Anda di halaman 1dari 50

REFERENSI ARTIKEL BEDAH ONKOLOGI

SARKOMA

DISUSUN OLEH:

FARRAH PUTRI AMALIA G 99161041


LUTHFI SAIFUL ARIF G 99161006
M AFIF G 99162121
M BEIZAR G 99161060
VIDYA ISMIAULIA G 99171045

PEMBIMBING :

dr.Henky Agung Nugroho, Sp.B (K) Onk

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
Referensi artikel dengan judul :

SARKOMA
Hari, tanggal : Rabu, 4 April 2018

Oleh:
Farrah Putri Amalia G99161041
Luthfi Saiful Arif G99161006
M Afif G 99162121
M Beizar G99161060
Vidya Ismiaulia G 99171045

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel

dr.Henky Agung Nugroho, Sp.B (K) Onk


BAB I
PENDAHULUAN

Sarkoma adalah tumor yang berkembang dari jaringan mesenkimal, terdiri dari
banyak subtipe. Sarkoma adalah kanker yang relatif langka yang mencakup 1%
dari semua keganasan. Pusat Kanker Nasional mencatat sekitar 200 kasus sarkoma
setiap tahunnya.Sarkoma jarang terjadi tetapi tumor agresif muncul dari subtipe
jaringan primitif yang dikenal sebagai mesoderm, dan dengan demikian dapat
mempengaruhi berbagai jaringan dan organ dalam tubuh di berbagai kelompok
usia, dari anak kecil hingga orang tua. Sarkoma umumnya timbul dari jaringan
lunak atau bagian bertulang pada tubuh, sehingga menyebar luas ke dalam
jaringan lunak dan sarkoma bertulang. Lebih dari 30 subtipe yang berbeda dari
sarkoma telah ditemukan.
Subtipe sarkoma yang berbeda mempengaruhi pasien dari kelompok usia yang
berbeda; tidak terdapat kelompok usia tertentu yang lebih sering terkena semua
subtipe sarkoma. Sarkoma terbagi atas sarkoma jaringan lunak (soft tissue
sarcoma) dan sarkoma tulang (bone sarcoma).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sarkoma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel – sel yang
tumbuh terus – menerus secara tidak terbatas / berlebihan (proliferasi), tidak
berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh,yang
berasal dari jaringan mesodermal (Tjarta, Achmad. 1973). Sarkoma merupakan
tumor ganas (kanker)
Makroskopik jaringan sarkoma homogen, menyerupai daging (sark = daging)
atau menyerupai subsantia alba otak bila sarkoma itu lebih seluler. Berlainan
dengan karsinoma maka sarkoma tumbuhnya lebih ekspansif daripada infiltratif
sehingga merupakan tonjolan dengan batas – batas yang masih jelas.
Konsistensinya berbeda – beda, tetapi yang sering biasanya lunak, seperti
jaringan otak. Sarkoma sering mengalami degenerasi mukoid atau miksomatosa,
nekrosis dan perlunakan. Yang paling sering ialah terjadinya perdarahan akibat
banyaknya pembuluh darah berdinding sangat tipis.Gambaran histologik seperti
karsinoma, sarkoma pun terdiri atas sel – sel tumor dan stroma. Sarkoma yang
berdiferensiasi buruk , sel – selnya lebih banyak, sedangkan stromanya hanya
sedikit. Bila diferensiasi lebih baik, maka jumlah stromanya lebih banyak. Stroma
ini berbede – beda, tergantung kepada jenis jaringan asalnya. Osteogenic sarcoma
terdiri atas jaringan osteoid, sedangkan pada fibrosarcoma stromanya terdiri atas
serabut kolagen atau retikulin. Ciri-ciri dari sarkoma yakni sebagai berikut :
1. Sel – sel tumor tersebar, dipisahkan oleh stroma yang banyak. Makin ganas
suatu sarkoma, makin seluler tumor tersebut, shg stromanya sangat sedikit,kadang
– kadang hanya dapat dilihat dengan pulasan khusus.
2. Sel sarkoma mempunyai sifat mesoblastik, yaitu batas – batas sel tidak jelas,
sering cabang – cabang sitoplasmanya masuk ke dalam stroma.
3. Pembuluh darah lebih banyak jumlahnya, terletak di antara sel dan dalam
bentuk kapiler atau sinusoid. Adanya pertumbuhan yang ekspansif menyebabkan
pembuluh tersebut tertekan sehingga sering terjadi perdarahan.
4. Mitosis tidak begitu banyak dan sel datia tumor sering ditemukan.

B. Etiologi

Bahan – bahan yang dapat menyebabkan terbentuknya kanker disebut karsinogen.


Menurut jenisnya karsinogen dapat berupa :
1. bahan kimia
2. Virus
3. Karsinogen fisik
4. Hormon
Melihat asalnya maka karsinogen ini dapat berasal dari luar tubuh atau eksogen
seperti karsinogen kimiawi, virus dan fisik. Dapat pula berasal dari dalam tubuh
atau endogen seperti hormon sex.

1. Karsinogen kimiawi

Tentang etiologi kanker, mula – mula dikemukakan oleh Sir Percival Pott pada
tahun 1775 bahwa kanker kulit banyak ditemukan pada orang – orang yang
pekerjaannya sering berhubungan dengan jelaga, yaitu orang – orang yang
pekerjaannya membersihkan cerobong asap rumah. Maka jelaga sering dianggap
sebagai penyebab kanker kulit. Pada tahun 1915 Yamagiwa dan Ichikawa
melakukan percobaan dengan jalan mengecatkan tir, pada telinga kelinci tiap hari
selam 6 bulan berturut – turut dan berhasil menimbulkan kanker kulit pada telinga
kelinci tersebut.
Tir mengandung bermacam – macam zat. Dari penyelidikan selanjutnya
(Kennaway dan Cook, 1932) diketahui bahwa zat aktif menyebabkan kanker ialah
hidrokarbon polisiklik (polycyclic hydrocarbons). Hidrokarbon yang mempunyai
daya karsinogenik sedikit – dikitnya harus mempunyai 3 ikatan karbon yang aktif
yang disebut PHENANTRENE. Inti phenantrene ini terdapat pada Benzpyrene,
Benzanthracene dan Cholanthrene. Zat – zat kimia yang mempunyai daya
karsinogenik ialah :
· Zat warna azo, misalnya Dimethylaminoazobenzen (butter yellow) yang
dapat menimbulkan kanker hati bila ada defisiensi vitamin riboflavin.
· Zat warna anilin, yang sering menimbulkan kanker kandung kemih pada
orang – orang yang bekerja dengan zat warna ini. Zat aktif yang mempunyai daya
karsinogenik ialah beta naphthylamine.
· Alkylating agents, seperti nitrogen murstad, yang mempunyai khasiat
radiomimetik.
Golongan plastik yang lebih merupakan karsinogen fisik karena mengganggu
hubungan antar sel jaringan yang berkontak dengannya.
· Asap rokok sering menimbulkan kanker paru – paru. Hidrokarbon terisap
dalam asap rokok mempengaruhi terbentuknya karsinoma bronchogenik.Yang
penting dalam kehidupan sehari – hari ialah Aflatoxin yang berasal dari jamur
Aspergillus flavus yang terdapat pada kacang tanah. Jamur lain yang mempunyai
daya karsinogenik ialah Peniccilium griseofulvin.

2. Virus

Walaupun pada manusia belum pasti tetapi jelas pada binatang percobaan virus
merupakan penyebab kanker, misalnya virus sarkoma (Rous) ditemukan pada
burung, virus yang ditemukan pada fibroma dan papiloma kelinci (Shope) dan
virus (Bittner) yang ditemukan pada kanker payudara mencit. Rowe membagi
karsinogen virus ini atas 4 golongan besar :
· Papovavirus
· Adenovirus
· Poxvirus
· Myxovirus – like
Papova dan adenovirus terletak daloam inti sel, poxyvirus dalam sitoplasma dan
myxovirus terletak pada permukaan sel.
Mc Culloch mengemukakan 3 kemungkinan cara kerja virus hingga
menyebabkan kanker :
· Virus penyebab berada dalam sitoplasma sel tumor dan tetapi berada di situ
untuk terbentuknya sifat – sifat sel tumor.
· Virus menyebabkan mutasi somatik, menimbulkan perubahan yang menetap
pada sel sehingga terbentuk neoplasma. Sekali terbentuk neoplasma maka
peranan virus berakhir.
· Virus berada dalam sel tetapi tidak dapat dilihat.
Boyd berpendapat bahwa virus seperti enzym merupakan nukleoprotein yang
dapat menimbulkan tumor dengan jalan mengganggu mekanisme susunan enzim.

3. Karsinogen fisik

Kebanyakan bentuk energi fisik mempunyai daya karsinogenik. Yang sangat


penting ialah sinar radioaktif yang ditimbulkan oleh sinar – X, radium dan bom
atom, yang dapat menyebabklan timbulnya kanker kulit, leukemi, kadang –
kadang sarkoma tulang , karsinoma payudara dan thyroid. Sinar tersebut mungkin
menyebabkan perubahan nukleoprotein daripada kromosom sel sehingga terjadi
kanker.
4. Hormon
Hormon sangat penting untuk menyebabkan terjadinya tumor pada binatang
percobaan. Tapi cara kerjanya belum diketahui dengan pasti. Tidak diketahui
apakah bekerja sebagai karsinogen penuh atau hanya sebagai promotor. Mungkin
juga hanya mempengaruhi fisiologi jaringan sedemikian rupa sehingga mudah
dipengaruhi karsinogen sebenarnya. Menurut FURTH (1961) hormon yang
bekerja sebagai promotor.

C. Patofisiologi

Sarkoma tumbuh terutama secara ekspansif. Tetapi terjadi pula


pertumbuhan yang infiltratif ke jaringan sekitarnya. Sel – sel sarkoma menjalar
sepanjang fascia, diantara sel – sel otot, kanal – kanal Havers pada tulang dll.
sehingga pada operasi pengeluaran tumor tersebut sering ada yang tertinggal dan
menimbulkan residif yang tumbuhnya bahkan lebih cepat daripada tumor
induknya.
Penyebaran jauh (metastasis) berlangsung dengan cara hematogen. Hal ini
dimungkinkan dengan adanya pembuluh darah yang banyak dan berdinding tipis.
Anak sebar mula – mula terbentuk pada paru – paru, walaupun demikian kadang
– kadang sel tumor dapat melalui paru – paru dan membentuk anaksebar pada alat
– alat tubuh yang lain. Penyebaran jauh dengan cara limfogen sangat jarang,
hanya terjadi pada kira – kira 5 – 10% dari penderita sarkoma. Sarkoma dapat
terjadi pada semua bagian tubuh tetapi yang sering ialah pada tulang, jaringan
subcutis, fascia dan otot.

D. Klasifikasi

CLASSIFICATION: HISTOGENIC CLASSIFICATION SCHEME


FOR BENIGN AND MALIGNANT SOFT TISSUE TUMORS
Tissue formed Benign soft tissue Malignant soft tissue
tumor tumor (histogenesis)
Fat Lipoma Liposarkoma
Fibrous tissue Fibroma Fibrosarkoma
Skeletal muscle Rabdomioma Rabdomiosarkoma
Smooth muscle Leiomioma Leiomyosarkoma
Synovium Synovioma Sarkoma sinovial
Blood vessel Hemangioma Angiosarkoma;
hemangiopericytoma malignant
Lymphatics Lymphangioma Lymphangiosarkoma
Nerve Neurofibroma Neurofibrosarkoma
Mesothelium Benign mesothelioma Malignant
mesothelioma
Tissue histiocyte Benign fibrous Malignant fibrous
histiocytoma histiocytoma
Pluripotent None recognized Malignant
mesenchymoma
Uncertain None recognized Ewing's sarkoma;
sarkoma; epithelioid alveolar soft parts
sarkoma
SOFT TISSUE SARCOMA

1. JARINGAN LEMAK

LIPOMA
a. Definisi

Lipoma adalah suatu tumor (benjolan) jinak yang berada dibawah kulit yang
terdiri dari lemak. Jenis yang paling sering adalah yang berada lebih ke
permukaan kulit (superficial). Biasanya lipoma berlokasi di kepala, leher, bahu,
badan, punggung, atau lengan. Jenis yang lain adalah yang letaknya lebih dalam
dari kulit seperti dalam otot, saraf, sendi, ataupun tendon.

b. Etiologi

Penyebab lipoma belum diketahui dengan pasti, kadang lipoma terdeteksi setelah
ada luka. Tapi belum diketahui apakah lipoma disebabkan oleh trauma atau
mungkin pendeteksinya hanya kebetulan saat kulit terluka, lipoma juga cenderung
terjadi pada satu keluarga, sehingga diyakini faktor genetik memiliki peran
penting dalam memicu terjadinya tumor lemak. Lipoma juga merupakan
syndrome hereditary multiple lipomatosis, yakni seorang bisa punya lipoma lebih
dari satu bagian-bagian tubuhnya.

c. Klasifikasi Lipoma

1. Lipoma berkapsul tunggal


- Lipoma ini adalah suatu pembengkakan tunggal semifluktuatif lunak tanpa
nyeri dan tumbuh lambat
- Pembengkakan ini teraba lunak, dapat terasa kistik dengan fluktuasi. Perabaan
ini juga dikenal dengan pseudofluktuasi karena lemak pada temperatur tubuh
mirip dengan cairan.
- Permukaannya lobular. Lobulasi dinilai lebih baik dengan palpasi yang cukup
keras terhadap pembengkakan ini. Karena ditekan, lobules menonjol ke luar di
antara serat-serat jaringan fibrosa.
- Seringkali ditemukan sebagai pembengkakan sub kutaneus, dan bergerak
(mobile) bebas. Pinggang merupakan tempat lipoma yang paling sering. Daerah
bahu, leher, punggung, anggota gerak atas, merupakan tempat-tempat lipoma
lainnya yang sering ditemukan.
2. Lipomatosis multiple
- Lipoma seperti ini berjumlah multiple dan sangat sering terasa nyeri karena
elemen saraf bercampur dengan lipoma. Dengan demikian, tumor ini dikenal
sebagai neurolipomatosis multiple. Penyakit dercum merupakan contoh varietas
ini (Adiposis dolorosa) dimana pembengkakan lipomatosa yang terasa nyeri
ditemukan di tubuh, terutama trunkus.
3. Lipoma yang tidak berkapsul (difus)
- Varietas difus merupakan tipe lipoma yang jarang. Tumor ini dikenal dengan
pseudolipoma. Pseudolipoma merupakan suatu pertumbuhan yang berlebihan dari
lemak tanpa kapsul.

d. Gambaran Klinis
Lipoma berbentuk seperti benjolan dengan diameter 2-10 cm, terasa kenyal dan
lembut. Serta bergerak bebas di kulit (free mobility of overlying skin), namun
overlying skin ini secara khas normal. Sering terdapat pada leher, lengan dan
dada. Tetapi bisa muncul di bagian tubuh manapun. Pada umumnya orang-orang
tidak menyadari jika mereka mengidap lipoma sampai benjolannya tumbuh besar
dan terlihat.
Lipoma bersifat lunak pada perabaan, dapat digerakkan, dan tidak nyeri.
Pertumbuhannya sangat lambat dan jarang sekali menjadi ganas. Lipoma
kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari
diameter 6 cm. Memiliki batas dengan jaringan yang tidak nyata. Kapsul yang
membungkus merupakan pseudokapsul yang berasal dari jaringan normal yang
terdesak oleh pertumbuhan jaringan tumor. Oleh karena berasal dari jaringan
lemak yang tidak rata maka akan muncul gambaran pseudolobulated pada
palpasi. Oleh karena sifat sel lemak yang lunak seperti cairan maka sering
dikatakan sebagai pseudokistik.
e. Diagnosis
Walaupun lipoma dapat didiagnosa dengan pemeriksaan klinis, namun untuk
menegakkan diagnosis secara pasti dibutuhkan biopsi dan pemeriksaan
histopatologi. CT Scan, MRI juga bisa dilakukan untuk mengetahui tentang
lipoma. Kadar kolesterol umumnya normal, walaupun lipoma seharusnya menjadi
tumor dari jaringan lemak.

f. Penatalaksanaan
Untuk suatu lipoma, sebenarnya tidak ada perawatan pada umumnya. Namun
jika lipoma tersebut sudah mengganggu, menyakitkan atau bertambah besar,
penatalaksanaan dapat berupa :
a. Steroid Injection
Perawatan ini mengecilkan lipoma tetapi tidak dengan sepenuhnya
menghilangkan tumor itu. Tetapi ini mungkin tidak berguna untuk lipoma yang
sudah berukuran besar.
b. Liposuction
Perawatan ini menggunakan suatu jarum dan suatu semprotan besar untuk lipoma
yang besar. Tindakan ini dilakukan dalam keadaan pasien terbius lokal.
Liposuction biasa dilakukan untuk menghindari suatu jaringan parut yang besar.
Namun masih tetap sukar untuk memindahkan keseluruhan lipoma dengan
menggunakan tehnik ini.
c. Surgical Removal
Perawatan ini dilakukan dengan operasi lebih besar yaitu lipoma dipindahkan
dengan memotong lipoma tersebut. Pasien yang menjalani tehnik ini dilakukan
pembiusan secara local maupun general anesthesia. Dan biasanya lipoma hilang
setelah pembedahan.
Indikasi pembedahan pada lipoma antara lain :
1. Alasan kosmetik
2. Untuk mengevaluasi histologi (adakah keganasan pada jaringan) sehingga
dapat menyingkirkan kemungkinan liposarkoma.
3. Jika menimbulkan gejala yang mengganggu
4. Jika berkembang menjadi lebih dari 5 cm.
2. JARINGAN FIBROUS

FIBROMA
a. Definisi
Fibroma ialah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat. Seperti halnya dengan
lipoma, fibroma itu dapat bercampur dengan tumor jaringan lainnya, sehingga ada
bermacam-macam tipe fibroma. Tempat yang paling sering terkena adalah
mandibula, femur, pelvis.

b. Etiologi
Jaringan ini tumbuh akibat adanya trauma tunggal dan ringan yang berlangsung
terus-menerus sehingga terjadi inflamasi kronis atau infeksi

c. Klasifikasi Fibroma
1. Fibroma lunak : jaringan fibrosa lebih sedikit.
2. Fibroma keras : jaringan fibrosa lebih banyak
- Neurofibroma : fibroma yang bercampur dengan serabut saraf
- Fibrolipoma : fibroma yang bercampur dengan lemak
- Miofibroma : fibroma yang bercampur dengan serabut otot
- Angiofibroma : fibroma yang bercampur dengan pembuluh darah.

d. Gambaran Klinis
Secara khas fibroma iritasi tampak sebagai papula yang tumbuh lambat, berbatas
jelas, berwarna merah muda pucat yang lama kelamaan membersar dan
membentuk nodula. Lesi bulat dengan permukaan licin dan simetris, keras dan
tidak sakit saat dipalpasi. Kadang-kadang ada permukaan yang leukoplakia, kasar
atau berulserasi. Dasarnya biasanya tidak bertangkai. Pertumbuhan lesi ini dapat
timbul pada setiap tempat dijaringan lunak, termasuk mukosa pipi, mukosa bibir,
gusi atau lidah.
e. Diagnosis
Pada biopsi ditemukan permukaan lesi ditutupi oleh selapis epitel skuamosa
bertingkat dan umumnya terlihat teratur dan menunjukkan pemendekan dan rete
pegs yang rata. Pada saat trauma terjadi pada jaringan akan timbul vasodilatasi,
edema dan infiltrasi sel inflamasi dengan berbagai tingkatan. Daerah tersebut
akan terlihat difus, kalsifikasi lokal dan terjadi osifikasi.
Secara histologis jalinan massa dari jaringan kolagen dijumpai disekitar epitel
yang menipis.

f. Penatalaksanaan
Eksisi surgical (ekstirpasi) merupakan terapi pilihan untuk perawatan fibroma
tanpa harus menghilangkan batas mukosa normal sekitarnya.

3. JARINGAN OTOT POLOS

LEIOMYOMA
a. Definisi
Leiomioma adalah neoplasma jinak jaringan lunak yang timbul dari otot polos.

b. Etiologi
Idiopati kemungkinan berhubungan dengan genetik.

c. Klasifikasi Leiomyioma
Leiomioma dapat dikategorikan ke dalam 3 jenis berikut:
 Piloleiomioma (Soliter)
 Angioleiomioma (soliter)
 Leiomioma genitalia (soliter)
Tiga jenis yang cukup berbeda dari leiomioma kulit ada: piloleiomioma,
angioleiomioma, dan leiomioma genitalia. Klasifikasi ini mencerminkan asal
yang paling logis dari tumor otot polos dan sesuai dengan histologis atau anatomi
dimana leiomioma ditemukan. Piloleiomioma berasal dari otot pili arrector unit
pilosebaceous, sedangkan angioleiomioma berasal dari otot polos (yaitu, tunika
media) dalam dinding-dinding arteri dan vena. Leiomioma genitalia berasal dari
otot dartos skrotum dan labia majora. Tumor pada klasifikasi masing-masing
memiliki karakteristik klinis dan atau histologis yang berbeda.

d. Gambaran Klinis
- Piloleiomioma merupakan tumor tunggal dengan permukaan halus ,papula,
atau nodul, biasanya lebih kecil dengan diameter 2 cm dan berwarna coklat
kemerahan. Tempat predileksi pada tubuh, wajah atau ekstremitas. Pola distribusi
bilateral simetris, dikelompokkan dermatomal dan pola linier.
- Angioleiomioma biasanya didefinisikan sebagai nodul pada kulit yang cukup
dalam dengan diameter 4 cm. biasanya dirasakan nyeri terutama pada saat
palpasi. Angioleiomioma umumnya soliter dan terjadi terutama pada ekstremitas
bawah.
- Leiomioma genitalia pada vulva atau skrotum biasanya berukuran lebih besar
dari kedua jenis leiomioma yang lainnya.

e. Diagnosis
Pemeriksaan Histologi
Inti otot karakteristik halus yang memanjang dengan ujung tumpul, dan mereka
sering digambarkan sebagai cerutu atau belut berbentuk. Ketika serat ini dipotong
di penampang, vacuolization perinuklear dapat dihargai. Dengan mikroskop
elektron, sel-sel otot polos leiomioma yang tampak normal. Piloleiomiomas
terjadi terutama dalam dermis retikular dan tidak dikemas. Berkas otot polos
tumor ini interlaced dengan jumlah variabel kolagen. Tingkat aktivitas mitosis,
jika ada, rendah. Leiomioma genital mirip dengan piloleiomiomas dalam
penampilan histologis mereka.
Sebaliknya, angioleiomioma mengandung banyak pembuluh darah melebar di
tengah-tengah kumpulan otot polos diatur dengan cara yang lebih konsentris.
Ruang-ruang pembuluh darah dilapisi oleh endotelium sebuah. Untuk perbedaan
lebih lanjut, angioleiomiomas baik dibatasi atau dienkapsulasi dan mengandung
kolagen minimal. Selain itu, angioleiomioma lebih besar sering memiliki bidang
perubahan mucinous.

f. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Karena semua leiomioma adalah tumor, manajemen medis memiliki peran yang
terbatas dalam resolusi atau perusakan lesi ini. Namun, intervensi farmakologis
dapat mengurangi rasa sakit yang terkait.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa calcium channel blockers, terutama
nifedipine, mengurangi rasa sakit yang terkait dengan berbagai kasus
piloleiomyomas. Seperti namanya, obat dalam kelas ini menghambat gerakan ion
kalsium ekstraseluler melintasi membran sel ke dalam sel otot polos, sehingga
menghambat kontraksi otot. Data ini mendukung teori bahwa kontraksi otot entah
bagaimana bertanggung jawab atas rasa sakit di setidaknya beberapa tumor.
Fenoksibenzamin, blocker alpha-adrenoseptor, juga untuk membantu dalam
mengurangi rasa sakit, termasuk nyeri dingin yang disebabkan, dalam beberapa
kasus.Gabapentin juga mengurangi rasa sakit dari piloleiomyomas; Namun,
percobaan acak yang lebih besar belum dilakukan.
2. Pembedahan
eksisi bedah atau ablasi dapat membantu mengurangi gejala. Jika dibiarkan
sendiri, sebagian besar leiomioma kulit cenderung tumbuh dari waktu ke waktu.
Eksisi sering efektif dengan Leiomioma soliter, terutama jika diikuti oleh
cangkok kulit.
Eksisi beberapa piloleiomyomas lebih kosmetik bermasalah dan kurang efektif
daripada eksisi leiomioma soliter. Terulangnya lesi lebih umum dengan beberapa
piloleiomyomas daripada dengan lesi tunggal. Setelah eksisi, kekambuhan
berikutnya telah dilaporkan terjadi dari 6 minggu untuk lebih dari 15 tahun. Salah
satu laporan kasus menggambarkan eksisi total dari beberapa leiomioma diikuti
oleh segera cangkok kulit buatan, dengan hasil yang sukses. Satu laporan
mengungkapkan hasil yang menjanjikan untuk menghilangkan rasa sakit dengan
laser karbondioksida ablasi beberapa leiomioma gejala selama tindak lanjut dari
selama 3-9 bulan.

4. JARINGAN OTOT RANGKA

RHABDOMYOMA
a. Definisi
Rabdomioma adalah tumor otot lurik. Ada 2 jenis rabdomioma adalah neoplastik
dan hamartoma. Hamartoma dibagi menjadi rabdomioma jantung dan
mesenchymal rabdomiomatous kulit. Paling banyak terdapat terdapat pada daerah
kepala dan leher. Penyebab dari rabdomioma kemungkinan terbesar merupakan
varian genetik dari perkembangan otot lurik.

b. Etiologi
Rhabdomyoma antenatal karena adanya hydrops foetalis akibat aritmia selama
perkembangan janin. Rhabdomyoma tanpa tuberus sclerosis pada kedua orang
tuanya, kemungkinan akibat mutasi de novo pada kromosom 9 atau 16, atau salah
satu orang tuanya menderita tuberus sclerosis ringan sehingga tidak terdeteksi
secara klinis.

c. Gambaran Klinis
Pemeriksaan fisik pada pasien dewasa dengan rabdomioma mengungkapkan
adanya massa polypoid di wilayah leher, dan bisa terdapat pada daerah kepala
serta leher.Pasien dengan rabdomioma jantung terdapat murmur jantung.
d. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis. Dapat dilakukan juga
pemeriksaan penunjang lain. Dapat dilakukan pemeriksaan radiografi seperti MRI
dan CT scan jantung.

Pada gambar terlihat adanya atrial rabdomioma.

Pemeriksaan Histologi
Setiap massa pada kepala dan leher harus dilakukan biopsi untuk menentukan
diagnosa. Temuan histologist yang terdapat pada rabdomioma adalah ditandai
oleh adanya sel-sel besar yang menyerupai otot lurik, sel-sel ini sangat eosinofilik
poligonal dengan inti di perifer.
e. Penatalaksanaan
Pasien dengan rabdomioma dewasa mungkin akan mengalami kesulitan progresif
bernafas dan menelan. Dalam hal ini dapat diberikan oksigen melalui lubang
hidung dengan kesulitan bernafas. Dan dalam keadaan sulit menelan dapat
diberikan cairan infuse tambahan sampai pembedahan dilakukan. Pasien dengan
rabdomioma jantung harus di tangani kardiologi.

5. JARINGAN VASKULER

HEMANGIOMA
a. Definisi
Hemangioma adalah proliferasi abnormal dari pembuluh darah yang dapat terjadi
pada setiap jaringan yang mengandung pembuluh darah. Jadi, hemangioma
dapat terjadi di kutis, subkutis, otot, hepar, traktus gastrointestinal, otak,
paru-paru, ataupun tulang. Sampai saat ini masih menjadi perdebatan,
apakah hemangioma merupakan tumor, hamartoma, atau malformasi vaskuler.9
Hemangioma merupakan tumor vaskular jinak terlazim pada bayi dan anak.
Meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang tua, contohnya
adalah cherry hemangioma atau angioma senilis yang biasanya jinak, kecil, red-
purple papule pada kulit orang tua.

b. Etiologi
Penyebab hemangioma sampai saat ini masih belum jelas. Angiogenesisnya
sepertinya memiliki peranan dalam kelebihan pembuluh darah. Cytokines, seperti
basic fibroblast growth factor (bFGF) dan vascular endothelial growth factor
(VEGF), mempunyai peranan dalam proses angiogenesis. Peningkatan factor-
faktor pembentukan angiogenesis seperti penurunan kadar angiogenesis inhibitors
misalnya gamma-interferon, tumor necrosis factor-beta, dan transforming growth
faktor-beta berperan dalam etiologi terjadinya hemangioma.

c. Klasifikasi
Pada dasarnya hemangioma dibagi menjadi dua yaitu hemangioma kapiler dan
hemangioma kavernosum. Hemangioma kapiler (superficial hemangioma) terjadi
pada kulit atas sedangkan hemangioma kavernosum terjadi pada kulit yang lebih
dalam, biasanya pada bagian dermis dan subkutis. Pada beberapa kasus kedua
jenis hemangioma ini dapat terjadi bersamaan atau disebut hemangioma
campuran.
- Hemangioma kapilerStrawberry hemangioma (hemangioma simpleks).
Hemangioma kapiler terdapat pada waktu lahir atau beberapa hari sesudah lahir.
Lebih sering terjadi pada bayi prematur dan akan menghilang dalam beberapa
hari atau beberapa minggu. Tampak sebagai bercak merah yang makin lama
makin besar. Warnanya menjadi merah menyala, tegang dan berbentuk lobular,
berbatas tegas, dan lunak pada perabaan. Involusi spontan ditandai oleh
memucatnya warna di daerah sentral, lesi menjadi kurang tegang dan lebih
mendatar.

Gambar Strawberry hemangioma

- Granuloma piogenik
Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi sesudah trauma, jadi
bukan oleh karena proses peradangan, walaupun sering disertai infeksi sekunder.
Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak dan
tersering pada bagian distal tubuh yang sering mengalami trauma. Mula-mula
berbentuk papul eritematosa dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat
mencapai ukuran 1 cm dan dapat bertangkai, mudah berdarah.
- Hemangioma kavernosum
Lesi ini tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus yang
berwarna merah sampai ungu. Bila ditekan akan mengempis dan cepat
mengembung lagi apabila dilepas. Lesi terdiri dari elemen vaskular yang matang.
Bentuk kavernosum jarang mengadakan involusi spontan. Hemangioma
kavernosum kadang-kadang terdapat pada lapisan jaringan yang dalam, pada otot
atau organ dalam.
- Hemangioma campuran
Jenis ini terdiri atas campuran antara jenis kapiler dan jenis kavernosum.
Gambaran klinisnya juga terdiri atas gambaran kedua jenis tersebut. Sebagian
besar ditemukan pada ekstremitas inferior, biasanya unilateral, soliter, dapat
terjadi sejak lahir atau masa anak-anak. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna
merah kebiruan yang kemudian pada perkembangannya dapat memberi gambaran
keratotik dan verukosa. Lokasi hemangioma campuran pada lapisan kulit
superfisial dan dalam, atau organ dalam.9

