- GCS 9-13
- Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
- Diikuti kontusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
3. Cedera kepala berat
- GCS 3-8
- Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24jam
- Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intrakranial
B. Etiologi
Mekanisme terjadinya cedera kepala meliputi cedera aksekerasi, deselerasi, akselererasi-
deselerasi, coup-countrecoup,dan cedera rotasional.
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(mis, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan kekepala)
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada
kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil
3. Cedera akselerasi – deselarasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan epesode kekerasan fisik
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak
dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang belawanan
serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian
belakang kepala
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/ benturan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
subtansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian
dalam rongga tengkorak.

C. Manifestasi klinis
Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya menunjukan adanya fraktur.
(Smeltzer, suzana, 2002)
1. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur
2. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga dan hidung.
3. Laserasi atau kontusio otak ditunjukan oleh cairan spinal berdarah.

Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi antara lain:

59
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat
(pingsan<10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala
2. Kontusio serebri
adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak
(pingsan <10 menit) atau terdapat lesi neurologik yang jelas. Kontusio serebri sering
terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat
juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam
atau hari, dapat berubah menjadi perdarahan intraserebral yang membutuhkan
tindakan operasi. ( Brain Injury Associaton of Michigan )
3. Laserasi Serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan duramater serta fraktur terbuka pada
kranium. ( Brain Injury Associaton of Michigan )
4. Epidural Hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan
ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan (hemiparese/plegi, pupil anisokor, reflek
patologis satu sisi). Gambaran CT Scan areahiperdens dengan bentuk bikonvek atau
lentikuler diantara 2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau > 1 cm midline shift > 5 mm
dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.
5. Subdural Hematom (SDH)
Hamtom dibawah lapisan durameter dengan sumber pendarahan dapat berasal dari
Bridging vein, a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom adalah terkumpulnya
darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena, pendarahan lambat dan sedikit. Periode akut
dapat terjadi dalam 48 jam-2hari, 2 minggu atau berapa bulan. Gejala-gejalanya
adalah nyei kepala, bingung, mengantuk, berpikir lambat, kejang dan udem pupil, dan
secara klinis adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada
pemeriksaan CT scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit
(cresent). Indikasi operasi jika perdarahan tebalnya > 1cm dan terjadi pergeseran
garis tengah >5mm.
6. SAH (Subarachnoid Hematom)
Merupakan perdarahan lokal didaerah subarachnoid. Gejala klinisnya menyerupai
kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan lesi hiperdens yang
mengikuti arah girus-girus serebri di daerah yang berdekatan dengan hematom.
Hanya diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan terapi operatif. (misulis KE,
Head TC)
7. ICH (Intracerebral Hematom)
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada pemeriksaan CT-
Scan didapatkan lesi perdarahan diantara neuron otak yang relatif normal. Indikasi
dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter > 3cm, perifer, adanya
pergeseran garis tengah
8. Fraktur basis krani (Misulis KE, Head TC)
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid dan etmoid. Terbagi menjadi fraktur basis krani anterior dan posterior. Pada
fraktur anterior melibatkan tulang edmoid dan sphenoid sedangkan pada fraktur

60
posterior melibatkan tulang temporal, oksipital, dan beberapa bagian tulang sphenoid.
Tanda terdapat fraktur basis kranii antara lain:
a. Eksimosis periorbital (Racoon’s eyes)
b. Eksimosis mastoid (Battle’s sign)
c. Keluar darah beserta cairan serebrospinal dari hidung atau telinga (rinore atau
onore)
d. Kelumpuhannervus kranial
Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
2. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan MRI
4. CT-Scan: indikasi CT-Scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS lebih 1
point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi <60x/mnt) fraktur impresi dengan lateralisasi
yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3hari perawatan dan luka tembus akibat
benda tajam atau peluru.

Penatalaksanaan
1. Stabilisasi kardiopulmoner mencangkup prinsip-prinsi ABC (Airway-Breathing-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan cenderung memperhebat
peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang yang lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk medeteksi berbagai macam cedera atau gangguan - gangguan
dibagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologis mencangkup respons mata, motorik, verbal, pemeriksaan pupil,
reflak okulo sefalik dan reflek okulovis tubular. Penilaiian neurologis kurang bermanfaat
bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Penanganan cedera- cedera dibagian lainnya
6. Pemberian pengobatan seperti : anti edema selebri, anti kejang dan natrium karbonat
7. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi komputer otak, angiografi
selebral dan lainnya

Dari cedera kepala ringan dapat berlanjut menjadi sedang/berat dengan catatan bila ada
gejala-gejala seperti:

1. Mengantuk dan sukar dibangunkan


2. Mual, muntah dan pusing hebat
3. Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang tidak biasa
4. Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi dan kejang
5. Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
6. Kacau/bingung (confuse) tidak mampu berkonsentrasi, terjadi perubahan personalitas
7. Gaduh, gelisah
8. Perubahan denyut nadi atau pola pernapasan.

