Anda di halaman 1dari 16

WINDA AFDILLA.

J 1102014280

1. Memahami dan menjelaskan tentang asam basa


1.1 Definisi
Menurut Arrhenius
- Asam adalah zat yang dalam melepaskan ion H+
- Basa adalah zat yang dalam air melepaskan ion OH-
Menurut Lewis
- Asam adalah senyawa kimia yang bertindak sebagai penerima pasangan
electron
- Basa adalah senyawa kimia yang bertindak sebagai pemberi pasangan electron
Menurut Bronsted–Lowry
- Asam adalah senyawa yang dapat menyumbang proton, yaitu ion H+ ke
senyawa/zat lain.
- Basa adalah senyawa yang dapat menerima proton, yaitu ion H+ ke senyawa/
zat lain.

1.2 Klasifikasi
 Berdasarkan Kekuatannya
Klasifikasi asam basa ini digolongkan berdasarkan kekuatannya dan ukuran
terionisasi, dibagi menjadi 2 , yaitu:
1. Asam kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat di larutkan
dalam air dan menghasilkan jumlah ion semaksimum mungkin. Contoh asam
kuat :
Nama Asam Kuat
Asam klorida HCl
Asam nitrat HNO3
Asam sulfat H2SO4
Asam bromida HBr
Asam iodida HI
Asam klorat HClO3
Asam perklorat HClO4
Asam klorit HClO3
Asam bromit HBrO3
Asam perbromat HBrO4
Asam iodit HIO3
Asam periodat HIO4

Basa kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat dilarutkan
dalam air dan bereaksi dengan asam.Contoh basa kuat :
Nama Basa Kuat
Litium hidroksida LiOH
Atrium hidroksida NaOH
Kalium hidroksida KOH
Kalsium hidroksida Ca(OH)2
Rubidium hidroksida RbOH
Stronsium hidroksida Sr(OH)2
Secium hidroksida CsOH
Barium hidroksida Ba(OH)2

2. Asam lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan
didalam air kurang bereaksi kuat dengan asam. Contoh asam lemah :

Nama Asam Lemah


Asam asetat CH3COOH
Asam askorbat H2C6H6O6
Asam benzoat C7H5O2H
Asam borat H3BO3
Asam karbonat H2CO3
Asam sitrat H3C6H5O7
Asam format CHCOOH
Asam hidrazida HN3
Asam sianida HCN
Asam fluorida HF
Hidrogen peroksida H2O2
Asam hipoklorit HClO
Asam laktat HC3H5O3
Asam nitrit HNO2
Asam oksalat C2H2O4
Fenol C6H5OH
Asam propanoat CH3CH2COOH
Asam sulfit H2SO3
Asam urat C5H3N4O3H
Asam fosfat H3PO4
Asam sulfida H2S
Asam arsenat H3AsO4
Asam butanoat C3H7COOH
Asam heptanoat C4H9COOH
Asam heksanoat C5H11COOH
Asam oktanoat C7H15COOH
Asam pentanoat C6H13COOH

Basa lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan dalam air.
Contoh basa lemah:
Nama Basa Lemah
gas amoniak NH3
besi(II) hidroksida Fe(OH)2
Hydroxylamine NH2OH
Aluminium hydroxide Al(OH)3
Iron (III) hydroxide Fe(OH)3
Ammonium hydroxide NH4OH
Metilamin hydroxide CH3NH3OH
Etilamin hydroxide C2H5NH3OH
 Berdasarkan Bentuk Ion
1. Asam anion adalah asam yang mempunyai muatan negatif.
Contoh : SO3-
2. Asam kation adalah asam yang mempunyai muatan positif.
Contoh : NN4 +
3. Basa anion adalah basa yang mempunyai muatan negatif.
Contoh : Clˉ, CN−
4. Basa kation adalah basa yang mempunyai muatan positif.
Contoh : Na+

 Berdasarkan kemampuan ionisasi asam dan basa


1. Asam dan basa monoprotik adalah asam dan basa yang dapat
melepaskan satu ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi
primer)
Contoh : asam monoprotik [HCl, HNO3 , CH3 COOH]
basa monoprotik [NaOH, KOH]

2. Asam dan basa diprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 2 ion H⁺
atau ion OHˉ (dikenal dengan ionisasi sekunder)
Contoh : asam diprotik [H2 SO4 , H2S]
basa diprotik [Mg(OH)2 , Ca(OH)2, Ba(OH)2]

3. Asam dan basa poliprotik adalah asam dan basa yang dapat melepaskan 3 atau
lebih ion H⁺ atau ion OHˉ (dikenal juga dengan ionisasi tersier)
Contoh : asam poliprotik [H3 PO4 ]
basa poliprotik [Al(OH)3]

 Asam-asam yang berasal dari proses metabolisme


1. Asam volatil adalah asam yang mudah menguap, dapat berubah bentuk
menjadi bentuk cair maupun gas. Asam volatil merupakan hasil akhir
dari metabolisme asam amino, lemak dan karbohidrat.
Contoh : karbondioksida, asam karbonat

2. Asam nonvolatil adalah asam yang tidak mudah menguap, tidak dapat berubah
bentuk menjadi gas untuk diekskresi oleh paru-paru, tapi harus dieksresikan
oleh ginjal.
Contoh : asam organik, asam nonorganik

1.3 kemampuan relative ionisasi asam basa

2. Memahami dan menjelaskan keseimbangan asam basa


2.1 Fisiologi
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen, keseimbangan antara
ion [H + ] bebas dan [HCO−3 ] dalam cairan tubuh sehingga pH darah 7,35 – 7,45 atau
keseimbangan tubuh yang harus dijaga kadar ion [H + ] bebas dalam batas normal
maupun pembentukan asam maupun basa terus berlangsung dalam kehidupan.
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui koordinasi dari tiga
sistem,yaitu :
1. Sistem buffer
2. Sistem respiratorik (sistem paru)
3. Sistem metabolik (sistem ginjal)

1. Sistem buffer
Sistem buffer disebut juga sistem penahan atau sistem penyangga, karena dapat
menahan perubahan pH.Sistem buffermerupakan larutan yang mengandung asam
dan basa konjugasinya.
Sistem buffer kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam basa sementara.
Jika dengan buffer kimia tidak cukup memperbaiki, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru paru yang merespon secara cepat terhadap perubahan ion H+
dalam darah karena rangsangan kemoreseptor dan pusat pernafasan
mempertahankan kadar [H+] sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan
tersebut, ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H+ dengan
mensekresikan ion H+ dan menambahkan HCO− 3 baru dalam darah karena memiliki
dapar fosfat.
Didalam tubuh terdapat beberapa sistem buffer, yaitu :
- Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat
- Sistem buffer hemoglobin
- Sistem buffer protein
- Sistem buffer fosfat

Fungsi utama sistem buffer ini adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan
oleh pengaruh asam fixed dan asam organik pada cairan ekstraseluler. Sistem ini
memiliki keterbatasan, yaitu :
- Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan
karena peningkatan CO2
- Sistem ini hanya berfungsi bila sistem respirasi dan pusat pengendali sistem
pernafasan bekerja normal.
- Kemampuan menyelenggarakan sistem buffer tergantung pada tersedianya ion
bikarbonat.

 Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat


Sistem buffer ini merupakan suatu komponen yang paling penting pada
pengaturan pH cairan ekstraseluler. Sistem buffer bikarbonat merupakan sistem
buffer istimewa, sistem buffer tetap merupakan sistem buffer terbaik pada pH 7.4
walaupun Pka nya 6.1, karena dapat mengeluarkan CO2 melalui paru dan jumlahnya
banyak. Tubuh mempertahankan sistem buffer bikarbonat ini dengan pengaturan
kadar karbondioksida di paru dan bikarbonat di ginjal.

H2O + CO2 ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-

CO2 bereaksi dengan H2O membentuk H2 CO3 yang kemudian berdisosiasi


menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat melalui reaksi reversibel. Bila terjadi
peningkatan ion hidrogen, terjadi interaksi dengan ion bikarbonat sehingga terbentuk
asam karbonat. Berarti dalam hal ini ion bikarbonat bertindak sebagai basa lemah
yang menerima kelebihan ion hidrogen. Asam karbonat yang terbentuk akan
mengalami disosiasi menjadi CO2 dan air, dan CO2 yang dihasilkan akan
dikeluarkan melalui paru.
 Sistem buffer hemoglobin
Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di dalam sel
darah merah.Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena mengandung residu histidin,
yaitu asam amino yang dapat berikatan secara reversibelion hidrogen, menghasilkan
Hb bentuk berproton dan tidak berproton.

Na+ + HCO3 ↔ NaHCO3


Hb- + H+ ↔ HHb (PK 7-8)

Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya


menjadi karbonat karena didalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan
proses pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi
membran sel darah merah tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran
sel. Kemampuan pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin.

Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan hemoglobin. Hb


penting untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai
sistem buffer yang kuat.

 Sistem buffer protein


Sistem buffer protein berfungsi mengatur pH cairan ekstraserselular dan
interstitial. Protein sebagai buffer berinteraksi secara ekstentif dengan sistem buffer
lainnya. Protein tersusun oleh asam amino yang mempunyai sifat amfoter, yaitu
asam amino akan bersifat sebagai kation pada suasana asam dan bersifat sebagai
anion pada suasana basa.

Fungsi pengaturan buffer protein:


- Bila terjadi penurunan pH, gugus amino (-NH2) dari asam amino akan bertindak
sebagai basa lemah dengan mengikat ion hidrogen dan membentuk ion
amonium. Gugus amino bertindak sebagai akseptor proton.
- Bila terjadi peningkatan pH, gugus karboksil (-COOH) dari asam amino
mengalami disosiasi dan berubah menjadi ion karboksil dan ion H+. Gugus
karboksil bertindak sebagai donor proton.

Cairan interstitium yang mengandung protein dan asam amino terdisosiasi ikut
berperan mengatur pH. Protein mengandung asam amino histidin yang mempunyai
cincin imitazol dengan Pka = 6.0. Pada kebanyakan protein Pk sekitar 7.0-7.4. Proses
pengaturan melalui sistem buffer protein berjalan lambat karena ion hidrogen harus
melalui proses difusi membran sel yang dipengaruhi oleh pompa natrium.

 Sistem buffer Hemoglobin


Buffer hemoglobin (Hb) merupakan buffer intraseluler yang bekerja di dalam
sel darah merah. Hb dapat berfungsi sebagai buffer karena mengandung residu histidin,
yaitu asam amino yang dapat berikatan secara reversibelion hidrogen, menghasilkan
Hb bentuk berproton dan tidak berproton.

Na+ + HCO3 ↔ NaHCO3

Hb- + H+ ↔ HHb (PK 7-8)


Pada sel darah merah, Hb dapat mengikat karbondioksida dan mengubahnya
menjadi karbonat karena di dalam sitoplasma terkandung anhidrase karbonat, dan
proses pengikatan terjadi dengan cepat karena CO2 berdifusi cepat melintasi membran
sel darah merah tanpa memerlukan mekanisme transport aktif membran sel.
Kemampuan pengaturan ini dikenal sebagai sistem buffer hemoglobin.

Buffer utama cairan ekstraseluler adalah sistem bikarbonat dan hemoglobin. Hb


penting untuk pengangkutan oksigen ke jaringan, pengangkut CO2 dan sebagai sistem
buffer yang kuat.

 Sistem buffer Fosfat


Sistem buffer fosfat berperan pada pengaturan pH cairan interstitium dan urin.
Bentuk asam lemah dari buffer fosfat ini adalah dihidrogenfosfat (H2PO4-) dan
monohidrogenfosfat ( HPO4-2-) yang berperan menstabilkan pH cairan interstitial dan
urin.
- +
H2PO4 H +
2-
HPO4
Sebagaimana asam karbonat-bikarbonat, sistem ini juga memiliki cadangan
fosfat yang tersedia dalam bentuk natriummonohidro genfosfat (NaHPO42-)
+ 2- -
Na + HPO4 NaHPO4

2. Sistem Paru
Peranan sistem respirasi dalam kesimbangan asam-basa adalah
mempertahankan agar PCO2 selalu konstan walaupun terdapat perubahan kadar CO2
akibat proses metabolisme tubuh. Sistem pernapasan mengatur kadar karbondioksida
yaitu PCO2 darah arteri berkisar 40 mmHg. Ventilasi paru dikontrol oleh pH dan
PCO2 darah.
Terdapat 2 reseptor yang mengatur fungsi ventilasi yaitu:
 Pusat pernafasan di medulla oblongata yang merespons penurunan pH cairan
cerebrospinal dengan meningkatkan ventilasi alveolar.
 Carotid dan Aortic Bodies dekat bifurkasio arteri karotis interna dan eksterna dan
pada arkus aorta. Penurunan pH meningkatkan aktivitas reseptor ini untuk
meningkatkan ventilasi alveolar. Keseimbangan asam basa respirasi bergantung
pada keseimbangan produksi dan ekskresi CO2. Jumlah CO2 yang berada dalma
darah tergantung pada laju metabolisme sedangkan, proses ekskresi CO2
tergantung pada fungsi paru. Kelainan ventilasi dan perfusi paru pada dasarnya
akan mengakibatkan ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi sehingga pada
akhirnya akan terjadi ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Ketidakseimbangan
rasio ventilasi perfusi paru pada akhirnya dapat menyebabkan hipoksia maupun
retensi CO2 sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa. Kontrol sistem
ventilasi tergantung pada dua stimulus utama yaitu peningkatan PCO2 atau arteri
dan penurunan PO2 arteri hipoksemia.
 Stimulus CO2 terhadap ventilasi terjadi pada daerah kemosensitif di daerah pusat
pernapasan di medula oblongata. CO2 merupakan stimulus utama pernapasan
yang dapat terjadi walaupun hanya terdapat sedikit peningkatan PaCO2.
Peningkatan PaCO2 adalah akibat penurunan ventilasi alveolar seperti yang
terjadi pada kelainan paru obstruktif, bukan akibat peningkatan produksi CO2.
Kegagalan dalam mempertahankan kadar CO2 akan mengakibatkan akumulasi
CO2 dan asidosis respiratorik.
 Stimulus O2 terjadi melalui perantaraan kemoreseptor di badan karotis yang
terletak dipercabangan arteri karotis. Hipoksemia akan merangsang ventilasi
apabila terjadi penurunan PaCO2 dibawah 50-60 mmHg sehingga meningkatkan
frekuensi napas yang mengakibatkan penurunan PaCO2 dan meningkatkan pH
(alkalosis respiratorik).

