Anda di halaman 1dari 12

DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


EDEMA PARU AKUT (ACUTE LUNG OEDEM)
OLEH : LENTA FERNANDO. S.Kep

EDEMA PARU AKUT

A. PENGERTIAN

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian
dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan
dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk
menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala sel-sel darah).

Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang
langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-
kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara
diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang
mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dindig ini kehilangan integritasnya.

Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan
intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik.

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini
terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas.
Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat
menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan
obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.

B. ETIOLOGI

1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :

a) Peningkatan tekanan kapiler paru :

- Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).

- Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.

- Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

b) Penurunan tekanan onkotik plasma.

- Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday,


penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :

- Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

- Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

- Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.


DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress


Syndrome)

a) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

b) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).

c) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).

d) Aspirasi asam lambung.

e) Pneumonitis radiasi akut.

f) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

g) Disseminated Intravascular Coagulation.

h) Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

i) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

j) Pankreatitis Perdarahan Akut.

3. Insufisiensi Limfatik :

a) Post Lung Transplant.

b) Lymphangitic Carcinomatosis.

c) Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4. Tak diketahui/tak jelas

a) High Altitude Pulmonary Edema.

b) Neurogenic Pulmonary Edema.

c) Narcotic overdose.

d) Pulmonary embolism.

e) Eclampsia

f) Post Cardioversion.

g) Post Anesthesia.

h) Post Cardiopulmonary Bypass.

C. KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik.


Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang
akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor
presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik

» Cardiogenic pulmonary edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ
jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau
jantung tidak kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti
arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan
jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari
jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada
gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli
ketika tekanan membesar.

» Non-cardiogenic pulmonary edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:

î Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan
yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

î kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka
paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-
paru.

î Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada
orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan
kelebihan cairan tubuh.

î High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke
ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.

î Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah,
atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,
menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

î Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion


pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary
edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

î Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada
aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

î Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin
termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung injury (TRALI),
beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil.

D. PATOFISIOLOGI

Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari
pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan
persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada
kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk
sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan
pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

Pathway: (di lembar berikutnya)


DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

Faktor kardiogenik Faktor non-kardiogenik

 PATHWAY

Isufisiensi
limfatik Unkwnown
ARSD

Gagal jantung kiri  Pnemonia  Post. Lung  Pulmonary


transplant Embolism
 Aspirasi As.
 Lymphangiti  Eclamasia
Lambung c  High
carsinomicl altitude
 Bahan Toksik
osis Pulmonary
inhalan  Silicosis edema

Ketidakseimbangan

Staling Force

Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan


Kapiler
Onkotik Negative Onkotik
Paru ↑
Plasma ↓
Interstitial ↑ Interstitial ↑

Cairan berpindah
ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput Pemasangan alat


cairan ↓ bantu nafas
(ventilator)

Gangguan O2 jaringan↓
pertukaran gas Bed rest Pemasangan Area
fisik selang invasi
endotrakheal
M.O

Defisit
Pengambilan Kelelahan
Gangguan perawatan
O2 ↑ Gangguan Resiko
perfusi diri
jaringan komunikasi tinggi
verbal infeksi
Gangguan pola Intoleransi
nafas aktivitas
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

E. MANIFESTASI KLINIK

Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah
penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala
umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada
normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea),
kepeningan, atau kelemahan.

Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan
pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter
mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara
mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam
alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:

Stadium 1.

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran
gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,
demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran
napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.

Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia
dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas
vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan
hati-hati (Ingram and Braunwald, 1988).

Edema Pam yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.
Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru
walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin
sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide
phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang kadang
penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal;
hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun
tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup
yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

F. DIAGNOSA PENUNJANG

» Pemeriksaan Fisik

- Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.

- Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,
kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga
disebut sebagai asma kardiale.
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

- Takikardia dengan S3 gallop.

- Murmur bila ada kelainan katup.

» Elektrokardiografi. Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan.

» Laboratorium

- Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.

- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

- Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.

Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-
ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-
bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.

X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan
putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru
dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili
pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.

» Gambaran Radiologi yang ditemukan :

- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)

- Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)

- Kranialisasi vaskuler

- Hilus suram (batas tidak jelas)

- Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar hasil radiologi

Gambar 1 : Edema Intesrtitial


Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru


Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3 : Bat’s Wing


Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan
sebelumnya, contoh : emfisema).

» Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel


(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan umumnya
ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.

» Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)

Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-
terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang
disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP nanogram
(sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat
tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100
pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.

» Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)

Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang
disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang – ruang
sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries
(cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai
kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut
pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah
konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari
18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan
kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

G. PENATALAKSANAAN

- Posisi ½ duduk.

- Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.

- Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi,
atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi
endotrakeal, suction, dan ventilator.

- Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

- Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10


menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis
3 – 5 ug/kgBB.

- Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis
0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan
perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya
mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke
organ-organ vital.

- Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).

- Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam
atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

- Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau
Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan
sesuai respon klinis atau keduanya.

- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

- Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

- Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel / corda tendinae.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

î Identitas :

î Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa


muda

î Riwayat Masuk

Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai
dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-
tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik mungkin
menyertai klien

î Riwayat Penyakit Dahulu

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit
paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

î Pemeriksaan fisik
1. Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
1. Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum
banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
1. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun,
Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
1. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
1. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
1. Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
1. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
î Studi Laboratorik :
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

Diagnosa yang mungkin muncul

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat


bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan dengan kegelisahan sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis aktual sekunder terhadap
pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

Rencana Tindakan:
Intervensi
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan Pola nafas 1. Berikan HE pada 1. Informasi yang
pola nafas kembali efektif pasien tentang adekuat dapat
berhubungan setelah penyakitnya membawa pasien lebih
dengan dilakukan kooperatif dalam
keadaan tubuh tindakan memberikan terapi
yang lemah keperawatan 2. Atur posisi semi fowler 2. Jalan nafas yang
selama 3 × 24 longgar dan tidak ada
jam, dengan sumbatan proses
kriteria hasil: respirasi dapat
- Tidak terjadi 3. Observasi tanda dan berjalan dengan
hipoksia atau gejala sianosis lancar.
hipoksemia 3. Sianosis merupakan
- Tidak sesak salah satu tanda
- RR normal (16- 4. Berikan terapi manifestasi
20 × / menit) oksigenasi ketidakadekuatan
- Tidak terdapat suply O2 pada jaringan
kontraksi otot tubuh perifer .
bantu nafas 4. Pemberian oksigen
- Tidak terdapat secara adequat dapat
sianosis 5. Observasi tanda-tanda mensuplai dan
vital memberikan cadangan
oksigen, sehingga
mencegah terjadinya
hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
6. Observasi timbulnya terjadinya gangguan
gagal nafas. nafas disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan capilary
refill time yang
7. Kolaborasi dengan tim memanjang/lama.
medis dalam 6. Ketidakmampuan
memberikan tubuh dalam proses
pengobatan respirasi diperlukan
intervensi yang kritis
dengan menggunakan
alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

2 Gangguan Fungsi 1. Berikan HE pada 1. Informasi yang


pertukaran Gas pertukaran gas pasien tentang adekuat dapat
berhubungan dapat maksimal penyakitnya membawa pasien lebih
dengan distensi setelah kooperatif dalam
kapiler dilakukan memberikan terapi
pulmonar tindakan 2. Atur posisi pasien 2. Jalan nafas yang
keperawatan semi fowler longgar dan tidak ada
selama 3 × 24 sumbatan proses
jam dengan respirasi dapat
kriteria hasil: 3. Bantu pasien untuk berjalan dengan lancer
- Tidak terjadi melakukan reposisi 3. Posisi yang berbeda
sianosis secara sering menurunkan resiko
- Tidak sesak 4. Berikan terapi perlukaan akibat
- RR normal (16- oksigenasi imobilisasi
20 × / menit) 4. Pemberian oksigen
- BGA normal: secara adequat dapat
 partial mensuplai dan
pressure of memberikan cadangan
oxygen 5. Observasi tanda – oksigen, sehingga
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

(PaO2): 75- tanda vital mencegah terjadinya


100 mm Hg hipoksia
 partial 5. Dyspneu, sianosis
pressure of merupakan tanda
carbon terjadinya gangguan
dioxide 6. Kolaborasi dengan nafas disertai dengan
(PaCO2): 35- tim medis dalam kerja jantung yang
45 mm Hg memberikan menurun timbul
 oxygen pengobatan takikardia dan capilary
content refill time yang
(O2CT): 15- memanjang/lama.
23% 6. Pengobatan yang
 oxygen diberikan berdasar
saturation indikasi sangat
(SaO2): 94- membantu dalam
100% proses terapi
 bicarbonate keperawatan
(HCO3): 22-
26 mEq/liter
 pH: 7.35-7.45

3 Resiko tinggi Infeksi tidak 1. Berikan HE pada 1. Informasi yang


infeksi terjadi setelah pasien tentang kondisi adekuat dapat
berhubungan dilakukan yang dialaminya membawa pasien lebih
dengan area tindakan kooperatif dalam
invasi keperawatan 2. Observasi tanda-tanda memberikan terapi
mikroorganisme selama 3 × 24 vital. 2. Meningkatnya suhu
sekunder jam, dengan tubuh dpat dijadikan
terhadap kriteria hasil: sebagai indicator
pemasangan - Pasien mampu 3. Observasi daerah terjadinya infeksi
selang mengurangi pemasangan selang 3. Kebersihan area
endotrakeal kontak dengan endotrakheal pemasangan selang
area menjadi factor resiko
pemasangan 4. Lakukan tehnik masuknya
selang perawatan secara mikroorganisme
endotrakeal aseptik 4. Meminimalkan
- Suhu normal organisme yang kontak
(36,5oC) dengan pasien dapat
5. Kolaborasi dengan tim menurunkan resiko
medis dalam terjadinya infeksi
memberikan 5. Pengobatan yang
pengobatan diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

4. Implementasi

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian
dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

5. Evaluasi:

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga
dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang
sebelumnya tidak berhasil
DI UNGGAH DARI HTTPS://LENTZEXPLORE.WORDPRESS.COM/ Lenta Fernando Doc.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi kedua.
Jakarta: Penerbit Erlangga

Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai