J 1102014280
1.2 Klasifikasi
Berdasarkan Kekuatannya
Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya dan ukuran
terionisasi, dibagi menjadi 2 , yaitu:
1. Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan
dalam air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh asam
kuat :
Nama Asam Kuat
Asam klorida HCl
Asam nitrat HNO3
Asam sulfat H2SO4
Asam bromida HBr
Asam iodida HI
Asam klorat HClO3
Asam perklorat HClO4
Asam klorit HClO3
Asam bromit HBrO3
Asam perbromat HBrO4
Asam iodit HIO3
Asam periodat HIO4
Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan
dalam air dan bereaksi dengan asam.Contoh basa kuat :
Nama Basa Kuat
Litium hidroksida LiOH
Atrium hidroksida NaOH
Kalium hidroksida KOH
Kalsium hidroksida Ca(OH)2
Rubidium hidroksida RbOH
Stronsium hidroksida Sr(OH)2
Secium hidroksida CsOH
Barium hidroksida Ba(OH)2
2. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan
didalam air kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh asam lemah :
Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air.
Contoh basa lemah:
Nama Basa Lemah
gas amoniak NH3
besi(II) hidroksida Fe(OH)2
Hydroxylamine NH2OH
Aluminium hydroxide Al(OH)3
Iron (III) hydroxide Fe(OH)3
Ammonium hydroxide NH4OH
Metilamin hydroxide CH3NH3OH
Etilamin hydroxide C2H5NH3OH
Berdasarkan Bentuk Ion
1. Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif.
Contoh : SO3-
2. Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif.
Contoh : NN4 +
3. Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif.
Contoh : Clˉ, CN−
4. Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif.
Contoh : Na+
2. Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion H⁺
atau ion OHˉ (dikenal dengan ionisasi sekunder)
Contoh : asam diprotik [H2 SO4 , H2S]
basa diprotik [Mg(OH)2 , Ca(OH)2, Ba(OH)2]
3. Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau
lebih ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi tersier)
Contoh : asam poliprotik [H3 PO4 ]
basa poliprotik [Al(OH)3]
2. Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat berubah
bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan
oleh ginjal.
Contoh : asam organik, asam nonorganik
1. Sistem buffer
Sistem buffer disebut juga sistem penahan atau sistem penyangga, karena dapat
menahan perubahan pH.Sistem buffermerupakan larutan yang mengandung asam
dan basa konjugasinya.
Sistem buffer kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam basa sementara.
Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru paru yang merespon secara cepat terhadap perubahan ion H+
dalam darah karena rangsangan kemoreseptor dan pusat pernafasan
mempertahankan kadar [H+] sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan
tersebut, ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H+ dengan
mensekresikan ion H+ dan menambahkan HCO− 3 baru dalam darah karena memiliki
dapar fosfat.
Didalam tubuh terdapat beberapa sistem buffer, yaitu :
- Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat
- Sistem buffer hemoglobin
- Sistem buffer protein
- Sistem buffer fosfat
Fungsi utama sistem buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan
oleh pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraseluler. Sistem ini
memiliki keterbatasan, yaitu :
- Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan
karena peningkatan CO2
- Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem
pernafasan bekerja normal.
- Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion
bikarbonat.
Cairan interstitium yang mengandung protein dan asam amino terdisosiasi ikut
berperan mengatur pH. Protein mengandung asam amino histidin yang mempunyai
cincin imitazol dengan Pka = 6.0. Pada kebanyakan protein Pk sekitar 7.0-7.4. Proses
pengaturan melalui sistem buffer protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus
melalui proses difusi membran sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium.
2. Sistem Paru
Peranan sistem respirasi dalam kesimbangan asam-basa adalah
mempertahankan agar PCO2 selalu konstan walaupun terdapat perubahan kadar CO2
akibat proses metabolisme tubuh. Sistem pernapasan mengatur kadar karbondioksida
yaitu PCO2 darah arteri berkisar 40 mmHg. Ventilasi paru dikontrol oleh pH dan
PCO2 darah.
Terdapat 2 reseptor yang mengatur fungsi ventilasi yaitu:
Pusat pernafasan di medulla oblongata yang merespons penurunan pH cairan
cerebrospinal dengan meningkatkan ventilasi alveolar.