D. Masalah yang sering muncul


1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis kontraktur (terputusnya jaringan tulang belakang)
2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/kognitif, trapi pembatasan/kewaspadaan
keamanan, mis tirah baring, imobilisasi
3. Kerusakan memori b.d hipoksia, gangguan neurologis

61
4. Ketidakefektifan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas, ditandai dengan dispneu
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d perubahan kadar elektrolit serum (muntah)
6. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d trauma jaringan otak
7. Resiko perdarahan b.d trauma, riwayat jatuh
8. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan ruangan untuk perfusi
serebral,sumbatan aliran darah serebral.
9. Resiko infeksi
10. Resiko cidera b.d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi, gerakan involunter dan
kejang
11. Ansietas

E. Discharge planning
1. Jangan terjadi cedera kepala ke dua kalinya
2. Jika mengendarai kendaraan biasakan untuk menaati peraturan sehingga dapat
menghindarkan dari kecelakaan
3. Segera bawa kerumah sakit jika terjadi muntah dan sakit kepala yang tak tertahankan

F. Patofisiologi

Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal (perdarahan,
konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan
oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan,
kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer
menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.

Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi
menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga
mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder
disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas.
Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang
tergantung lokasi kerusakan.

Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan mengakibatkan
kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah
penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi
yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus
temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di
daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio

62
optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor
yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH
dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.

Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah berlebihan
sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan
keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang
otak.

Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau
torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan
oleh herniasi unkus.

Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah
nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber,
lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi
bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.

Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-saraf


kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur
yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang
cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi
respiratorik.

Asuhan keperawatan

1. Kasus Kegawatdaruratan

A. Primary Survay

1) Airway

Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot bantu
pernafasan, sianosis

2) Breathing

Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest, gerakan otot
pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing.

3) Sirkulasi

Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin,
kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.

4) Disability

Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.

5) Eksposure

63
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.

B. Secondary survey

1) Kepala

Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana timpani, cedera
jaringan lunak periorbital

2) Leher

Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang

3) Neurologis

Penilaian fungsi otak dengan GCS

4) Dada

Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan EKG

5) Abdomen

Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen

6) Pelvis dan ekstremitas

Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang lain

C. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul

1) Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema serebral

2) Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan otak,
kerusakan persepsi /kognitif)

3) Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan

4) Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas

5) Gangguan pola nafas b.d adanya depresi pada pusat pernafasan

6) Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran

7) Resiko cedera b.d kejang, penurunan kesadaran

8) Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih

D. Nursing Care Plan

64
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema
serebral

Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik

Intervensi :

a. Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK

b. Monitor status neurologis

c. Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK

d. Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya

e. Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK

f. Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi
sesuai dengan indikasi

2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan
otak, kerusakan persepsi /kognitif)

Tujuan : pola nafas pasien efektif

Intervensi :

a. Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas

b. Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas

c. Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala

d. Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik

e. Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi,
wheezing)

f. Catat pengembangan dada

g. Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan
indikasi

h. Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif

i. Lakukan program medik

3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan

tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat

intervensi :

65
a. Kaji irama atau pola nafas

b. Kaji bunyi nafas

c. Evaluasi nilai AGD

d. Pantau saturasi oksigen

4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas

Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas

intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi

b. Kaji frekuensi pernafasan

c. Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi

d. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar

e. Kolaburasi : monitor AGD

5. Diagnosa : resiko cedera b.d penurunan kesadaran

tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif

intervensi :

a. Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah

b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur

c. Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu

d. Pasang pagar tempat tidur

e. Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area
sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang

f. Pertahankan tirah baring

6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran

Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi

Intervensi :

a. Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan
makanan

66
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi
dan aspirasi

c. Catat makanan yang masuk

d. Kaji cairan gaster, muntahan

e. Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien

f. Laksanakan program medik

7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih

tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin

intervensi :

a. Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis

b. Periksa residu kandung kemih setelah berkemih

c. Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah
infeksi

67
DAFTAR PUSTAKA

Hardi amin,2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis& NANDA NIC-
NOC, Jilid 1,2,3 Edisi Revisi. Mediaction, Yogyakarta.
Eprints.ums.ac.id/18613/9/BAB_II.pdf
Carpenito L. J. (2000) Diagnosa Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : EGC
Muttaqin A. (2008) Askep Klien Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Prince A.S (1998) Patofisiologi, Edisi 2. Jakarta :EGC
Smeltzer S.C. (2002) Keperawatan Medikal-Bedah Brunner&Suddarth. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat R. (1997) Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Wilkinson M. J. (2007) Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Helmayanto hengky,2012.https://www.scribd.com/doc
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/108/jtptunimus-gld-juarnig-ekapurnama-5391-babii.pdf
http://eprints.ums.ac.id/21984/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
Aji bayu bintara, 2006.https://www.scribd.com/doc

68

Anda mungkin juga menyukai