3. Sistem Ginjal
a. Sistem Renal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal harus mengeluarkan
anion asam non-volatile dan mengganti HCO3-. Ginjal mengatur keseimbangan
asam-basa dengan sekresi dan reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada
mekanisme pengaturan oleh ginjal ini berperan tiga sistem buffer asam karbonat-
bikarbonat, buffer fosfat, dan pembentukan ammonia. Ion hidrogen, CO2, dan NH3
diekresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang dihasilkan oleh
mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus. Pada proses tersebut, asam
karbonat dan natrium dilepas kembali ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali.
Tubulus proksimal adalah tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran
asam.

2.2 biokimia

3. Memahami dan menjelaskan gangguan keseimbangan asam basa


3.1 Definisi
pH netral di dalam cairan ekstra seluler : 7,35 – 7,45
pH < 7,35 : asidosis
pH > 7,45 : alkalosis
PaCO2, merupakan komponen respirasi : normal 35 – 45 mmHg
PaCO2 > 45 mmHg : asidosis respirasi
PaCO2 < 45 mmHg : alkalosis respirasi
HCO3, merupakan ginjal atau metabolik : normal 24 – 28 mEq/L
HCO3 > 28 mmHg : alkalosis metabolik
HCO3 < 24 mmHg : asidosis metabolik
Base Excess, nilai normalnya –2 s/d +2 berkaitan dengan nilai bikarbonat 24 – 28
mEq/L (– 2 = 24 mEq/L dan + 2 = 28 mEq/L)

1. Asidosis Metabolik
a. Pembentukan asam yang berlebihan (asam non volatil dan asam organik)
didalam tubuh. Ion hidrogem dibebaskan oleh sistem buffer asam karbonat-
bikarbonat, sehingga terjadi penurunan pH. dalam klinik ditemukan keadaan
ini seperti pada:
 Asidosis laktat. Timbul karena hipoksia jaringan berkepanjangan,
mengakibatkan berlangsungnya proses metabolisme anaerob.
 Ketoasidosis. Timbul karena produksi badan keton dalamjumlah sangat
tinggi pada metabolisme fase pasca absortif. Ketoasidosis merupakan
akibatdari starvasi dan komplikasi diabetes mellitus yang tidak terkendali,
jaringan tidak dapat memanfaatkan glukosa dari sirkulasi, sehingga
mengandalkan metabolisme lipid dan keton.
 Intoksikasi salisilat
 Intoksikasi etanol
b. Berkurangnya kadar ion HCO3- di dalam tubuh
c. Adanya retensi ion hydrogen didalam tubuh

2. Asidosis Respiratorik
Terjadi apabila terdapat gangguan ventilasi alveolar yang mengganggu eliminasi
CO2 sehingga akhirnya terjadi peningkatan PaCO2 (hiperkapnia). Awalnya, sistem
buffer dapat mengatasi. Namun, akhirnya terjadi penurunan pH. Kemoreseptor
yang terletak pada medulla dan badan karotis akan memberi respons terhadap
perubahan PCO2. Pada beberapa keadaan, respons terhadap kemoreseptor di
medulla akan menyebabkan peningkatan ventilasi paru.Pada keadaan normal,
perubahan PCO2 dikendalikan oleh reseptor pusat (medulla). Bila terdapat
hipoksia atau hiperkapnia kronik, maka kemungkinan terjadi supresi kemoreseptor
pusat seperti dijumpai pada penderita penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Pada
keadaan tersebut, ventilasi akan dipertahankan oleh kemoreseptor pada badan
karotis sebagai respons terhadap perubahan PO2 dan perubahan pH. Bila keadaan
berlanjut dan kemoreseptor gagal memberikan respons atau pada keadaan diaman
sirkulasi paru inadekuat, maka pH akan turun dan timbul asidosis respiratorik akut.
1.) Asidosis respiratorik akut
Pada asidosis respiratorik akut terjadi gangguan eliminasi CO2 secaraakut dan
umumnya disertai dengan hipoksemia sehingga terjadi stimulasi ventilasi yang
bertujuan untuk meningkatkan eliminasi CO2 dan eliminasi O2, misalnya pada
eksaserbasi akut asma, pneumonia, pengaruh obat sedatif yang berlebihan,
pneumotoraks, henti jantung atau tenggelam. Respons buffer HCO3- oleh
ginjal dalam plasma terjadi dalam beberapa menit namun kompensasi ini
belum sempurna
Kompensasi secara sempurna terjadi dalam beberapa hari. Respons ginjal
dapat berupa peningkatan ekskresi ion H+ , peningkatan reabsorpsi HCO3- di
tubulus proksimal dan peningkatan produksi HCO3- di tubulus distal.
2.) Asidosis respiratorik kronik
Dapat terjadi oleh berbagai keadaan antara lain PPOK, sleep apnea, obesitas,
kelainan dinding dada dan lain sebagainya. Pada gagal napas kronikmterjadi
retensi CO2 secara kronik dan hiposekmia kronik. Tubuh telah beradaptasi
pada keadaan ini sehingga dorongan untuk bernapas bukan lagi disebabkan
oleh peningkatan CO2 akut namun oleh hipoksemia kronik. Oleh karena itu,
tindakan koreksi gagal napas akut pada penderita gagal napas kronik perlu
berhati-hati karena dapat menyebabkan hilangnya dorongan untuk bernapas.

3. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolic merupakan suatu proses terjadinya peningkatan primer
bikarbonat dalam arteri. Akibat peningkatan ini, rasio PCO2 dan kadar HCO3- di
arteri berubah. Usaha tubuh untuk memperbaiki rasio ini dilakukan oleh paru
dengan menurunkan ventilasi (hipoventilasi) sehingga PCO2 meningkat dalam
arteri dan meningkatnya konsentrasi HCO3- dalam urin. Pada alkalosis metabolic
yang sederhana, kenaikan kadar HCO3- 1 mEq/L akan menyebabkan kenaikan
PCO2 sebesar 0,7 mmHg.

4. Alkalosis Respiratorik
Pada alkalosis respiratorik terjadi hiperventilasi alveolar sehingga terjadi
penurunan PaCO2 (hipokapnia) yang dapat menyebabkan peningkatan pH.
Hiperventilasi alveolar timbul karena adanya stimulus baik langsung maupun tidak
langsung pada pusat pernapasan,penyakit paru akut dan kronik, overventilasi
iatrogenic (penggunaan ventilasi mekanik). Hiperventilasi kronik umumnya
bersifat asimptomatik sedangkan hiperventilasi akut ditandai dengan rasa ringan di
kepala(pusing), paresthesia,circumoral numbness, dan kesemutan.

3.2 Etiologi

A. Asidosis metabolic
- Diare berat
- Diabetes mellitus
- Olahraga berat Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
- Asidosis urenik
- Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
- Keto asidosis diabetikum
- Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau ammonium klorida
- Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan
- Karena diare, ileostomi atau kolostomi

B. Asidosis Respiratorik
Penyakit paru, depresi pusat pernafasan oleh obat atau penyakit, gangguan syaraf
atau otot yang mengurangi kemampuan bernapas dan menahan napas.
Pada asidosis respiratorik tidak terkompensasi CO2 meningkat dimana HCO3-
normal, sehingga rasio menjadi 20/2 dan pH berkurang.Obesitas berat sehingga
membuat seseorang kesulitan bernapas

C. Alkalosis Metabolik
- muntah. Pengeluaran abnormal H+ dari tubuh akibat hilangnya getah
lambung. H+ menurun dan tidak ladi terjadi reabsorbsi H+ untuk
menetralkan [HCO3] plasma
- ingesti obat alkali misalnya soda kue [NaHCO3] sebagai terapi
hiperasiditas lambung, jika berlebihan maka kelebihan HCO3 akan
diserap dan menimbulkan kelebihan [HCO3] plasma
- Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
- Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
- Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat
Penggunaan kortiko steroid).

D. Alkalosis Respiratorik
Demam, rasa cemas, keracunan aspirin yang merangsang ventilasi
berlebih.Terjadi juga karena mekanisme fisiologik di tempat yang tinggi,
konsentrasi O2 rendah dalam arteri darah merangsang perolehan O2 dan
pengeluaran CO2 berlebih.

3.3 Manifestasi klinis


A. Asidosis Metabolik
 Mual
 Muntah
 Kelelahan
 Pernapasan menjadi lebih cepat
 Mengalami kebingungan
 Tekanan darah menurun
 Untuk asidosis metabolik yang memburuk, penderita mulai merasakan
kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami
kebingungan. Tekanan darah pun dapat menurun dan dapat mengakibatkan
syok, koma dan kematian apabila kondisi asidosis metaboliknya semakin
memburuk.