Gambar Hemangioma kapiler dan hemangioma kavernosum

d. Gambaran Klinis
Gambaran klinik dari hemangioma adalah heterogen, gambaran yang ditunjukkan
tergantung kedalaman, lokasi, dan derajat dari evolusi. Pada bayi baru lahir,
hemangioma dimulai dengan makula pucat dengan teleangiektasis. Sejalan
dengan perkembangan proliferasi tumor gambarannya menjadi merah menyala,
mulai menonjol, dan noncompressible plaque. Hemangioma yang terletak di
dalam kulit biasanya lunak, masa yang terasa hangat dengan warna kebiruan.
Seringkali, hemangioma bisa berada di superfisial dan di dalam
kulit. Hemangioma memiliki diameter beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter. Hemangioma bersifat solid, tapi sekitar 20% mempunyai pengaruh
pada bayi dengan lesi yang multiple.
Gambaran klinis umum ialah adanya bercak merah yang timbul sejak lahir atau
beberapa saat setelah lahir, pertumbuhannya relatif cepat dalam beberapa minggu
atau beberapa bulan; warnanya merah terang bila jenis strawberry atau biru bila
jenis kavernosa. Bila besar maksimum sudah tercapai, biasanya pada umur 9-12
bulan, warnanya menjadi merah gelap.

e. Diagnosis
Secara klinis diagnosis hemangioma tidak sukar, terutama jika gambaran lesinya
khas, tapi pada beberapa kasus diagnosis hemangioma dapat menjadi susah untuk
ditegakkan, terutama pada hemangioma yang letaknya lebih dalam.
Diagnosis hemangioma selain dengan gejala klinis, juga dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan penunjang lain. Penggunaan teknik pencitraan membantu dalam
membedakan kelainan pembuluh darah dari beberapa proses neoplasma yang
agresif. Ultrasonografi dengan Doppler merupakan cara yang efektif, karena tidak
bersifat invasive dan dapat menunjukkan gambaran aliran darah yang tinggi yang
merupakan karakteristik dari hemangioma, demikian dapat membedakan antara
hemangioma dengan tumor solid.
Pada penggunaan X-ray, hemangioma jenis kapiler, X-ray jarang digunakan
karena tidak dapat menggambarkan massa yang lunak sedangkan pada
hemangioma yang kavernosum biasanya dapat terlihat karena terdapat area
kalsifikasi. Kalsifikasi ini terjadi karena pembekuan pada cavitas cavernosum
(phleboliths). Isotop scan pada hemangioma kapiler dapat menunjukkan
peningkatan konsistensi dengan peningkatan suplai darah, tapi cara ini jarang
digunakan. Angiografi menunjukkan baik tidaknya pembuluh darah juga untuk
mengetahui pembesaran hemangioma karena neo-vaskularisasi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) menunjukkan karakteristik internal dari suatu
hemangioma dan lebih jelas membedakan dari otot-otot yang ada disekitarnya.
Hemangioma dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik. Pada kasus
hemangioma dalam atau campuran, CT Scan atau MRI dapat dikerjakan untuk
memastikan bahwa struktur yang dalam tidak terlibat.
f. Penatalaksanaan
Ada 2 cara pengobatan :
1) Cara konservatif
Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran dalam
bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah itu
terjadi regresi spontan sekitar umur 12 bulan, lesi terus mengadakan regresi
sampai umur 5 tahun.
2) Cara aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah
hemangioma yang tumbuh pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan
tenggorokan; hemangioma yang mengalami perdarahan; hemangioma yang
mengalami ulserasi; hemangioma yang mengalami infeksi; hemangioma yang
mengalami pertumbuhan cepat dan terjadi deformitas jaringan.
a. Pembedahan
Indikasi :
1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya dalam
beberapa minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar.
2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia.
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah 6-7
tahun.
Lesi yang terletak pada wajah, leher, tangan atau vulva yang tumbuh cepat,
mungkin memerlukan eksisi local untuk mengendalikannya.
b. Radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak ditinggalkan
karena :
1. Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan
tulangnya masih sangat aktif.
2. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama.
3. Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan menyulitkan bila
diperlukan suatu tindakan.
c. Kortikosteroid
Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah :
1. Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital.
2. Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik.
3. Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium.
4. Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia.
5. Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.
Pengobatan dengan kortikosteroid sistemik telah dianggap sebagai terapi
medikamentosa yang paling efisien untuk cutaneous infantile hemangiomas tanpa
komplikasi. Pemberian steroid sebaiknya dilakukan pada masa proliferatif, karena
bila diberikan pada masa involusi kurang bermanfaat. Dosisnya per oral 20-30 mg
perhari selama 2-3 minggu dan perlahan-lahan diturunkan, lama pengobatan
sampai 3 bulan atau atau 2-3 mg/kg/hari, 1 kali sehari pada pagi hari. Terapi
dengan kortikosteroid dalam dosis besar kadang-kadang akan menimbulkan
regresi pada lesi yang tumbuh cepat. Beberapa peneliti menganjurkan dosis yang
lebih besar (prednison 5 mg/kg/hari) untuk menghasilkan terapi efektif, cepat,
dan cukup aman, dilanjutkan hingga 6 – 8 minggu dan pada kasus yang lebih
berat dapat diberikan hingga 12 minggu.
Kortikosteroid intralesi sangat baik diberikan pada hemangioma dengan ukuran
kecil (diameter < 10 cm) dan lesi lokal bermasalah (hemangioma disertai ulserasi
atau dengan komplikasi misalnya terjadi ifeksi berulang pada daerah lesi). Dosis
yang diberikan 2 – 3 mg/kg setiap kali suntikan diulang setiap minggu selama 1 -
2 bulan. Adanya respon terapi yang baik terhadap steroid ditandai oleh pengecilan
ukuran hemangioma. Pemberian kortikosteroid intralesi dengan interval waktu 4
– 8 minggu merupakan terapi yang efektif sebagai upaya untuk menghindari efek
samping terapi kortikosteropid sistemik.
Hemangioma kavernosa yang tumbuh pada kelopak mata dan mengganggu
penglihatan umumnya diobati dengan steroid injeksi yang menurunkan ukuran
lesi secara cepat, sehingga perkembangan penglihatan bisa normal. Hemangioma
kavernosa atau hemangioma campuran dapat diobati bila steroid diberikan secara
oral dan injeksi langsung pada hemangioma.
Penggunaan kortikosteroid peroral dalam waktu yang lama dapat meningkatkan
infeksi sistemik, tekanan darah, diabetes, iritasi lambung, serta pertumbuhan
terhambat.
d. Obat sklerotik
Penyuntikan bahan sklerotik pad lesi hemangioma, misalnya dengan namor
rhocate 50%, HCl kinin 20%, Na-salisilat 30%, atau larutan NaCl hipertonik.
Akan tetapi cara ini sering tidak disukai karena rasa nyeri dan menimbulkan
sikatriks.
e. Elektrokoagulasi
Cara ini dipakai untuk spider angioma untuk desikasi sentral arterinya, juga untuk
hemangioma senilis dan granuloma piogenik.
f. Antibiotik
Antibiotik diberikan pada hemangioma yang mengalami ulserasi. Selain itu
dilakukan perawatan luka secara steril.

6. JARINGAN LIMFE

LIMFANGIOMA
a. Definisi
Limfangioma merupakan malformasi pembuluh limfatik yang biasanya terjadi
setelah lahir.

b. Etiologi
Penyebab pasti pembentukan lymphangioma tidak diketahui, tetapi kebanyakan
kasus diyakini sporadis. Pembentukan lymphangiomas mungkin mencerminkan
kegagalan saluran getah bening untuk menghubungkan dengan sistem vena
selama embriogenesis, penyerapan abnormal struktur limfatik, atau keduanya.
Penelitian berkelanjutan telah dijelaskan beberapa faktor pertumbuhan pembuluh
darah yang mungkin terlibat dalam pembentukan malformasi limfatik seperti
VEGF-C dan FLT-4. Kasus sekunder terhadap trauma dan infeksi juga telah
dilaporkan.

c. Klasifikasi
Secara klinis dan histopatologi, limfangioma diklasifikasikan menjadi 3 bentuk
yaitu:
- Limfangioma sirkumskripta lokalisata (limfangioma simpleks)
Lesi biasa timbul saat bayi, berupa bercak soliter, kecil, dengan diameter kurang
dari l cm, terdiri dari vesikel-vesikel berdinding tabel, berisi cairan limfe, dan
menyerupai telur katak. Bila tercampur darah, lesi dapat berwarna keunguan.
Pada pemeriksaan histopatologiakan tampak adanya dilatasi kistik dari pembuluh
limfe yang dindingnya dibatasi oleh selapis endotel yang terdapat pada dermis
bagian atas. Ketebalan epidermis bervariasi, pada beberapa kista limfe,
epidermisnya menipis; sedangkan yang lain dapat menunjukkan akantosis,
papilomatosis, hiperkeratosis, dan pertumbuhan ke bawah yang ireguler.
- Limfangioma sirkumskriptum (tipe klasik)
Manifestasi kliniknya berupalesi yang timbul saat lahir atau pada awal kehidupan,
dan ditandai oleh satu atau beberapa bercak besar dengan vesikel-vesikel jernih,
dapat dalam jumlah sangat banyak.Dinding vesikel tampak lebih tipis dan sering
disertai edema yang difus pada jaringan subkutis di bawahnya, bahkan kadang-
kadang edema seluruh ekstremitas yang terkena.Lokasi lesi sering pada daerah
aksila, lengan, dada lateral, sekitar mulut dan lidah.Beberapa vesikel dapat berisi
darah dan kadang-kadang permukaan lesi dapat verukosa.
Pada pemeriksaan histopatologi tampak gambaran yang mirip dengan
limfangioma sirkumskripta lokalisata. Hanya derajat hiperkeratosis dan
papilomatosisnya lebih nyata, juga dilatasi pembuluh limfenya lebih luas sampai
dermis bagian bawah dan lemak subkutan.Pembuluh limfe pada lemak subkutan
sering berukuran besar dan dindingnya dilapisi otot.
- Limfangioma kavernosa
Lesi berupa suatu pembengkakan jaringan subkutan yang sirkumskripta atau
difus, dengan konsistensi lunak seperti lipoma atau kista.Paling sering dijumpai
di sekitar dan di dalam mulut.Limfangioma kavernosa sering terdapat bersama-
sama dengan limfangioma sirkumskripta.Bila mengenai pipi, lidah, biasanya
murni merupakan limfangioma kavernosa.Tapi bila terletak pada leher, aksila,
dasar mulut, mediastinum biasanya kombinasi, dan disebut higroma kistik.
Pemeriksaan histopatologi ditandai dengan adanya kista-kista yang besar dengan
bentuk ireguler, dindingnya terdiri atas selapis sel endotel dan terletak pada
jaringan subkutan. Periendotel jaringan konektif dapat tersusun oleh stroma yang
longgar, atau padat, bahkan dapat fibrosa.

d. Gambaran Klinis
Limfangioma kebanyakan tampak klinisnya secara jelas pada saat lahir, dan
hampir semua yang jelas pada usia 2 tahun. Kebanyakan muncul sebagai massa
lembut yang terletak di daerah kepala dan leher, dan sebagian besar tidak
memiliki gejala yang berhubungan. Manifestasi klinis tergantung pada aliran
getah bening dalam saluran lesi.Limfangioma dapat bermanifestasi sebagai
lymphedema, dan lesi yang lebih besar dapat melibatkan sistem kerangka dan
menyebabkan kerusakan berat.
Malformasi besar di leher atau mediastinum dapat membahayakan saluran udara,
menyebabkan stridor, disfonia, atau dispnea. Lymphangiomas juga telah
ditemukan pada pasien dengan sindrom Turner, sindrom Klinefelter, dan Noonan
sindrom.

e. Diagnosis
Diagnosis lymphangioma terutama berdasarkan riwayat klinis dan hasil
pemeriksaan fisik dan mikroskop cahaya konvensional. Kasus
lymfangioma didagnosa melalui pengamatan histologis. Pada kasus
prenatal, limfangioma kistik didiagnosa dengan ultrasound, amniosintesis
disarankan untuk memeriksa dalam hubungannya dengan kelainan
genetik.