Carotid dan Aortic Bodies dekat bifurkasio arteri karotis interna dan eksterna dan
pada arkus aorta. Penurunan pH meningkatkan aktivitas reseptor ini untuk
meningkatkan ventilasi alveolar. Keseimbangan asam basa respirasi bergantung
pada keseimbangan produksi dan ekskresi CO2. Jumlah CO2 yang berada dalma
darah tergantung pada laju metabolisme sedangkan, proses ekskresi CO2
tergantung pada fungsi paru. Kelainan ventilasi dan perfusi paru pada dasarnya
akan mengakibatkan ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sehingga pada
akhirnya akan terjadi ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Ketidakseimbangan
rasio ventilasi perfusi paru pada akhirnya dapat menyebabkan hipoksia maupun
retensi CO2 sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa. Kontrol sistem
ventilasi tergantung pada dua stimulus utama yaitu peningkatan PCO2 atau arteri
dan penurunan PO2 arteri hipoksemia.
Stimulus CO2 terhadap ventilasi terjadi pada daerah kemosensitif di daerah pusat
pernapasan di medula oblongata. CO2 merupakan stimulus utama pernapasan
yang dapat terjadi walaupun hanya terdapat sedikit peningkatan PaCO2.
Peningkatan PaCO2 adalah akibat penurunan ventilasi alveolar seperti yang
terjadi pada kelainan paru obstruktif, bukan akibat peningkatan produksi CO2.
Kegagalan dalam mempertahankan kadar CO2 akan mengakibatkan akumulasi
CO2 dan asidosis respiratorik.
Stimulus O2 terjadi melalui perantaraan kemoreseptor di badan karotis yang
terletak dipercabangan arteri karotis. Hipoksemia akan merangsang ventilasi
apabila terjadi penurunan PaCO2 dibawah 50-60 mmHg sehingga meningkatkan
frekuensi napas yang mengakibatkan penurunan PaCO2 dan meningkatkan pH
(alkalosis respiratorik).
3. Sistem Ginjal
a. Sistem Renal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan
anion asam non-volatile dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan
asam-basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada
mekanisme pengaturan oleh ginjal ini berperan tiga sistem buffer asam karbonat-
bikarbonat, buffer fosfat, dan pembentukan ammonia. Ion hidrogen, CO2, dan NH3
diekresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh
mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam
karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.
Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran
asam.
2.2 biokimia
1. Asidosis Metabolik
a. Pembentukan asam yang berlebihan (asam non volatil dan asam organik)
didalam tubuh. Ion hidrogem dibebaskan oleh sistem buffer asam karbonat-
bikarbonat, sehingga terjadi penurunan pH. dalam klinik ditemukan keadaan
ini seperti pada:
Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan,
mengakibatkan berlangsungnya proses metabolisme anaerob.
Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalamjumlah sangat
tinggi pada metabolisme fase pasca absortif. Ketoasidosis merupakan
akibatdari starvasi dan komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali,
jaringan tidak dapat memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga
mengandalkan metabolisme lipid dan keton.
Intoksikasi salisilat
Intoksikasi etanol
b. Berkurangnya kadar ion HCO3- di dalam tubuh
c. Adanya retensi ion hydrogen didalam tubuh
2. Asidosis Respiratorik
Terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi alveolar yang mengganggu eliminasi
CO2 sehingga akhirnya terjadi peningkatan PaCO2 (hiperkapnia). Awalnya, sistem
buffer dapat mengatasi. Namun, akhirnya terjadi penurunan pH. Kemoreseptor
yang terletak pada medulla dan badan karotis akan memberi respons terhadap
perubahan PCO2. Pada beberapa keadaan, respons terhadap kemoreseptor di
medulla akan menyebabkan peningkatan ventilasi paru.Pada keadaan normal,
perubahan PCO2 dikendalikan oleh reseptor pusat (medulla). Bila terdapat
hipoksia atau hiperkapnia kronik, maka kemungkinan terjadi supresi kemoreseptor
pusat seperti dijumpai pada penderita penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Pada
keadaan tersebut, ventilasi akan dipertahankan oleh kemoreseptor pada badan
karotis sebagai respons terhadap perubahan PO2 dan perubahan pH. Bila keadaan
berlanjut dan kemoreseptor gagal memberikan respons atau pada keadaan diaman
sirkulasi paru inadekuat, maka pH akan turun dan timbul asidosis respiratorik akut.