B. Asidosis Respiratorik
Gejala-gejala asidosis meliputi kebingungan, lesu, sesak napas, mengantuk, dan
mudah lelah.Beberapa gejala lain termasuk kulit hangat, hipertensi paru, denyut
jantung tidak teratur, refleks tendon berkurang, batuk, mengi, mudah marah,

C. Alkalosis Metabolik
Pernapasan lambat merupakan gejala utama dari alkalosis metabolik. Pernapasan
lambat berpotensi menyebabkan Apnea, yaitu tidak bernapas sama sekali untuk
interval waktu tertentu.Kondisi ini memicu perubahan warna pada kulit sehingga
menjadi kebiruan atau keunguan.Detak jantung juga akan berlangsung lebih cepat
yang disertai penurunan tekanan darah.Gejala lain alkalosis metabolik meliputi
mati rasa dan kesemutan, berkedut, kejang otot, mual, muntah, dan diare.Penderita
juga mengalami kebingungan dan pusing, sedang pada kasus berat mengakibatkan
koma dan kejang.

D. Alkalosis Respiratorik
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat
menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah.Jika keadaannya makin
memburuk, bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.

3.4 Compensasi
A. Asidosis Metabolik
Alkalosis respiratorik. Meliputi peningkatan kecepatan ventilasi, yang mengurangi
PaCO2 dan kompensasi ginjal, yang dengan menambahkan bikarbonat baru
kecairan ekstrasel membantu memperkecil penurunan awal konsentrasi HCO3
ekstrasel.

B. Asidosis Respiratorik

Kompensasi
Tindakan kompensasi untuk memulihkan pH ke kadar normal
- dapar kimiawi segera menyerap kelebihan H+
- mekanisme pernafasan biasanya tidak dapat berespons dengan meningkatkan
ventilasi karena masalah respirasi menjadi penyebab
- ginjal menahan HCO3 yang difiltrasi dan menambahkan HCO3 baru ke
plasma dan sembari bersamaan mensekresi dan mengekskresi banyak H+.
C. Alkalosis Metabolik
Kompensasi
- system dapar kimiawi segera membebaskan H+
- ventilasi berkurang sehingga CO2 penghasil H+ tertahan dicairan tubuh
- jika keadaan menetap beberapa hari maka ginjal akan menahan H+ dan
mengekskresikan lebih banyak HCO3 di urin

D. Alkalosis Respiratorik
Kompensasi
- dapar kimiawi segera membebaskan H+
- saat CO2 dan H+ plasma menurun akibat ventilasi berlebihan,dua dari
perangsang kuat untuk mendorong ventilasi lenyap. Efek ini cenderung
mengerem dorongan yang ditimbulkan oleh faktor nonrespirasi
- ginjal menahan H+ dan mengekskresi HCO3- lebih banyak

3.5 pemeriksaan (analisis gas darah)

Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri dengan tujuan
mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh, mengetahui kadar oksigen
dalam tubuh dan mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh.

Indikasi Analisa Gas Darah


1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
2. Pasien dengan edema pulmo
3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Pasien syok
7. Post pembedahan coronary arteri baypass
8. Resusitasi cardiac arrest

Kontra Indikasi Analisa Gas Darah


1) Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma
2) Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa
untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi
thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
3) Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada
tempat yang akan diperiksa
4) Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan
denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.

Antikoagulan yang Digunakan


Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri adalah heparin.
Pemberian heparin yang berlebiham akan menurunkan tekanan CO2.Antikoagulan
dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Sedangkan pH tidak terpengaruh
karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

Lokasi Pengambilan Darah Arteri


 Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan, hal ini
dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk mengepalkan tangannya,
kemudian berikan tekanan pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa
menit, setelah itu minta pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada
arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test allen’s positif. Apabila
tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika
pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
 Arteri Dorsalis pedis
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak bisa digunakan.
 Arteri Brakialis
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan
merupakan salah satu pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
 Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil.
Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh
tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.Selain itu arteri
femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama yang
memperdarahi ekstremitas bawah.
Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika masih ada
alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral yang cukup untuk
mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau
axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya resiko emboli ke otak.