MRI dapat membantu menentukan tingkat keterlibatan dananatomi


seluruh lesi lymphangioma. MRI dapat membantu mencegahuntuk tidak
meluas, reseksi bedah tidak lengkap, karena hubungan dengantingkat
kekambuhan tinggi.

Penelitian immunohistokimia yang berguna dalam membedakanlymphangioma


dari hemangioma pada kasus yang sulit. Hasil pengujiandengan antigen VIII
terkait faktor positif untuk hemangioma tetapi negative atau positif lemah dalam
lymphangiomas endotelium. Temuan Dermoskopi dapat membantu dalam
diagnosis kulit lymphangioma circumscriptum. Nodul ini diisi dengan
cairan cahaya cokelat muda, lakuna dikelilingi oleh paler septa.

f. Penatalaksanaan
Untuk keperluan pengobatan, limfangioma sering dibagi menjadi limfangioma
lokal dan diffus. Pada limfangioma lokal, dapat diberikan terapi non bedah sambil
dilakukan pengawasan jika limfangioma tidak mempengaruhi fungsi kehidupan,
karena beberapa ahli bedah percaya bahwa lebih dari 15% dari lesi ini akan
mengecil dengan sendirinya. Namun jika lesi tidak mengecil spontan pada usia 5
tahun, intervensi bedah diperlukan. Penulis lain percaya bahwa eksisi harus
dilakukan lebih cepat untuk menghindari komplikasi seperti infeksi.

a. Farmakologis
Untuk malformasi limfatik lokal, berbagai agen farmakologis telah digunakan di
seluruh dunia untuk mengobati limfangioma. Beberapa agen yang digunakan
dalam terapi sklerotik termasuk air mendidih, tetrasiklin, bleomycin, dan
cyclophosphamide.Pertimbangan khusus harus diambil pada malformasi limfatik
pada lidah atau glotis.Malformasi pada lidah (sebelumnya dikenal sebagai
circumscriptum lymphangioma) harus dikelola dengan laser resurfacing.Jika lesi
ini cukup besar dan mengganggu respirasi, operasi pengurangan lidah harus
dilakukan. Malformasi pada glotis harus diperlakukan dengan laser karbon
dioksida dan terapi debulking dengan manajemen jalan nafas agresif.
Aspirasi limfangioma telah dilakukan di masa lalu tapi sebagian besar kurang
disukai karena tingkat kekambuhannya yang tinggi. Namun, masih dapat
digunakan untuk mengatasi limfangioma yang mengancam kehidupan dimana
membutuhkan pengurangan sesegera mungkin.
b. Tindakan bedah
Sebagaimana dinyatakan di atas, eksisi bedah adalah pengobatan pilihan untuk
limfangioma lokal jika secara anatomis memungkinkan. Dari berbagai teknik
bedah yang telah dieksplorasi selama bertahun-tahun, total penghapusan tumor
dengan tidak meninggalkan epitel kistik, telah menjadi prosedur yang paling
dapat diandalkan.
Pengelolaan bedah limfangioma difus sering merupakan usaha yang kompleks
dan seumur hidup dengan tingkat morbiditas substansial. Pasien dan orang tua
harus menyadari hal ini sebelum operasi dilakukan, sehingga kemungkinan
komplikasi yang tinggi dapat difaktorkan ke dalam keputusan-keputusan awal
dalam manajemen.
Langkah pertama dalam mengelola penyakit cervicofacial difus adalah untuk
memungkinkan untuk saluran udara yang memadai dan makan yang memadai.
Hal ini sering membutuhkan trakeostomi dan mungkin gastrostomy. Tugas
berikutnya adalah untuk membagi pasien menjadi zona anatomi dan kemudian
berusaha untuk mengelola zona-zona sebagai daerah individu dari penyakit lokal
sampai zona yang diberikan benar-benar bebas dari penyakit. Anak-anak dengan
penyakit cervicofacial difus juga sering membutuhkan rekonstruksi
maxillomandibular karena pertumbuhan berlebih dari tulang wajah. Tergantung
pada beratnya penyakit dan infiltrasi ke dalam struktur lokal, prosedur tambahan
dapat menipiskan proses perawatan yang telah panjang.

7. JARINGAN SARAF PERIFER

NEUROFIBROMA
a. Definisi
Neurofibroma terdiri dari dua kata, yaitu Neuro dan Fibroma. Neuro berarti saraf
dan fibroma adalah pembengkakan atau benjolan yang terjadi pada jaringan
fibrosa. Neurofibroma adalah benjolan (tumor) yang berisi jaringan saraf dan
bersifat jinak.11
b. Etiologi
Neurofibroma terjadi akibat adanya cacat genetik, di mana Neurofibroma tipe 1
dan Neurofibroma tipe 2 terjadi sebagai akibat dari cacat pada gen yang
berbeda. Neurofibroma tipe 1 disebabkan oleh mutasi pada gen yang terletak
dikromosom 17 dan Neurofibroma tipe 2 pada kromosom 22.

c. Klasifikasi

Neurofibroma dibagi menjadi tipe yaitu dermal dan plexiform. Neurofibroma


kulit berhubungan dengan saraf tepi tunggal, sementara plexiform Neurofibroma
berhubungan dengan berkas saraf ganda. Plexiform neurofibroma lebih sulit
untuk diobati dan bisa berubah menjadi tumor ganas. Neurofibroma Dermal tidak
menjadi ganas.
- Neurofibroma Dermal
Neurofibroma dermal (kadang-kadang disebut sebagai Neurofibroma kulit)
berasal dari saraf di kulit . Tiga jenis yang dibedakan:
 Diskrit kulit Neurofibroma: massa Sessile atau pedunkulata pada kulit, yang
berdaging dan tidak nyeri tekan, dan dapat bervariasi dalam ukuran.
 Diskrit subkutan Neurofibroma: Lie di bawah ini dan terlihat seperti benjolan
pada kulit, yang terkadang bisa menjadi lunak.
 Jauh nodular Neurofibroma: Melibatkan jaringan dan organ di bawah dermis,
tetapi sebaliknya menyerupai kulit dan subkutan neurofibroma.
- Neurofibroma Plexiform
Neurofibroma plexiform dapat tumbuh dari saraf di kulit atau dari lebih berkas
saraf internal, dan bisa sangat besar. Internal plexiform Neurofibroma sangat sulit
untuk menyembuhkannya karena tumor tersebut dapat bertambah besar melalui
lapisan jaringan dan dapat merusak jaringan sehat atau organ sekitarnya.

d. Diagnosis
Biopsi ditemukan sel spindle, hiposeluler area dan sel mast.

e. Penatalaksanaan
- Dengan radioterapi dan kemoterapi, namun lebih disarankan dengan
menggunakan kemoterapi karena akan ditakutkan tumor semakin menyebar dan
berubah ganas bila dilakukan pengobatan dengan redioterapi.
- Dengan menggunakan obat-obatan(Pirfenidone, Tipifarnib, Erlotinib
(Tarceva) dengan Sirolimus, imatinib (Gleevec), Pegylated Interferon (Peg-
Intron), Peginterferon alfa-2b, Sirolimus (Rapamycin), Sirolimus, Sorafenib
(Nexavar), Tranilast (Rizaben) ro, In vitro, tranilast.

8. KAPSUL SENDI ATAU SARUNG TENDON

KISTA GANGLION
a. Definisi
Kista Ganglion atau biasa disebut Ganglion merupakan kista yang terbentuk dari
kapsul suatu sendi atau sarung suatu tendon. Kista merupakan tumor jaringan
lunak yang paling sering didapatkan pada tangan. Ganglion biasanya melekat
pada sarung tendon pada tangan atau pergelangan tangan atau melekat pada suatu
sendi; namun ada pula yang tidak memiliki hubungan dengan struktur
apapun.Ganglion timbul pada tempat-tempat berikut ini.

 Pergelangan tangan – punggung tangan ("dorsal wrist ganglion"), pada telapak


tangan ("volar wrist ganglion"), atau kadang pada daerah ibu jari. Kista ini
berasal dari salah satu sendi pergelangan tangan, dan kadang diperberat oleh
cedera pada pergelangan tangan.
 Telapak tangan pada dasar jari-jari ("flexor tendon sheath cyst"). Kista ini
berasal dari saluran yang menjaga tendon jari pada tempatnya, dan kadang terjadi
akibat iritasi pada tendon - tendinitis.
 Bagian belakang tepi sendi jari ("mucous cyst"), terletak di sebelah dasar
kuku. Kista ini dapat menyebabkan lekukan pada kuku, dan dapat menjadi
terinfeksi dan menyebabkan infeksi sendi walaupun jarang. Hal ini biasanya
disebabkan arthritis atau taji tulang pada sendi.

b. Etiologi
Penjelasan yang paling sering digunakan untuk mengungkapkan pembentukan
kista hingga degenerasi mukoid dari kolagen dan jaringan ikat. Teori ini
menunjukkan bahwa sebuah ganglion mewakili struktur degeneratif yang
melingkupi perubahan miksoid dari jaringan ikat. Teori yang lebih baru, yang
dipostulasikan oleh Angelides pada 1999, menjelaskan bahwa kista terbentuk
akibat trauma jaringan atau iritasi struktur sendi yang menstimulasi produksi
asam hialuronik. Proses ini bermula di pertemuan sinovial-kapsular. Musin yang
terbentuk membelah sepanjang ligamentum sendi serta kapsul yang melekat
untuk kemudian membentuk duktus kapsular dan kista utama. Duktus pada
akhirnya akan bergabung menjadi kista ganglion soliter yang besar. Seperti yang
telah disebutkan, penyebab ganglion tidak sepenuhnya diketahui, namun ganglion
dapat terjadi akibat robekan kecil pada ligamentum yang melewati selubung
tendon atau kapsul sendi baik akibat cedera, proses degeneratif atau abnormalitas
kecil yang tidak diketahui sebelumnya.