1.) Asidosis respiratorik akut
Pada asidosis respiratorik akut terjadi gangguan eliminasi CO2 secaraakut dan
umumnya disertai dengan hipoksemia sehingga terjadi stimulasi ventilasi yang
bertujuan untuk meningkatkan eliminasi CO2 dan eliminasi O2, misalnya pada
eksaserbasi akut asma, pneumonia, pengaruh obat sedatif yang berlebihan,
pneumotoraks, henti jantung atau tenggelam. Respons buffer HCO3- oleh
ginjal dalam plasma terjadi dalam beberapa menit namun kompensasi ini
belum sempurna
Kompensasi secara sempurna terjadi dalam beberapa hari. Respons ginjal
dapat berupa peningkatan ekskresi ion H+ , peningkatan reabsorpsi HCO3- di
tubulus proksimal dan peningkatan produksi HCO3- di tubulus distal.
2.) Asidosis respiratorik kronik
Dapat terjadi oleh berbagai keadaan antara lain PPOK, sleep apnea, obesitas,
kelainan dinding dada dan lain sebagainya. Pada gagal napas kronikmterjadi
retensi CO2 secara kronik dan hiposekmia kronik. Tubuh telah beradaptasi
pada keadaan ini sehingga dorongan untuk bernapas bukan lagi disebabkan
oleh peningkatan CO2 akut namun oleh hipoksemia kronik. Oleh karena itu,
tindakan koreksi gagal napas akut pada penderita gagal napas kronik perlu
berhati-hati karena dapat menyebabkan hilangnya dorongan untuk bernapas.
3. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolic merupakan suatu proses terjadinya peningkatan primer
bikarbonat dalam arteri. Akibat peningkatan ini, rasio PCO2 dan kadar HCO3- di
arteri berubah. Usaha tubuh untuk memperbaiki rasio ini dilakukan oleh paru
dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi) sehingga PCO2 meningkat dalam
arteri dan meningkatnya konsentrasi HCO3- dalam urin. Pada alkalosis metabolic
yang sederhana, kenaikan kadar HCO3- 1 mEq/L akan menyebabkan kenaikan
PCO2 sebesar 0,7 mmHg.
4. Alkalosis Respiratorik
Pada alkalosis respiratorik terjadi hiperventilasi alveolar sehingga terjadi
penurunan PaCO2 (hipokapnia) yang dapat menyebabkan peningkatan pH.
Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus baik langsung maupun tidak
langsung pada pusat pernapasan,penyakit paru akut dan kronik, overventilasi
iatrogenic (penggunaan ventilasi mekanik). Hiperventilasi kronik umumnya
bersifat asimptomatik sedangkan hiperventilasi akut ditandai dengan rasa ringan di
kepala(pusing), paresthesia,circumoral numbness, dan kesemutan.
3.2 Etiologi
A. Asidosis metabolic
- Diare berat
- Diabetes mellitus
- Olahraga berat Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
- Asidosis urenik
- Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
- Keto asidosis diabetikum
- Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau ammonium klorida
- Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan
- Karena diare, ileostomi atau kolostomi
B. Asidosis Respiratorik
Penyakit paru, depresi pusat pernafasan oleh obat atau penyakit, gangguan syaraf
atau otot yang mengurangi kemampuan bernapas dan menahan napas.
Pada asidosis respiratorik tidak terkompensasi CO2 meningkat dimana HCO3-
normal, sehingga rasio menjadi 20/2 dan pH berkurang.Obesitas berat sehingga
membuat seseorang kesulitan bernapas
C. Alkalosis Metabolik
- muntah. Pengeluaran abnormal H+ dari tubuh akibat hilangnya getah
lambung. H+ menurun dan tidak ladi terjadi reabsorbsi H+ untuk
menetralkan [HCO3] plasma
- ingesti obat alkali misalnya soda kue [NaHCO3] sebagai terapi
hiperasiditas lambung, jika berlebihan maka kelebihan HCO3 akan
diserap dan menimbulkan kelebihan [HCO3] plasma
- Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
- Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
- Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
Penggunaan kortiko steroid).
D. Alkalosis Respiratorik
Demam, rasa cemas, keracunan aspirin yang merangsang ventilasi
berlebih.Terjadi juga karena mekanisme fisiologik di tempat yang tinggi,
konsentrasi O2 rendah dalam arteri darah merangsang perolehan O2 dan
pengeluaran CO2 berlebih.