Rentang nilai normal


pH : 7, 35-7, 45 TCO2 : 23-27 mmol/L
PCO2 : 35-45 mmHg BE : 0 ± 2 mEq/L
PO2 : 80-100 mmHg saturasi O2 : 95 % atau lebih
HCO3 : 22-26 mEq/L

3.6 Tatalaksana
1. Asidosis Metabolik
Tatalaksana asidosis metabolik ditujukan terhadap penyebabnya. Peran
bikarbonata pada asidosis metabolik akut bersifat kontroversial tanpa didasaridata
yang rasional. Bagaimanapun, pada banyak kasus, pemberian bikarbonat lebih
banyak menunjukka bahaya daripada keuntungannya. Pemberian infus bikarbonat
menimbulkan problem pada pasien-pasien dengan asidosis, antara lain kelebihan
pemberi cairan, alkalosis metabolic, dan hipernatremia.
Indikasi koreksi asidosis metabolikperlu diketahui dengan baik agar koreksi dapat
dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan pasien.
Langkah koreksi asidosis metabolic:
1.) Tetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan disebut letal bila pH
darah kurang dari 7 atau kadar ion H+ lebih dari 100nmol/L. gangguan yang
perlu mendapat perhatian bila pH darah 7,1-7,3 atau kadar ion H antara 50-
80 nmol/L
2.) Tetapkan anion gap atau bila perlu anion gap urin untuk mengetahui dugaan
etiologi asidosis metabolik. Dengan bantuan gejala klinis lain dapat dengan
mudah ditetapkan etiologinya
3.) Bila dicurigai kemungkinan asidosis laktat, hitung rasio delta anion gap
dengan delta HCO3- (delta anion gap: anion gap pada saat pasien diperiksa
dikurangi dengan median anion gap pada saat pasien diperiksa dikurangi
dengan median anion gap normal, delta HCO3- : kadar HCO3- normal
dikurangi dengan kadar HCO3- pada saat pasien diperiksa). Bila rasio lebih
dari 1 (dalam beberapa literature lain disebutkan 1,6), asidosis disebabkan
oleh asidosis laktat. Langkah ketiga ini menetapkan sampai sejauh mana
koreksi dapat dilakukan.

2. Asidosis Respiratorik
Tatalaksana asidosis respiratorik adalah mengatasi penyakit dasarnya dan bila
terdapat hipoksemia harus diberikan terapi oksigen. Asidosis respiratorik dengan
hipoksemia berat memerlukan ventilasi mekanik baik invasif maupun noninfasif.
Pemberian oksigenpada pasien dengan retensi CO2 kronik dan hipoksia harus
berhati-hati karena pemberikan oksigen dengan FiO2 yang tinggi dapat
mengakibatkan penurunan minute volume dan semakin meningkatkan PCO2.
Pasien dengan retensi CO2 kronik umumnya sudah beradaptasi dengan hiperkapnia
kronik dan stimulus pernapasannya adalah hipoksemia sehingga pemberian
oksigen harus dilakukan secara hati-hati dan ditujukan dengan target kadar
PaO2>50 mmHg dengan FiO2 yang rendah. Pada pasien asidosis respiratorik
kronik, penurunan PCO2 harus berhati hati untuk menghindari alkalosis metabolic
atau asidosis metabolik primer.
Pengobatan
Pengobatan masalah ini harus difokuskan pada akar penyebab yang
mendasarinya.Untuk asidosis respiratorik yang dipicu oleh penyakit paru-paru,
pengobatan akan mencakup obat broncho-dilator untuk memperbaiki ganggaun
jalan napas.

3. Alkalosis Metabolik
Koreksi alkalosis metabolic bertujuan meningkatkan minute ventilation,
meningkatkan tekanan oksigen arterial dan mixed venous oxygen tension, serta
menurunkan konsumsi oksigen. Pada alkalosis metabolic, disebut letal bila pH
darah lebih dari 7,7. Bila ada deplesi volume cairan tubuh, upayakan agar volume
plasma kembali normal dengan pemberian NaCl isotonic. Bila penyebabnya
hypokalemia, lakukan koreksi kalium plasma. Bila penyebabnya hipokloremia,
lakukan koreksi klorida dengan pemberian NaCl isotonic. Bila penyebabnya adalah
pemberian bikarbonat berlebih, hentikan pemberian bikarbonat. Pada keadaan
fungsi ginjal yang menurun atau edema akibat gagal jantung, kor pulmonal atau
sirosis hati, koreksi dengan NaCl isotonic tidak dapat dilakukan karena
dikhawatirkan dapat terjadi retensi natrium disertai kelebihan cairan. Pada keadaan
ini dapat diberikan antagonis enzim anhydrase karbonat sehingga reabsorpsi
bikarbonat terhambat.
Pengobatan
Pengobatan alkalosis metabolik akan tergantung dari penyebabnya.Pengobatan
terutama ditujukan untuk mengembalikan keseimbangan pH dalam tubuh. Untuk
itu, tubuh harus terhidrasi dengan baik terlebih dahulu.
4. Alkalosis Respiratorik
Tatalaksana alkalosis respiratorik ditujukan terhadap kelainan primerna. Alkalosis yang
disebabkan oleh hipoksemia diatasi dengan memberikan terapi okigen. Alkalosis
respiratorik yang disebabkan oleh serangan panik diatasi dengan menenangkan psien atau
memberikan pernapasan menggunakan sistem air rebreathing. Overventilasi pada pasien
dengan ventilasi mekanik diatasi dengan ventilasi mekanik diatasi dengan mengurangi
minute ventilation atau dengan menambahkan dead space. Alkalosis respiratorik yang
disebabkan oleh hipoksemia diterapi dengan oksigen dan memperbaiki penyebab gangguan
pertukaran gas. Koreksi alkalosis respiratorik dengan menggunakan rebreathing mask
harus berhati-hati, terutama pada pasien dengan kelainan sususnan saraf pusat, untuk
menghindari ketidakseimbangan pH cairan serebrospinal dan pH perifer.
Pengobatan
Memperlambat pernapasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat
pernapasan .Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda
nyeri.Menghembuskan napas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa
membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali
karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita
untuk menahan napasnya selama mungkin, kemudian menarik napas dangkal dan menahan
kembali napasnya selama mungkin.Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian
sebanyak 6-10 kali.