c. Gambaran Klinis
Meskipun kista ganglion umumnya asimtomatik, gejala yang muncul dapat
berupa keterbatasan gerak, parestesia dan kelemahan. Kista ganglion umumnya
soliter, dan jarang berdiameter di atas 2 cm. dapat bertambah besar atau mengecil
seiring berjalannya waktu dan bahkan menghilang. Selain itu kadang dapat
mengalami inflamasi jika teriritasi. Konsistensi dapat lunak hingga keras seperti
batu akibat tekanan tinggi cairan yang mengisi kista sehingga kadang didiagnosis
sebagai tonjolan tulang. Dapat melibatkan hampir semua sendi pada tangan dan
pergelangan tangan. Dorsal wrist, volar wrist, volar retinakular dan distal
interfalangeal merupakan kista ganglion yang paling sering ditemukan pada
tangan dan pergelangan tangan. Ganglion terbesar terletak di belakang lutut dan
biasa disebut Kista Baker.
Ganglion umumnya tidak nyeri; namun dapat menyebabkan nyeri ketika
digerakkan atau menyebabkan masalah mekanis (terbatasnya ruang gerak)
tergantung dari lokasi ganglion tersebut. Kista ganglion memiliki kecenderungan
untuk membesar dan mengecil, kemungkinan karena cairan yang terdapat dalam
kista terserap kembali ke dalam sendi atau tendon untuk kemudian diproduksi
kembali.

d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis dan kadang
melalui pemeriksaan radiologik. Dari anamesis bisa didapatkan benjolan yang
tidak bergejala namun kadang ditemukan nyeri serta riwayat penggunaan lengan
yang berlebihan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan benjolan lunak yang tidak
nyeri tekan. Melalui transiluminasi diketahui bahwa isi benjolan bukan
merupakan massa padat tapi merupakan cairan. Pada aspirasi diperoleh cairan
dengan viskositas yang tinggi dan jernih. Sering juga ditemukan adanya
gangguan pergerakan dan parestesia dan kelemahan pada pergelangan tangan
ataupun lengan.

e. Penatalaksanaan
Terdapat dua pilihan penatalaksanaan: aspirasi (mengeluarkan isi kista dengan
menggunakan jarum) dan pengangkatan kista secara bedah.Aspirasi melibatkan
pemasukan jarum ke dalam kista dan mengeluarkan isinya dengan anestesi lokal.
Karena diperkirakan bahwa inflamasi berperan dalam produksi dan akumulasi
cairan di dalam kista, obat anti inflamasi (steroid) kadang diinjeksikan ke dalam
kista sebagai usaha untuk mengurangi inflamasi serta mencegah kista tersebut
terisi kembali oleh cairan kista. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
menggunakan substansi lain seperti hialuronidase bersama dengan steroid setelah
aspirasi meningkatkan angka kesembuhan dari 57% (aspirasi dan steroid) menjadi
89% dengan substansi tambahan.Jika kista rusak, menimbulkan nyeri, masalah
mekanis dan komplikasi saraf (hilangnya fungsi motorik dan sensorik akibat
tekanan ganglion pada saraf) atau timbul kembali setelah aspirasi, maka eksisi
bedah dianjurkan. Hal ini melibatkan insisi di atas kista, identifikasi kista, dan
mengangkatnya bersama dengan sebagian selubung tendo atau kapsul sendi dari
mana kista tersebut berasal. Eksisi kista ini biasanya merupakan prosedur minor,
tapi dapat menjadi rumit tergantung pada lokasi kista dan apakah kista tersebut
melekat pada struktur lain seperti pembuluh darah, saraf atau tendon.

B. STADIUM KLINIK
G, Histologic Grade
GX Grade cannot be assessed
G1 Well differentiated
G2 Moderately differentiated
G3 Poorly differentiated
G4 Undifferentiated
T, Primary Tumor Size
TX Primary size cannot be assessed
T0 No evidence of primary tumor
T1 Tumor less than 5 cm
T1a Superficial tumor
T1b Deep tumor
T2 Tumor 5 cm or greater
T2a Superficial tumor
T2b Deep tumor
N, Regional Nodes
NX Regional nodes cannot be assessed
N0 No regional lymph node metastasis
N1 Regional lymph node metastasis
M, Distant Metastasis
MX Presence of distance metastasis cannot be
assessed
M0 No distant metastasis
M1 Distant metastasis present
Pemeriksaan Penunjang Soft Tissue Sarcome

1. Pencitraan
Semua pasien dengan kecurigaan Sarkoma jaringan lunak (STS), dengan criteria
yaitu adanya massa jaringan lunak dengan ukuran bertambah, memiliki ukuran
lebih dari 5 cm atau terletak di dalam fascia dalam, dengan nyeri atau tanpa nyeri.
Setiap pasien suspek STS harus dilakukan tiga pemeriksaan melalui informasi
riwayat penyakit, pencitraan dan biopsi. Pemeriksaan penunjang yang
direkomendasikan adalah MRI, namun opsi lain seperti CT dan USG dapat pula
digunakan sesuai ekspertise yang ada. Pasien terkonfirmasi STS harus segera
dilakukan gstaging dengan CT thorax resolusi tinggi untuk menyingkirkan
adanya metastasis paru sebelum dilakukannya penatalaksanaan definitif.
Walaupun foto dada polos dapat juga menjadi acuan pada beberapa kasus kecil.
CT abdomen dan isotop tulang tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan
rutin, namun tergantung dari tipe histologist dan tanda klinis lainnya,
pemeriksaan staging lanjutan dapa tdirekomendasikan, seperti pemerikasan
kelenjar limfe regional untuk sarcoma sinovial, sarcoma epiteloid, dan sarcoma
clear cell, CT abdomen dan pelvis untuk liposarkoma myxoid. Tomografi
positron (PET) dapat berguna pada beberapa kasus, seperti pada kasus residif,
namun sampai saat ini tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan 3 3rutin

2. Biopsi
Pemeriksaan baku untuk semua massa yang dicurigai adalah biopsy core needle.
Beberapa core harus diambil untuk memberikan area diagnostik yang luas.
Namun biopsy insisi juga perlu pada beberapa kasus dan biopsy eksisi menjadi
opsi terbaik pada lesi superficial dengan diameter kurang dari 5 cm. Aspirasi
jarum halus tidak direkomendasikan sebagai modalitas diagnostik primer.

3. Histologi-Diagnosis
Klasifikasi histologist dari jaringan yang terbiopsi disesuaikan dengan sistem
yang berlaku.diEropa, FNCLCC membagi secara histologist berdasarkan
diferensiasi, nekrosis, dan hitung miosit. Jumlah ketiga criteria dapat menentukan
derajat keganasan dari STS.
Derajat 1: 2–3
Derajat 2: 4–5
Derajat 3: 6–8.

Diferensiasi Nekrosis Hitung


miosit
9n/10
lapang
pandang)
1: baik 0: tidakada 1: n<10
2.: sedang 1: <50% 2: n =0–19
3: buruk 2: ≥50% 3: n ≥20
(anaplastik)

4. Staging
Staging dari sarcoma menurut klasifikasi TNM dari AJCC adalah sebagai
berikut:
a. Stage I
 1A = Tingkat rendah, kecil, danterletak di luar atau dalam (G1-2, T1a-b, N0,
M0).
 1B = Tingkat rendah, luas, dan terletak superfisial (G1-2, T2a, N0, M0).
b. Stage II
 IIA = Tingkat rendah, luas, dan terletak di dalam (G1-2, T2b, N0, M0).
 IIB = Tingkat tinggi, kecil, dan terletak di luar atau dalam (G3-4, T1a-b, N0,
M0).
 IIC = Tingkat tinggi, luas, dan terletak superfisial (G3-4, T2a, N0, M0).
c. Stage III
 Tingkat tinggi, luas, dan terletak di dalam (G3-4, T2b, N0, M0).
d. Stage IV
 Adanya metastasis apapun(Any G, Any T, N1 or M1).
BONE SARCOMA

1. Sarkoma Ewing

a. Definisi
Ewing sarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari sumsum tulang dengan
frekuensi sebanyak 5% dari seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan
pada umur 10-20 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.

Seperti osteosarkoma, tumor ini lebih banyak menyerang anak, remaja, dan
dewasa muda dengan karakteristik histologis yang unik berupa “round-cells
tumor”
Lokasi paling sering adalah diafisis tulang panjang terutama femur, tibia, ulna
dan metatarsus. Tumor mulai di ruang sumsum tulang, lalu menembus korteks
dan mengangkatnya membentuk lapisan tulang reaktif yang memberi gambaran
radiologik seperti kulit bawang (onion skin appearance).
Walaupun diklasifikasikan kedalam jenis tumor pada tulang, Ewing sarkoma
mempunyai karakteristik tumor yang berasal dari jaringan mesoderm dan
ektoderm sehingga sangat susah untuk diklasifikasikan.

b. Etiologi

Perubahan genetik antar kromosom dapat menyebabkan timbulnya sel kanker,


seperti pada sel-sel yang ditemukan pada metastasis Ewing sarkoma. Ewing
sarkoma dapat diakibatkan oleh suatu translokasi antara kromosom 11 dan
kromosom 22 yang mengalami fusi antara gen EWS pada kromosom 22 dan
gen FLI 1 pada kromosom 11.

c. Gambaran Klinis

Gejala-gejala pada Ewing sarkoma pada umumnya menyerupai gejala pada


Osteomielitis. Gejala yang dirasakan dapat berupa nyeri hebat dan
pembengkakan pada daerah tumor dan terdapat gejala umum lainnya seperti
kakheksia, dan nyeri tekan pada daerah tumor. Gejala tambahan dapat berupa
demam, dan penurunan berat badan.
Tumor biasanya sangat ganas, berkembang secara cepat dan penderita
meninggal dalam 3-18 bulan pertama (95% meninggal pada tahun-tahun
pertama).
Pada daerah spine (tulang belakang), predileksi tumor biasanya lebih banyak
pada sacrum, dan pada umumnya disertai dengan gejala-gejala defisit
neurologis. Prognosisnya lebih buruk bila dibandingkan dengan lokasi lainnya
di tubuh.
Ewing sarkoma dapat bermetastasis ke banyak tempat, baik ke paru-paru
maupun metastasis ke tulang lainnya.

d. Diagnosis
Anamnesis berupa keluhan benjolan. Pada inspeksi tampak adanya
pembengkakan pada daerah tumor, disertai adanya nyeri tekan pada palpasi.
Pemeriksaan fisik saja belum dapat menegakkan diagnosis Ewing sarkoma, oleh
karena gejala dan tanda yang ditemukan bersifat umum dan tidak khas.
Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan adanya peningkatan hitung
jenis sel leukosit (leukositosis), peningkatan eritrosit sedimentation rate (ESR)
atau LED dan peningkatan C-reactive protein (CRP)8,13). Selain itu dapat pula
ditemukan adanya anemia dan peningkatan serum lactic dehidrogenase (LDH).
Dari Bone X-Ray terlihat destruksi tulang pada daerah lesi terutama pada
diafisis disertai dengan pembentukan tulang baru sepanjang diafisis tulang
panjang berbentuk fusiform diluar lesi yang merupakan suatu tanda khas yang
disebut onion skin appearance.
Tumor dapat meluas sampai ke jaringan lunak dengan garis-garis osifikasi yang
berjalan radier disertai dengan reaksi periosteal tulang yang memberikan
gambaran yang disebut sunray appearance (sunray periosteal reaction) serta
terdapat segitiga Codman sehingga tumor dapat disalah interpretasikan sebagai
osteogenik sarkom
Ewing sarkoma pada femur. Tampak pada foto polos femur posisi PA dan
lateral menunjukkan adanya mottled, lesi osteolitik (lingkaran biru) dengan
poorly marginated pada diafisis. Tampak pula adanya sunray periosteal
reaction (lingkaran merah) dan lamellar periosteal reaction (tanda panah).