B. Asidosis Respiratorik
Gejala-gejala asidosis meliputi kebingungan, lesu, sesak napas, mengantuk, dan
mudah lelah.Beberapa gejala lain termasuk kulit hangat, hipertensi paru, denyut
jantung tidak teratur, refleks tendon berkurang, batuk, mengi, mudah marah,
C. Alkalosis Metabolik
Pernapasan lambat merupakan gejala utama dari alkalosis metabolik. Pernapasan
lambat berpotensi menyebabkan Apnea, yaitu tidak bernapas sama sekali untuk
interval waktu tertentu.Kondisi ini memicu perubahan warna pada kulit sehingga
menjadi kebiruan atau keunguan.Detak jantung juga akan berlangsung lebih cepat
yang disertai penurunan tekanan darah.Gejala lain alkalosis metabolik meliputi
mati rasa dan kesemutan, berkedut, kejang otot, mual, muntah, dan diare.Penderita
juga mengalami kebingungan dan pusing, sedang pada kasus berat mengakibatkan
koma dan kejang.
D. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat
menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah.Jika keadaannya makin
memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
3.4 Compensasi
A. Asidosis Metabolik
Alkalosis respiratorik. Meliputi peningkatan kecepatan ventilasi, yang mengurangi
PaCO2 dan kompensasi ginjal, yang dengan menambahkan bikarbonat baru
kecairan ekstrasel membantu memperkecil penurunan awal konsentrasi HCO3
ekstrasel.
B. Asidosis Respiratorik
Kompensasi
Tindakan kompensasi untuk memulihkan pH ke kadar normal
- dapar kimiawi segera menyerap kelebihan H+
- mekanisme pernafasan biasanya tidak dapat berespons dengan meningkatkan
ventilasi karena masalah respirasi menjadi penyebab
- ginjal menahan HCO3 yang difiltrasi dan menambahkan HCO3 baru ke
plasma dan sembari bersamaan mensekresi dan mengekskresi banyak H+.
C. Alkalosis Metabolik
Kompensasi
- system dapar kimiawi segera membebaskan H+
- ventilasi berkurang sehingga CO2 penghasil H+ tertahan dicairan tubuh
- jika keadaan menetap beberapa hari maka ginjal akan menahan H+ dan
mengekskresikan lebih banyak HCO3 di urin
D. Alkalosis Respiratorik
Kompensasi
- dapar kimiawi segera membebaskan H+
- saat CO2 dan H+ plasma menurun akibat ventilasi berlebihan,dua dari
perangsang kuat untuk mendorong ventilasi lenyap. Efek ini cenderung
mengerem dorongan yang ditimbulkan oleh faktor nonrespirasi
- ginjal menahan H+ dan mengekskresi HCO3- lebih banyak
Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri dengan tujuan
mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh, mengetahui kadar oksigen
dalam tubuh dan mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh.
3.6 Tatalaksana
1. Asidosis Metabolik
Tatalaksana asidosis metabolik ditujukan terhadap penyebabnya. Peran
bikarbonata pada asidosis metabolik akut bersifat kontroversial tanpa didasaridata
yang rasional. Bagaimanapun, pada banyak kasus, pemberian bikarbonat lebih
banyak menunjukka bahaya daripada keuntungannya. Pemberian infus bikarbonat
menimbulkan problem pada pasien-pasien dengan asidosis, antara lain kelebihan
pemberi cairan, alkalosis metabolic, dan hipernatremia.
Indikasi koreksi asidosis metabolikperlu diketahui dengan baik agar koreksi dapat
dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan pasien.
Langkah koreksi asidosis metabolic:
1.) Tetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan disebut letal bila pH
darah kurang dari 7 atau kadar ion H+ lebih dari 100nmol/L. gangguan yang
perlu mendapat perhatian bila pH darah 7,1-7,3 atau kadar ion H antara 50-
80 nmol/L
2.) Tetapkan anion gap atau bila perlu anion gap urin untuk mengetahui dugaan
etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan gejala klinis lain dapat dengan
mudah ditetapkan etiologinya
3.) Bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta anion gap
dengan delta HCO3- (delta anion gap: anion gap pada saat pasien diperiksa
dikurangi dengan median anion gap pada saat pasien diperiksa dikurangi
dengan median anion gap normal, delta HCO3- : kadar HCO3- normal
dikurangi dengan kadar HCO3- pada saat pasien diperiksa). Bila rasio lebih
dari 1 (dalam beberapa literature lain disebutkan 1,6), asidosis disebabkan
oleh asidosis laktat. Langkah ketiga ini menetapkan sampai sejauh mana
koreksi dapat dilakukan.