4. Memahami dan menjelaskan ukuran keasaman


4.1 Indikator
1. Indikator Tunggal
Indikator tunggal hanya dapat membedakan larutan bersifat asam atau basa,
tetapi tiak dapat menentukan harga pH dan pOH. Yang termasuk dalam
indikator tunggal adalah :
 Lakmus merah dan biru
Lakmus merah => berwarna merah dalam larutan asam, dan akan berubah
warna menjadi biru bila dicelupkan ke dalam larutan basa.
Lakmus biru => berwarna biru dalam larutan basa, dan akan berubah
warna menjadi merah bila dicelupkan ke dalam larutan asam.
 Fenolftalein
Fenolftalein adalah salah satu indikator asam – basa sintetik yang memiliki
rentang pH antara 8,00 – 10,0. Pada larutan asam dan netral, fenolftalein
tidak berwarna. Sedangkan bila dimasukkan ke dalam larutan basa,
warnanya akan berubah menjadi merah.
 Metil jingga
Larutan metil jingga dapat membedakan antara larutan asam dengan
larutan netral. Larutan asam yang ditetesi metil merah akan tetap berwarna
merah, sedangkan larutan netral berwarna kuning. Akan tetapi, metil jingga
juga akan menyebabkan larutan basa berwarna kuning, Berarti, untuk
mengetahui apakah suatu larutan bersifat basa atau netral kita tidak dapat
menggunakan metil jingga.
 Metil merah
Larutan metil merah sama dengan larutan metil jingga
 Bromtimol biru di dalam larutan asam akan berwarna kuning, dalam
larutan basa akan berwarna biru, dan di dalam larutan netral akan berwarna
biru kekuningan.
2. Indikator Universal
Indikator Universal dapat membedakan larutan asam dan basa serta mengetahui
harga pHnya. Indikator Universal dapat dalam bentuk cairan maupun kertas.
Cara kerja indiator ini adalah dengan mencocokkan perubahan warna kertas
indikator pada tabel warna indikator universal

4.2 cara menentukan ph


Semakin besar konsentrasi ion H+ semakin asam larutan tersebut.Sorenson (1909)
menyatakan jumlah ion hydrogen dalam bentuk pH (power of hydrogen), yaitu
logaritma negative konsentrasi ion H+:

Konsentrasi ion H+ pada air adalah 1 x 10-7 mol/L = 0,0000001 mol/L =100
nmol/L, berarti pH air:

pHair =-[log 10-7] = 7

Derajat keasaman suatu zat (pH) ditunjukkan dengan skala 0-14


a. Larutan dengan pH < 7 bersifat asam.
b. Larutan dengan pH = 7 bersifat netral
c. Larutan dengan pH > 7 bersifat basa
- Hukum Henderson Hasselbalch
𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚
Untuk asam lemah : pH = pKa + log 𝑎𝑠𝑎𝑚

𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚
Untuk basa lemah : pH = pKb + log 𝑏𝑎𝑠𝑎
pH = 14 + log [OH-]

Menentukan pH melalui tetapan asam yang diketahui:


dimana: Ka = tetap anionisasi asam
M = konsentrasi asam

Menentukan pOH dari basa lemah terlebih dahulu melalui tetapan ionisasi

basa yang diketahui:


dimana: Kb= tetap anionisasi basa
M = konsentrasi basa

Anda mungkin juga menyukai