Pada pemeriksaan bone scan (scanning radioisotope) biasanya pada daerah lesi
akan memperlihatkan adanya peninggian aktivitas. Pemeriksaan Bone Scan
pada seluruh tubuh biasanya dilakukan untuk mengetahui adanya lesi
metastatik.
Pemeriksaan MRI sangat membantu untuk mengetahui adanya ekstensi ke
jaringan lunak yang biasanya terjadi pada Ewing sarcoma. MRI juga dapat
dilakukan sebagai pilihan dalam menentukan staging tumor dan evaluasi
terhadap respon kemoterapi dan radioterapi.

Pada pemeriksaan MRI tampak massa berwarna putih (hiperintense) pada left
hip yang menunjukkan adanya Ewing sarkoma.
Secara histopatologi maksroskopik dapat ditemukan adanya pelebaran tulang dan
sklerosis, hemoragik, nekrosis maupun degenerasi kistik17).

Tampak adanya infiltrat pada tulang dada dengan lesi tumor berwarna putih
disertai fokal hemoragik dan nekrosis.

Secara mikroskopik, terlihat seperti sheet-like proliferasi dari round-cells tumor


tanpa adanya produksi matriks. Namun demikian, untaian serat fibrous dapat
pula teridentifikasi pada lesi.
Sel-selnya memiliki batas sitoplasma yang tidak jelas dengan nukleus yang
bulat atau oval. Sangatlah susah untuk membedakan Ewing sarkoma dari
round-cells tumor lainnya seperti pada limfoma, embryonal
rhabdomyosarcoma, metastatik neuroblastoma, dan small cell osteosarkoma
hanya dengan mikroskop cahaya. Sel-sel ini berbentuk polihidral tanpa aturan
dan tidak ditemukan substansi dasarnya.
Sel-sel kecil berwarna biru dalam suatu pola berbentuk sarang dengan focal
pseudorossette.

e. Klasifikasi

Menurut National Cancer Institute, stadium pada Ewing sarkoma dapat


digolongkan sebagai berikut:

 Stadium Lokal
Sel-sel kanker tidak menunjukkan adanya penyebaran ke organ/jaringan sekitar
tulang dimana sel kanker mulai tumbuh18).
 Stadium Metastasis
Sel-sel kanker telah menyebar dari tempat awal timbulnya sel kanker ke bagian
tubuh lainnya. Sel kanker biasanya lebih sering bermetastasis ke hepar, tulang
lainnya dan sum-sum tulang belakang. Penyebaran sel kanker ke limfonodus
dan sistem saraf sangat jarang ditemukan18).
 Stadium Rekurensi
Rekurensi merupakan suatu keadaan dimana sel-sel kanker muncul kembali setelah
mendapatkan pengobatan.
Rekurensi sel kanker dapat muncul pada tempat dimana lesi pertama kali muncul
atau pada bagian tubuh lainnya18).
Selain itu, terdapat pula jenis penentuan stadium lainnya yang digunakan pada
Ewing sarkoma yaitu:

 Stadium 1A - Low-grade tumor yang hanya ditemukan pada mantel tulang yang
keras.
 Stadium 1B - Low-grade tumor disertai perluasan lokal pada jaringan lunak.
 Stadium 2A - High-grade tumor yang hanya ditemukan pada mantel tulang yang
keras.
 Stadium 2B - High-grade tumor disertai perluasan lokal pada jaringan lunak.
 Stadium 3 – Low atau high-grade tumor yang telah mengalami metastasis ke
organ lain19).

2. Osteosarkoma

a. Definisi

Osteosarkoma (osteogenik sarkoma) merupakan neoplasma sel spindle yang


memproduksi osteoid.2 Osteosarcoma adalah tumor ganas primer dari tulang
yang ditandai dengan pembentukan tulang yang immatur atau jaringan osteoid
oleh sel-sel tumor.3
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng
pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif; yaitu pada distal
femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang tua
umur di atas 50 tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari
paget’s disease, dengan prognosis sangat jelek.

b. Klasifikasi

Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari
osteosarkoma masuk kedalam kategori “klasik” atau konvensional, yang
termasuk osteosarkoma osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic.
Sedangkan sisanya sebesar 25% diklasifikasikan sebagai “varian” berdasarkan:
 karakteristik klinik seperti pada kasus osteosarkoma rahang, osteosarkoma
postradiasi, atau osteosarkoma paget;
 karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma telangiectatic, osteosarkoma
small-cell, atau osteosarkoma epithelioid; dan
 lokasi, seperti pada osteosarkoma parosteal dan periosteal.2,7

Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang


panjang, terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana
pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah pada
metafisis humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari
metafisis ke diafisis atau epifisis.1 Kebanyakan dari osteosarkoma varian juga
menunjukkan predileksi yang sama, terkecuali lesi gnathic pada mandibula dan
maksila, lesi intrakortikal, lesi periosteal dan osteosarkoma sekunder karena
penyakit paget yang biasanya muncul pada pelvis dan femur proximal.

c. Gambaran Klinis

Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu atau bulan sebelum pasien
didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat adalah nyeri, terutama nyeri pada
saat aktifitas dan massa atau pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat
trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur
patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang
lebih sering terjadi fraktur patologis.

Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat pembengkakan


dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi. Gejala sistemik,
seperti demam atau keringat malam sangat jarang. Penyebaran tumor pada paru-
paru sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik dan biasanya menandakan
keterlibatan paru yang luas.

d. Diagnosis
Hasil laboratorium kemungkinan berpengaruh pada kelayakan pemberian
kemoterapi. Pemeriksaan darah untuk kepentingan prognosa adalah lactic
dehydrogenase (LDH) dan alkaline phosphatase (ALP). Pasien dengan
peningkatan nilai ALP pada saat diagnosis mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk mempunyai metastase pada paru.
Foto polos merupakan hal yang esensial dalam evaluasi pertama dari lesi tulang
karena hasilnya dapat memprediksi diagnosis dan penentuan pemeriksaan lebih
jauh yang tepat. Gambaran foto polos dapat bervariasi, tetapi kebanyakan
menunjukkan campuran antara area litik dan sklerotik. Sangat jarang hanya
berupa lesi litik atau sklerotik.
Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan
difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak. Perubahan periosteal berupa
Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang luas (black
arrow).

Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma. Biopsi


yang dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan diagnosis
(misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap penentuan
tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan biopsi jarum perkutan
(percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang
sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko
infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsy
dapat dicegah.4
Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade
sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan
osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak,
sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya
anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-
kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik
atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid.
e. Penatalaksanaan

Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat


dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi
merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang
radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen
rutin.

3. Kondrosarkoma
Ini adalah tumor tulang paling umum kedua setelah osteosarcoma, biasanya
mempengaruhi tulang panggul, meskipun juga dapat terjadi pada tulang paha,
humerus dan tulang belikat. Ini adalah tumor dewasa dan biasanya tumbuh
lambat. Lesi primer mungkin timbul de novo dari tulang yang tampaknya
normal, atau sekunder ketika muncul dalam lesi yang sudah ada sebelumnya.
Jarang (<5 persen) chondrosarcoma bisa ekstraskeletal. Penanganan awal adalah
reseksi bedah radikal atau, jika tidak bisa dioperasi, radioterapi. Bentuk yang
terdiferensiasi baik dan sedang memiliki prognosis yang baik dan hanya
bermetastasis lambat000. Namun, ada varian yang memiliki jalur agresif, dan
pasien ini dapat dipilih untuk pengobatan dengan kemoterapi dini menggunakan
obat yang mirip dengan jadwal osteosarcoma. Kelangsungan hidup 5 tahun
secara keseluruhan adalah sekitar 35 persen.

4. Osteoklastoma
Ini adalah tumor yang timbul pada orang dewasa biasanya antara usia 30 dan 50,
paling banyak lokasi menjadi tulang panjang di sekitar lutut, jari-jari dan
humerus. Ada penampilan 'gelembung sabun' pada X-ray dengan penipisan
eksentrik korteks. Secara klinis ini dapat ditunjukkan, meskipun jarang, oleh
'gemeretak cangkang telur' pada palpasi. Ini terdiri dari dua populasi sel, stroma
latar belakang sel-sel spindel, diferensiasi yang menentukan aktivitas tumor, dan
sel-sel raksasa multinukleat yang tersebar. Mayoritas adalah keganasan tingkat
rendah dan menghadirkan masalah kontrol lokal daripada penyakit yang
menyebar. Eksisi bedah lebar adalah perawatan pilihan. Sekitar sepertiga akan
kambuh secara lokal dan sepertiga lebih lanjut akan menjadi tumor ganas, yang
akhirnya bermetastasis. Iradiasi lokal dapat menjadi penyebab untuk
kekambuhan lokal; kemoterapi biasanya tidak berhasil pada penyakit metastatik.
Kelangsungan hidup 5 tahun secara keseluruhan adalah sekitar 65-70 persen.