2. Asidosis Respiratorik
Tatalaksana asidosis respiratorik adalah mengatasi penyakit dasarnya dan bila
terdapat hipoksemia harus diberikan terapi oksigen. Asidosis respiratorik dengan
hipoksemia berat memerlukan ventilasi mekanik baik invasif maupun noninfasif.
Pemberian oksigenpada pasien dengan retensi CO2 kronik dan hipoksia harus
berhati-hati karena pemberikan oksigen dengan FiO2 yang tinggi dapat
mengakibatkan penurunan minute volume dan semakin meningkatkan PCO2.
Pasien dengan retensi CO2 kronik umumnya sudah beradaptasi dengan hiperkapnia
kronik dan stimulus pernapasannya adalah hipoksemia sehingga pemberian
oksigen harus dilakukan secara hati-hati dan ditujukan dengan target kadar
PaO2>50 mmHg dengan FiO2 yang rendah. Pada pasien asidosis respiratorik
kronik, penurunan PCO2 harus berhati hati untuk menghindari alkalosis metabolic
atau asidosis metabolik primer.
Pengobatan
Pengobatan masalah ini harus difokuskan pada akar penyebab yang
mendasarinya.Untuk asidosis respiratorik yang dipicu oleh penyakit paru-paru,
pengobatan akan mencakup obat broncho-dilator untuk memperbaiki ganggaun
jalan napas.
3. Alkalosis Metabolik
Koreksi alkalosis metabolic bertujuan meningkatkan minute ventilation,
meningkatkan tekanan oksigen arterial dan mixed venous oxygen tension, serta
menurunkan konsumsi oksigen. Pada alkalosis metabolic, disebut letal bila pH
darah lebih dari 7,7. Bila ada deplesi volume cairan tubuh, upayakan agar volume
plasma kembali normal dengan pemberian NaCl isotonic. Bila penyebabnya
hypokalemia, lakukan koreksi kalium plasma. Bila penyebabnya hipokloremia,
lakukan koreksi klorida dengan pemberian NaCl isotonic. Bila penyebabnya adalah
pemberian bikarbonat berlebih, hentikan pemberian bikarbonat. Pada keadaan
fungsi ginjal yang menurun atau edema akibat gagal jantung, kor pulmonal atau
sirosis hati, koreksi dengan NaCl isotonic tidak dapat dilakukan karena
dikhawatirkan dapat terjadi retensi natrium disertai kelebihan cairan. Pada keadaan
ini dapat diberikan antagonis enzim anhydrase karbonat sehingga reabsorpsi
bikarbonat terhambat.
Pengobatan
Pengobatan alkalosis metabolik akan tergantung dari penyebabnya.Pengobatan
terutama ditujukan untuk mengembalikan keseimbangan pH dalam tubuh. Untuk
itu, tubuh harus terhidrasi dengan baik terlebih dahulu.
4. Alkalosis Respiratorik
Tatalaksana alkalosis respiratorik ditujukan terhadap kelainan primerna. Alkalosis yang
disebabkan oleh hipoksemia diatasi dengan memberikan terapi okigen. Alkalosis
respiratorik yang disebabkan oleh serangan panik diatasi dengan menenangkan psien atau
memberikan pernapasan menggunakan sistem air rebreathing. Overventilasi pada pasien
dengan ventilasi mekanik diatasi dengan ventilasi mekanik diatasi dengan mengurangi
minute ventilation atau dengan menambahkan dead space. Alkalosis respiratorik yang
disebabkan oleh hipoksemia diterapi dengan oksigen dan memperbaiki penyebab gangguan
pertukaran gas. Koreksi alkalosis respiratorik dengan menggunakan rebreathing mask
harus berhati-hati, terutama pada pasien dengan kelainan sususnan saraf pusat, untuk
menghindari ketidakseimbangan pH cairan serebrospinal dan pH perifer.
Pengobatan
Memperlambat pernapasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat
pernapasan .Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda
nyeri.Menghembuskan napas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa
membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali
karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita
untuk menahan napasnya selama mungkin, kemudian menarik napas dangkal dan menahan
kembali napasnya selama mungkin.Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian
sebanyak 6-10 kali.
Konsentrasi ion H+ pada air adalah 1 x 10-7 mol/L = 0,0000001 mol/L =100
nmol/L, berarti pH air:
𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚
Untuk basa lemah : pH = pKb + log 𝑏𝑎𝑠𝑎
pH = 14 + log [OH-]
Menentukan pOH dari basa lemah terlebih dahulu melalui tetapan ionisasi