Pemeriksaan Penunjang Bone Sarcoma

A. Osteosarcoma
1. Radiografi
Foto polos pada tulang yang terkena tumor akan menunjukkan gambaran lesi
yang agresif pada daerah metafise tulang panjang. Rusaknya gambaran trabekule
tulang dengan batas yang tidak tegas tanpa reaksi endoosteal. Tampak juga
campuran area radio-opak dan radio-lusen, oleh karena adanya proses destruksi
tulang (bone destruction) dan proses pembentukan tulang (bone formation).
Pembentukan tulang baru pada periosteum, pengangkatan korteks tulang, dengan
pembentukan Codman's triangle dan gambaran Sunburst dan disertai dengan
gambaran massa jaringan lunak. Foto thoraks juga perlu dilakukan untuk
mengetahui adanya metastase pada paru.

2. CT Scan atau MRI


CT (Computed Tomographic) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dikerjakan untuk mengetahui adanya ekstensi dari tumor ke jaringan sekitarnya,
termasuk juga pada jaringan neurovaskuler atau invasinya pada jaringan otot. CT
pada thoraks sangat baik untuk mencari adanya metastase pada paru. Sesuai
dengan perilaku biologis osteosarcoma, yang mana osteosarkoma tumbuh secara
radial dan membentuk seperti bentukan massa bola. Apabila tumor menembus
korteks tulang menuju jaringan otot sekitarnya dan membentuk seolah-olah suatu
kapsul (pseudocapsul) yang disebut daerah reaktif atau reactive zone. Kadang-
kadang jaringan tumor dapat invasi ke daerah zona reaktif ini dan tumbuh
berbentuk nodul yang disebut satellite nodules. Tumor kadang bisa metastase
secara regional dalam tulang bersangkutan, dan berbentuk nodul yang berada
diluar zona reaktif pada satu tulang yang disebut dengan skip lesions. Bentukan-
bentukan ini semua sangat baik dideteksi dengan MRI.
3. Bone Scan (Bone Scintigraphy)
Seluruh tubuh bertujuan menentukan tempat terjadinya metastase, adanya tumor
yang poliostotik, dan eksistensi tumor apakah intraoseous atau ekstraoseous. Juga
dapat mengetahui adanya skip lesions, sekalipun masih lebih baik dengan MRI.
Radioaktif yang digunakan adalah thalium Tl 201. Thallium scantigraphy
digunakan juga untuk memonitor respon tumor terhadap pengobatan kemoterapi
dan mendeteksi rekurensi lokal dari tumor tersebut.

4. Angiografi
Angiografi merupakan pemeriksaan yang lebih invasif. Dengan angiografi dapat
ditentukan diagnosis jenis suatu osteosarkoma, misalnya pada High-grade
osteosarcoma akan ditemukan adanya neovaskularisasi yang sangat ekstensif.
Selain itu angiografi dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatan
preoperative chemotheraphy, yang mana apabila terjadi mengurang atau
hilangnya vaskularisasi tumor menandakan respon terapi kemoterapi preoperatif
berhasil.

5. Biopsi
Biopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma. Biopsi yang
dikerjakan tidak benar sering kali menyebabkan kesalahan diagnosis
(misdiagnosis) yang lebih lanjut akan berakibat fatal terhadap penentuan
tindakan. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan biopsi jarum perkutan
(percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang
sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko
infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsi dapat
dicegah. Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-
grade sarcomatoous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk
jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang
banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya
anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-
kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik
atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid. Secara
patologi osteosarkoma dibagi menjadi high-grade dan low-grade variant
bergantung pada selnya yaitu pleomorfisnya, anaplasia, dan banyaknya mitosis.
Secara konvensional pada osteosarkoma ditemukan sel spindle yang ganas
dengan pembentukan osteoid. Pada telengiektasis osteosarkoma pada lesinya
didapatkan adanya kantong darah yang dikelilingi oleh sedikit elemen seluler
yang mana elemen selulernya sangat ganas sekali.

6. Staging
Staging tumor muskuloskeletal menggunakan Enneking System. Staging ini
berdasarkan gradasi histologis dari tumor (ada low-grade dan high grade),
ekstensi anatomis dari tumor (intrakompartmental atau ekstrakompartmental), dan
ada tidaknya metastase (M0 atau M1) :
Stage I. Low-grade Tumor
IA. Intracompartmental
IB. Extracompartmental
Stage II High-grade
IIA Intracompartmental
IIB Extracompartmental
Stage III Any Grade with metastase
IIIA Intracompartmental
IIIB Extracompartmental

Sistem staging ini sangat berguna dalam perencanaan strategi, perencanaan


pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma tersebut.

B. Sarkoma Ewing

Test dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai Sarkoma Ewing:
1. Pemeriksaan darah : a) Pemeriksaan darah rutin; b)Transaminase hati;
c)Laktat dehidrogenase. Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya
atau berkembangnya metastase.
2. Pemeriksaan radiologis : a) Foto rontgen; b) CT scan: Pada daerah yang
dicurigai neoplasma (misal : pelvis, ekstremitas, kepala) dan penting untuk
mencatat besar dan lokasi massa dan hubunganya dengan struktur sekitarnya dan
adanya metastase pulmoner. Bila ada gejala neorologis, CT scan kepala juga
sebaiknya dilakukan.
3. Pemeriksaan invasif : a) Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan
biopsi sampel sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk
menyingkirkan adanya metastase; b) Biopsi. Biopsi insisi atau dengan jarum pada
massa tumor sangat penting untuk mendiagnosis Sarkoma Ewing. Jika terdapat
komponen jaringan lunak, biopsi pada daerah ini biasanya lebih dimungkinkan.
4. Radiologi Diagnostik
Gambaran radiologis sarkoma Ewing: tampak lesi destruktif yang bersifat
infiltratif yang berawal di medulla; pada foto terlihat sebagai daerah-daerah
radiolusen. Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal.
Kadang-kadang reaksi periostealnya tampak sebagai garis-garis yang berlapis-
lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion skin appearance.
Gambaran ini pernah dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa
dijumpai pada lesi tulang lain. Tumor dapat meluas sampai ke jaringan lunak
dengan garis-garis osifikasi yang berjalan radier disertai dengan reaksi
periosteal tulang yang memberikan gambaran yang disebut sunray appearance.
5. Staging
Hingga sekarang ini belum didapatkan keseragaman dalam penerapan sistem
staginguntuk sarkoma Ewing. Sistem yang berdasar pada konsep TNM dianggap
lebih sesuaiuntuk penyakit dari pada sistem yang berdasar pada perluasan
penyakit sesudah prosedurpembedahan, oleh karena itu maka pendekatan kontrol
lokal pada tumor ini jarang denganpembedahan. Pengalaman menunjukan bahwa
besar lesi sarkoma Ewing mempunyaiprognosis yang cukup penting. Delapan
puluh tujuh persen pasien dengan tumor (T) pada tulang tetap hidup dalam lima
tahun dibandingkan dengan 20 % pada pasien dengankomponen ekstraossea.
Nodus limfatikus (N) jarang terlibat. Adanya penyakit metastase(M) akan
menurunkan survival secara nyata. Keterlibatan tulang atau sumsum tulang
lebihsering didapat dari pada hanya metastase tumor ke paru-paru.

C. Diagnosis Banding
Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering sulit
dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan pemeriksaan
pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah:
1. Ostemyelitis
2. Osteoblastoma
3. Giant cell tumor
4. Aneurysmal bone cyst
5. Fibrous dysplasia
DAFTAR PUSTAKA

Amouri M, Masmoudi A, Boudaya S, et al. (2007). Acquired Lymphangioma circum


scriptum of the vulva. Dermatology online journal 13 (4): 10
Dewa Gede Sukardja.2005. Onkologi Klinik.Edisi 2. Airlangga University
Press.Surabaya.
Grimer R, Judson I, David P. Beatrice S (2010).Guidelines for The Management of Soft
Tissue Sarcomas.Sarcoma. Hindawi Publishing Corp
Hide Geoff. 2008. Imaging in Classic Osteosarcoma. http://emedicine.
medscape.com/article/393927-overview, 28 Januari 2011.
Hide Geoff. 2010. Osteosarcoma, Variants. http://emedicine.medscape.com/
article/394057-overview, 28 Januari 2011.

http://id.wikipedia.org/wiki/Neurofibromatosis
http://ilmubedah.info/sarkoma-jaringan-lunak-soft-tissue-sarcoma 20110509.html diakses
tanggal 10 Mei 2012.
Kawiyana S. 2009. Osteosarcoma, Diagnosis dan Penanganannya.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20siki_9.pdf, 29 Januari 2011
Kumar V, Ramzi S., Stanley R.R. 2008. Buku Ajar Patologi Kedokteran. Jakarta :
Erlangga. pp: 481-4
Mehlman T. Charles. 2010. Osteosarcoma. http://emedicine.medscape.com/
article/1256857-overview, 28 Januari 2011.

Neal AJ dan Hoskin PJ. 2009. Clinical Oncology Basic Principles and Practice 4th ed.
USA: CRC Press.
National Cancer Institute. 2010. Osteosarkoma and Malignant Fibrous Histiocytoma of
Bone Treatment. http://www.cancer.gov, 28 Januari 2011.

Orthopedic information, Ewing’s sarcoma, American Academy of Orthopedic


Surgeons,Available from: http://www.aaos.com
Patel SR, Benjamin RS. 2008. Soft Tissue and Bone Sarcomas and Bone Metastases.
dalam: Kasper DL et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th ed. USA:
McGRAW-HILL.
Picci P. 2007. Osteosarcoma (Osteogenic Sarcoma). Orphanet Journal of Rare Disease.
http://www.OJRD.com/content/2/1/6, 30 Januari 2011.
Price A. Sylvia, et all, Tumor Sistem Muskuloskeletal. dalam Patofisiologi Konsep
KlinisProses-Proses Penyakit, 4th Ed, EGC, Jakarta, 1994,1214-1216
Rajgopal shenoy K, Nileshwar anitha. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I. Edisi ketiga.
Karisma Publishing Group. 2013
Sjamsuhidajat, R & Wim De Jong, W.D., editor., “Soft Tissue Tumor”, dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005
Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta.
Schawartz R.A. 2011. Arterial Vascular Malformation Including Hemangiomas and
Lymphangiomas. Http: //www.emedicine-medscape.com (15 September 2011)
Springfield D. 2006. Orthopaedics. dalam: Brunicardi FC. Schwartz’s Manual of Surgery
8th ed. USA: McGRAW-HILL.

Tassya,A.2011.Tumor jaringan Lunak (http://www.dokterbook.com/2011/12/soft-tissue-


tumor/) diakses tanggal 10 Mei 2012.
Waugh A., Allison G. 2001. Anatomi and Physiology in Health and Illness. Newyork :
Churcill Livingstone. pp: 382-92
.

Anda mungkin juga menyukai